• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Gangguan LGS Abduksi bahu pada Frozen Shoulder

Pada frozen shoulder dimana gangguannya pada kapsul sendi maka salah satu gangguan lingkup gerak sendinya adalah abduksi terbatas. Untuk mengetahuinya maka akan dibahas hal- hal di bawah ini

2.1.1 Definisi Frozen Shoulder

Frozen Shoulder adalah suatu keadaan patologi pada bahu yang

mempunyai karakteristik yaitu nyeri dan kekakuan pada sendi. “Frozen Shoulder juga dikenal sebagai adhesive capsulitis, merupakan suatu kondisi bahu yang menyebabkan rasa nyeri dan keterbatasan gerak pada sendi bahu. Banyak hal yang dapat menyebabkan terjadinya frozen shoulder. Paling sering terjadi pada bahu yang dapat mengakibatkan kesulitan dalam melakukan suatu gerakan. Apabila ingin melakukan aktivitas maka akan semakin sulit untuk melakukan gerakan tersebut akibat dari sendi bahu yang rusak kemudian akan timbul jaringan parut disekitar sendi bahu yang mengakibatkan semakin menyulitkan untuk bergerak sehingga timbul kelemahan otot” (Darlene, 2006).

Penyebab frozen shoulder ini tidak diketahui secara pasti, tidak ada bukti-bukti yang menunjukan bahwa ada infeksi pada penyakit tersebut. Gangguan keterbatasan gerak pada bahu terjadi karena berbagai faktor yang ada. Tetapi banyak diduga akibat dari gerakan yang terjadi pada sendi bahu itu sendiri (pada

(2)

capsul sendinya). Pada Frozen Shoulder terjadi juga gangguan pada pola capsuler yang berupa external rotasi lebih terbatas daripada abduksi lebih terbatas dari internal rotasi (external rotasi < abduksi < internal rotasi) dan biasanya ditemukan dengan firm end feel sehingga menimbulkan keterbatasan gerak pada sendi bahu yang diikuti dengan adanya nyeri di sekitar bahu.

2.1.2 Patofisiologi Frozen Shoulder

Frozen Shoulder adalah kumpulan gejala kekakuan sendi glenohumeralis

oleh berbagai sebab yang ada. Banyak peneliti sependapat bahwa immobilisasi merupakan faktor penting dari penyebab terjadinya Frozen Shoulder pada sendi

glenohumeral, tetapi ada beberapa kondisi predisposisi pada kasus ini, yaitu usia

pasien, merupakan faktor terjadinya Frozen Shoulder yang biasanya tidak terjadi pada usia muda, tapi lebih sering terjadi pada usia pertengahan. Immobilisasi adalah penyebab utama pada Frozen Shoulder yang dikenal sebagai autoimmobilisasi sebagai akibat patologi shoulder. Faktor immobilisasi merupakan salah satu faktor terpenting yang dapat menyebabkan perlengketan intra/ekstra selular pada kapsul dan ligament, kemudian kelenturan jaringan menjadi menurun dan menimbulkan kekakuan. Patologi tubuh juga menimbulkan suatu reflek spasme otot yang dikenal dengan istilah quadring spasme atau nosisensorik spasme reflek sebagai pengalihan untuk mencari posisi yang nyaman untuk menghindari nyeri pada saat melakukan gerakan sehingga dapat menyebabkan immobilisasi yang lebih berat daripada sendi lainnya, mengingat

(3)

pada sendi bahu ini stabilisasi Glenohumeral terutama berasal dari system muskulotendinogen (Boulware, 2000).

Oleh karena adanya immobilisasi maka akan terjadi gangguan pada lambatnya sirkulasi pada jaringan periartikuler sehingga dapat menyebabkan perlekatan proteoglikans yang dikenal dengan abnormal crosslink. Sementara itu jaringan pada posisi memendek dijumpai dengan serabut collagen yang bergelombang sehingga apabila terjadi abnormal crosslink oleh proteoglikans akan menimbulkan kekakuan sendi. Otot yang diimmobilisasi pada posisi memendek akan terjadi penurunan sejumlah sarkomer sehingga dijumpai pemendekan dari otot itu sendiri, apabila terjadi peregangan pada otot maka dapat meningkatkan tonus atau ketegangan myofibril dan menimbulkan nyeri. Selain jaringan otot terjadi juga kekakuan pada jaringan ikat lainnya. Pada sirkulasi terjadi penurunan sirkulasi atau mikro sirkulasi yang dapat menyebabkan kadar matrix menurun, sehingga jaringan ikat cenderung meningkatkan viscositas dan menjadi kental atau padat (Boulware, 2000).

Adanya nyeri akan menimbulkan penurunan ambang rangsang A delta dan Tipe C polymodal sehingga terjadi hiperallgesia atau bahkan allogenia yang apabila terjadi peregangan kecil saja dapat menimbulkan nyeri yang berakibat autoimmobilisasi yang lebih kuat. Kekakuan yang timbul pada seluruh kapsul dan ligament akan menyebabkan terjadinya pembatasan gerak eksternal rotasi lebih terbatas dari pada abduksi, lebih terbatas dari internal rotasi atau pada pola

(4)

Perjalanan penyakit dari Frozen Shoulder ini tidak diketahui secara pasti. Tetapi banyak diduga akibat dari gerakan yang terjadi pada sendi bahu (pada capsul sendinya), kemungkinan didahului oleh adanya proses inflamasi sehingga kapsul di sekeliling sendi bahu menjadi tebal dan mengkerut.

Dari berbagai pendapat tersebut jelaslah bahwa frozen shoulder merupakan hasil dari berbagai patologi yang terjadi di sekitar sendi

glenohumeralis dengan karakteristik nyeri dan kekakuan sendi (Kisner&Colby,

2007).

