KAJIAN PROSES PENGUKUSAN GABAH UNTUK
MENINGKATKAN MUTU FISIK BERAS PRATANAK PADA
GABAH VARIETAS CIHERANG DAN IR 42
DANIAR ALFIAN RIFALDI
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Proses Pengukusan Gabah untuk Meningkatkan Mutu Fisik Beras Pratanak pada Gabah Varietas Ciherang dan IR 42 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2016
Daniar Alfian Rifaldi
ABSTRAK
DANIAR ALFIAN RIFALDI. Kajian Proses Pengukusan Gabah untuk Meningkatkan Mutu Fisik Beras Pratanak pada Gabah Varietas Ciherang dan IR 42. Dibimbing oleh ROKHANI HASBULLAH.
Pratanak adalah proses yang dikembangkan untuk meningkatkan kualitas beras. Tahapan pengolahan beras pratanak meliputi pembersihan, perendaman, pengukusan, pengeringan, dan penggilingan. Pengolahan beras pratanak bertujuan untuk mengurangi kehilangan dan kerusakan beras, baik ditinjau dari nilai gizi maupun mutu fisiknya, meningkatkan rendemen giling dan menurunkan kadar Indeks Glikemik (IG) beras. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh lama pengukusan dan varietas gabah terhadap mutu fisik beras pratanak serta menentukan kondisi terbaik proses pengolahan beras pratanak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengukusan menunjukkan rendemen giling beras pratanak yang semakin tinggi. Ditinjau dari mutu fisiknya, pengolahan beras pratanak varietas Ciherang dengan lama pengukusan 20 menit menghasilkan persentase butir kepala tertinggi (69.6±10.0%), persentase butir patah terendah (25.3±9.8%) dan persentase butir menir terendah (4.9±2.8%). Pada hasil organoleptik uji hedonik nasi pratanak, nasi pratanak Ciherang dengan lama pengukusan 20 menit merupakan hasil yang terbaik yang dapat diterima oleh panelis. Oleh karena itu, kondisi terbaik yang dipilih adalah gabah varietas Ciherang dengan suhu perendaman 55.9±1.4 oC selama 4 jam, suhu pengukusan 100.63±0.09 oC dengan lama pengukusan 20 menit.
Kata kunci: beras pratanak, pengukusan, mutu fisik beras pratanak
ABSTRACT
DANIAR ALFIAN RIFALDI. The Study of Grain Steaming Process to Improve The Physical Quality of Parboiling Rice On Grain Varieties Ciherang and IR 42. Supervised by ROKHANI HASBULLAH.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
KAJIAN PROSES PENGUKUSAN GABAH UNTUK
MENINGKATKAN MUTU FISIK BERAS PRATANAK PADA
GABAH VARIETAS CIHERANG DAN IR 42
DANIAR ALFIAN RIFALDI
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya dan rahmat-Nya sehingga penyusunan skripsi dengan judul “Kajian Proses Pengukusan Gabah untuk Meningkatkan Mutu Fisik Beras Pratanak pada Gabah Varietas Ciherang dan IR 42” dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan di Penggilingan Padi Sinar Jati Desa Dukupuntang Cirebon, Laboratorium Lingkungan dan Bangunan Pertanian, Laboratorium Lapangan Siswadhi Soepardjo, dan Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Juni hingga September 2015.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr Ir Rokhani Hasbullah, Msi selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan serta saran membangun kepada penulis.
2. Prof Dr Ir Bambang Pramudya, MEng dan Dr Nanik Purwanti, STP, MSc selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran dan kritik kepada penulis.
3. Kedua orang tua (Ayah/Wali dan Ibu), adikku, serta seluruh kerabat keluarga yang memberikan doa terbaik, kasih sayang, dukungan, dan semangat yang tiada henti mengalir kepada penulis.
4. Dr Megawati Simanjuntak, SP, Msi yang pada waktu itu menjabat sebagai Kepala Sub Direktorat Kesejahteraan Mahasiswa, penulis sampaikan terima kasih atas kebijaksanaan dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat kembali menjadi bagian dari beasiswa bidik misi.
5. Keluarga besar H. Eman, Ibu Nani Herni yang telah menyediakan tempat tinggal, biaya hidup dan keramah-tamahannya selama penulis melakukan penelitian di Cirebon.
6. Laboran Lab. TPPHP, bapak Sulyaden dan mas Abas atas bantuan selama penelitian berlangsung juga kepada laboran Lab. TPP Leuwikopo, bapak Firman atas bantuan dan penjelasannya ketika penulis menggunakan alat-alat laboratorium. Tak lupa kepada bapak Ahmad yang telah membantu penulis selama di Lab. LBP.
7. Teman sebimbingan, M. Mirwan, Anggun, ka Deni, dan ka Esa yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini. Teman-teman seperjuangan TMB angkatan 48 yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama penelitian. Penulis menyadari bahwa dalam karya ilmiah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat diharapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2016
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN ix
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 3
TINJAUAN PUSTAKA 3
Padi dan Gabah 3
Sifat Fisik dan Kimia Beras 7
Beras Pratanak 8
Proses Pembuatan Beras Pratanak 10
METODOLOGI 12
Waktu dan Tempat Penelitian 12
Bahan dan Alat 12
Prosedur Penelitian 13
Analisis Data 15
HASIL DAN PEMBAHASAN 16
Proses Perendaman Gabah 16
Proses Pengukusan Gabah 18
Proses Pengeringan Gabah 20
Pengaruh Lama Pengukusan Terhadap Mutu Fisik dan Rendemen Beras
Pratanak 20
Pengaruh Lama Pengukusan Terhadap Mutu Nasi Pratanak 22
SIMPULAN DAN SARAN 25
Simpulan 25
Saran 25
DAFTAR PUSTAKA 25
LAMPIRAN 28
DAFTAR TABEL
1 Padi varietas Ciherang 4
2 Padi varietas IR 42 5
3 Persyaratan kuantitatif mutu gabah SNI 0224-1987 7 4 Kandungan gizi dan kalori beras pecah kulit dan beras putih serta
kehilangan selama penggilingan 7
5 Pengaruh proses pratanak terhadap nilai indeks glikemik beras 9 6 Kandungan zat gizi beras (100 g) hasil berbagai cara pengolahan 10
7 Kadar air gabah setelah proses pengukusan 18
8 Pengaruh lama pengukusan terhadap sifat fisik dan rendemen pada
gabah varietas Ciherang dan IR 42 21
9 Hasil rata-rata skor organoleptik uji hedonik 23
DAFTAR GAMBAR
1 Unit pengolahan beras pratanak : bak perendaman (a), tangki pengukusan (b), steam boiler (c), dan alat sortir (d) 13
2 Diagram alir prosedur penelitian 14
3 Grafik sebaran suhu selama perendaman gabah 18
4 Grafik sebaran suhu gabah dan uap selama pengukusan 19 5 Perbedaan warna beras varietas Ciherang berbagai lama pengukusan 24 6 Perbedaan warna beras varietas IR 42 berbagai lama pengukusan 24
DAFTAR LAMPIRAN
1 Gambar proses pengolahan beras pratanak 28
2 Data sebaran suhu selama perendaman gabah 29
3 Data sebaran suhu gabah dan uap selama pengukusan 30 4 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan rendemen giling beras
pratanak varietas Ciherang 31
5 Hasil analisis sidik ragam rendemen giling beras pratanak varietas IR
42 32
6 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan mutu fisik (butir
kepala) beras pratanak varietas Ciherang 33
7 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan mutu fisik (butir patah)
beras pratanak varietas Ciherang 34
8 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan mutu fisik (butir menir)
beras pratanak varietas Ciherang 35
9 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan mutu fisik (butir
kepala) beras pratanak varietas IR 42 36
10 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan mutu fisik (butir patah)
beras pratanak varietas IR 42 37
11 Hasil analisis sidik ragam mutu fisik (butir menir) beras pratanak
varietas IR 42 38
13 Data organoleptik terhadap parameter warna beras pratanak 40 14 Data organoleptik terhadap parameter kepulenan beras pratanak 41 15 Data organoleptik terhadap parameter kelengketan beras pratanak 42 16 Data organoleptik terhadap parameter kesukaan secara keseluruhan
beras pratanak 43
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beras merupakan bahan makanan pokok didalam menu masyarakat Indonesia, meskipun di beberapa daerah menggunakan makanan pokok jagung, sagu, atau ubi jalar. Dibandingkan dengan makanan pokok lainnya beras mempunyai nilai gizi yang sangat tinggi. Menurut Suhardjo (1993), padi-padian terutama beras mendominasi peranannya sebagai sumber energi dan protein yang paling utama yaitu sebesar 65 persen dan 53 persen dari seluruh konsumsi. Hingga saat ini dan beberapa tahun mendatang, beras tetaplah menjadi sumber utama gizi dan energi bagi sebagian besar penduduk Indonesia, sehingga tetap memegang peranan penting dalam perekonomian nasional. Beras dipilih menjadi makanan pokok karena sumber daya alam yang mendukung penyediaannya dalam jumlah yang cukup, mudah dan cepat pengolahannya, memberi kenikmatan pada saat menyantap, dan aman untuk tubuh. Kebanyakan konsumen beras menyukai beras dengan rasa enak yaitu pulen, wangi, putih, dan tidak pecah (Damardjati dan Harahap 1983).
