• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. FUNGSI MEUNASAH

4.3. Fungsi Meunasah Tanjong Beurunyong…

4.3.4. Meunasah sebagai Tempat Berkumpul dan Balai Serba Guna.68

Meunasah tidak hanya memiliki fungsi sebagai tempat dimana masyarakat menjalankan ibadah dan hubunngannya terhadap tuhan, tetapi juga memiliki fungsi lain sebagai tempat manusia menjalin hubungan dengan manusia lainnya.

Meunasah juga merupakan tempat dimana masyarakat salling berhubungan dan bertemu pada saat-saat tertentu.

4.3.4.1. Meunasah sebagai Tempat Musyawarah dan Mufakat

Musyawarah di Aceh, khususnya di gampong-gampong kecil seperti

Tanjong Beureunyong umumnya dilaksanakan di meunasah. Meunasah

merupakan tempat dimana para pemuka gampong berkumpul dan bermusyawarah

dalam membahas hal-hal yang berhubungan dengan gampong. Para pemuka desa

ini antara lain: Kadus-Kadus (kepala dusun), Kaur, Sekertaris Desa, Tuha Peut

dan Tuha Lapan (jika ada), serta Imum Meunasah dan dipimpin oleh Keuchik

sebagai pemimpin gampong. Musyawah-musyawarah ini biasa merupakan

musyawarah yng membahas masalah pembangunan gampong, pemilihan dalam

menentukan bagian tugas khusus, Qanungampong, ataupun masalah yang terjadi antara warga.

Para aparat-aparat gampong ini melakukan musyawarah tidak selalu secara bersama-sama, pada kesehariannya mereka juga biasa saling mengobrol dan membahas masalah gampong serta masalah lainnya secara pribadi. Setiap selesai sholat berjamaah, biasanya setelah Maghrib merupakan saat dimana para jamaah saling mengobrol dengan Keuchik ataupun Imuem yang biasa hadir untuk sholat. Dan jika untuk urusan-urusan yang lebih pribadi biasanya mereka akan mendatangi langsung ke rumah Keuchik.

Keuchik saat ini, Syamsarif dan beberapa penduduk gampong yang biasa mengikuti shalat Magrib berjamaah, biasanya tidak langsung pulang ke rumah setiap selesai shalat dan berdoa selesai Magrib. Sering peneliti perhatikan

Keuchik, Imeum dan beberapa penduduk biasa mengobrol dahulu sambil menunggu masuk shalat Isya. Pembicaraan santai ini membahas banyak hal mulai dari masalah pertanian dan sawah mereka sampai, masalah-masalah warganya.

4.3.4.2. Meunasah Tempat Menginap Laki-Laki Lajang

Kebiasaan menginap bagi laki-laki yang belum menikah atau lajang di

meunasah telah ada sejak dulu dan merupakan kebiasaan bagi laki-laki Aceh. Tetapi kebiasaan ini sudah mulai jarang terlihat, pemuda-pemuda Aceh saat ini lebih sering menginap di rumah mereka dari pada di meunasah, kecuali pada

saat-saat tertentu. Mereka umumnya hanya menginap di meunasah ketika mereka

pulang terlalu larut atau ada acara tertentu. Begitu pula yang terjadi di gampong

Tanjong Beureunyong.

Anak laki-laki Aceh telah biasa untuk tidak tinggal di rumah, sejak kecil mereka lebih banyak menghabiskan waktu di luar bersama dengan teman-teman laki-laki mereka. Anak laki-laki Aceh belajar untuk dewasa dari lingkngannya di luar rumah sedangkan anak perempuan lebih banyak menghabiskan waktu di rumah ataupun berkumpul di teras-teras rumah bersama anak perempuan lain.

Seperti yang ditulis oleh Siegel (Ihromi, 2006:208-209) dijelaskan: “menjelang pubertas anak laki-laki hanya pulang kerumah, jika ada keperlan atau jika mereka dibutuhkan di rumah. Sama seperti bapa mereka juga tidak terlama dirumah. Ruang gerak anak perempuan terbatas pada rumah tangga. Kalau sudah besar mereka membantu mengajar adiknya atau anak kakaknya. Mereka juga membantu di dapur memasang api atau menggiling bumbu…”

Anak laki-laki sejak usia dini telah diterapkan untuk hidup di luar rumah, sejak usia dini mereka telah belajar mengaji, kemudian di khitan dengan harapan

agar mereka malu terhadap perempuan yang bukan muhrim mereka. Semakin dewasa mereka di berikan tanggung jawab di luar rumah dengan membantu di sawah atau bekerja, dan shalat lima waktu di Meunasah hingga tinggal disana.