Gambar 2. 1 : Frozen shoulder

Sumber : www.physicaltherapy.ca/ortho/frozenshoulder1.

2.2 Anatomi Terapan dan Biomekanik Shoulder

Untuk lebih mendalami pemahaman mengenai patologi dan penyebab terjadinya Frozen Shoulder, aspek yang sangat penting diperhatikan adalah struktur dari shoulder itu sendiri yang mencakup anatomi terapan dan biomekanik. Ini sangat penting untuk dipahami agar dalam penerapan tehnik stretching dengan latihan Codmann Pendular Exercise memberikan hasil yang optimal.

(5)

2.2.1 Tulang

Kerangka extremitas superior terdiri dari Cingulum Membri Superioris dan kerangka lengan. Cingulum Membri Superioris (Gelang bahu) yang terdiri dari kedua clavikula dan kedua scapula dan di sebelah ventral dihubungkan pada

Manubrium Sterni, menghubungkan extremitas superior pada kerangka axial.

Meski daya gerak Cingulum Membri Superior amat besar, kedudukan bagian ini dimantapkan dan dipertahankan oleh otot-otot yang berhubungan pada costa, sternum, dan vertebra (Darlene,2006).

Clavicula atau tulang selangka adalah tulang yang melengkung yang

membentuk bagian anterior dari gelang bahu. Ujung medial disebut ekstremitas

sternal dan membuat sendi dengan sternum. Ujung lateral disebut ekstremitas akromial, yang bersendi pada prosesus akromial dari scapula. Fungsi dari clavicula adalah memberi kaitan kepada beberapa otot dari leher dan bahu dan

dengan demikian bekerja sebagai penompang lengan.

Scapula atau tulang belikat membentuk bagian belakang dari gelang bahu

dan terletak di sebelah belakang thorax lebih dekat permukaan daripada iga. Bentuknya segitiga pipih dan memperlihatkan dua permukaan, tiga sudut dan tiga sisi. Permukaan scapula berupa permukaan anterior dan kostal disebut fossa

subskapularis dan terletak paling dekat dengan iga. Permukaan posterior atau

dorsal terbagi oleh sebuah belebas yang disebut spina dari scapula dan berjalan menyeberangi permukaan sampai ujungnya dan berakhir menjadi prosesus

(6)

Gambar : 2.2 Anatomi tulang dan rotator cuff bahu Sumber : http://lpig.doereport.com/enlrgeexhibit.php?ID=7130

Humerus atau tulang lengan atas adalah tulang terpanjang dari anggota

atas. Memperlihatkan sebuah batang dan dua ujung. Ujung atas Humerus adalah sepertiga dari atas ujung humerus terdiri atas sebuah kepala, yang membuat sendi dengan rongga glenoid dari scapula dan merupakan bagian dari bangunan sendi bahu. Batang bawah humerus sebelah atas bundar, tetapi semakin ke bawah menjadi lebih pipih. Sebuah tuberkel di sebelah lateral batang, tepat di atas pertengahan disebut tuberositas deltoideus. Ujung bawah Humerus lebar dan agak pipih. Pada bagian paling bawah terdapat permukaan sendi yang dibentuk bersama tulang lengan bawah. Trokhlea yang terletak di sisi sebelah dalam berbentuk gelendong benang tempat persendian dengan ulna, dan di sebelah luar terdapat

(7)

2.2.2 Sendi

Persendian yang membentuk gelang bahu menurut Smith (1996) terdiri dari

a. Glenohumeral Joint

Merupakan ball and socket joint (sendi putar) yang dibentuk oleh glenoid

cavity yang berbentuk concave menghadap ke lateral serong ventrocranial

dengan head of humerus yang berbentuk convex.

Gerak fisiologis fleksi-ekstensi dengan LGS fleksi 180˚ dan ekstensi 60˚ dengan stretch end feel (elastic) dan gerak athrokinematiknya berupa spin.

Gerak fisiologi abduksi dalam bidang frontal dengan LGS 90˚ dan elastic

harder end feel. Gerak athrokinematiknya berupa caudal translasi.

Gerak fisiologi internal rotasi dalam bidang transversal dengan LGS 100˚ dan elastic end feel. Gerak athrokinematiknya berupa dorsal translasi. Gerak fisiologi eksternal rotasi dalam bidang transversal dengan LGS 80˚ dan elastic end feel. Gerak athrokinematiknya berupa ventral translasi. Gerak fisiologis horizontal abduksi dan horizontal adduksi dalam bidang transversal LGS 110˚ dan 30˚ dengan elastic end feel. Gerak athrokinematik berupa ventral translasi dan dorsal translasi.

Seluruh komponen di atas memiliki gerak athrokinematik traksi dengan arah lateral sedikit serong ventrocranial.

MLPP adalah posisi dimana kekendoran dari capsuloligamentair maksimal, yaitu fleksi – abduksi ± 30˚. CPP adalah posisi sendi dimana terjadi penguncian permukaan sendi atau koaptasi maksimal, yaitu posisi abduksi-fleksi penuh.

(8)

Capsular pattern : Keterbatasan gerak sendi sebagai akibat pemendekan seluruh capsule ligamentair, dengan pola LGS Eksternal rotasi < Abduksi < Internal rotasi.

b. Acromioclavicular Joint

Merupakan plane joint dimana acromion concave menghadap ke medial dan clavicula convex. Dalam klinis gerakan yang dijumpai adalah elevasi-depresi dan protraksi-retraksi. Karena yang bergerak acromion yang merupakan permukaan concave maka gerak athrokinematiknya mengikuti gerak osteokinematik tersebut, yaitu saat elevasi terjadi translasi acromion ke cranial dan saat depresi terjadi translasi acromion ke caudal. Demikian pula saat protraksi terjadi acromion translasi ke ventral dan saat retraksi terjadi acromion translasi ke dorsal. Gerak athrokinematik traksinya selalu ke arah lateral searah acromion ditarik.

