• Tidak ada hasil yang ditemukan

Micro Wave Diathermy .1 Definisi

Dalam dokumen BAB II KAJIAN PUSTAKA (Halaman 23-40)

Micro Wave Diathermy merupakan terapi dengan menggunakan stressor

frekuensi 2450 MHz dengan panjang gelombang 12,25 cm. MWD merupakan gelombang elektromagnetik yang dipancarkan secara radiasi sehingga sedikit sifat dielektrik jaringan, sehingga medan listrik tidak terpusat pada benda metal atau dielektrik tinggi yang terdapat pada tubuh atau permukaan menonjol yang menonjol meskipun akan cepat terasa panas (Prentice William, 2002).

2.4.2 Produksi dan Penerapan

Prinsip produksi gelombang mikro pada dasarnya sama dengan arus listrik bolak-balik frekuensi tinggi yang lain, hanya untuk memperoleh frekuensi yang lebih tinggi lagi diperlukan suatu tabung khusus yang disebut magnetron. Magnetron ini memerlukan waktu untuk pemanasan, sehingga output belum diperoleh segera setelah mesin dioperasikan. Untuk itu mesin dilengkapi dengan tombol pemanasan agar mesin tetap dalam posisi dosis nol antara pengobatan satu dengan yang berikutnya. Pada posisi tersebut tabung tetap mendapatkan arus listrik, tetapi dosis ke pasien nol, sehingga terhindar dari seringnya perubahan panas (Prentice William, 2002).

Arus dari mesin mengalir ke elektroda melalui co-axial cable, yaitu suatu kabel yang terdiri dari serangkaian kawat di tengah yang diselubungi oleh selubung logam yang dikelilingi suatu benda isolator. Kawat dan selubung logam tadi berjalan sejajar dan membentuk sebagai kabel output dan kabel bolak-balik dari mesin. Konstruksi kabel semacam ini diperlukan untuk arus frekuensi yang sangat tinggi dan panjangnya tertentu untuk suatu frekuensi tertentu pula (Prentice William, 2002).

Co-axial cabel ini menghantar arus listrik ke sebuah area dimana

gelombang mikro dipancarkan. Area ini dipasang oleh suatu reflektor yang dibungkus dengan bahan yang dapat meneruskan gelombang elektromagnetik. Konstruksi ini dimaksudkan untuk mengarahkan gelombang ke jaringan tubuh yang disebut emitter, director, atau aplicator atau sebagai electrode (Prentice William, 2002).

2.4.3 Penerapan pada Jaringan

Emitter yang sering juga disebut elektrode atau magnetode terdiri dari

serial, reflektor, dan pembungkus. Emitter ini bermacam-macam bentuk dan ukurannya serta sifat energi elektromagnetik yang dipancarkan. Antara emitter dan kulit di dalam tehnik aplikasi terdapat jarak berupa udara. Pada emitter yang berbentuk bulat sedang maka medan elektromagnetik yang dipancarkan berbentuk sirkuler dan paling padat di daerah tepi. Pada bentuk segiempat medan elektromagnetik yang dipancarkan berbentuk oval dan paling padat di daerah tengah (Prentice William, 2002).

2.4.4 Efek Fisiologis

Dengan diserapnya gelombang Micro Wave Diathermy dalam jaringan, menimbulkan produksi panas, tetapi bentuk distribusinya berbeda dengan pemanasan yang lain. Daya tembusnya lebih dalam daripada sinar infra merah, tetapi tidak dapat melintas seluruh jaringan tubuh seperti Short Wave Diathermy (Prentice William, 2002).

Gelombang Micro Wave Diathermy banyak diserap oleh air, sehingga jaringan yang banyak mengandung cairan mendapatkan panas paling banyak. Jaringan yang banyak mengandung darah lebih banyak menerima panas daripada jaringan lemak (Prentice William, 2002).

Perubahan Temperature a. Reaksi Lokal Jaringan

Meningkatkan metabolisme sel – sel lokal ± 13 % tiap kenaikan temperature 1˚ C,

Meningkatkan vasomotion sphincter sehingga timbul homeostatik local dan akhirnya terjadi vasodilatasi local.

b. Reaksi General

Mungkin dapat terjadi kenaikan temperature, tetapi perlu dipertimbangkan karena penetrasinya dangkal ± 3 cm dan aplikasinya local.

c. Consensual Efek

Timbul respon panas pada sisi kontralateral dari segment yang sama. Dengan penerapan Micro Wave Diathermy, penetrasi dan perubahan temperatur lebih terkonsentrasi pada jaring otot yang lebih banyak mengandung cairan dan darah.

