• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan mulai dari bulan Juni sampai dengan September 2015 di beberapa tempat dan laboratorium berikut :

1. Penggilingan Padi Sinar Jati Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon. 2. Laboratorium Lapangan Siswadhi Soepardjo (Leuwikopo), Departemen Teknik

Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian.

3. Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian.

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Gabah Kering Giling (GKG) varietas IR 42 dan Gabah Kering Giling (GKG) varietas Ciherang yang didapatkan dari Penggilingan Padi Sinar Jati Dukupuntang, Cirebon.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah termometer bola basah dan bola kering, bak perendaman gabah, termokopel, stopwatch, cylinder separator, kett moisture tester, hybrid recorder, crown moisture tester, cawan, timbangan digital, tangki pengukusan, mesin penggiling padi, termometer, timbangan dan alat-alat untuk uji organoleptik. Unit pengolahan beras pratanak dan alat bantu lainnya disajikan pada Gambar 1.

13

Gambar 1 Unit pengolahan beras pratanak : bak perendaman (a), tangki pengukusan (b), steam boiler (c), dan alat sortir (d)

Prosedur Penelitian

Secara umum, pembuatan beras pratanak terdiri dari 5 tahap yaitu pembersihan, perendaman, pengukusan, pengeringan, dan penggilingan. Pembersihan atau sortasi dilakukan dengan menggunakan mesin pembersih padi. Tujuannya untuk memisahkan gabah hampa dan benda-benda asing. Selanjutnya adalah perendaman, pada proses perendaman gabah menggunakan air dengan suhu sekitar 60±5 oC selama rentang waktu 4 jam. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kadar air gabah. Gabah yang telah direndam selanjutnya dikukus dalam tangki pengukusan dengan suhu sekitar 90-100 oC dengan waktu bervariasi yaitu t1 selama 20 menit, t2 selama 30 menit, dan t3 berupa kontrol (gabah tanpa proses perendaman dan tanpa proses pengukusan) sehingga diperoleh gabah yang mengalami gelatinisasi dan sekam yang sedikit terbuka (pecah). Selanjutnya dilakukan pengeringan dengan bantuan sinar matahari sampai kadar air gabah mencapai 12-14%. Gabah yang kering kemudian digiling dan dilakukan analisis mutu fisik beras pratanak hingga diperoleh beras pratanak varietas Ciherang atau beras pratanak varietas IR 42 yang paling baik. Penelitian dilakukan dua tahap yakni untuk Gabah Kering Giling (GKG) varietas Ciherang, dan Gabah Kering

(a) (b)

14

Giling (GKG) varietas IR 42. Pada setiap pengolahan beras pratanak menggunakan 100 kg gabah kering giling. Diagram alir prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Diagram alir prosedur penelitian Gabah Kering

Giling (GKG)

Pembersihan Perendaman

T air 60±5 oC selama 4 jam Pengukusan

T = 90-100 oC Kontrol

(Tanpa perendaman dan pengukusan)

Pengeringan Hingga KA = 12-14%

Penggilingan

Varietas IR 42 Varietas Ciherang

Beras pratanak

Selesai

Pengamatan mutu beras :

 Mutu fisik (butir kepala, butir patah, butir menir) dan rendemen.

15 Analisis Data

Rendemen

Pengukuran rendemen beras pratanak dihitung berdasarkan perbandingan berat akhir beras pratanak yang dihasilkan (b kg) terhadap berat awal gabah yang digunakan (a kg) rendemen dihitung dengan rumus :

Rendemen = (b/a) * 100% (1) Kadar Air, Metode Oven (AOAC 1995)

Cawan aluminium dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang (a gram). Sampel ditimbang sebanyak 2 gram lalu dimasukkan dalam cawan (b gram/berat awal) dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 105-110 oC selama 3 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Sampel dipanaskan lagi di dalam oven sampai tercapai berat konstan (c gram/berat akhir) yang kira-kira dibutuhkan waktu 72 jam untuk bisa konstan beratnya. Kadar air dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

Kadar air (%) = − − −

* 100% (2)