MLPP pada posisi netral dan CPP pada posisi 90˚ abduksi. Capsular

pattern nyeri pada LGS ekstrem terutama horizontal adduksi dan elevasi

penuh.

c. Sternoclavicular Joint

Merupakan sendi jenis saddle joint dimana clavicula concave ke arah anteroposterior dan convex ke arah craniocaudal.

Gerak fisiologis dalam klinis seperti pada acromioclavicular joint sesuai gerak osteokinematiknya, sedangkan gerak athrokinematiknya caudal translasi – cranial translasi, dan saat protraksi – retraksi terdapat unsur athrokinematik ventral – dorsal translasi.

(9)

Gerak athrokinematik traksi selalu searah dengan tarikan sepanjang axis clavicula.

MLPP posisi netral dan CPP posisi 90˚ abduksi terutama horizontal adduksi dan elevasi penuh.

d. Scapulothoracal Joint

Bukan merupakan sendi yang sebenarnya, tetapi merupakan pertemuan antara scapula dengan dinding thorak yang dibatasi oleh m. subscapular

dan m. serratus anterior, dan dipertahankan oleh otot-otot trapezius, rhomboideus mayor-minor, serratus anterior, dan levator scapula, serta

bersama sternoclavicular joint merupakan tempat bertumpunya extremitas atas terhadap tubuh.

Gerakan yang terjadi pada scapulothoracal adalah elevasi-depresi sesuai dengan translasinya, dan abduksi-adduksi sesuai dengan translasinya. Gerak traksinya adalah gerak scapula menjauh terhadap dinding thorak.

e. Suprahumeral Joint

Merupakan celah antara acromion bagian atas dan head of humeri bagian bawah. Terdapat bursa subdeltoidea atau subacromialis dan rotator cuff

muscles ( m.subscapularis, m.supraspinatus, dan m.infraspinatus) serta

tendon long head biceps.

Ketika abduksi – elevasi terjadi benturan antara head of humeri dengan acromion, diantisipasi dengan eksternal rotasi humerus dan atau abduksi scapula dan penekanan jaringan isi suprahumeral.

(10)

Gambar : 2.3 Tulang dan Sendi Bahu

Sumber : www.orthogastonia.com/ patient_ed/html_pages/s...

2.2.3 Struktur Jaringan Lunak

Stabilitas sendi glenohumeral sebagian besar bergantung pada struktur jaringan di sekitarnya. Persendian Scapulohumeral dikelilingi dan diperkuat oleh 3 lapisan yang berbeda dan yang satu berada di dalam yang lainnya (tumpah tindih) kapsul sendi, rotator cuff dan bursa subacromial-subdeltoid (Gispen, 2001).

a. Kapsul Sendi

Jaringan synovial jaringan yang paling dekat dengan tulang-tulang Cartilago. Struktur fibrous mengelilingi permukaan caput humeri dua kali. Di bagian distal struktur firbous menyilang humerus ke arah Tuberositas

Mayor dan menyilang ke medial ke tingkat atas. Pada bagian proksimal,

pinggir posterior capsul masuk ke leher scapula dan pinggir anterior masuk ke dalam labrum glenoid yang berada di bawah tulang. Penyatuan capsul proksimal berhubungan dekat dan ada kaitannya dengan Labrum Glenoid. Capsul dan labrum tidak bisa artikan sebagai struktur yang berbeda.

(11)

Perbedaan lokasi yaitu pada capsular yang menyebar pada bagian inferior, superior dan tengah dari Ligament Glenohumeral.

Capsul sendi memiliki dua ciri normal :

(1) Axial yang menggantung di antara scapula dan humerus dan membantu untuk mengelevasikan lengan.

(2) Bursa subscapularis yang berada di bawah processus coracoideus, walaupun merupakan kantung yang berbeda, bursa subscapularis memiliki hubungan yang konsisten dengan capsul sendi.

b. Rotator cuff

Otot-otot utama pada shoulder terdiri dari m. supraspinatus, m.

infraspinatus, m. subscapularis, m. teres minor dimana ke 4 otot ini

disebut Rotator Cuff yang berada di sekitar bagian synovial capsul sendi dan beberapa area yang berhubungan dengannya.

Otot supraspinatus berorigo di bagian supraspinatus pada scapula dan berinsertio di bagian superior Tuberositas Mayor. Selama melakukan aktvfitas supraspinatus ditekan oleh sendi acromioclavicular dan Ligament

Coracoacromial. Otot infraspinatus berasal dari bagian infraspinatus pada

scapula dan insertionya pada bagian posterior dari Tuberositas Mayor. Teres minor yang fungsinya kurang pada rotator cuff dibandingkan supraspinatus berorigo pada bagian axila pada scapula berjalan ke permukaan inferior dari tuberositas mayor. Tendon yang terakhir yaitu subscapularis mempunyai origo di Fossa Subscpularis dan membentuk bagian anterior rotator cuff. Tidak seperti tendon pada supraspinatus,

(12)

infraspinatus dan teres minor, subscapularis berinsertio pada tuberositas minor, subscapularis tidak hanya bagian dari rotator cuff, tetapi juga berperan pada gerak internal rotasi shoulder.