Indonesia sebagai negara penghasil padi terbesar di Asia Tenggara memiliki potensi untuk pemanfaatan padi yang sangat besar. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013) bahwa produksi padi pada tahun 2012 sebesar 69.06 juta ton gabah kering giling (GKG) atau mengalami kenaikan sebesar 3.30 juta ton (5.02%) dibandingkan dengan tahun 2011. Produksi padi pada tahun 2013 diperkirakan 69.27 juta ton GKG atau mengalami kenaikan sebesar 0.21 juta ton (0.31%) dibandingkan tahun 2012. Tantangan bagi Indonesia sebagai jamrud khatulistiwa dan negara agraria untuk melipatgandakan produksi padi meskipun disisi lain harus didukung dengan teknologi pertanian yang maju dan lahan pertanian yang cukup luas. Teknologi pertanian yang modern dapat meningkatkan produktivitas padi dan mengurangi tingkat kehilangan hasil (losses) yang terjadi pada kegiatan prapanen, dan pascapanen, baik berupa kehilangan bobot (kuantitatif) maupun berupa penurunan mutu dan kerusakan fisik (kualitatif) sehingga berdampak terjaganya stabilitas harga beras yang sepadan dengan pengeluaran petani padi.
2
Sedangkan menurut Haryadi (2008), beras pratanak merupakan proses pemberian air dan uap panas terhadap gabah sebelum gabah tersebut dikeringkan. Tujuan dari pengolahan beras pratanak adalah untuk mengurangi kehilangan dan kerusakan beras, baik ditinjau dari nilai gizi maupun rendemen yang dihasilkan. Tahapan proses pengolahan beras pratanak meliputi pembersihan, perendaman, pengukusan, pengeringan, dan penggilingan. Faktor-faktor yang mempengaruhi beras pratanak adalah varietas gabah, lama perendaman, suhu dan lamanya pengukusan, dan pengeringan. Dengan adanya perlakuan perendaman dan pemanasan mengakibatkan terjadinya gelatinisasi pati yang akan menutup retakan dari butir beras, sehingga pada waktu penggilingan persentase beras kepala dapat ditingkatkan antara 5-10 % (Muljo 1973). Hal ini sependapat dengan Bhattacharya dan Subba Rao (1966) bahwa dengan adanya perendaman dan pemanasan akan memperbaiki hasil giling karena terjadinya gelatinisasi pati.
Masyarakat Indonesia memiliki kesukaan yang berbeda-beda terhadap tekstur nasi, sebagian menyukai nasi dengan tekstur pulen, sebagian lainnya menyukai nasi dengan tekstur pera. Sebagai contoh masyarakat daerah Jawa Barat sebagian besar menyukai nasi yang pulen sehingga hampir sebagian besar petani di Jawa Barat menanam padi varietas Ciherang dibanding lainnya. Berbeda dengan masyarakat Minang seperti provinsi Sumatera Barat dan provinsi Riau yang lebih menyukai nasi dengan tekstur pera sehingga para petaninya lebih menanam varietas pera yang salah satunya adalah varietas IR 42. Perbedaan ini berdasarkan kebutuhannya dan selera masing-masing. Pemilihan padi varietas Ciherang dan IR 42 didasarkan pada keberagaman masyarakat Indonesia dalam selera memakan nasi dan tingkat kebutuhannya. Selain itu pemilihan kedua varietas tersebut untuk mengetahui mutu fisik beras setelah kedua varietas ini diolah dan menentukan kondisi terbaik proses pengolahan beras pratanak antara tekstur nasi pulen (varietas Ciherang) dengan tekstur nasi pera (varietas IR 42).
Perumusan Masalah
Pengolahan beras pratanak (parboiling rice) adalah pertama padi dipanen dan dikeringkan pada tingkat kadar air tertentu kemudian dilakukan perontokan agar diperoleh gabah, selanjutnya gabah tersebut dibersihkan dari kotoran yang bukan gabah dan gabah hampa (gabah yang tidak berisi bulir padi), kemudian dilakukan perendaman dan pengukusan lalu dikeringkan sampai kering giling. Tahap terakhir adalah penggilingan gabah padi, sortasi, dan pengemasan. Perlu menganalisa mutu fisik beras pratanak pada berbagai lama pengukusan untuk mendapatkan kondisi proses pengolahan beras pratanak yang terbaik dan meningkatkan mutu beras pratanak.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkaji proses pengukusan gabah pada berbagai lama pengukusan yang berbeda untuk meningkatkan mutu fisik beras pratanak pada gabah varietas Ciherang dan IR 42.
Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah :
3 2. Menentukan kondisi terbaik proses pengolahan beras pratanak pada gabah
varietas Ciherang dan IR 42.
Ruang Lingkup Penelitian
Perhatian dalam memecahkan masalah agar dapat terpusat maka perlu dilakukan pembatasan masalah. Beberapa batasan-batasan terhadap masalah yang akan dibahas adalah fokus membahas pengaruh proses pengukusan gabah terhadap perubahan mutu fisik beras pratanak pada gabah kering giling varietas Ciherang dan IR 42, analisis rendemen giling serta pengujian organoleptik.
TINJAUAN PUSTAKA
Padi dan Gabah
Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman pangan utama di dunia. Sentral produksi padi berada di negara China dan India masing-masing sebesar 35% dan 20% dari total produksi dunia. Klasifikasi ilmiah tanaman padi adalah sebagai berikut :
Tanaman padi dapat tumbuh pada daerah bersuhu tinggi dan mendapat sinar matahari yang lama. Temperatur rata-rata yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman padi ini berkisar antara 20-37.8 oC (Grist 1959). Pertumbuhan tanaman padi ini dipengaruhi oleh suhu daerah penanaman, lamanya daerah tersebut terkena sinar matahari, keadaaan tanah, pH tanah, kandungan sulfit pada tanah, dan salinitas tanah (Grist 1959). Padi baru dapat dipanen setelah mencapai kematangan yaitu berkisar antara 90-260 hari, tergantung kepada lingkungan dan kondisi iklim (Grist 1959). Tanaman padi mempunyai varietas hingga ribuan jumlahnya, tersebar di negara-negara beriklim tropis dan subtropis. Setiap varietas mempunyai ciri-ciri khas tersendiri sehingga berdasarkan sudut bentuk tubuh (morfologi) tidak terdapat dua varietas padi yang mempunyai bentuk tubuh (morfologi) yang sama. Antar varietas senantiasa terdapat perbedaan meskipun perbedaannya hanya sedikit. Perbedaan-perbedaan yang nampak antara varietas yang satu dengan yang lain disebabkan oleh perbedaan dalam pembawaan atau sifat varietas. Namun demikian, diantara ribuan varietas dari tanaman padi itu ada beberapa sifat yang sama untuk beberapa varietas dan berdasarkan kelompok spesies padi yang telah dibudidayakan yaitu Oryza sativa yang berasal dari Asia dan Oryza globerima yang berasal dari Afrika Barat. Kini di dunia lebih banyak dikenal dua kelompok varietas padi Oryza sativa yaitu Japonica dan Indica (Winarno 1984). Padi Japonica banyak ditanam di negara Jepang, Korea, dan negara-negara subtropis lainnya, sedangkan padi
4
cepat lembek setelah pemasakan, sebaliknya Indica lebih tahan terhadap pemasakan (Grist 1975).
Padi varietas Ciherang merupakan salah satu varietas padi unggul. Berdasarkan data survei MT 2005, padi varietas Ciherang menempati urutan pertama berdasarkan luas tanam, mengalahkan padi varietas IR 64, terutama di daerah Jawa Barat. Padi varietas Ciherang unggul dengan luas tanam0.73 juta ha, atau 33% lebih luas dari areal tanam IR 64 (Hermanto 2006). Varietas Ciherang ini merupakan padi hasil persilangan varietas IR 64 denganvarietas lain, oleh sebab itu padi varietas Ciherang ini memiliki sifatunggul yang mirip dengan IR 64 yaitu memiliki hasil dan mutu beras yang tinggi. Ciri-ciri umum dan morfologi padi varietas Ciherangditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Padi varietas Ciherang
Parameter Keterangan
Komoditas Padi sawah
Daerah asal None
SK None
Anakan produktif 14-17 batang
Anjuran tanam Cocok ditanam pada musim hujan dan kemarau dengan ketinggian dibawah 500 m dpl
Tetua asal IR 18349-53-1-3-1-3/IRI 19661-131-3-1///IR 64////IR 64
Bentuk gabah Panjang ramping Bobot 1000 butir 27-28 gram
Dilepas tahun 2000
Golongan Cere
Potensi dan rerata 5-7 ton/ha –None
Nomor pedigri S3383-1d-Pn-41-3-1
Ketahanan terhadap hama Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3 Ketahanan penyakit Tahan terhadap bakteri tawar daun (HDB) strain
III dan IV
Tekstur nasi Pulen
Kadar amilosa 23 %
Bentuk tanaman Tegak
Tinggi tanaman 107-115 cm Umur tanaman 116-125 hari
Warna kaki Hijau
Warna batang Hijau
Warna daun telinga Putih Warna lidah daun Putih
Warna daun Hijau
Muka daun Kasar pada sebelah bawah
Posisi daun Tegak
Daun bendera Tegak
5 Tabel 1 Padi varietas Ciherang (lanjutan)
Parameter Keterangan
Kerontokan Sedang
Kerebahan Sedang
Pemulia Tarjat T, Z. A. Simanulang, E. Sumadi dan Aan A. Daradjat. Kontak Balai Penelitian Tanaman Padi
Sumber : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Balitbang Deptan (2002).