Mutu Giling (SNI 6128-2008)

Penentuan derajat sosoh dilakukan pada beras contoh analisis sebanyak 100 gram secara visual dengan indra penglihatan menggunakan pertolongan kaca pembesar yang dibandingkan dengan contoh beras standar yang mempunyai derajat sosoh 100%, 90%, dan 80%. Sampel beras giling dan beras pratanak ditimbang sebanyak 100 gram (berat awal) dengan 3 kali ulangan. Sampel dipisahkan menjadi butir kepala (>2/3), butir patah (1/3-2/3) dan butir menir (<1/3) dengan menggunakan alat rice grader/cylinder separator. Bobot dari masing-masing butir kepala, butir patah dan butir menir tersebut selanjutnya ditimbang. Mutu giling beras pratanak ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

Butir kepala (%) = �� * 100% (3) Butir patah (%) = * 100% (4) Butir menir (%) = � � * 100% (5)

Uji Organoleptik (Soekarto 1985)

Pengujian organoleptik dikenal dengan sebutan pengujian sensori atau pengujian dengan indra. Pengujian sensori ini bisa dikatakan unik dan berbeda dengan pengujian menggunakan instrumen karena melibatkan manusia tidak hanya sebagai objek analisis, akan tetapi juga sebagai alat penentu hasil atau data yang diperoleh. Penilaian nasi secara organoleptik memerlukan fasilitas laboratorium (peralatan dan ruang penyajian) dan suasana penilaian.

Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik. Uji hedonik dilakukan dengan menggunakan relawan sebagai konsumen dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap produk yang diuji berupa nasi dari beras pratanak. Dalam penelitian ini beras pratanak yang telah ditanak sebelumnya diberi

16

kode-kode untuk tiap-tiap sampel nasi kemudian disajikan kepada panelis satu per satu dengan tujuan agar panelis tidak membandingkan antara beberapa sampel nasi pratanak dengan nasi yang berasal dari beras kontrol (panelis disini tidak terlatih baik dari mahasiswa maupun pegawai secara acak tanpa adanya pemilihan tertentu). Parameter pada beras pratanak yang diuji meliputi aroma, warna, kepulenan, kelengketan dan kesukaan secara keseluruhan terhadap nasi beras pratanak. Tingkat kepulenan dan peranya nasi dapat diketahui dengan cara mengunyahnya, sedangkan ukuran penilaian kelengketan didasarkan pada cara memijit nasi dimana nasi dikatakan lengket bila melekat diantara kedua jari. Pengujian dilakukan dengan uji skorsing pada skala 1-7. Panelis diminta memberikan skor 7 (sangat suka), 6 (suka), 5 (agak suka), 4 (netral), 3 (agak tidak suka), 2 (tidak suka), 1 (sangat tidak suka). Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK). Perlakuannya adalah lama proses pengukusan dengan 3 taraf yaitu 20 menit, 30 menit, dan kontrol. Untuk kontrol merupakan gabah tanpa pengukusan dan perendaman. Sebagai kelompok adalah varietas padi dengan 2 taraf kelompok yakni gabah kering giling varietas IR 42 dan varietas Ciherang. Data kemudian dianalisis menggunakan uji sidik ragam dan apabila hasilnya berpengaruh nyata terhadap respon parameter mutu, maka dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf alfa (α) = 5 %. Rumus rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yij = µ + τi + βj + ɛij dimana :

Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j µ = rataan umum

τi = pengaruh perlakuan ke-i βj = pengaruh kelompok/blok ke-j

ɛij = pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses Perendaman Gabah

Gabah sebelum dilakukan perendaman sebaiknya dibersihkan terlebih dahulu dari gabah hampa, daun, dan benda asing lain. Pada penelitian ini proses pembersihan gabah dilakukan dengan cara pengapungan dimana gabah yang sedang direndam diaduk-aduk untuk pemerataan suhu air. Gabah hampa, daun, dan benda asing yang ringan akan terapung diatas permukaan air. Gabah hampa yang mengapung kemudian dipisahkan dengan gabah yang berisi. Kadar air awal gabah varietas Ciherang dan gabah varietas IR 42 berturut-turut 13.6±0.8 % dan 14.0±0.1 %. Untuk kadar air gabah kontrol varietas Ciherang dan IR 42 berturut-turut 14.9±0.1 % dan 13.7±0.1 %. Perendaman gabah bertujuan untuk meningkatkan kadar air gabah. Lamanya perendaman gabah yakni selama 4 jam pada suhu 60±5 oC. Hal tersebut mengacu kepada penelitian Putri (2012) yang menyimpulkan bahwa lama perendaman yang dipilih adalah lama perendaman 4 jam karena dapat meningkatkan rendemen giling, tidak berpengaruh secara

17 signifikan terhadap perubahan komposisi kimia beras pratanak serta menghemat energi dan waktu.

Lamanya perendaman gabah selama 4 jam dapat menghemat energi dan waktu sependapat juga dengan Wimberly (1983) bahwa semakin tinggi suhu air tersebut maka waktu perendaman semakin singkat. Perendaman pada suhu lingkungan (20-30 oC) membutuhkan waktu lebih lama (36-48 jam) agar dapat mencapai kadar air 30 %. Perendaman gabah pada suhu lingkungan juga menyebabkan penurunan kualitas, aroma, dan rasa yang tidak enak dari beras pratanak yang dihasilkan (Ramalingan dan Raj 1996).

Suhu perendaman harus dijaga konstan agar proses masuknya air ke dalam ruang inter cellular dari sel pati endosperm dan sebagian besar diserap oleh sel-sel pati sendiri sampai pada tingkat tertentu sehingga cukup untuk proses gelatinisasi (Akhyar 2009). Agar suhu perendaman gabah konstan maka diperlukan penambahan air panas secara berkala. Perendaman gabah untuk pembuatan beras pratanak tidak disarankan menggunakan air dingin karena fermentasi pati akan terjadi. Fermentasi pati akan menyebabkan tumbuhnya jamur dan mikroorganisme yang merugikan pada gabah dan menyebabkan bau yang tidak sedap pada beras pratanak.

Dari hasil penelitian, kadar air gabah setelah perendaman gabah meningkat menjadi 28.7±1.7 % untuk varietas Ciherang dan 27.7±4.6 % untuk gabah varietas IR 42. Lamanya perendaman untuk mencapai target kadar air gabah 25-30 % tergantung pada suhu air yang digunakan, semakin panas air yang digunakan semakin singkat waktu perendaman. Kadar air keseimbangan kurang lebih 29 % pada suhu ruang dan suhu 50 oC, kadar air keseimbangan antara 30-31 % pada suhu 60 oC dan pada suhu 75 oC atau lebih tinggi maka absorbsi air meningkat juga (Hoseney 1998). Absorpsi air ke dalam biji beras antara lain dipengaruhi suhu perendaman (Lee et al. 1995). Kecepatan absorbsi air akan meningkat dengan naiknya suhu perendaman. Miah et al. (2002) menjelaskan bahwa pada perendaman panas memungkinkan terganggunya ikatan hidrogen dan melemahkan struktur misel dari granula pati sehingga lebih banyak air yang menembus ke dalam gabah. Ruang antara kulit dan endosperm menjadi jenuh dengan cepat melalui pori-pori sekam. Gambar proses perendaman gabah dapat dilihat pada Lampiran 1.

Sebaran Suhu Perendaman Gabah

Proses perendaman gabah dilakukan pada bak perendaman. Pada saat perendaman berlangsung, penyebaran suhu gabah diukur pada masing-masing perlakuan agar didapatkan kadar air yang diinginkan. Dari hasil pengujian didapatkan grafik sebaran suhu selama perendaman pada varietas Ciherang dan IR 42 yang disajikan pada Gambar 3. Berdasarkan grafik sebaran suhu perendaman gabah pada Gambar 3 menunjukkan bahwa suhu selama perendaman pada varietas Ciherang dan IR 42 pada menit ke-0 adalah 54.3±3.4 oC dan 55.1±1.3 oC dan pada menit ke-240 berakhir pada suhu 56.7±0.7 oC dan 56.5±0.6 oC. Suhu rata-rata perendaman gabah varietas Ciherang dan IR 42 berturut-turut yaitu 55.9±1.4 oC dan 55.1±1.3 oC. Data sebaran suhu selama perendaman gabah dapat dilihat pada Lampiran 2.