Sebagai suatu kesatuan otot-otot pada rotator cuff hampir menempati bagian dalam antara caput humeri dan Processus Acromialis. Rotator cuff yang membungkus caput humeri dan memfiksasi caput humeri dalam glenoid dan menyebabkan caput humeri turun sebagai humerus dan menjadi abduksi oleh m. deltoid. Interaksi antara deltoid dan rotator cuff sangat complek, tapi secara essensial rotator cuff penyangga bagi m.

deltoid sebagai penggerak utama bagi gerak abduksi lengan. Untuk itu

kekuatan deltoid bergantung pada integritas rotator cuff. c. Bursa sub acromial – sub deltoid

Berada di luar rotator cuff sebagai lapisan ke 3 tipis dan jaringan lunak yang melapisi bagian permukaan anterior pada sendi glenohumeral. Sendi glenohumeral berisi bursa subacromial, yang berada di bawah tulang

Processus Acromion dan Bursa Subdeltoid yang berada di bawah otot

deltoid. Pada beberapa individu bursa Subcoracoid juga membentuk bagian bursa subacromial dan subdeltoid secara actual merupakan satu struktur dengan dua nama, namun kedua bursa tersebut dijadikan satu. d. Ligament Coracoacromial

Caput humeri dan tiga buah jaringan lunak diselubungi oleh Lengkung

Corocoacromial. Coracoacromial terdiri dari acromion, coracoid dan

(13)

coracoacromial merupakan akar untuk sendi glenohumeral. Fungsi ligament coracoacromial belum diketahui, namun berdasarkan hubungannya yang dekat dengan caput humeri, beberapa kelainan di sekitar tulang dapat menyebabkan gangguan abduksi yang akan menimbulkan tekanan, iritasi, dan yang buruk inflamasi pada bursa dan degenerasi rotator cuff. Supraspinatus yang berada paling proksimal dari lengkung coracoacromial, menjadi hal yang paling buruk.

2.2.4 Otot-otot pada sendi bahu

a. M. Supraspinatus mulai dari fasia supraspinata. Otot ini melewati capsula

articularis dan bersatu untuk mencapai fasies superior tuberculum majus. Otot ini memperkuat humerus pada lekuk sendi, menegangkan capsula

articularis dan abduksi lengan. Kadang-kadang terdapat bursa sinovial

dekat cavitas glenoidalis. Persyarafan N. suprascapularis C4-C6.

b. M. Infraspinatus mulai dari fossa infraspinata, spina scapula dan fasia infraspinata dan berjalan menuju tuberculum majus; permukaan tengah.

Otot ini memperkuat capsula articularis sendi bahu. Fungsi utama adalah rotasi eksternal lengan. Dekat dengan lekuk sendi sering terdapat bursa

subtendinea m. infraspinatus. persyarafan N. suprascapularis C4-C6.

c. M. Teres Minor mulai dari pinggir lateral scapula superior terhadap origo

m.teres mayor dan berinsertio pada permukaan bawah tuberculum majus.

Otot ini bekerja sebagai rotasi lateralis lengan yang lemah. Persyarafan N.

(14)

d. M. deltoideus dibagi atas tiga bagian pars clavicularis, pars acromialis dan

pars spinalis. Pars clavicularis berasal dari sepertiga lateral clavicula dan pars spinalis berasal dari pinggir bawah spina scapula. Ketiga bagian ini

melekat pada tuberositas deltoidea. Pada daerah tuberculum majus humeri terdapat bursa subdeltoidea. Otot ini sangat penting sebagai abductor sendi bahu. Persyarafan N. axillaris (circumflexus) C4-C6.

e. M. Subscapularis berasal dari fossa subscapularis dan berinsertio pada tuberculum minor dan bagian proksimal crista tuberculi minoris. Dekat perlekatan antara m.subscapularis dan capsula articularis terdapat bursa

subtendinea dan basis proccecus coracoideus terletak bursa subcoracoidea. Kedua bursa berhubungan dengan cavum articularis. Otot

ini bekerja untuk rotasi medialis lengan atas. Persyarafan N. subscapularis C5-C8.

f. M. Teres Mayor mulai dari margo lateralis scapula dekat angulus inferior, berinsertio pada crista tuberculi minoris, dekat bursa subtendinea m.teres

mayor. Fungsi utama adalah retroversi lengan atas ke arah garis tengah,

yang memerlukan gerakan retroversi serempak dengan gerakan rotasi medialis. Otot ini juga membantu gerakan adduksi. Persyarafan N.

thoracodorsalis C6-C7.

g. M. latissimus Dorsi merupakan otot yang paling lebar pada manusia. Otot

ini berorigo di proceccus spinosus sacrum, lumbal dan thorakal bawah (di bawah Th6) dan pada ligament supraspinal melalui fascia

(15)

berinsertio di sulcus intertubecularis humeri. Persyarafan N. thoracodorsalis C6-C8.

h. M. Coracobrachialis berasal dari proceccus coracoideus bersama-sama dengan caput brevis m.biceps brachii. Otot ini berinsertio pada fasies

medialis humeri pada lanjutan crista tuberculi minoris. Otot ini melakukan

anteversi lengan atas dan juga mempertahankan caput humeri pada lekuk sendi. Persyarafan N. musculocutaneus C6-C7.

i. M. Pectoralis Minor adalah otot bahu yang tidak berinsertio pada tulang-tulang anggota badan bebas. Otot ini menurunkan dan rotasi scapula. Persyarafan N. pectoralis medialis C6-C8.

j. M. Pectoralis Major merupakan otot yang kuat, mempunyai 4 sisi pada saat lengan tergantung ke bawah dan berbentuk segitiga bila lengan diangkat. Otot ini membentuk dasar otot plica axillaries anterior. Persyarafan N. pectoralis lateralis dan medialis C5-Th1.

Gambar : 2.4 Tulang dan otot Bahu

(16)

2.2.5 Gerakan abduksi pada Bahu

Gerakan abduksi shoulder ini adalah gerakan yang banyak atau sering digunakan dalam berbagai aktivitas selain gerakan fleksi juga banyak mendukung dalam penggunaannya, tetapi pada gerakan abduksi ini biasanya berdampak langsung dalam terjadinya keterbatasan gerak pada kasus Frozen Shoulder khususnya. Dimana gerakan abduksi ini dilakukan oleh m.deltoideus medial dan

m.supraspinatus sehingga apabila terjadi keterbatasan gerak perlu juga

diperhatikan kedua otot ini selain capsul ligament dan persyarafannya juga perlu diperiksa (Darlene dkk, 2006).