Padi varietas IR 42 merupakan varietas berumur sedang yaitu umur penanaman sampai panen 135-145 hari. Padi varietas ini sudah 30 tahunan lebih yaitu padi yang dilepas pada tahun 1980. Varietas ini baik ditanam dilahan sawah irigasi, pasang surut dan rawa. Jika sudah digiling, beras IR 42 bentuknya tidak bulat namun ukurannya lebih kecil. Apabila dimasak nasinya tidak pulen namun pera (agak berderai) sehingga cocok untuk keperluan khusus seperti untuk nasi goreng, nasi uduk, ketupat dan sebagainya. Ciri-ciri umum dan morfologi padi varietas IR 42ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Padi varietas IR 42
Warna daun telinga Tidak berwarna Warna lidah daun Tidak berwarna Warna daun telinga Hijau tua
Muka daun Kasar
Posisi daun Tegak
Daun bendera Tegak
Bentuk gabah Ramping
Warna gabah Kuning bersih, ujung gabah sewarna
Kerontokan Sedang
Kerebahan Tahan
Tekstur nasi Pera (agak berderai)
Kadar amilosa 27 %
Bobot 1000 butir 23 g
Rata-rata hasil 5.0 ton/ha
Potensi hasil 7.0 ton/ha
6
Tabel 2 Padi varietas IR 42 (lanjutan)
Parameter Keterangan
Ketahanan terhadap penyakit
Tahan terhadap bakteri tawar daun, virus tungo dan rumput kerdil. Rentan terhadap tawar pelepah daun
Anjuran tanam
Baik ditanam di lahan irigasi, pasang surut dan rawa.
Toleransi terhadap tanah masam
Pemulia Introduksi dari IRRI
Dilepas tahun 1980
Sumber : Deskripsi Sederhana Varietas Padi Tahun 1978-2010 BPTP Kalsel (2011).
Gabah adalah butiran padi yang telah atau rontok dari malainya. Menurut Grist (1959), Juliano (1972), Ali dan Ojha (1976), susunan gabah terdiri dari sekam (kulit gabah) dan butiran beras. Sekam atau kulit gabah terdiri dari lemma dan palea, mempunyai bobot antara 18 sampai 28 persen dari bobot gabah. Butir beras (brown rice) terdiri dari lapisan pericarp, testa atau tegmen, lapisan aleuron, endosperm, dan lembaga. Persentase beras pecah kulit yang telah dihilangkan kulit atau sekamnya terdiri dari lapisan pericarp antara 1-2 persen, testa dan lapisan aleuron antara 4-6 persen, endosperm antara 89-93 persen, dan lembaga antara 2-3 persen dari bobot butir beras (Juliano 1972). Pericarp terdiri atas enam lapisan, lima diantaranya memanjang ke arah melintang. Sedangkan lapisan aleuron adalah lapisan bagian dalam dari lapisan nuselus yang membungkus endosperm dan lembaga. Haryadi (2008) menyatakan bahwa gabah dan bijian secara umum merupakan bahan pangan yang penting karena sifatnya yang mampu mempertahankan mutu selama penyimpanan dengan baik. Kadar air merupakan faktor utama yang menentukan ketahanan gabah setelah gabah digiling. Kadar air yang optimum untuk melakukan penggilingan adalah 12-14 %.
Pemutuan/standarisasi yang berlaku di Indonesia diatur oleh SNI (Standar Nasional Indonesia). Standar gabah telah diatur oleh SNI 0224-1987 dan diperkuat lagi dengan terbitnya Instruksi Presiden No.13 Tahun 2005 yang berlaku mulai tanggal 1 Januari 2006 tentang kebijaksanaan perberasan. Dalam SNI, gabah dijelaskan bahwa klasifikasi mutu gabah dibagi 3 jenis mutu I, II, dan III.
Persyaratan mutu gabah berdasarkan SNI 0224-1987 dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu sebagai berikut :
1. Persyaratan Kualitatif
a. Bebas dari hama dan penyakit.
b. Bebas bau busuk dan asam bau-bau lainnya.
c. Bebas dari bahan kimia dan sisa-sisa pupuk, insektisida, fungisida dan bahan kimia lainnya.
d. Gabah tidak boleh panas. 2. Persyaratan Kuantitatif
7 Tabel 3 Persyaratan kuantitatif mutu gabah SNI 0224-1987
No. Komponen mutu Mutu I Mutu II Mutu III
Komponen mutu gabah yang penting untuk diketahui adalah kadar air, butir hampa dan kotoran, butir mengapur/hijau, butir kuning/rusak, dan butir merah. Kemurnian gabah dipengaruhi oleh adanya butir yang tidak ada isi bulirnya seperti butir hampa, muda, berkapur, dan sebagainya, dan benda asing atau kotoran yang tidak tergolong gabah seperti debu, butiran tanah, batu-batuan, kerikil, potongan kayu, potongan logam, tangkai padi, biji-biji lain yang bukan bijian padi, bangkai serangga/hama, serat karung/tali plastik dan sebagainya. Termasuk juga dalam kategori kotoran adalah butir-butir gabah yang telah terkelupas (beras pecah kulit) dan gabah patah.
Sifat Fisik dan Kimia Beras
Beras tersusun oleh pati, protein, dan unsur lain seperti lemak, serat kasar, mineral, vitamin, dan air. Sifat-sifat fisik beras antara lain suhu gelatinisasi, konsistensi gel, penyerapan air, kepulenan, kelengketan, kelunakan, dan kilap nasi (Damardjati dan Purwani 1991). Suhu gelatinisasi merupakan suhu pada saat granula pati pecah dengan cara penambahan air panas. Beras dapat digolongkan menjadi tiga kelompok menurut suhu gelatinisasinya yakni suhu rendah (55-69 oC), sedang (70-74 oC), dan tinggi (>74 oC). Suhu gelatinisasi berpengaruh terhadap lama pemasakan, suhu gelatinisasi tinggi membutuhkan waktu pemasakan lebih lama daripada beras yang mempunyai suhu gelatinisasi rendah (Winarno 1984). Komposisi kimia beras berbeda tergantung pada varietas padi dan cara pengolahannya seperti pada Tabel 4.
8
Berdasarkan kandungan amilosanya, beras dibagi menjadi 3 golongan yaitu kandungan amilosa rendah (< 20%), menengah (20-25%), dan tinggi (> 26%). Ada keterkaitan antara tekstur nasi dan kadar amilosa, yakni beras dengan kadar amilosa rendah akan menghasilkan nasi yang pulen, lekat, empuk, enak, dan mengkilat. Beras beramilosa sedang akan menghasilkan nasi yang masih bersifat empuk walaupun dibiarkan beberapa jam, sedangkan beras yang beramilosa tinggi menghasilkan nasi bertekstur keras (pera) dan berderai (Juliano 1976, Tjiptadi dan Nasution 1985). Sifat-sifat fisik dan kimiawi beras sangat menentukan mutu tanak dan mutu rasa nasi yang dihasilkan.
Beras Pratanak
9 Tabel 5 Pengaruh proses pratanak terhadap nilai indeks glikemik beras
Varietas penyakit beri-beri dan diabetes melitus. Penyakit tersebut disebabkan oleh kekurangan vitamin B1 atau thiamine sedangkan penyakit diabeter melitus karena zat insulin yang diproduksi tubuh kurang dari yang dibutuhkan sehingga penderita diabetes melitus tidak boleh banyak mengkonsumsi pangan yang mempunyai kadar amilosa/indeks glikemik yang tinggi (Tjiptadi dan Nasution 1985). Harapannya dengan penelitian lanjutan mengenai beras pratanak dapat membantu pasien penyakit diabetes untuk dapat mengkonsumsi nasi karena beras pratanak memiliki nilai indeks glikemik yang rendah.
Nilai indeks glikemik yang rendah dapat mengendalikan kadar glukosa dalam darah, sedangkat serat pangan yang tinggi akan memperlambat laju pengosongan lambung. Oleh karena itu, orang yang mengkonsumsi nasi dari pengolahan beras pratanak akan merasa kenyang lebih lama atau tidak cepat lapar (Widowati et al.