18

Proses Pengukusan Gabah

Pengukusan gabah dilakukan untuk meningkatkan kadar nutrisi pada gabah. Peningkatan nutrisi ini akan terjadi pada proses pengukusan gabah yakni pada proses gelatinisasi. Perubahan yang terjadi secara kasat mata (fisik) pada proses ini adalah perubahan warna dan swelling atau pembengkakan yang terjadi pada butir gabah. Semakin lama proses pengukusan gabah maka berdampak pada warna beras yang semakin gelap dan beras semakin tidak mudah pecah. Lama pengukusan pada penelitian ini yaitu 20 menit dan 30 menit pada suhu 90-100 oC. Proses pengukusan dilakukan dengan mengalirkan steam yang berasal dari boiler. Gambar proses pengukusan gabah dapat dilihat pada Lampiran 1.

Kadar air merupakan salah satu sifat fisik dari bahan yang menunjukkan banyaknya air yang terkandung di dalam bahan. Kadar air juga merupakan komponen penting dalam bahan pangan. Berikut hasil pengukuran terhadap kadar air gabah setelah proses pengukusan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Kadar air gabah setelah proses pengukusan Perlakuan

Kadar air setelah pengukusan (%) Varietas Lama pengukusan

(menit)

Ciherang 20 17.3±0.1

30 15.6±0.1

IR 42 20 18.0±0.2

30 15.7±0.1

Pada Tabel 7 ditunjukkan kadar air gabah setelah proses pengukusan. Kadar air yang terukur setelah proses pengukusan gabah mengalami penurunan bila dibandingkan dengan proses perendaman gabah yang bisa mencapai kadar air 28.7±1.7 %. Menurunnya kadar air gabah pada proses pengukusan gabah kemungkinan terjadi karena pengolahan bahan pangan dengan menggunakan suhu

0 30 60 90 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 S uhu ( o C) Waktu (menit) varietas Ciherang varietas IR 42

19 tinggi (proses pengukusan) dapat menyebabkan terjadinya penguapan air pada bahan pangan tersebut. Selain itu, dilihat dari lama pengukusan bahwa semakin lama pengukusan gabah akan mengakibatkan berkurangnya kadar air pada gabah tersebut dalam jumlah banyak. Hal ini sesuai dengan Winarno (1997) yang menyatakan bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan semakin banyak pula molekul-molekul air yang keluar dari permukaan dan menjadi gas.

Sebaran Suhu Pengukusan Gabah

Proses pengukusan gabah dilakukan pada perlakuan lama pengukusan 20 menit dan 30 menit dengan suhu 90-100 oC. Proses pengukusan gabah menggunakan dua buah silo pengukusan dengan masing-masing silo berkapasitas 100 kg. Masing-masing silo tersebut dilengkapi dengan pipa uap dimana pada tepi uap terdapat lubang pengeluaran uap. Pengambilan data dilakukan setiap 1 menit. Selama proses pengukusan gabah, suhu gabahmengalami perkembangan. Suhu uap pengukusan pada gabah mencapai rata-rata 100.63±0.09 oC. Berikut pada Gambar 4 ditunjukkan grafik sebaran suhu gabah dan uap selama pengukusan. Berdasarkan grafik tersebut, suhu gabah varietas Ciherang dan IR 42 pada menit ke-0 berturut-turut 47.62±0.86 oC dan 54.97±15.01 oC kemudian meningkat secara signifikan menit ke-8 pada varietas IR 42 dan menit ke-4 pada varietas Ciherang. Suhu pengukusan gabah varietas Ciherang terus meningkat secara signifikan pada menit ke-20. Suhu akhir lama pengukusan 20 menit ialah 83.48±5.64 oC pada varietas Ciherang dan 100.60±0 oC pada varietas IR 42. Suhu gabah varietas Ciherang berangsur meningkat dan konstan setelah menit ke-22 hingga menit ke-30 mencapai 100.8±0 oC terjadi karena api pada boiler yang semakin panas menyebabkan suhu