“Pada abduksi lengan terjadi gerakan glenohumeral joint dan

scapulathoracic articulation dengan perbandingan 2:1 ratio yang berarti untuk

setiap 3° abduksi terjadi 2° glenohumeral joint dan 1° pada scapulothoracic

articulation. Pemeriksaannya dapat dilakukan dengan cara, Fisioterapist berdiri di

belakang pasien dan memegang scapula pasien pada sudut inferior sementara tangan yang satunya bebas untuk mengabduksi lengan pasien. Scapula tidak akan bergerak hingga lengan abduksi sekitar 20° (yang ditandai dengan bebas bergerak

glenohumeral). Pada saat itu humerus dan scapula bergerak bersama dengan

perbandingan sekitar 2:1 untuk abduksi secara lengkap. Jika glenohumeral tidak dapat bergerak pada ratio yang normal dengan scapulothoracic articulatio, seperti ditahan/tetap pada posisi abduksi kemungkinan pasien mengalami frozen shoulder dimana pasien hanya mampu menggerakan shouldernya sejauh 90° untuk abduksi dengan sedikit menggunakan gerakan scapulothoracic.

(17)

Alternatif metode yang efektif pada tes abduksi adalah dengan menahan scapula dan tempatkan tangan pemeriksa pada acromion selama melakukan tes. Hal ini menjamin terjadinya sedikit gerakan scapulothoracic yang secara relatife diikuti glenohumeral. Letakan tangan pemeriksa dengan segera pada bagian

superior elbow joint (dengan demikian glenohumeral joint terisolasi dengan

kedua tangan pemeriksa), kemudian gerakan lengan secara pelan ke lateral dan angkatlah ke atas sejauh kemampuannya (Darlene dkk, 2006).

2.2.6 Osteokinematik dan Athrokinematik Glenohumeral Joint

Sebelum melakukan tindakan dengan teknik terapi tertentu hal yang mutlak harus diketahui oleh fisioterapis adalah memahami mekanisme osteokinematik dan arthokinematik khususnya dengan problematik Frozen

shoulder yang berkaitan dengan gerak oleh keterbatasan sendi.

Osteokinematika adalah gerakan yang terjadi pada tulang. Glenohumeral

joint mempunyai 3derajat kebebasan gerak yaitu fleksi-ekstensi, abduksi-adduksi, internal-ekternal rotasi (Wilmore,1999).

Arthokinematika adalah gerakan yang terjadi pada permukaan sendi. Pada

Glenohumeral Joint gerakan fleksi-ekstensi dan abduksi-adduksi terjadi karena

roll dan slide caput humeri pada Fossa Glenoidalis. Arah slide berlawanan arah dengan shaft humeri. Caput humeri slide ke arah poterior dan inferior pada gerakan fleksi, ke arah anterior dan superior pada gerakan adduksi. Pada gerakan eksternal rotasi, caput humeri slide pada fossa glenoidal ke arah anterior dan pada gerakan internal rotasi slide ke arah posterior (Wilmore,1999).

(18)

2.2.7 Proses Keterbatasan Gerak pada Frozen Shoulder

“Frozen shoulder biasanya menimbulkan nyeri dan kekakuan sendi

sehingga terjadi keterbatasan gerak. Pada bahu itu sendiri banyak gerakan yang terjadi di dalamnya yang mengalami keterbatasan gerak seperti eksternal rotasi lebih terbatas dari abduksi lebih terbatas dari internal rotasi. Bila di dalam pembatasan gerak kita menemukan pola capsuler seperti itu maka diagnosis frozen

shoulder sudah pasti dengan penyebab yang tidak jelas (Boulware, 2000).

Pada frozen shoulder terjadi keterbatasan gerak pada pola capsuler sendi bahu, meskipun meninggalkan rasa sakit biasanya tidak diiringi oleh kelainan di dalam foto ronsen, tetapi menunjukan adanya pembatasan gerak.

Penyebab keterbatasan lingkup gerak sendi glenohumeral adalah berkurangnya cairan sinovial pada sendi sehingga terjadi perubahan kekentalan cairan tersebut yang menyebabkan penyusutan pada kapsul sendi, sehingga sifat ekstensibilitas pada kapsul sendi berkurang dan akhirnya terjadi perlengketan. Timbulnya juga abnormal crosslink sehingga terjadi pemendekan serabut collagen yang menyebabkan otot menjadi tidak elastis lagi serta sirkulasi yang lambat juga dapat menyebabkan kekakuan sendi.

Sindroma nyeri bahu hampir selalu didahului atau ditandai dengan adanya rasa nyeri pada bahu terutama pada saat melakukan aktivitas gerakan yang melibatkan sendi bahu sehingga yang bersangkutan ketakutan menggerakkan sendi bahu terutama gerakan fleksi dan abduksi. Keadaan seperti ini apabila dibiarkan dalam waktu yang relatif lama dapat menyebabkan bahu menjadi kaku (Boulware, 2000).

(19)

Oleh sebab itu terjadi keterbatasan dalam melakukan aktivitas seperti menyisir rambut, mengambil benda yang tinggi, mengancingkan bra, mengonde rambut, mengangkat gayung pada saat mandi dan lain sebagainya.

2.3 Lingkup Gerak Sendi

2.3.1 Definisi

Merupakan ruang gerak atau lingkup batas gerakan dari suatu kontraksi otot dalam melakukan gerakan pada sendi fungsional tertentu. Lingkup gerak sendi adalah besarnya gerak nyata yang terjadi pada satu persendian pada axis gerakan tertentu dari tubuh dalam satuan derajat (Kisner&Colby, 2007).