10
Tabel 6 Kandungan zat gizi beras (100 g) hasil berbagai cara pengolahan Jenis Beras Air Energi Protein Lemak Karbohidrat
(g) (kkal) (g) (g) (g)
Sumber : Damardjati (1981) dalam Akhyar (2009)
Proses Pembuatan Beras Pratanak
Pada prinsipnya beras pratanak melalui tiga tahapan yaitu perendaman (soaking), pengukusan (steaming), dan pengeringan (drying). Namun menurut Ali dan Ojha (1976) menyatakan bahwa prinsip dasar dari proses pratanak padi/gabah adalah pembersihan (cleaning), perendaman (soaking), pengukusan (steaming), dan pengeringan (drying). Selain keempat tahap tersebut, ada juga tahap penggilingan (milling) yang juga merupakan tahap yang sangat penting untuk mendapatkan hasil beras pratanak. Berikut ini penjelasan detail tahapan-tahapan tersebut :
1. Pembersihan (cleaning)
Gabah yang akan diproses pratanak dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran-kotoran dan benda asing. Cara lama pembersihan gabah dengan pengapuran. Hal ini dimaksudkan untuk memisahkan gabah hampa, daun, dan benda lain yang ringan dari tumpukan gabah. Jika teknologi gradding gabah memadai dapat digunakan alat pemisah kotoran kecil, ringan dan berat berupa aspirator ataupun
sieving.
2. Perendaman (soaking)
Proses perendaman atau soaking bertujuan untuk memasukkan air ke dalam ruang inter cellular dari sel pati endosperm dan sebagian air diserap oleh sel-sel pati sendiri sampai pada tingkat tertentu, sehingga cukup untuk proses gelatinisasi. Selama perendaman, gabah harus benar-benar terendam air. Perendaman umumnya dilakukan dengan dua cara, yaitu perendaman dengan air bersuhu ruang dan perendaman dengan air panas. Periode perendaman tergantung kepada suhu air yang digunakan. Semakin tinggi suhu air tersebut maka waktu perendaman semakin singkat. Padi atau gabah yang direndam pada suhu lingkungan (20-30 oC) membutuhkan waktu selama 36 hingga 48 jam agar gabah dapat mencapai kadar air 30%. Pada perendaman yang dilakukan dengan air panas bersuhu sekitar 60-65 oC hanya membutuhkan waktu selama 2 hingga 4 jam perendaman (Wimberly 1983).
3. Pengukusan (steaming)
11 pengukusan beras pratanak adalah tungku. Bahan bakar untuk tungku steam ini menggunakan biomassa berupa serbuk gergaji atau sekam hasil samping penggilingan padi. Menurut Wimberly (1983), pemberian uap panas ini juga mempunyai beberapa kelebihan diantaranya panas yang tinggi dapat diaplikasikan pada suhu yang konstan, relatif mudah ditangani, pengendalian suhu gabah yang mudah, dapat dihentikan secara cepat, dan mempunyai tingkat pindah panas yang tinggi dibanding media lain (seperti halnya air panas). Pada umumnya steam jenuh yang digunakan untuk pengukusan mempunyai tekanan antara 1-5 kg/cm2 atau pada suhu sekitar 100-150 oC. Pengukusan pada tangki yang kecil membutuhkan waktu 2-3 menit dan pada tangki yang besar dapat memakan waktu selama 20-30 menit.
4. Pengeringan (drying)
Pengeringan dalam proses pratanak sedikit berbeda dengan pengeringan untuk padi biasa atau tanpa proses pratanak. Hal ini disebabkan karena padi pratanak mempunyai suhu yang lebih tinggi (bisa mencapai 100 oC), mengandung kadar air yang tinggi (dapat mencapai 45%), tekstur butir yang berbeda akibat pemanasan yang intensif dan steril akibat pemanasan yang dilakukan terutama pada saat steaming (Burhanudin 1981). Pengeringan gabah hasil pratanak dilakukan hingga mencapai kadar air gabah kering giling (GKG) yaitu 14%. Pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan energi matahari secara langsung (sun drying) ataupun menggunakan alat pengering yang sudah ada.
Pengeringan terhadap padi yang telah direndam dan dikukus harus dilakukan dengan segera untuk menghindari pertumbuhan jamur dan terjadinya fermentasi. Pengeringan ini merupakan tahap akhir dalam pengolahan padi secara pratanak (parboiling rice). Penundaan pengeringan yang dilakukan terhadap padi pratanak akan mengakibatkan proses gelatinisasi terus berlangsung serta akan mengakibatkan butir padi menjadi berwarna gelap akibat terlalu lama dibiarkan di udara terbuka. Penundaan pengeringan juga akan mengakibatkan pertumbuhan jamur dan kapang. Walaupun gabah tersebut telah steril akan tetapi kadar air gabah yang tinggi tersebut sangat sesuai bagi perkembangan mikroorganisme tersebut.
5. Penggilingan (milling)
12
METODOLOGI
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan mulai dari bulan Juni sampai dengan September 2015 di beberapa tempat dan laboratorium berikut :
1. Penggilingan Padi Sinar Jati Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon. 2. Laboratorium Lapangan Siswadhi Soepardjo (Leuwikopo), Departemen Teknik
Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian.
3. Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian.
Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Gabah Kering Giling (GKG) varietas IR 42 dan Gabah Kering Giling (GKG) varietas Ciherang yang didapatkan dari Penggilingan Padi Sinar Jati Dukupuntang, Cirebon.
13
Gambar 1 Unit pengolahan beras pratanak : bak perendaman (a), tangki pengukusan (b), steam boiler (c), dan alat sortir (d)
Prosedur Penelitian
Secara umum, pembuatan beras pratanak terdiri dari 5 tahap yaitu pembersihan, perendaman, pengukusan, pengeringan, dan penggilingan. Pembersihan atau sortasi dilakukan dengan menggunakan mesin pembersih padi. Tujuannya untuk memisahkan gabah hampa dan benda-benda asing. Selanjutnya adalah perendaman, pada proses perendaman gabah menggunakan air dengan suhu sekitar 60±5 oC selama rentang waktu 4 jam. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kadar air gabah. Gabah yang telah direndam selanjutnya dikukus dalam tangki pengukusan dengan suhu sekitar 90-100 oC dengan waktu bervariasi yaitu t1 selama 20 menit, t2 selama 30 menit, dan t3 berupa kontrol (gabah tanpa proses perendaman dan tanpa proses pengukusan) sehingga diperoleh gabah yang mengalami gelatinisasi dan sekam yang sedikit terbuka (pecah). Selanjutnya dilakukan pengeringan dengan bantuan sinar matahari sampai kadar air gabah mencapai 12-14%. Gabah yang kering kemudian digiling dan dilakukan analisis mutu fisik beras pratanak hingga diperoleh beras pratanak varietas Ciherang atau beras pratanak varietas IR 42 yang paling baik. Penelitian dilakukan dua tahap yakni untuk Gabah Kering Giling (GKG) varietas Ciherang, dan Gabah Kering
(a) (b)
14
Giling (GKG) varietas IR 42. Pada setiap pengolahan beras pratanak menggunakan 100 kg gabah kering giling. Diagram alir prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Diagram alir prosedur penelitian Gabah Kering
Giling (GKG)
Pembersihan
Perendaman
T air 60±5 oC selama 4 jam
Pengukusan
T = 90-100 oC Kontrol
(Tanpa perendaman dan pengukusan)
Pengeringan Hingga KA = 12-14%
Penggilingan
Varietas IR 42 Varietas Ciherang
Beras pratanak
Selesai
Pengamatan mutu beras :
Mutu fisik (butir kepala, butir patah, butir menir) dan rendemen.
15 Analisis Data
Rendemen
Pengukuran rendemen beras pratanak dihitung berdasarkan perbandingan berat akhir beras pratanak yang dihasilkan (b kg) terhadap berat awal gabah yang digunakan (a kg) rendemen dihitung dengan rumus :
Rendemen = (b/a) * 100% (1) Kadar Air, Metode Oven (AOAC 1995)
Cawan aluminium dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang (a gram). Sampel ditimbang sebanyak 2 gram lalu dimasukkan dalam cawan (b gram/berat awal) dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 105-110 oC selama 3 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Sampel dipanaskan lagi di dalam oven sampai tercapai berat konstan (c gram/berat akhir) yang kira-kira dibutuhkan waktu 72 jam untuk bisa konstan beratnya. Kadar air dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
Kadar air (%) = − − −
− * 100% (2)
Mutu Giling (SNI 6128-2008)
Penentuan derajat sosoh dilakukan pada beras contoh analisis sebanyak 100 gram secara visual dengan indra penglihatan menggunakan pertolongan kaca pembesar yang dibandingkan dengan contoh beras standar yang mempunyai derajat sosoh 100%, 90%, dan 80%. Sampel beras giling dan beras pratanak ditimbang sebanyak 100 gram (berat awal) dengan 3 kali ulangan. Sampel dipisahkan menjadi butir kepala (>2/3), butir patah (1/3-2/3) dan butir menir (<1/3) dengan menggunakan alat rice grader/cylinder separator. Bobot dari masing-masing butir kepala, butir patah dan butir menir tersebut selanjutnya ditimbang. Mutu giling beras pratanak ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
Butir kepala (%) = � � ��
Pengujian organoleptik dikenal dengan sebutan pengujian sensori atau pengujian dengan indra. Pengujian sensori ini bisa dikatakan unik dan berbeda dengan pengujian menggunakan instrumen karena melibatkan manusia tidak hanya sebagai objek analisis, akan tetapi juga sebagai alat penentu hasil atau data yang diperoleh. Penilaian nasi secara organoleptik memerlukan fasilitas laboratorium (peralatan dan ruang penyajian) dan suasana penilaian.