steam pada tangki air meningkat. Hal itu berakibat pada tekanan silo pengukusan semakin tinggi dan suhu steam di dalam silo pengukusan semakin tinggi juga, akan tetapi karena steam yang keluar pada tepi uap dimana terdapat lubang pengeluaran uap lebih sedikit dibandingkan dengan steam yang masuk maka suhu gabah yang ada di dalam silo pengukusan menjadi semakin tinggi. Data sebaran suhu gabah dan uap selama pengukusan dapat dilihat pada Lampiran 3.

0 20 40 60 80 100 120 0 5 10 15 20 25 30 S uhu ( oC) Waktu (menit)

suhu gabah varietas Ciherang suhu gabah varietas IR 42 suhu uap

20

Proses Pengeringan Gabah

Setelah proses pengukusan selama 20 menit dan 30 menit selesai, proses selanjutnya adalah pengeringan. Pengeringan ditujukan untuk menurunkan kadar air gabah hingga mencapai kadar air GKG yaitu antara 12-14 %. Pada kadar air tersebut, gabah siap untuk digiling menjadi beras dan aman disimpan dalam jangka waktu yang lama. Metode pengeringan yang digunakan pada penelitian ini adalah memanfaatkan sinar matahari langsung. Penjemuran menggunakan alas berupa lantai jemur yang ada di penggilingan padi tersebut. Hal ini dilakukan dengan tujuan pemerataan panas matahari, memudahkan dalam mengumpulkan gabah serta menekan hilangnya butiran gabah. Gambar proses pengeringan gabah dapat dilihat pada Lampiran 1.

Gabah yang telah dijemur selanjutnya persiapan untuk digiling. Penggilingan ialah proses untuk memisahan antara butir gabah (sekam) dengan beras. Proses penggilingan dimulai dengan pemecahan kulit gabah. Gambar proses penggilingan gabah pratanak dapat dilihat pada Lampiran 1. Karena setelah pemecahan kulit, beras pecah kulit masih berwarna gelap maka proses selanjutnya dilakukan penyosohan. Proses penyosohan dilakukan guna menghilangkan dedak dan bekatul. Disamping itu pula agar penampakannya lebih menarik. Manfaat proses penyosohan sendiri adalah untuk mengolah beras pecah kulit menjadi beras yang putih dan warnanya yang mengkilap. Menurut Gariboldi (1974) menyatakan sebelum digiling, beras pratanak harus diistirahatkan untuk menghilangkan panas yang diterima selama perendaman, pengukusan, dan pengeringan.

Pengaruh Lama Pengukusan Terhadap Mutu Fisik dan Rendemen Beras Pratanak

Mutu Fisik dan Rendemen Beras Pratanak

Pengamatan mutu fisik dilakukan pada saat gabah padi selesai diolah dan kemudian digiling dan disosoh. Proses penggilingan dan penyosohan dilakukan di tempat yang sama yaitu di Penggilingan Padi Sinar Jati Desa Dukupuntang, Kabupaten Cirebon. Klasifikasi mutu beras pratanak yang dihasilkan dilakukan dengan melihat kriteria yang ada pada standar mutu beras yang sudah ditetapkan. Pengamatan parameter utama seperti butir kepala, butir patah, dan butir menir dilakukan dalam skala laboratorium menggunakan Satake Test Rice Grader di Laboratorium Lapangan Siswadhi Soepardjo-Leuwikopo, sedangkan parameter lainnya dilakukan pemisahan manual dengan pengamatan visual. Hasil pengukuran kadar air beras pratanak pada varietas Ciherang dengan lama pengukusan 20 menit, 30 menit, dan kontrol adalah 13.5±0.1 %, 14.5±0.2 %, dan 12.9±0.2 %. Adapun hasil pengukuran kadar air beras pratanak pada varietas IR 42 dengan lama pengukusan 20 menit, 30 menit, dan kontrol adalah 13.2±0.1 %, 13.5±0.0 %, dan 13.4±0.1 %. Berikut disajikan pada Tabel 8 pengaruh lama pengukusan terhadap sifat fisik dan rendemen pada gabah varietas Ciherang dan IR 42.