Jaringan Ikat : Meningkatkan elastisitas jaringan ikat lebih baik seperti jaringan collagen kulit, otot, tendon, ligament dan kapsul sendi akibat menurunnya viskositas matriks jaringan tanpa menambah panjang matriks, tetapi terbatas pada jaringan ikat yang letak kedalamannya ± 3 cm.

Jaringan Otot : Meningkatkan elastisitas jaringan otot dan menurunkan tonus melalui normalisasi nocicencorik.

Jaringan Syaraf : Meningkatkan elastisitas pembungkus jaringan syaraf, meningkatkan konduktivitas serta ambang rangsang syaraf.

2.4.5 Efek Teraupetik

a. Penyembuhan luka pada jaringan lunak

Meningkatkan proses perbaikan atau reparasi jaringan secara fisiologis. b. Nyeri, hipertonus dan gangguan vaskularisasi

Menurunkan nyeri, normalisasi tonus otot melalui efek sedatife serta perbaikan metabolisme.

c. Kontraktur jaringan lemak

Dengan peningkatan elastisitas jaringan lemak, maka dapat mengurangi proses kontraktur jaringan. Ini dimaksudkan sebagai persiapan sebelum pemberian latihan.

d. Gangguan konduktivitas dan threshold jaringan syaraf

Apabila elastisitas dan threshold jaringan syaraf semakin membaik, maka konduktivitas jaringan syaraf akan membaik pula. Proses ini melalui efek fisiologi.

2.4.6 Indikasi

Kondisi inflamasi subakut dan kronik, spasme otot dan jaringan kolagen, kelainan tulang, sendi dan otot dan kelainan syaraf perifer (neuritis).

2.4.7 Kontra Indikasi

Pemakaian implant pacemaker, metal didalam jaringan dan permukaan jaringan, gangguan sensasi panas, perdarahan, malignant tumor, trombosis vena, dan pasien dengan gangguan kontrol gerakan atau tidak bisa bekerja sama.

2.4.8 Mekanisme Peningkatan LGS abduksi oleh MWD

Pemberian MWD dapat berpengaruh terhadap penguranagn nyeri dengan cara meningkatkan elastisitas pembungkus jaringan saraf, meningkatkan aktivitas neurotransmiter serta ambang rangsang saraf. Pada mild heat dapat memblok nyeri pada kornu posterior oleh serabut termosensor. Pada dosis tinggi dan waktu yang lama menyebabkan penurunan nyeri yang diakibatkan stimulus C yang merangsang hipotalamus untuk memproduksi endorphin. Selain itu MWD juga menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah lokal sehingga dapat terjadi peningkatan sirkulasi yang menyebabkan peningkatan penyerapan kembali iritan nyeri seperti alogen –asam laktat, sehingga nyeri berkurang serta terjadi relaksasi otot yang diikuti dengan berkurangnya spasme otot sehingga LGS bertambah.

Selain itu efek termal MWD dapat juga meningkatkan elastisitas jaringan ikat seperti jaringan kolagen kulit, otot, tendon, ligamen dan kapsul sendi akibat menurunnya viskositas metriks jaringan tanpa menambah panjang matriks, perbaikan sirkulasi dan kadar air dalam metriks jaringan ikat. Meningkatnya kadar air tersebut menyebabkan komposisi GAG dan air pada jaringan ikat meningkat, sehingga viskositas menurun mobilitas kolagen lebih mudah sehingga meningkatkan daya regang yang pada akhirnya terjadi peningkatan LGS.

Gambar 2.5 : Micro Wave Diathermy Sumber : www.enraf-nonius

2.4.9 Prosedur Penerapan a. Persiapan alat

Semua tombol dalam keadaan nol, merapikan kabel penghubung jangan sampai ada kabel yang bersilang, kabel utama disambungkan ke sumber listrik, naikan intensitas sedikit demi sedikit, setelah dipanaskan.

b. Persiapan subjek

Sebelum pemberian terapi, subjek terlebih dahulu diberikan penjelasan mengenai cara kerja alat, indikasi dan kontraindikasinya, posisi subjek dalam keadaan senyaman mungkin dan tidur terlentang di bed terapi, daerah yang akan diberi terapi dijauhkan dari pakaian dan logam.

c. Pelaksanaan Terapi

Dosis yang diberikan:, durasi : 10 menit, intensitas : Sub thermal, emitter diatur jaraknya dengan kulit yang akan diterapi. Pada penelitian ini maka peneliti memberikan jarak 3 cm sebagai space udara dari emitter ke kulit.