16
kode-kode untuk tiap-tiap sampel nasi kemudian disajikan kepada panelis satu per satu dengan tujuan agar panelis tidak membandingkan antara beberapa sampel nasi pratanak dengan nasi yang berasal dari beras kontrol (panelis disini tidak terlatih baik dari mahasiswa maupun pegawai secara acak tanpa adanya pemilihan tertentu). Parameter pada beras pratanak yang diuji meliputi aroma, warna, kepulenan, kelengketan dan kesukaan secara keseluruhan terhadap nasi beras pratanak. Tingkat kepulenan dan peranya nasi dapat diketahui dengan cara mengunyahnya, sedangkan ukuran penilaian kelengketan didasarkan pada cara memijit nasi dimana nasi dikatakan lengket bila melekat diantara kedua jari. Pengujian dilakukan dengan uji skorsing pada skala 1-7. Panelis diminta memberikan skor 7 (sangat suka), 6 (suka), 5 (agak suka), 4 (netral), 3 (agak tidak suka), 2 (tidak suka), 1 (sangat tidak suka). Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK). Perlakuannya adalah lama proses pengukusan dengan 3 taraf yaitu 20 menit, 30 menit, dan kontrol. Untuk kontrol merupakan gabah tanpa pengukusan dan perendaman. Sebagai kelompok adalah varietas padi dengan 2 taraf kelompok yakni gabah kering giling varietas IR 42 dan varietas Ciherang. Data kemudian dianalisis menggunakan uji sidik ragam dan apabila hasilnya berpengaruh nyata terhadap respon parameter mutu, maka dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf alfa (α) = 5 %. Rumus rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yij = µ + τi + βj + ɛij dimana :
Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j µ = rataan umum
τi = pengaruh perlakuan ke-i βj = pengaruh kelompok/blok ke-j
ɛij = pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses Perendaman Gabah
17 signifikan terhadap perubahan komposisi kimia beras pratanak serta menghemat energi dan waktu.
Lamanya perendaman gabah selama 4 jam dapat menghemat energi dan waktu sependapat juga dengan Wimberly (1983) bahwa semakin tinggi suhu air tersebut maka waktu perendaman semakin singkat. Perendaman pada suhu lingkungan (20-30 oC) membutuhkan waktu lebih lama (36-48 jam) agar dapat mencapai kadar air 30 %. Perendaman gabah pada suhu lingkungan juga menyebabkan penurunan kualitas, aroma, dan rasa yang tidak enak dari beras pratanak yang dihasilkan (Ramalingan dan Raj 1996).
Suhu perendaman harus dijaga konstan agar proses masuknya air ke dalam ruang inter cellular dari sel pati endosperm dan sebagian besar diserap oleh sel-sel pati sendiri sampai pada tingkat tertentu sehingga cukup untuk proses gelatinisasi (Akhyar 2009). Agar suhu perendaman gabah konstan maka diperlukan penambahan air panas secara berkala. Perendaman gabah untuk pembuatan beras pratanak tidak disarankan menggunakan air dingin karena fermentasi pati akan terjadi. Fermentasi pati akan menyebabkan tumbuhnya jamur dan mikroorganisme yang merugikan pada gabah dan menyebabkan bau yang tidak sedap pada beras pratanak.
Dari hasil penelitian, kadar air gabah setelah perendaman gabah meningkat menjadi 28.7±1.7 % untuk varietas Ciherang dan 27.7±4.6 % untuk gabah varietas IR 42. Lamanya perendaman untuk mencapai target kadar air gabah 25-30 % tergantung pada suhu air yang digunakan, semakin panas air yang digunakan semakin singkat waktu perendaman. Kadar air keseimbangan kurang lebih 29 % pada suhu ruang dan suhu 50 oC, kadar air keseimbangan antara 30-31 % pada suhu 60 oC dan pada suhu 75 oC atau lebih tinggi maka absorbsi air meningkat juga (Hoseney 1998). Absorpsi air ke dalam biji beras antara lain dipengaruhi suhu perendaman (Lee et al. 1995). Kecepatan absorbsi air akan meningkat dengan naiknya suhu perendaman. Miah et al. (2002) menjelaskan bahwa pada perendaman panas memungkinkan terganggunya ikatan hidrogen dan melemahkan struktur misel dari granula pati sehingga lebih banyak air yang menembus ke dalam gabah. Ruang antara kulit dan endosperm menjadi jenuh dengan cepat melalui pori-pori sekam. Gambar proses perendaman gabah dapat dilihat pada Lampiran 1.
Sebaran Suhu Perendaman Gabah
18
Proses Pengukusan Gabah
Pengukusan gabah dilakukan untuk meningkatkan kadar nutrisi pada gabah. Peningkatan nutrisi ini akan terjadi pada proses pengukusan gabah yakni pada proses gelatinisasi. Perubahan yang terjadi secara kasat mata (fisik) pada proses ini adalah perubahan warna dan swelling atau pembengkakan yang terjadi pada butir gabah. Semakin lama proses pengukusan gabah maka berdampak pada warna beras yang semakin gelap dan beras semakin tidak mudah pecah. Lama pengukusan pada penelitian ini yaitu 20 menit dan 30 menit pada suhu 90-100 oC. Proses pengukusan dilakukan dengan mengalirkan steam yang berasal dari boiler. Gambar proses pengukusan gabah dapat dilihat pada Lampiran 1.
Kadar air merupakan salah satu sifat fisik dari bahan yang menunjukkan banyaknya air yang terkandung di dalam bahan. Kadar air juga merupakan komponen penting dalam bahan pangan. Berikut hasil pengukuran terhadap kadar air gabah setelah proses pengukusan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Kadar air gabah setelah proses pengukusan Perlakuan
Pada Tabel 7 ditunjukkan kadar air gabah setelah proses pengukusan. Kadar air yang terukur setelah proses pengukusan gabah mengalami penurunan bila dibandingkan dengan proses perendaman gabah yang bisa mencapai kadar air 28.7±1.7 %. Menurunnya kadar air gabah pada proses pengukusan gabah kemungkinan terjadi karena pengolahan bahan pangan dengan menggunakan suhu
0
19 tinggi (proses pengukusan) dapat menyebabkan terjadinya penguapan air pada bahan pangan tersebut. Selain itu, dilihat dari lama pengukusan bahwa semakin lama pengukusan gabah akan mengakibatkan berkurangnya kadar air pada gabah tersebut dalam jumlah banyak. Hal ini sesuai dengan Winarno (1997) yang menyatakan bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan semakin banyak pula molekul-molekul air yang keluar dari permukaan dan menjadi gas.
Sebaran Suhu Pengukusan Gabah
Proses pengukusan gabah dilakukan pada perlakuan lama pengukusan 20 menit dan 30 menit dengan suhu 90-100 oC. Proses pengukusan gabah menggunakan dua buah silo pengukusan dengan masing-masing silo berkapasitas 100 kg. Masing-masing silo tersebut dilengkapi dengan pipa uap dimana pada tepi uap terdapat lubang pengeluaran uap. Pengambilan data dilakukan setiap 1 menit. Selama proses pengukusan gabah, suhu gabahmengalami perkembangan. Suhu uap pengukusan pada gabah mencapai rata-rata 100.63±0.09 oC. Berikut pada Gambar 4 ditunjukkan grafik sebaran suhu gabah dan uap selama pengukusan. Berdasarkan grafik tersebut, suhu gabah varietas Ciherang dan IR 42 pada menit ke-0 berturut-turut 47.62±0.86 oC dan 54.97±15.01 oC kemudian meningkat secara signifikan menit ke-8 pada varietas IR 42 dan menit ke-4 pada varietas Ciherang. Suhu pengukusan gabah varietas Ciherang terus meningkat secara signifikan pada menit ke-20. Suhu akhir lama pengukusan 20 menit ialah 83.48±5.64 oC pada varietas Ciherang dan 100.60±0 oC pada varietas IR 42. Suhu gabah varietas Ciherang berangsur meningkat dan konstan setelah menit ke-22 hingga menit ke-30 mencapai 100.8±0 oC terjadi karena api pada boiler yang semakin panas menyebabkan suhu
steam pada tangki air meningkat. Hal itu berakibat pada tekanan silo pengukusan semakin tinggi dan suhu steam di dalam silo pengukusan semakin tinggi juga, akan tetapi karena steam yang keluar pada tepi uap dimana terdapat lubang pengeluaran uap lebih sedikit dibandingkan dengan steam yang masuk maka suhu gabah yang ada di dalam silo pengukusan menjadi semakin tinggi. Data sebaran suhu gabah dan uap selama pengukusan dapat dilihat pada Lampiran 3.