21 Tabel 8 Pengaruh lama pengukusan terhadap sifat fisik dan rendemen pada gabah

varietas Ciherang dan IR 42 Perlakuan Butir kepala (%) Butir patah (%) Butir menir (%) Rendemen (%) Varietas Lama pengukusan (menit) Ciherang 20 69.6±10.0b 25.3±9.8a 4.9±2.8a 68.6±0.8ab 30 26.2±15.9a 58.7±11.7b 14.5±4.0b 71.2±0.2b kontrol 66.4±0.1b 19.3±2.4a 4.2±0.8a 65.4±1.6a IR 42 20 26.2±2.3a 58.1±1.7b 15.8±2.8b 71.8±2.6a 30 31.0±16.4a 52.4±5.3b 16.2±11.5b 72.2±1.0a kontrol 87.6±0.2b 11.2±0.4a 1.0±0.1a 68.1±0.3a Keterangan :

Angka diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji lanjut Duncan

Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 8, dapat diketahui bahwa proses pratanak dengan lama pengukusan 20 menit dan 30 menit pada varietas Ciherang dan IR 42 dapat meningkatkan rendemen giling dibandingkan dengan kontrol. Peningkatan rendemen giling beras pratanak disebabkan adanya proses perendaman dan pengukusan yang mengakibatkan terjadinya gelatinisasi pati yang akan menutup retakan dari butir beras. Menurut Burhanudin (1981), peningkatan rendemen giling ini disebabkan ikatan sel-sel beras lebih kompak dan kuat sehingga pada proses penggilingan lebih tahan terhadap gesekan saat pengupasan dan penyosohan. Dilihat dari lamanya waktu pengukusan menunjukkan bahwa semakin lama pengukusan akan cenderung menghasilkan rendemen giling beras pratanak yang semakin tinggi. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam lama pengukusan pada varietas Ciherang berpengaruh nyata terhadap rendemen giling beras pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa persentase rendemen memberikan perbedaan nyata antar perlakuan lama pengukusan (20 menit dan 30 menit). Persentase rendemen kontrol dengan perlakuan juga berbeda nyata. Hasil data analisis ragam dan uji lanjut Duncan disajikan pada Lampiran 4. Pada varietas IR 42, rendemen tertinggi pada perlakuan lama pengukusan 30 menit. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam lama pengukusan pada varietas IR 42 tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen giling beras pratanak. Hasil data analisis sidik ragam disajikan pada Lampiran 5.

Fokus parameter mutu fisik beras pratanak pada penelitian ini adalah butir kepala, butir patah, dan butir menir. Hasil analisis sidik ragam mutu fisik beras pratanak pada varietas Ciherang pada Lampiran 6-8 menunjukkan bahwa lama pengukusan memberikan pengaruh nyata terhadap persentase butir kepala, butir patah, dan butir menir. Dengan uji lanjut Duncan dapat dilihat bahwa beras pratanak dengan pengukusan 20 menit dan kontrol berbeda nyata dengan beras pratanak pengukusan 30 menit (parameter butir kepala), beras pratanak dengan pengukusan 20 menit dan kontrol berbeda nyata dengan beras pratanak pengukusan 30 menit (parameter butir patah), dan beras pratanak dengan pengukusan 20 menit dan kontrol berbeda nyata dengan beras pratanak pengukusan 30 menit (parameter butir menir). Hasil analisis sidik ragam mutu fisik beras pratanak pada varietas IR 42 pada Lampiran 9-11 menunjukkan bahwa lama pengukusan memberikan pengaruh

22

nyata terhadap persentase butir kepala dan butir patah namun tidak berpengaruh nyata terhadap persentase butir menir. Dengan uji lanjut Duncan dapat dilihat bahwa beras pratanak dengan pengukusan 20 menit dan 30 menit berbeda nyata dengan beras kontrol (parameter butir kepala), dan beras pratanak dengan pengukusan 20 menit dan 30 menit berbeda nyata dengan beras kontrol (parameter butir patah).