Kebiasaan menginap di Meunasah Tanjong Beureunyong pun sudah mulai

berkurang. Para pemuda di Gampong Tanjong Beureunyong mulai sedikit yang

terlihat menginap di meunasah pada hari-hari biasa, kecuali pada bulan Ramadhan jumlah pemuda yang tinggal di meunasah sedikit lebih ramai. Syamsarif selaku

Keuchik tidak terlalu menyukai para pemuda yang menginap dan tidur di

meunasah saat ini, karena menurutnya mereka adakalanya sesuka hati menggunakan karpet untuk sholat sebagai alas tidur mereka, dan juga para pemuda ini sangat susah dibanguni untuk shalat subuh.

4.3.4.3. PKK, Posyandu, dan PAUD

PKK (Pembangunan Kesejahtraan Keluarga) adalah salah satu program pemerintah yang pertama kali ibu Isriati Moenadi sebagai isteri Gubernur Jawa Tengah pada tahun 1967 sebagai gerakan masyarakat yang bertujuan “mewujudkan kesejahteraan keluarga, atas kesadaran dan kemampuan keluarga itu sendiri”. Pada tahun 1972 Menteri Dalam Negeri menginstruksikan kepada Gubernur di seluruh Indonesia, agar gerakan PKK dilaksanakan dan ditingkatkan di seluruh wilayah Indonesia. Tim Penggerak PKK dibentuk di semua tingkat administrasi : Pusat, Provinsi, Kabupaten, Kecamatan, Desa dan Kelurahan, yang

diketuai oleh isteri Pimpinan Daerah setempat

Salah satu program yang dikelola oleh PKK adalah program Posyandu. Desa-desa yang masih sederhana posyandu dan PKK hanya berupa tempat atau sebuah rutinitas tertentu, walaupun begitu posyandu ini tetap memiliki nama, nama posyandu Tanjuong Beureunyong adalah Posyandu Bungong Mawar.

Didepan Pada Gampong Tanjong Buruyong Posyandu hanya sebuah kegiatan

pemeriksaan bulanan yang dilaksanakan oleh Bidan Desa yang datang setiap

bulan ke desa. Kegiatan Posyandu di Gampong Tanjong Beureunyong

dilaksanakan pada hari jum’at minggu ketiga setiap bulannya. Kegiatan ini

dilaksanakan di bagian bawah meunasah yang berbentuk rumah panggung atau

rumah-rumah penduduk di sekitar meunasah. Posyandu bulanan ini merupakan

kegiatan pemeriksaan kesehatan ibu dan anak khususnya yang masih balita dan ibu hamil. Bidan desa yang melakukan tugas ini dibantu oleh Kader Posyandu yang merupakan penghubung antara Bidan Desa dan masyarakat.

Paud (Pendidikan Anak Usia Dini) merupakan jenjang pendidikan informal untuk anak dibawah usia sekolah dasar. Pendidikan ini hampir sama dengan taman kanak-kanak yang mengajarkan pelajaran dasar sambil bermain. Paud merupakan salah satu kegiatan PKK Tanjong Beureunyong. Pendidikan di Paud sendiri biasanya mengajarkan pengenalan huruf, menghitung, ilmu agama dan juga permainan anak. Pelajaran ini biasa digabungkan dengan kegiatan bermain dan kreatifitas agar mudah diterima oleh anak. Tetapi kegiatan ini hanya bertahan selama setahun (2009-2010) karena kurangnya anggaran dana yang ada.

Gambar 7. Gotong royong yang dilakukan di meunasah

Meunasah merupakan tempat berkumpul masyarakat hampir dalam segala kegiatan, baik itu kegiatan keagamaan, sosial, maupun dalam peristiwa

sehari-hari. Dalam kegiatan gotong royong masyarakat, meunasah merupakan tempat

semua masyarakat berkumpul. Dalam kegiatan gotong-royong pun meunasah

menjadi prioritas masyarakat berkumpul untuk membersihkan setelah dusun masing-masing. Jika ada kegiatan-kegiatan atau acara tertentu di luar desapun, masyarakat akan berkumpul di meunasah sebelum berangkat. Meunasah dalam kehidupan sehari-hari merupakan bagian penting dalam kehidupan masyarakat Aceh.

Dokumen terkait