0
20
Proses Pengeringan Gabah
Setelah proses pengukusan selama 20 menit dan 30 menit selesai, proses selanjutnya adalah pengeringan. Pengeringan ditujukan untuk menurunkan kadar air gabah hingga mencapai kadar air GKG yaitu antara 12-14 %. Pada kadar air tersebut, gabah siap untuk digiling menjadi beras dan aman disimpan dalam jangka waktu yang lama. Metode pengeringan yang digunakan pada penelitian ini adalah memanfaatkan sinar matahari langsung. Penjemuran menggunakan alas berupa lantai jemur yang ada di penggilingan padi tersebut. Hal ini dilakukan dengan tujuan pemerataan panas matahari, memudahkan dalam mengumpulkan gabah serta menekan hilangnya butiran gabah. Gambar proses pengeringan gabah dapat dilihat pada Lampiran 1.
Gabah yang telah dijemur selanjutnya persiapan untuk digiling. Penggilingan ialah proses untuk memisahan antara butir gabah (sekam) dengan beras. Proses penggilingan dimulai dengan pemecahan kulit gabah. Gambar proses penggilingan gabah pratanak dapat dilihat pada Lampiran 1. Karena setelah pemecahan kulit, beras pecah kulit masih berwarna gelap maka proses selanjutnya dilakukan penyosohan. Proses penyosohan dilakukan guna menghilangkan dedak dan bekatul. Disamping itu pula agar penampakannya lebih menarik. Manfaat proses penyosohan sendiri adalah untuk mengolah beras pecah kulit menjadi beras yang putih dan warnanya yang mengkilap. Menurut Gariboldi (1974) menyatakan sebelum digiling, beras pratanak harus diistirahatkan untuk menghilangkan panas yang diterima selama perendaman, pengukusan, dan pengeringan.
Pengaruh Lama Pengukusan Terhadap Mutu Fisik dan Rendemen Beras Pratanak
Mutu Fisik dan Rendemen Beras Pratanak
21 Tabel 8 Pengaruh lama pengukusan terhadap sifat fisik dan rendemen pada gabah
varietas Ciherang dan IR 42 Perlakuan kontrol 66.4±0.1b 19.3±2.4a 4.2±0.8a 65.4±1.6a IR 42
20 26.2±2.3a 58.1±1.7b 15.8±2.8b 71.8±2.6a 30 31.0±16.4a 52.4±5.3b 16.2±11.5b 72.2±1.0a kontrol 87.6±0.2b 11.2±0.4a 1.0±0.1a 68.1±0.3a
Keterangan :
Angka diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji lanjut Duncan
Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 8, dapat diketahui bahwa proses pratanak dengan lama pengukusan 20 menit dan 30 menit pada varietas Ciherang dan IR 42 dapat meningkatkan rendemen giling dibandingkan dengan kontrol. Peningkatan rendemen giling beras pratanak disebabkan adanya proses perendaman dan pengukusan yang mengakibatkan terjadinya gelatinisasi pati yang akan menutup retakan dari butir beras. Menurut Burhanudin (1981), peningkatan rendemen giling ini disebabkan ikatan sel-sel beras lebih kompak dan kuat sehingga pada proses penggilingan lebih tahan terhadap gesekan saat pengupasan dan penyosohan. Dilihat dari lamanya waktu pengukusan menunjukkan bahwa semakin lama pengukusan akan cenderung menghasilkan rendemen giling beras pratanak yang semakin tinggi. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam lama pengukusan pada varietas Ciherang berpengaruh nyata terhadap rendemen giling beras pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa persentase rendemen memberikan perbedaan nyata antar perlakuan lama pengukusan (20 menit dan 30 menit). Persentase rendemen kontrol dengan perlakuan juga berbeda nyata. Hasil data analisis ragam dan uji lanjut Duncan disajikan pada Lampiran 4. Pada varietas IR 42, rendemen tertinggi pada perlakuan lama pengukusan 30 menit. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam lama pengukusan pada varietas IR 42 tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen giling beras pratanak. Hasil data analisis sidik ragam disajikan pada Lampiran 5.
22
nyata terhadap persentase butir kepala dan butir patah namun tidak berpengaruh nyata terhadap persentase butir menir. Dengan uji lanjut Duncan dapat dilihat bahwa beras pratanak dengan pengukusan 20 menit dan 30 menit berbeda nyata dengan beras kontrol (parameter butir kepala), dan beras pratanak dengan pengukusan 20 menit dan 30 menit berbeda nyata dengan beras kontrol (parameter butir patah).
Lama pengukusan dapat berkaitan dengan persentase butir kepala yang dihasilkan dimana semakin lama pengukusan diduga akan semakin tinggi pula persentase butir kepala yang dihasilkan. Lama pengukusan cenderung meningkatkan persentase butir kepala pada varietas Ciherang namun pada varietas IR 42 terjadi penurunan persentase butir kepala dan peningkatan persentase butir patah. Tingginya persentase butir patah dan butir menir serta rendahnya butir kepala kemungkinan karena faktor genetik, teknik pengeringan, teknik pemanenan, dan kadar air. Selain itu kemungkinan dapat terjadi karena kondisi pengolahan dan karakter masing-masing varietas gabah. Menurut Budijanto dan Sitanggang (2011) melaporkan bahwa bahwa produktivitas dari penggilingan padi terkait dengan rendemen butir kepala yang dihasilkan dimana faktor yang mempengaruhi salah satunya adalah varietas gabah yang digunakan. Adanya butir patah juga dapat disebabkan oleh proses penyosohan (Patiwiri 2006). Pada proses pengukusan terjadi gelatinisasi pati. Menurut Fonseca et al. (2014) bahwa pada proses pengukusan terjadi gelatinisasi pati dimana terjadi perubahan dari fase amorf ke bentuk pasta dan setelah pengeringan berubah ke fase kristal. Fase kristal ini akan membuat tekstur beras lebih kompak sehingga memberikan keuntungan pada proses penggilingan karena menghasilkan rendemen butir kepala lebih tinggi dibandingkan kontrol.
Pengaruh Lama Pengukusan Terhadap Mutu Nasi Pratanak Organoleptik
23 Tabel 9 Hasil rata-rata skor organoleptik uji hedonik
Perlakuan Rata-rata skor organoleptik*)
Varietas
Lama pengukusan (menit)
Aroma Warna Kepulenan Kelengketan
Kesukaan
*) 7=(sangat suka), 6=(suka), 5=(agak suka), 4=(netral), 3=(agak tidak suka), 2=(tidak suka), 1=(sangat tidak suka)
Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa seluruh sampel yang dicobakan memiliki aroma yang berkisar antara 4.05 hingga 5.25. Skor rata-rata tertinggi parameter aroma terdapat pada sampel nasi pratanak Ciherang lama pengukusan 20 menit (skor=5.25) sedangkan skor rata-rata yang terendah dimiliki oleh sampel nasi pratanak IR 42 kukus 20 menit (skor=4.05). Menurut Juliano (1994) aroma nasi dipengaruhi oleh varietas padinya. Selain dipengaruhi oleh varietas, aroma nasi juga dipengaruhi oleh lama penyimpanan. Beras yang tidak disosoh 100 % akan berbau tidak enak (apek) setelah disimpan dalam jangka waktu yang lama. Hal tersebut disebabkan adanya kandungan lemak dan minyak pada beras yang tidak disosoh. Perubahan aroma selama penyimpanan lebih cepat daripada perubahan warnanya. Untuk pencegahannya dengan cara proses pengemasan yang baik seperti jenis pengemasan yang tidak memiliki tingkat porositas yang tinggi, suhu dan waktu penyimpanan, dll. Aroma pada beras dapat bertahan dengan dilakukan
coating (pelapisan) dengan menggunakan maltodekstrin (Haryadi 2008).
24
Gambar 5 Perbedaan warna beras varietas Ciherang berbagai lama pengukusan
Gambar 6 Perbedaan warna beras varietas IR 42 berbagai lama pengukusan
Dilihat pada Gambar 5 dan 6 dapat diketahui bahwa semakin lama proses pengukusan gabah maka akan berdampak semakin berwarna kuning kecoklatan hingga coklat hasil warna beras pratanak. Hal ini disebabkan selama proses pratanak (tahap perendaman dan pengukusan) terjadi penurunan derajat putih, kemungkinan semakin banyaknya lapisan aleuron atau bekatul yang melekat pada endosperm sehingga warna beras pratanak menjadi agak coklat yang berasal dari sekam dan bekatul. Selain warna beras yang kecoklatan, proses pratanak mengakibatkan adanya butir rusak/kuning. Oleh karena itu diperlukan adanya pemisahan manual atau teknologi sortasi beras agar penampakan butir rusak/kuning dapat dikurangi seminimal mungkin mengingat warna merupakan parameter organoleptik pertama yang dilihat oleh konsumen dalam membeli beras atau mengkonsumsi nasi.