Lama pengukusan dapat berkaitan dengan persentase butir kepala yang dihasilkan dimana semakin lama pengukusan diduga akan semakin tinggi pula persentase butir kepala yang dihasilkan. Lama pengukusan cenderung meningkatkan persentase butir kepala pada varietas Ciherang namun pada varietas IR 42 terjadi penurunan persentase butir kepala dan peningkatan persentase butir patah. Tingginya persentase butir patah dan butir menir serta rendahnya butir kepala kemungkinan karena faktor genetik, teknik pengeringan, teknik pemanenan, dan kadar air. Selain itu kemungkinan dapat terjadi karena kondisi pengolahan dan karakter masing-masing varietas gabah. Menurut Budijanto dan Sitanggang (2011) melaporkan bahwa bahwa produktivitas dari penggilingan padi terkait dengan rendemen butir kepala yang dihasilkan dimana faktor yang mempengaruhi salah satunya adalah varietas gabah yang digunakan. Adanya butir patah juga dapat disebabkan oleh proses penyosohan (Patiwiri 2006). Pada proses pengukusan terjadi gelatinisasi pati. Menurut Fonseca et al. (2014) bahwa pada proses pengukusan terjadi gelatinisasi pati dimana terjadi perubahan dari fase amorf ke bentuk pasta dan setelah pengeringan berubah ke fase kristal. Fase kristal ini akan membuat tekstur beras lebih kompak sehingga memberikan keuntungan pada proses penggilingan karena menghasilkan rendemen butir kepala lebih tinggi dibandingkan kontrol.

Pengaruh Lama Pengukusan Terhadap Mutu Nasi Pratanak Organoleptik

Pengujian organoleptik adalah salah satu cara untuk mengetahui tingkat penerimaan/kesukaan konsumen terhadap nasi pratanak (uji hedonik). Uji organoleptik suatu bahan pangan atau makanan merupakan penilaian menggunakan panca indra yaitu indra penglihatan, pencicip, pembau dan pendengar (Soekarto 1985). Jumlah panelis yang melakukan uji organoleptik adalah 20 orang panelis tidak terlatih. Panelis menilai produk nasi pratanak secara subyektif dan spontan tanpa membandingkan contoh satu sama lain. Panelis memberikan angka nilai atau menetapkan nilai mutu sensorik terhadap nasi pratanak pada jenjang skala mutu yang telah baku. Parameter yang diamati pada pengujian organoleptik ini adalah aroma, warna, kepulenan, kelengketan, dan kesukaan secara keseluruhan. Berikut disajikan pada Tabel 9 yang menunjukkan rata-rata skor organoleptik uji hedonik.

23 Tabel 9 Hasil rata-rata skor organoleptik uji hedonik

Perlakuan Rata-rata skor organoleptik*) Varietas

Lama pengukusan (menit)

Aroma Warna Kepulenan Kelengketan

Kesukaan secara Keseluru-han Ciherang 20 menit 5.25 5.70 5.20 4.85 5.40 30 menit 4.60 4.00 5.00 4.55 4.85 IR 42 20 menit 4.05 3.80 4.20 4.05 4.10 30 menit 4.55 3.75 4.70 4.05 4.40

*) 7=(sangat suka), 6=(suka), 5=(agak suka), 4=(netral), 3=(agak tidak suka), 2=(tidak suka), 1=(sangat tidak suka)

Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa seluruh sampel yang dicobakan memiliki aroma yang berkisar antara 4.05 hingga 5.25. Skor rata-rata tertinggi parameter aroma terdapat pada sampel nasi pratanak Ciherang lama pengukusan 20

Dokumen terkait