Hal ini dikategorikan dalam dua macam: Apakah otot tersebut dapat memendek secara penuh atau tidak penuh. Apakah otot tersebut dapat memanjang secara penuh atau tidak penuh.

2.3.2 Macam-macam tingkatan LGS

a. Inner Range

Merupakan bagian dari lingkup gerak sendi, dimana otot tersebut mendekati posisi paling memendek. Dalam hal ini kerja otot dapat kosentrik maupun eksentrik.

b. Outer Range

Merupakan bagian dari lingkup gerak sendi, dimana otot tersebut mendekati posisi paling memanjang (terulur penuh). Dalam hal ini tipe kerja otot dapat kosentrik maupun eksentrik

(20)

c. Middle Range

Merupakan bagian dari lingkup gerak sendi, dimana otot dalam posisi tidak memendak penuh dan tidak memanjang penuh. Posisi ini merupakan lingkup gerak sendi yang paling dominan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.

d. Full Range

Merupakan lingkup gerak sendi yang penuh. Dalam hal ini otot berkontraksi secara isotonic dan bekerja secara eksentrik dari posisi memendek penuh ke posisi memanjang atau terulur penuh, atau sebaliknya otot berkontraksi secara isotonic dan bekerja secara kosentrik dari posisi memanjang atau terulur penuh ke posisi memendek penuh.

Antar gerakan yang ada tersedia pada suatu sambungan disebut Lingkup gerak sendi (LGS). Posisi awal atau anatomis adalah cara yang tepat untuk mengukur LGS. Tiga sistem sudah digunakan sebagai notasi dalam pengukuran LGS adalah sistem notasi 0˚ - 180˚, sistem notasi 180˚ - 0˚ dan sistem notasi 360.

2.3.3 Faktor yang Mempengaruhi LGS a. Usia

Beberapa peneliti telah menguji efek yang terjadi dari pengaruh usia terhadap lingkup gerak sendi pada ekstremitas dan spine. Dalam perbandingan dengan remaja, Kelompok dengan usia muda mempunyai derajat fleksi hip, abduksi hip, lateral rotasi hip, dorsifleksi ankle, dan gerakan siku yang lebih banyak dibandingkan dengan usia dewasa tua.

(21)

a. Jenis Kelamin

Pengaruh dari jenis kelamin terhadap lingkup gerak sendi adalah berdasarkan dari ekstremitas dan spine yang merupakan sendi dalam tubuh juga gerakan yang spesifik lainnya. Ditemukan pada wanita antara usia 21 sampai 69 tahun mempunyai gerakan ekstensi hip yang kurang dibandingkan pria, tetapi lebih banyak kepada gerakan fleksi hip dari pada pria dengan usia yang sama. Sehingga dengan adanya kelainan inklinasi di daerah hip ini juga dapat mempengaruhi perbedaan dari LGS yang ada antara pria dan wanita juga pada anggota sendi lainnya yang memang berbeda.

b. Lingkup Gerak Sendi Aktif

Lingkup gerak sendi aktif dikerjakan oleh individu itu sendiri sesuai dengan kemampuannya untuk menggerakan sendinya. Pemeriksaan lingkup gerak sendi aktif ini diperlukan apabila saat melakukan gerakan kemudian diikuti oleh rasa nyeri dan keterbatasan gerak maka perlu dilakukan beberapa test untuk membuktikan masalah apa yang terjadi, tetapi apabila tidak ada gangguan pada saat melakukan gerakan aktif maka tidak diperlukan adanya test.

c. Lingkup Gerak Sendi Pasif

Lingkup gerak sendi pasif dikerjakan oleh bantuan Fisioterapist dimana pasien hanya mengikuti gerakan yang ada. Dalam hal ini pasien harus rileks dalam pelaksanaannya. Pada pemberian pasif ini biasanya lebih banyak derajat gerakan yang terjadi daripada saat melakukan secara aktif,

(22)

yang dikarenakan pada lingkup gerak sendi pasif ini adanya bantuan dari tenaga luar (Fisioterapist) untuk melakukan gerakan. Sehingga akan semakin mudah dalam melakukan gerakan dan dapat dilakukan dengan lingkup gerak sendi penuh.

2.3.4. Lingkup Gerak Sendi Abduksi Shoulder.

Frozen shoulder atau Adhesive Capsulitis adalah suatu patologi gerak

bahu yang ditandai nyeri dan kekakuan pada pola capsuler apabila digerakan sepanjang lingkup geraknya ,penyebabnya dapat akibat immobilisasi atau karena patologi lain. Faktor - faktor terjadinya Frozen Shoulder diawali oleh adanya proses patologi di sekitar glenohumeral joint atau di kapsul sendi yang berasal dari jaringan rotator cuff,bursa dan lainnya yang berkaitan dengan proses degenerasi,di mana proses pemulihannya berjalan lambat sehingga dibutuhkan immobilisasi. Faktor lain karena adanya nyeri meningkatkan spasme otot yang mengakibatkan keterbatasan gerak dan nyeri meningkat, dikenal dengan nama autoimmobilisasi (Darlene, 2006).

Adanya suatu cidera dari jaringan lunak sekitar sendi seperti m. Infraspinatus, m.subscapularis, m.supraspinatus, bursa deltoidea, akan menimbulkan nyeri gerak akibat penekanan jaringan tersebut. Lebih lanjut otot akan tegang sebagai reaksi adanya nyeri tekan yang dikenal sebagai guarding spasme. Akibat dari spasme akan diikuti autoimmobilisasi yang menyebabkan makin terbatasnya lingkup gerak sendi glenohumeral tersebut.

