a. Karakterisasi Pati Jagung dan Corn Gluten Meal (CGM)
Penelitian kali ini menggunakan pati jagung dan protein jagung (Corn Gluten Meal) sebagai bahan baku utama pembuatan mi basah jagung. Oleh karena itu perlu dilakukan tahap karakterisasi pati jagung dan CGM. Karakterisasi bahan baku meliputi karakterisasi sifat fisik dan kimia (kadar air, kadar protein kasar, kadar lemak, dan kadar abu).
b. Penentuan Desain Proses Optimum Pembuatan Mi Jagung Basah Matang
Pembuatan mi basah jagung merupakan pengembangan dari pembuatan mi jagung instan. Desain proses dan formulasi pada penelitian kali ini didasarkan pada penelitian mi jagung instan metode Budiyah (2005). Selain itu desain proses pembuatan mi basah jagung juga menggabungkan pembuatan mi basah terigu. Gambar 6 menunjukkan metode pembuatan mi jagung instan metode Budiyah (2005). Beberapa variabel proses yang diubah meliputi jumlah air yang ditambahkan, dan waktu pengukusan. Parameter yang diamati pada tahap ini adalah karaketistik fisik mi yang dihasilkan, meliputi kekerasan, kelengketan, % elongasi, resistensi terhadap tarikan, KPAP dan derajat gelatinisasi.
Pencampuran sampai merata Pencampur sampai merata Pengukukusan sampai tergelatinisasi sempurna (7 menit)
Pencampuran sampai adonan menjadi kalis
Pembentukan lembaran, pencetakan, dan pemotongan (Pressing, slitting, cutting) Pengukukusan (10 menit)
(tahap pematangan bagian yang belum tergelatinisasi) Pengeringan pada suhu 60-70oC selama 2 jam
Pendinginan (cooling) Pengemasan
Gambar 6. Diagram proses pembuatan mi jagung instan metode Budiyah (2005).
Pati(450 g/setengah total pati yang dibutuhkan) + CGM 100 g + air 350 ml
Pati (450 g/setengah total pati) + baking powder 0,3% + Garam 1% + CMC 1%
c. Perbaikan Elongasi Mi Jagung Basah Matang
Perbaikan elongasi mi dilakukan dengan mensubstitusi sebagian pati jagung yang dikukus dengan pati kacang hijau. Tujuan pemilihan pati kacang hijau untuk memperbaiki sifat fisik mi terutama pati kacang hijau merupakan bahan baku mi pati yang dianggap memberikan karakteristik fisik dan cooking quality yang paling baik. Selain itu penelitian sebelumnya telah menggunakan gluten terigu untuk meningkatkan elongasi mi jagung instan. Penelitian kali ini ingin menghasilkan produk pangan bebas gluten atau yang dikenal dengan istilah gluten free food, sehingga dicari alternatif bahan pangan selain gluten terigu untuk meningkatkan elongasi mi. Parameter yang diamati pada tahap penelitian ini adalah semua parameter pengukuran fisik kecuali parameter KPAP. Substitusi pati kacang hijau yang paling baik memperbaiki sifat elongasi mi tanpa menurunkan atau paling tidak hanya sedikit menurunkan karakteristik fisik mi yang lain akan dipilih untuk tahap penelitian selanjutnya. Tabel 5 menunjukkah tingkat substitusi pati kacang hijau yang digunakan pada formulasi mi basah jagung.
Tabel 5. Formula mi basah jagung dengan substitusi pati kacang hijau Komposisi* (%) Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4 Formula 5 Maizena yang dikukus 45 40 35 30 25 Maizena yang tidak dikukus 45 45 45 45 45 Pati pati kacang
hijau 0 5 10 15 20 CGM 100 mesh 10 10 10 10 10 Air 30 30 30 30 30 CMC 1 1 1 1 1 Garam 1 1 1 1 1 Baking powder 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 * : dihitung berdasarkan total pati + CGM
d. Perbaikan Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan Mi Basah Jagung Matang
Perbaikan sifat kehilangan padatan akibat pemasakan dilakukan dengan memvariasikan jenis pengikat dan konsentrasi yang digunakan. Jenis pengikat yang digunakan adalah CMC dan Guar gum. Konsentrasi yang digunakan adalah 1%, 1.5%, dan 2%. Parameter yang diamati adalah kehilangan padatan akibat pemasakan.