25 diketahui bahwa sampel nasi pratanak yang memiliki skor tertinggi adalah nasi pratanak Ciherang lama pengukusan 20 menit dengan rata-rata 5.40, sedangkan yang memiliki skor terendah adalah nasi pratanak IR 42 lama pengukusan 20 menit dengan rata-rata 4.10. Secara keseluruhan tampak bahwa hasil organoleptik uji hedonik dapat disimpulkan bahwa nasi pratanak varietas Ciherang dengan perlakuan lama pengukusan 20 menit adalah hasil yang terbaik yang dapat diterima oleh para panelis. Data organoleptik pada tiap-tiap parameter dapat dilihat pada Lampiran 12-16. Adapun form penilaian yang digunakan dalam uji organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 17.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Proses perendaman pada suhu 55.9±1.4 oC pada varietas Ciherang dan 55.1±1.3 oC pada varietas IR 42 selama 4 jam menghasilkan kadar air gabah dari 13.6±0.8 % (Ciherang) dan 14.0±0.1 % (IR 42) menjadi 28.7±1.7 % (Ciherang) dan 27.7±4.6 % (IR 42). Proses pengukusan dengan suhu 100.63±0.09 oC selama 20 menit pada varietas Ciherang menghasilkan persentase butir kepala tertinggi (69.6±10.0%), persentase butir patah terendah (25.3±9.8%) dan persentase butir menir terendah (4.9±2.8%).
Proses pratanak mampu menghasilkan rendemen giling dari 65.4±1.6 % menjadi 68.6±0.8 % (lama pengukusan 20 menit) dan 71.2±0.2 % (lama pengukusan 30 menit) pada varietas Ciherang sedangkan pada varietas IR 42 menghasilkan rendemen dari 68.1±0.3 % menjadi 71.8±2.6 % (lama pengukusan 20 menit) dan 72.2±1.0 % (lama pengukusan 30 menit). Pada organoleptik (uji hedonik nasi pratanak), perlakuan lama pengukusan 20 menit varietas Ciherang merupakan hasil terbaik yang dapat diterima oleh panelis.
Berdasarkan hal tersebut kondisi terbaik proses pengolahan beras pratanak yaitu pada gabah varietas Ciherang dengan suhu perendaman 55.9±1.4 oC selama 4 jam dan suhu pengukusan 100.63±0.09 oC dengan lama pengukusan selama 20 menit.
Saran
Perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut tentang analisa indeks glikemik, uji proksimat, dan uji amilopektin dalam beras pratanak pada berbagai lama pengukusan.
DAFTAR PUSTAKA
26
Ali N dan Ojha TP. 1976. Parboiling technology of paddy. Di dalam: Araullo EV, de Padua DB dan Graham M, editor. Rice Post Harvest Technology. IDRC. Ottawa. Hal 163-204.
Anonim, 2002. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Balitbang Deptan [Internet]. [diunduh 2015 Maret 3]. Tersedia pada: http//www.puslittan.bogor.net/html. Anonim, 2011. BPTP Kalimantan Selatan. Deskripsi sederhana varietas padi tahun
1978-2010 [Internet]. [diunduh 2015 Agustus 1]. Tersedia pada: http://robbycandra.blogspot.co.id/2011/09/varietas-padi-tahun-1980-ir-42.html. AOAC. 1995. Official Method of Analysis. Washington DC (US): AOAC Inc. BPS. 2013. Badan Pusat Statistik [Internet]. [diunduh 2016 April 4]. Tersedia pada:
http//digilib.unila.ac.id/7764/35/BAB%2011.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. Standar Nasional Indonesia 6128-2008 Beras. Jakarta (ID).
Budijanto S, Sitanggang AB. 2011. Produktivitas dan proses penggilingan padi terkait dengan pengendalian faktor mutu berasnya. Pangan 20 (2): 141-152. Burhanudin A. 1981. Mempelajari pengaruh proses pratanak (parboiling) padi
terhadap rendemen dan sifat-sifat fisik beras yang dihasilkan dari dua varietas padi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Bhattacharya KR, Subba Rao PV. 1966. Processing condition and miliing yield in parboiling of rice. J. Agr. Food Chem. 14(5): 473-475.
Damardjati DS, Harahap Z. 1983. Penelitian dan pengembangan mutu beras di Indonesia. Makalah disajikan dalam lokakarya penelitian padi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor (ID).
Damardjati DS, Harahap Z. 1988. Struktur Kandungan Gizi Beras. Dalam Padi-Buku 1 Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.
Damardjati dan Purwani, EY. 1991. Mutu Beras. Dalam Padi-Buku 3 Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.
Fonseca FA, Junior MSS, Bassinello PZ, Eifert EC, Garcia DM, Caliari M. 2014. Technological, physicochemical and sensory changes of upland rice in soaking step of the parboiling process. Acta Scientiarum Technology 36(4): 753-760. Foster Powell KF, Holt SHA, Miller JCB. 2002. International table of glycemic
index and glicemic load values. 2002. Am J Clin Nurt. 76: 5-56.
Gariboldi, 1974. Rice Parboiling. Food And Agriculture Organization Of The United Nations. Rome (RO).
Grist. 1959. Rice Longmans, Green and Co. Ltd, London (GB).
Grist. 1975. Rice. Formerly Agricultural Economist, Colonial Agricultural Service, Malaya. Longmans, Green and Co. Ltd, London (GB).
Haryadi, 2008. Teknologi Pengolahan Beras. Yogyakarta (ID): UGM Pr.
Hasbullah R. 2011. Beras pratanak adalah VHT pada gabah [Internet]. [diunduh 2015 Maret 3]. Tersedia pada: http//www.rokhani.staff.ipb.ac.id.
Hermanto. 2006. Warta penelitian dan pengembangan pertanian [catatan penelitian]. 28(2): 14-15.
Hoseney RC. 1998. Principles of Cereal Science and Technology. American Association of Cereal Chemists, Inc St. Paul. Minnesota. USA.
27 Julianto BO. 1976. Rice biology. Di dalam: Araullo EV, de Padua DF, editor. Rice
Post Harvest Technology. IDRC. Ottawa. Hlm 13-18.
Julianto BO. 1994. Rice In Human Nutrition. Collaboration IRRI and FAO. Rome (RO).
Lee MH, Hettiarachchy NS, Gnanasambandam R, McNew RW. 1995. Physicochemical Properties of Calcium-Fortified Rice. Cereal Chemistry 72: 352-355.
Miah MAK, Haque A, Douglass MP, Clarke B. 2002. Parboiling of rice part I: effect of hot soaking time on quality of milled rice. International Journal of Food Science and Technology 37: 527-537.
Muljo S. 1973. Parboiling sebagai salah satu cara pengawetan beras. Di dalam: Proceeding Seminar Teknologi Pangan I. Balai Penelitian Kimia, Departemen Perindustrian, Bogor (ID).
Patiwiri AW. 2006. Teknologi Penggilingan Padi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
Putri PRD. 2012. Pengaruh lama perendaman terhadap mutu beras pratanak (parboiling rice) varietas IR 64. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ramalingan N, Raj SA. 1996. Studies on the soak water characteristics in various
paddy parboiling methods. Bio-Resources Technology 55: 259–261.
Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta (ID): Bhatara Karya Aksara.
Spetriani. 2011. Kajian teknologi proses pengolahan beras pratanak (parboiling rice) pada gabah varietas Situ Bagendit. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Suhardjo. 1993. Strategi dibidang konsumsi pangan dalam mendorong terwujudnya swasembada pangan dan perbaikan gizi. Di dalam: Makalah Seminar Kebijakan dan Strategi menuju Tercapainya Swasembada Pangan, Bogor (ID).
Tjiptadi W, Nasution MZ. 1985. Padi dan Pengolahannya. Bogor (ID): IPB Pr. Widowati, Santosa BAS, Astawan M, Akhyar. 2009. Penurunan indeks glikemik
berbagai varietas beras melalui beras pratanak. J Pascapanen 6(1): 1-9.
Winarno, 1984. Padi dan Beras. Riset Pengembangan Teknologi Pangan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Winarno. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Wimberly, J.E. 1983. Paddy Rice Post Harvest Industry in Developing Countries.
28
Proses sortasi beras pratanak
Lampiran 1 Gambar proses pengolahan beras pratanak
Proses perendaman gabah Proses pengukusan gabah
29
8 1 4
Lampiran 2 Data sebaran suhu selama perendaman gabah Waktu
(menit)
Suhu perendaman (oC) Ciherang IR 42
0 54.3±3.4 55.1±1.3
20 53.9±1.1 58.2±2.8
40 52.7±1.0 55.5±0.6
60 57.5±1.2 55.3±0.2
80 56.7±0.5 55.0±0.2
100 56.7±1.3 54.3±0.7
120 56.9±1.3 53.1±1.1
140 55.5±1.4 53.9±1.1
160 55.6±1.4 53.8±1.0
180 56.6±0.1 54.6±1.0
200 56.8±0.9 55.3±0.8
220 57.0±0.8 55.9±0.8
240 56.7±0.7 56.5±0.6
30
Lampiran 3 Data sebaran suhu gabah dan uap selama pengukusan Waktu
(menit)
Suhu uap (oC)
31 Lampiran 4 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan rendemen giling
beras pratanak varietas Ciherang a. Analisis sidik ragam
Rendemen
Sumber keragaman Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F hitung Peluang Corrected Model 33.290a 2 16.645 15.087 0.027 Intercept 28056.314 1 28056.314 25430.604 0.000
Perlakuan 33.290 2 16.645 15.087 0.027
Error 3.310 3 1.103
Total 28092.914 6
Corrected Total 36.599 5
a. R Squared = 0.910 (Adjusted R Squared = 0.849) b. Uji lanjut Duncan
Duncana,b
Perlakuan N Nilai untuk alfa = 0.05
1 2
Kontrol 2 65.4050
20 menit 2 68.5750 68.5750
30 menit 2 71.1650
Sig. 0.057 0.090
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.