Jika waktu habis : tekan kembali tombol power ke posisi of, lepas kabel utama dari sumber arus listrik, rapikan kembali kabel yang telah digunakan.

.

Gambar 2.6 : Aplikasi MWD Sumber : Dokumen Pribadi

2.5 TENS

2.5.1 Definisi

TENS merupakan suatu cara pengunaan energi listrik untuk merangsang

system syaraf melalui permukaan kulit dan terbukti efektif untuk merangsang berbagai tipe nyeri, karena mampu menstimulasi baik syaraf berdiameter besar maupun syaraf berdiameter kecil yang akan menyampaikan berbagai informasi sensoris ke syaraf pusat (Kuntono, 2000).

Pengunaan TENS dibatasi pada pengunaan arus dengan intensitas rendah untuk mengontrol nyeri, pada penggunaan TENS tersedia beragam jenis arus,

beberapa berbentuk monophasic, seperti short-pulse, tetapi yang paling utama berbentuk simetris atau biphase asimetri. Durasi arusnya sekitar 10ms sampai 400ms. Sedangkan frekuensinya berkisar antara 2-200Hz, voltasenya juga beragam, hanya saja di batasi pada amplitude yang rendah, dengan nilai maksimum 50mA-100mA(Kuntono, 2000).

Stimulus dari TENS berupa kontraksi otot secara pasif, ini terjadi dengan meningkatkan jumlah pulse pendek pada frekuensi 30-100Hz, untuk menghasilkan kontraksi otot sesuai dengan tujuan terapi, modalitas TENS dapat dimodifikasi baik arus maupun frekuensinya (Kuntono, 2000).

Gambar 2.7 : Electroterapy/TENS Sumber : www.enraf-nonius

2.5.2 Efek Kerja.

Berperan dalam stimulasi antidonrik di sistem syaraf afferent. Stimulasi antidonrik ini akan menghambat penghantaran nyeri dari nociceptor sampai medulla spinalis, sistem ini juga merangsang pelepasan subsansi p dari neuron sensorik di sekitar arteri, sehingga menyebabkan vasodilatasi (Kuntono, 2000).

Meningkatkan aliran darah pada jaringan yang rusak, dimana efek dari peningkatan aliran darah pada jaringan akan meningkatkan substansi yang memproduksi nyeri seperti bradikinin dan histamine (Kuntono, 2000).

Mengaktifkan sistem syaraf simpatis. Aktifnya system syaraf simpatis ini dapat meningkatkan aliran darah secara tidak langsung ke jaringan otot yang mengalami gangguan, sehingga dapat juga menghilangkan stimulus nyeri kimia (Kuntono, 2000).

Mengaktifkan sistem syaraf berdiameter besar yaitu Aα dan Aß yang memiliki ambang yang lebih kecil dibandingkan syaraf berdiameter kecil, yaitu syaraf Að dan tipe C. Aktifnya syaraf berdiameter besar ini akan mempermudah interneuron pada substansia gelatinosa, untuk menghalangi input syaraf yang berdiameter kecil ke sel-sel transmisi melalui inhibisi pre-sinaps, sehingga nyeri di hambat oleh stimulasi elektrik dengan menutup gerbang bagi input nyeri (Kuntono, 2000).

Merangsang pelepasan endoprin-dependent system dan seratoni-dependent oleh tubuh. Pelepasan system dirangsang oleh TENS frekuensi rendah dengan merangsang reseptor sensorik.

2.5.3 Mekanisme Peningkatan LGS oleh TENS

Pemberian TENS pada frozen shoulder dapat menurunkan nyeri, baik dengan cara peningkatan vaskualarisasi pada jaringan yang rusak tersebut, maupun melalui normalisasi saraf pada level spinal maupun supraspinal, sehingga dengan berkurangnya nyeri pada bahu didapatkan grerakan yang lebih ringan dan

LGS bahu dapat meningkat. Efek TENS terhadap pengurangan nyeri juga dapat mengurangi spasme dan meningkatkan sirkulasi, sehingga memutuskan lingkaran “vicous circle of reflekx´yang pada akhirnya dapat meningkatkan LGS.