e. Analisis Proksimat Produk Akhir
Analisis proksimat yang dilakukan meliputi pengukuran kadar air, kadar abu, kadar protein kasar, kadar lemak kasar dan kadar karbohidrat (by difference)
2. Pengamatan a. Analisis Sifat Fisik
Analisis fisik yang dilakukan meliputi pengukuran % elongasi dan resistensi terhadap tarikan menggunakan Rheoner, pengukuran kekerasan dan kelengketan mi menggunakan texture analyzer, pengukuran warna menggunakan chromameter, pengukuran kehilangan padatan akibat pemasakan menggunakan metode gravimetri, dan pengamatan sifat birefringent pati menggunakan mikroskop polarisasi.
a1. Pengamatan Sifat Birefringence Pati Dengan Menggunakan Mikroskop Polarisasi
Pengamatan sifat birefringence pati di di bawah mikroskop polarisasi dilakukan untuk mengetahui kecukupan proses gelatinisasi. Sampel disuspensikan dalam akuades dan diaduk secara merata. Kemudian, satu tetes sampel diteteskan ke gelas objek dan diamati di bawah mikroskop polarisasi. Sampel yang bukan berupa tepung perlu ditepungkan terlebih dahulu
hingga diperoleh ukuran partikel yang dapat disuspensikan dalam akuades.
Pati yang belum mengalami proses gelatinisasi akan memiliki sifat birefringence sehingga ketika diamati dengan mikroskop polarisasi akan tampak granula-granula yang mengkilat dan berwarna. Sedangkan, pati yang telah mengalami gelatinisasi sempurna tidak memiliki sifat birefringence, sehingga tidak tampak di bawah mikroskop polarisasi.
a2. Analisis Warna Menggunakan Metode Hunter (Hutching,1999)
Sampel dipotong 2-3 mm dan ditempatkan pada wadah yang transparan. Pengukuran menghasilkan nilai L, a, dan b. L menyatakan parameter kecerahan (warna kromatis, 0: hitam sampai 100: putih). Warna kromatik campuran merah hijau ditunjukkan oleh nilai a(a+ = 0-100 untuk warna merah, a- = 0- (- 80) untuk warna hijau). Warna kromatik campuran biru kuning ditunjukkan oleh nilai b (b+ = 0-70, untuk warna kuning, b- = 0- (-70) untuk warna biru). Nilai hue dikelompokkan sebagai berikut:
Red purple : Hue° 342-18 Green : Hue°162-198 Red : Hue°18-54 Purple : Hue°306-342 Yellow red : Hue°54-90 Blue purple : Hue°270-306 Yellow : Hue°90-126 Blue green : Hue°198-234 Blue : Hue°234-270 Yellow green : Hue°126-162
a3. Analisis Sifat Resistensi Terhadap Tarikan dan Persen Elongasi Menggunakan Rheoner
Probe yang digunakan adalah probe yang dapat menjepit kedua ujung mie yang akan diukur kekerasan dan elastisitasnya. Beban yang digunakan 0.1 volt (5 gf/0.25cm), test speed 1 mm/s, dan chart speed 40 mm/menit. Sampel yang telah direhidrasi
diletakkan pada probe dan dijepit sedemikian rupa pada kedua ujungnya. Hasilnya berupa kurva yang menunjukkan hubungan antara kekuatan (kgf) dan waktu (s).
Cara perhitungan :
¾ Kekerasan
Kekerasan = Jarak ke puncak kurva (cm) x 5 gf 0.25 cm ¾ Persen elongasi b = lebar kurva (mm) x 1.5 c = (a2 + b2) ½, dimana a = 12 mm Δ L = (2 xc) – 24 % elongasi = (Δ L/ 24) x 100%
a4. Analisis Kelengketan dan Kekerasan Kenggunakan Texture Analyzer TAXT-2
Probe yang digunakan berbentuk silinder dengan diameter 35 mm. Pengaturan TAXT-2 yang digunakan adalah sebagai berikut: pre test speed 2.0 mm/s, test speed 0.1 mm/s, rupture test distance 75%, dan force 100g, test mode : measure force in compression.