(23)

2.3.5. Mekanisme penurunan LGS Abduksi shoulder pada Frozen Shoulder Pada keterbatasan gerak secara histologis dijumpai abnormal crosslink pada serabut collagen system kapsul ligamentair dalam posisi bergelombang perekatan inilah yang menimbulkan kontraktur jaringan ikat sendi. Dengan memutuskan abnormal crosslink dapat mengarahkan serabut colagen sehingga didapatkan pemulihan elastisitas jaringan. Pada otot yang di immobilisasi pada posisi memendek akan terjadi penurunan sejumlah sarkomer sehingga dijumpai pemendekan dari otot itu sendiri, apabila terjadi peregangan pada otot maka dapat meningkatkan tonus atau ketegangan myofibril dan menimbulkan nyeri, sehingga terjadi keterbatasan gerak. Pada sirkulasi terjadi penurunan sirkulasi atau mikro sirkulasi yang dapat menyebabkan kadar matrik menurun, sehingga jaringan ikat cenderung meningkatkan viscositas dan menjadi kental atau padat. Pada syaraf adanya rasa nyeri akan menimbulkan penurunan ambang rangsang A delta sehingga terjadi hiperallgesia atau bahkan allogenia yang apabila terjadi peregangan kecil saja dapat menimbulkan nyeri yang berakibat autoimmobilisasi yang lebih kuat, sehingga terjadi keterbatasan gerak. Dikarenakan kelainan pada

Frozen Shoulder abduksi pada pola kapsuler mengakibatkan salah satu gerakan

yang terjadi adalah abduksi shoulder.

2.4 Micro Wave Diathermy 2.4.1 Definisi

Micro Wave Diathermy merupakan terapi dengan menggunakan stressor

(24)

frekuensi 2450 MHz dengan panjang gelombang 12,25 cm. MWD merupakan gelombang elektromagnetik yang dipancarkan secara radiasi sehingga sedikit sifat dielektrik jaringan, sehingga medan listrik tidak terpusat pada benda metal atau dielektrik tinggi yang terdapat pada tubuh atau permukaan menonjol yang menonjol meskipun akan cepat terasa panas (Prentice William, 2002).

2.4.2 Produksi dan Penerapan

Prinsip produksi gelombang mikro pada dasarnya sama dengan arus listrik bolak-balik frekuensi tinggi yang lain, hanya untuk memperoleh frekuensi yang lebih tinggi lagi diperlukan suatu tabung khusus yang disebut magnetron. Magnetron ini memerlukan waktu untuk pemanasan, sehingga output belum diperoleh segera setelah mesin dioperasikan. Untuk itu mesin dilengkapi dengan tombol pemanasan agar mesin tetap dalam posisi dosis nol antara pengobatan satu dengan yang berikutnya. Pada posisi tersebut tabung tetap mendapatkan arus listrik, tetapi dosis ke pasien nol, sehingga terhindar dari seringnya perubahan panas (Prentice William, 2002).

Arus dari mesin mengalir ke elektroda melalui co-axial cable, yaitu suatu kabel yang terdiri dari serangkaian kawat di tengah yang diselubungi oleh selubung logam yang dikelilingi suatu benda isolator. Kawat dan selubung logam tadi berjalan sejajar dan membentuk sebagai kabel output dan kabel bolak-balik dari mesin. Konstruksi kabel semacam ini diperlukan untuk arus frekuensi yang sangat tinggi dan panjangnya tertentu untuk suatu frekuensi tertentu pula (Prentice William, 2002).

(25)

Co-axial cabel ini menghantar arus listrik ke sebuah area dimana

gelombang mikro dipancarkan. Area ini dipasang oleh suatu reflektor yang dibungkus dengan bahan yang dapat meneruskan gelombang elektromagnetik. Konstruksi ini dimaksudkan untuk mengarahkan gelombang ke jaringan tubuh yang disebut emitter, director, atau aplicator atau sebagai electrode (Prentice William, 2002).

2.4.3 Penerapan pada Jaringan

Emitter yang sering juga disebut elektrode atau magnetode terdiri dari

serial, reflektor, dan pembungkus. Emitter ini bermacam-macam bentuk dan ukurannya serta sifat energi elektromagnetik yang dipancarkan. Antara emitter dan kulit di dalam tehnik aplikasi terdapat jarak berupa udara. Pada emitter yang berbentuk bulat sedang maka medan elektromagnetik yang dipancarkan berbentuk sirkuler dan paling padat di daerah tepi. Pada bentuk segiempat medan elektromagnetik yang dipancarkan berbentuk oval dan paling padat di daerah tengah (Prentice William, 2002).

2.4.4 Efek Fisiologis

Dengan diserapnya gelombang Micro Wave Diathermy dalam jaringan, menimbulkan produksi panas, tetapi bentuk distribusinya berbeda dengan pemanasan yang lain. Daya tembusnya lebih dalam daripada sinar infra merah, tetapi tidak dapat melintas seluruh jaringan tubuh seperti Short Wave Diathermy (Prentice William, 2002).

(26)

Gelombang Micro Wave Diathermy banyak diserap oleh air, sehingga jaringan yang banyak mengandung cairan mendapatkan panas paling banyak. Jaringan yang banyak mengandung darah lebih banyak menerima panas daripada jaringan lemak (Prentice William, 2002).

Perubahan Temperature a. Reaksi Lokal Jaringan

Meningkatkan metabolisme sel – sel lokal ± 13 % tiap kenaikan temperature 1˚ C,

Meningkatkan vasomotion sphincter sehingga timbul homeostatik local dan akhirnya terjadi vasodilatasi local.

b. Reaksi General

Mungkin dapat terjadi kenaikan temperature, tetapi perlu dipertimbangkan karena penetrasinya dangkal ± 3 cm dan aplikasinya local.

c. Consensual Efek

Timbul respon panas pada sisi kontralateral dari segment yang sama. Dengan penerapan Micro Wave Diathermy, penetrasi dan perubahan temperatur lebih terkonsentrasi pada jaring otot yang lebih banyak mengandung cairan dan darah.