TENS efektif mengurangi nyeri melalui aktivasi saraf berdiameter besar

dan kecil melalui kulit yang selanjutnya akan memberikan imformasi sensoris ke saraf pusat. TENS mengurangi nyeri dikaitkan melalui sistem reseptor nosiseptif bukan akhiran saraf bebas, melainkan Flexus saraf halus tak bermyelin yang mengelilingi jaringan dan pembuluh darah.

Selain itu pengurangan nyeri yang ditimbulkan oleh TENS dapat meningkatkan kekuatan otot karena menormalkan aktifitas dari α motor sehingga otot dapat berkontraksi secara maksimal, dan berkurangnya “refleks exitability” dari beberapa otot antagonis gelang bahu sehingga otot agonis dapat melakukan gerakannya, dan karena stabilitas terbesar pada sendi bahu oleh otot, maka meningkatkan mobilitas sendi bahu sehingga LGS meningkat.

2.5.4 Indikasi

a. Sakit Neurologi : Bell’s Palsy, Spinal Cord Injuri, Erb paralysis, trigeminal neuralgia.

b. Sakit Muskuloskeletal : Yang berhubungan dengan sendi seperti Rheumatoid arthritis dan osteoarthritis, sakit setelah operasi, dan LBP. c. Viseral pain dan dysmenore.

d. Gangguan lain : Angina pectoris, keterbatasan gerak pada beban pikulan, post fraktur.

2.5.5 Kontra Indikasi

Pireksia, tumor, tuberculosis, inflamasi terlokalisir, thrombosis, kehamilan, pacu jantung, metal implant.

2.5.6 Prosedur Aplikasi a. Persiapan Alat.

Semua tombol dalam posisi nol. Pad dibasahi terlebih dahulu, untuk pad yang memerlukan gel, gel di letakkan pada permukaan pad yang akan kontak dengan kulit pasien.

b. Persiapan Pasien.

Pasien di posisikan tidur terlentang senyaman mungkin dibed terapi, berikan penjelasan mengenai cara kerja dan efek dari alat yang akan di gunakan. Pastikan daerah yang akan di pasang pad elektroda tidak tertutup oleh pakaian dan penutup lainnya.

c. Tehnik Aplikasi.

Ke 2 elektroda di atas m.supraspinatus depan dan belakang atau di dapat juga diletakkan di pain point dan cervical, nyalakan alat dan atur waktu sekitar 10 menit, naikkan intensitas secara perlahan sampai pasien merasa aliran listrik atau terlihat adanya kontraksi dari otot, namun tidak menimbulkan nyeri, observasi pasien secara berkala.

Gambar 2.8 : Aplikasi TENS Sumber : Dokumen Pribadi

2.6 Stretching

2.6.1 Definisi

Stretching adalah pernyataan umum yang digunakan sebagai tehnik

terapeutis yang dirancang untuk memperpanjang struktur jaringan lunak yang memendek secara patologi dan secara tidak langsung meningkatkan lingkup gerak sendi (Kisner&Colby, 2007).

Stretching melibatkan perpanjangan serabut otot. Seberapa jauh otot dapat

diregangkan tergantung dari fleksibilitas otot itu sendiri. Fleksibilitas adalah kemampuan untuk menggerakkan otot beserta persendian pada seluruh daerah pergerakan. Meskipun demikian peregangan hanya bermanfaat apabila dilakukan secara benar sebagaimana seharusnya untuk dilakukan (Kisner&Colby, 2007).

2.6.2 Reflek meregang

Merupakan suatu operasi dasar dari system syaraf yang membantu menjaga kesehatan otot dan mencegah luka. Stretch reflek ini dapat kita identifikasikan pada saat otot diregangkan. Otot yang sedang merengang, akan memanjang (menjadi lebih panjang) pada serat-serat otot (yaitu serat-serat extrafusal) dan muscle spindelnya. Perubahan bentuk pada muscle spindle tersebut mengakibatkan terjadinya pembakaran pada stretch reflex, kemudian terjadilah kontraksi otot.

a. Pasif Stretching

Pada saat pasien rileks diberikan force dari luar secara manual atau mekanik untuk memperpanjang jaringan yang memendek.

b. Aktif Inhibisi

Pasien berpartisipasi selama dilakukan stretching untuk menginhibisi tonus pada otot yang tegang.

c. Latihan Fleksibilitas

Stretching dan fleksibilitas seringkali digunakan secara bergantian.