Sampel dengan panjang yang melebihi diameter probe
diletakkan di atas landasan lalu ditekan oleh probe. Hasilnya berupa kurva yang menunjukkan hubungan antara kekuatan dan waktu. Nilai kekerasan ditunjukkan dengan absolute(+) peak, dan nilai kelengketan ditunjukkan dengan absolute(-) peak. Satuan kedua parameter ini adalah gram force (gF).
a5. Pengukuran Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (Oh et al., 1985)
Penentuan KPAP dilakukan dengan cara merebus 5 gram mie dalam 150 ml air. Setelah mencapai waktu optimum
perebusan, mie ditiriskan dan disiram air, kemudian ditiriskan kembali selama 5 menit. Mie kemudian ditimbang dan dikeringkan pada suhu 100°C sampai beratnya konstan, lalu ditimbang kembali. KPAP dihitung dengan rumus berikut:
KPAP = 1 - berat sampel setelah dikeringkan x 100% berat awal (1- kadar air contoh)
a6. Analisis Derajat Gelatinisasi (Birch et al., 1973)
Penentuan derajat gelatinisasi diawali dengan pembuatan kurva standar yang menggambarkan hubungan antara derajat gelatinisasi dan absorbansi. Sampel yang digunakan untuk pembuatan kurva standar adalah sampel yang tergelatinisasi 0- 100%. Sampel yang tergelatinisasi 100% diperoleh dengan merebus 10 g pati jagung dalam 200 ml air hingga menjadi bening. Sedangkan sampel yang tidak tergelatinisasi adalah pati. Lalu dibuat campuran dari kedua sampel tersebut untuk memperoleh sampel dengan derajat gelatinisasi pati 20%, 40%, 60%, dan 80%. Perbandingan antara pati yang tergelatinisasi 100% dan tidak tergelatinisasi adalah 20:80 untuk sampel dengan derajat gelatinisasi 20%, 40:60 untuk sampel dengan derajat gelatinisasi 40%, 60:40 untuk sampel dengan derajat gelatinisasi 60%, dan 80:20 untuk sampel dengan derajat gelatinisasi 80%.
Tahap selanjutnya adalah pembacaan absorbansi masing- masing sampel. Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukkan ke dalam gelas piala 100 ml lalu ditambahkan 47,5 ml akuades. Campuran ini kemudian di-stirer selama satu menit dan ditambahkan 2,5 ml KOH 0,2 N dan di-stirer kembali selama lima menit. Campuran ini kemudian dipipet sebanyak 10 ml dan disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 3500 rpm.
Supernatan yang diperoleh dipipet dan dimasukkan ke dalam dua tabung reaksi A dan B masing-masing sebanyak 0,5
tabung reaksi. Sebanyak 0,1 ml iodin ditambahkan ke dalam tabung reaksi B. Lalu ke dalam kedua tabung reaksi ditambahkan akuades masing-masing sebanyak 9 ml untuk tabung A dan 8,9 ml untuk tabung B. Kedua tabung ini kemudian dikocok dan dibaca absorbansinya menggunakan spektofotometer dengan panjang gelombang 625 nm. Larutan pada tabung A merupakan blanko pembacaan larutan pada tabung B.
Kurva standar dibuat dengan memplotkan derajat gelatinisasi pada sumbu X dan absorbansi pada sumbu Y. Kemudian dihitung persamaan linear yang menggambarkan hubungan antar keduanya. Persamaan linear yang diperoleh berupa :
Y = a + bX
dimana y merupakan absorbansi, x merupakan derajat gelatinisasi, sedangkan a dan b merupakan konstanta.