32
Lampiran 5 Hasil analisis sidik ragam rendemen giling beras pratanak varietas IR 42
a. Univariate Analysis of Variance Rendemen
Sumber keragaman Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F hitung Peluang Corrected Model 20.750a 2 10.375 3.821 0.150 Intercept 29986.698 1 29986.698 11042.858 0.000
Perlakuan 20.750 2 10.375 3.821 0.150
Error 8.146 3 2.715
Total 30015.595 6
Corrected Total 28.896 5
33 Lampiran 6 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan mutu fisik (butir
kepala) beras pratanak varietas Ciherang a. Analisis sidik ragam
Butir kepala
Sumber keragaman Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F hitung Peluang Corrected Model 3498.908a 2 1749.454 14.801 0.005 Intercept 26316.410 1 26316.410 222.647 0.000 Perlakuan 3498.908 2 1749.454 14.801 0.005
Error 709.186 6 118.198
Total 30524.504 9
Corrected Total 4208.094 8
a. R Squared = 0.831 (Adjusted R Squared = 0.775) b. Uji lanjut Duncan
Perlakuan N
Nilai untuk alfa = 0.05
1 2
Duncana,b
30 menit 3 26.2533
kontrol 3 66.3600
20 menit 3 69.6100
Sig. 1.000 0.727
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.
34
Lampiran 7 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan mutu fisik (butir patah) beras pratanak varietas Ciherang
a. Analisis sidik ragam Butir patah
Sumber keragaman Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F hitung Peluang Corrected Model 2700.896a 2 1350.448 17.045 0.003 Intercept 10657.121 1 10657.121 134.511 0.000 Perlakuan 2700.896 2 1350.448 17.045 0.003
Error 475.373 6 79.229
Total 13833.390 9
Corrected Total 3176.269 8
a. R Squared = 0.850 (Adjusted R Squared = 0.800) b. Uji lanjut Duncan
Perlakuan N
Nilai untuk alfa = 0.05
1 2
Duncana,b
kontrol 3 19.3000 20 menit 3 25.2667
30 menit 3 58.6667
Sig. 0.443 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.
35 Lampiran 8 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan mutu fisik (butir
menir) beras pratanak varietas Ciherang a. Analisis sidik ragam
Butir menir
Sumber keragaman Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F hitung Peluang Corrected Model 200.069a 2 100.034 12.237 0.008 Intercept 558.534 1 558.534 68.327 0.000 Perlakuan 200.069 2 100.034 12.237 0.008
Error 49.047 6 8.174
Total 807.650 9
Corrected Total 249.116 8
a. R Squared = 0.803 (Adjusted R Squared = 0.737) b. Uji lanjut Duncan
Perlakuan N
Nilai untuk alfa = 0.05
1 2
Duncana,b
kontrol 3 4.2000 20 menit 3 4.9000
30 menit 3 14.5333
Sig. 0.774 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.
36
Lampiran 9 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan mutu fisik (butir kepala) beras pratanak varietas IR 42
a. Analisis sidik ragam Butir kepala
Sumber keragaman Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F hitung Peluang Corrected Model 6989.662a 2 3494.831 38.203 0.000 Intercept 20957.388 1 20957.388 229.093 0.000 Perlakuan 6989.662 2 3494.831 38.203 0.000
Error 548.880 6 91.480
Total 28495.930 9
Corrected Total 7538.542 8
a. R Squared = 0.927 (Adjusted R Squared = 0.903) b. Uji lanjut Duncan
Perlakuan N
Nilai untuk alfa = 0.05
1 2
Duncana,b
20 menit 3 26.1667 30 menit 3 31.0333
kontrol 3 87.5667
Sig. 0.556 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.
37 Lampiran 10 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan mutu fisik (butir
patah) beras pratanak varietas IR 42 a. Analisis sidik ragam
Butir patah
Sumber keragaman Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F hitung Peluang Corrected Model 3936.562a 2 1968.281 193.792 0.000 Intercept 14802.778 1 14802.778 1457.444 0.000 Perlakuan 3936.562 2 1968.281 193.792 0.000
Error 60.940 6 10.157
Total 18800.280 9
Corrected Total 3997.502 8
a. R Squared = 0.985 (Adjusted R Squared = 0.980) b. Uji lanjut Duncan
Perlakuan N
Nilai untuk alfa = 0.05
1 2
Duncana,b
kontrol 3 11.1667
30 menit 3 52.3667
20 menit 3 58.1333
Sig. 1.000 0.069
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.
38
Lampiran 11 Hasil analisis sidik ragam mutu fisik (butir menir) beras pratanak varietas IR 42
a. Analisis sidik ragam Butir menir
Sumber keragaman Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F hitung Peluang Corrected Model 448.169a 2 224.084 4.777 0.057 Intercept 1091.201 1 1091.201 23.262 0.003 Perlakuan 448.169 2 224.084 4.777 0.057
Error 281.460 6 46.910
Total 1820.830 9
Corrected Total 729.629 8
a. R Squared = 0.614 (Adjusted R Squared = 0.486)
39 Lampiran 12 Data organoleptik terhadap parameter aroma beras pratanak
No. Nama
Sampel Nasi Pratanak Ciherang Ciherang IR 42 IR 42 kukus 20
menit
kukus 30 menit
kukus 20 menit
kukus 30 menit
1 Aan 5 6 4 6
2 Ade Irka 5 5 2 4
3 Engker 6 5 3 4
4 Deny Saputro 6 6 4 4
5 Fifa Rohma Rahayu 4 3 4 4
6 Mordiati Ugik Farista 3 5 5 4
7 Didik Pramono 6 4 6 5
8 Putro H. Setiko 5 7 6 7
9 M. Zahwan 4 4 4 5
10 Gigih Bangun W. 6 4 6 4
11 M. Mirwan Islamy 7 6 6 6
12 Naufal Annur S. 6 6 5 5
13 Ujang 7 2 2 2
14 Endang 6 6 2 3
15 Siti Kulsum 4 5 5 4
16 Widaningsih 7 2 2 6
17 Maman 5 6 3 5
18 Nurhadi 2 6 5 6
19 Detio Purnomo 5 2 5 1
40
Lampiran 13 Data organoleptik terhadap parameter warna beras pratanak
No. Nama
Sampel Nasi Pratanak
Ciherang Ciherang IR 42 IR 42 kukus 20
menit
kukus 30 menit
kukus 20 menit
kukus 30 menit
1 Aan 6 6 5 5
2 Ade Irka 5 3 2 2
3 Engker 7 4 5 4
4 Deny Saputro 6 6 4 3
5 Fifa Rohma Rahayu 6 3 4 4
6 Mordiati Ugik Farista 2 3 5 3
7 Didik Pramono 6 3 3 6
8 Putro H. Setiko 7 5 3 5
9 M. Zahwan 5 3 4 5
10 Gigih Bangun W. 6 4 4 4
11 M. Mirwan Islamy 6 5 5 6
12 Naufal Annur S. 7 6 3 4
13 Ujang 5 6 2 2
14 Endang 5 5 3 4
15 Siti Kulsum 6 3 6 3
16 Widaningsih 6 3 2 2
17 Maman 6 4 6 6
18 Nurhadi 5 4 3 4
19 Detio Purnomo 6 2 5 1
41 Lampiran 14 Data organoleptik terhadap parameter kepulenan beras pratanak
No. Nama
Sampel Nasi Pratanak
Ciherang Ciherang IR 42 IR 42 kukus 20
menit
kukus 30 menit
kukus 20 menit
kukus 30 menit
1 Aan 4 4 6 5
2 Ade Irka 5 4 4 5
3 Engker 4 5 4 4
4 Deny Saputro 6 6 3 3
5 Fifa Rohma Rahayu 6 4 5 5
6 Mordiati Ugik Farista 4 4 5 4
7 Didik Pramono 6 5 6 6
8 Putro H. Setiko 6 3 7 7
9 M. Zahwan 6 6 5 5
10 Gigih Bangun W. 7 6 4 5
11 M. Mirwan Islamy 6 6 5 5
12 Naufal Annur S. 3 7 4 2
13 Ujang 7 6 2 2
14 Endang 4 4 4 5
15 Siti Kulsum 2 7 1 6
16 Widaningsih 6 4 2 5
17 Maman 6 6 3 6
18 Nurhadi 6 3 6 4
19 Detio Purnomo 5 6 2 5