2.6.3 Aplikasi Mekanik Jaringan Kontraktil

Komposisi utama dari otot adalah jaringan kontraktil, tapi otot menempel dan diselubungi oleh jaringan non kontraktil seperti tendon dan fasia. Pergerakan otot dibentuk oleh jaringan ikat bukan oleh komponen aktif kontraktil yang merupakan pemberian tahapan pasif utama untuk memanjangkan otot-otot (Kisner&Colby, 2007).

a. Element Kontraktil Otot

Otot seseorang terdiri dari banyak serabut otot. Sebuah serabut otot dibentuk dari myofibril dan sebuah myofibril berisi sarcomere yang membentang secara berseri. Sarcomere merupakan unit kontraktil dari myofibril dan berisi penyilangan dari aktin dan myosin. Sarcomere memberi kemampuan bagi otot untuk berkontraksi dan rileksasi. Saat otot berkontraksi, filament aktin dan myosin saling mendekat dan otot akan memendek dan saat otot rileksasi, penyilangan tersebut sedikit menjauh dan otot kembali kepanjangnya saat dalam keadaan istirahat.

b. Respon Mekanik dari unit kontraktil dalam stretch.

Saat otot di stretch secara pasif mulai terjadi pemanjangan otot. Pada komponen elastis dan tonus meningkat secara tajam.

2.6.4 Indikasi dan Tujuan Stretching a. Indikasi

Bila rentang gerakan terbatas sebagai hasil dari kontraktur, adhesion dan formasi jaringan bekas luka, mengarah kepada pemendekan otot jaringan konektif dan kulit.

Terhambatnya aliran sirkulasi darah, adanya nyeri. b. Tujuan

Tujuan menyeluruh dari stretching adalah untuk memperoleh kembali rentang normal dari gerak sendi dan mobilitas jaringan lunak yang

menyelubungi sendi, mencegah atau meminimasi resiko cedera musculotendinous terkait dengan aktivitas fisik spesifik dan olahraga.

2.6.5 Mekanisme Peningkatan LGS oleh Stretching

Pada saat bahu dilakukan stretching pasif untuk menambah LGS abduksi terjadi peregangan otot secara tiba-tiba, akan timbul stretch reflex selanjutnya terjadi kontraksi otot. Sementara itu otot tersebut akan lebih lama rileks selama peregangan. Selama terjadinya peregangan, lapisan fasia yang menyelubungi otot akan mengalami perubahan panjang menjadi semipermanen. Lapisan ini meliputi epymisium, endomesium dan perimesium. Jaringan-jaringan tambahan yang beradaptasi dengan peregangan akan berubah fungsinya menjadi tendons, ligament, fasia dan jaringan scar dimana otot-otot utama pada shoulder adalah m .supraspinatus, m. Infraspinatus, m. Subscapularis, m. Teres minor dimana ke 4 otot ini disebut Rotator cup yang berada disekitar bagian synovial capsul sendi (kisner&Colby, 2007).

Pada akhirnya, peregangan dapat menstimulasikan produksi dan penyimpanan suatu bahan yang menyerupai gel yang disebut glycoaminoglycans (GAGs) yang bersama-sama dengan air dan asam hyaluron, melumasi dan menjaga jarak kritis antara serat-serat jaringan penghubung dalam tubuh sehingga dapat membantu meningkatan lingkup gerak sendi.

2.6.6 Prosedur Pelaksanaan a. Persiapan Pasien

Sebelum dilakukan pengobatan pasien diberitahui terlebih dahulu bahwa pengobatan ini bukan kontraindikasi, jelaskan kepada pasien tentang tujuan dari stretching, benda atau barang dari metal yang dipakai oleh pasien atau yang berada disekitarnya harus dijauhkan terlebih dahulu. b. Penerapan Stretching

Posisi pasien tidur terlentang di bed terapi dengan terapis berdiri disamping pasien dengan posisi siku pasien flexi 90 derajat, stabilisasi pada garis axila dari scapula dengan gerakan lengan pasien ke arah maksimal abduksi shoulder dengan tahan enam hitungan dan tiga kali pengulangan.

Gambar 2.9 : Aplikasi Stretching Abduksi Shoulder Sumber : Dokumen Pribadi

Dalam dokumen BAB II KAJIAN PUSTAKA (Halaman 23-40)

Dokumen terkait