Absorbansi sampel diukur dengan metode yang sama seperti di atas. Dan derajat gelatinisasinya dihitung dengan menggunakan persamaan linear yang diperoleh dari kurva
b. Analisis Sifat Kimia
Analisa kimia yang dilakukan pada produk mi jagung instan adalah analisa proksimat yang meliputi analisis kadar air, kadar protein kasar lemak kasar abu. Penentuan kadar karbohidrat dilakukan secara
by difference.
b1. Analisis Kadar Air Metode Oven (AOAC, 1995)
Cawan alumunium dikeringkan dalam oven, didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Sejumlah sampel (kurang lebih 5 gram) dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Cawan beserta isinya dimasukkan ke dalam oven bersuhu 100°C selama kurang lebih 6 jam atau sampai beratnya konstan. Selanjutnya cawan beserta isinya didinginkan dalam
desikator, dan ditimbang. Perhitungan kadar air dilakukan dengan rumus:
Kadar air (% b.b) = c – (a – b) x 100% c
Keterangan : a = berat cawan dan sampel akhir (g) b = berat cawan (g)
c = berat sampel awal (g)
b2. Kadar Abu (AOAC, 1995)
Cawan porselen dikeringkan dalam tanur bersuhu 400-600 °C, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 g sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselen. Selanjutnya sampel dipijarkan di atas nyala pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400-600°C selama 4-6 jam atau sampai terbentuk abu berwarna putih. Sampel kemudian didinginkan dalam desikator, dan ditimbang.
Kadar abu (% b.b) = c – (a – b) x 100% c
Keterangan : a = berat cawan dan sampel akhir (g) b = berat cawan (g)
c = berat sampel awal (g)
b3. Analisis Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC, 1995)
Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 100-110°C, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sampel dalam bentuk tepung ditimbang sebanyak 5 gram, dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstrksi (soxhlet) yang telah berisi pelarurt (dietil eter atau heksan)
Refluk dilakukan selama 5 jam (minimum) dan pelarut yang ada di adalam labu lemak didistilasi. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstruksi dipanaskan dalam oven bersuhu 100°C hingga beratnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang.
Kadar lemak (% b.b) = a – b x 100% c
Keterangan : a = berat labu dan sampel akhir (g) b = berat labu kosong (g)
c = berat sampel awal (g)
b4. Analisis Kadar Protein Metode Mikro-Kjeldahl(AOAC, 1995)
Sejumlah kecil sampel (kira-kira membutuhkan 3-10 ml HCl 0.01 N atau 0.02 N) yaitu sekitar 0.1 gram ditimbang dan diletakkan ke dalam labu kjeldahl 30 ml. Kemudian ditambahkan 0.9 g K2SO4, 40 mg HgO, dan 2 ml H2SO4. Jika bobot sampel lebih dari 15 mg, ditabahkan 0.1 ml H2SO4 untuk setiap 10 mg bahan organik di atas 15 mg. Sampel dididihkan selama 1-1.5 jam sampai cairan menjadi jernih.
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam alat destilasi, dibilas dengan akuades, dan ditambahkan 10 ml larutan NaOH- Na2S2O3. Gas NH3 yang dihasilkan dari reaksi dalam alat destilasi ditangkap oleh 5 ml H3BO3 dalam erlenmeyer yang telah ditambahkan 3 tetes indikator (campuran 2 bagian merah metil 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian methylene blue 0.2% dalam alkohol). Kondensat tersebut kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N yang sudah distandardisasi hingga terjadi perubahan warna kondensat menjadi abu-abu. Penetapan blanko dilakukan dengan menggunakan metode yang sama seperti penetapan sampel. Kadar protein dihitung dengan menggunakan rumus:
Kadar N (%) = (ml HCl spl – ml HCl blk) x N HCl x 14.007 x 100 mg sampel
Kadar protein (% b.b) = % N x faktor konversi (6.25) b5. Analisis Kadar Karbohidrat (by difference)
Kadar karbohidrat (% b.b) = 100% - (P + KA + A + L )
Keterangan : P = kadar protein (%) KA = kadar air (%) A = abu (%)
L = kadar lemak (%)
3. Analisis Data
Data pengukuran fisik karakteristik mi basah jagung diolah menggunakan program SPSS 11.5. Jenis analisis statistik yang digunkaan meliputi uji T, dan uji keragaman atau ANOVA. Jika sampel yang dianalisis dengan ANOVA menunjukkan hasil berbeda nyata, dilakukan uji lanjut Duncan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakterisasi Bahan Baku