Jaringan Ikat : Meningkatkan elastisitas jaringan ikat lebih baik seperti jaringan collagen kulit, otot, tendon, ligament dan kapsul sendi akibat menurunnya viskositas matriks jaringan tanpa menambah panjang matriks, tetapi terbatas pada jaringan ikat yang letak kedalamannya ± 3 cm.

(27)

Jaringan Otot : Meningkatkan elastisitas jaringan otot dan menurunkan tonus melalui normalisasi nocicencorik.

Jaringan Syaraf : Meningkatkan elastisitas pembungkus jaringan syaraf, meningkatkan konduktivitas serta ambang rangsang syaraf.

2.4.5 Efek Teraupetik

a. Penyembuhan luka pada jaringan lunak

Meningkatkan proses perbaikan atau reparasi jaringan secara fisiologis. b. Nyeri, hipertonus dan gangguan vaskularisasi

Menurunkan nyeri, normalisasi tonus otot melalui efek sedatife serta perbaikan metabolisme.

c. Kontraktur jaringan lemak

Dengan peningkatan elastisitas jaringan lemak, maka dapat mengurangi proses kontraktur jaringan. Ini dimaksudkan sebagai persiapan sebelum pemberian latihan.

d. Gangguan konduktivitas dan threshold jaringan syaraf

Apabila elastisitas dan threshold jaringan syaraf semakin membaik, maka konduktivitas jaringan syaraf akan membaik pula. Proses ini melalui efek fisiologi.

2.4.6 Indikasi

Kondisi inflamasi subakut dan kronik, spasme otot dan jaringan kolagen, kelainan tulang, sendi dan otot dan kelainan syaraf perifer (neuritis).

(28)

2.4.7 Kontra Indikasi

Pemakaian implant pacemaker, metal didalam jaringan dan permukaan jaringan, gangguan sensasi panas, perdarahan, malignant tumor, trombosis vena, dan pasien dengan gangguan kontrol gerakan atau tidak bisa bekerja sama.

2.4.8 Mekanisme Peningkatan LGS abduksi oleh MWD

Pemberian MWD dapat berpengaruh terhadap penguranagn nyeri dengan cara meningkatkan elastisitas pembungkus jaringan saraf, meningkatkan aktivitas neurotransmiter serta ambang rangsang saraf. Pada mild heat dapat memblok nyeri pada kornu posterior oleh serabut termosensor. Pada dosis tinggi dan waktu yang lama menyebabkan penurunan nyeri yang diakibatkan stimulus C yang merangsang hipotalamus untuk memproduksi endorphin. Selain itu MWD juga menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah lokal sehingga dapat terjadi peningkatan sirkulasi yang menyebabkan peningkatan penyerapan kembali iritan nyeri seperti alogen –asam laktat, sehingga nyeri berkurang serta terjadi relaksasi otot yang diikuti dengan berkurangnya spasme otot sehingga LGS bertambah.

Selain itu efek termal MWD dapat juga meningkatkan elastisitas jaringan ikat seperti jaringan kolagen kulit, otot, tendon, ligamen dan kapsul sendi akibat menurunnya viskositas metriks jaringan tanpa menambah panjang matriks, perbaikan sirkulasi dan kadar air dalam metriks jaringan ikat. Meningkatnya kadar air tersebut menyebabkan komposisi GAG dan air pada jaringan ikat meningkat, sehingga viskositas menurun mobilitas kolagen lebih mudah sehingga meningkatkan daya regang yang pada akhirnya terjadi peningkatan LGS.

(29)

Gambar 2.5 : Micro Wave Diathermy Sumber : www.enraf-nonius

2.4.9 Prosedur Penerapan a. Persiapan alat

Semua tombol dalam keadaan nol, merapikan kabel penghubung jangan sampai ada kabel yang bersilang, kabel utama disambungkan ke sumber listrik, naikan intensitas sedikit demi sedikit, setelah dipanaskan.

b. Persiapan subjek

Sebelum pemberian terapi, subjek terlebih dahulu diberikan penjelasan mengenai cara kerja alat, indikasi dan kontraindikasinya, posisi subjek dalam keadaan senyaman mungkin dan tidur terlentang di bed terapi, daerah yang akan diberi terapi dijauhkan dari pakaian dan logam.

c. Pelaksanaan Terapi

Dosis yang diberikan:, durasi : 10 menit, intensitas : Sub thermal, emitter diatur jaraknya dengan kulit yang akan diterapi. Pada penelitian ini maka peneliti memberikan jarak 3 cm sebagai space udara dari emitter ke kulit.

(30)

Jika waktu habis : tekan kembali tombol power ke posisi of, lepas kabel utama dari sumber arus listrik, rapikan kembali kabel yang telah digunakan.

.

Gambar 2.6 : Aplikasi MWD Sumber : Dokumen Pribadi

2.5 TENS

2.5.1 Definisi

TENS merupakan suatu cara pengunaan energi listrik untuk merangsang

system syaraf melalui permukaan kulit dan terbukti efektif untuk merangsang berbagai tipe nyeri, karena mampu menstimulasi baik syaraf berdiameter besar maupun syaraf berdiameter kecil yang akan menyampaikan berbagai informasi sensoris ke syaraf pusat (Kuntono, 2000).

Pengunaan TENS dibatasi pada pengunaan arus dengan intensitas rendah untuk mengontrol nyeri, pada penggunaan TENS tersedia beragam jenis arus,

(31)

beberapa berbentuk monophasic, seperti short-pulse, tetapi yang paling utama berbentuk simetris atau biphase asimetri. Durasi arusnya sekitar 10ms sampai 400ms. Sedangkan frekuensinya berkisar antara 2-200Hz, voltasenya juga beragam, hanya saja di batasi pada amplitude yang rendah, dengan nilai maksimum 50mA-100mA(Kuntono, 2000).

Stimulus dari TENS berupa kontraksi otot secara pasif, ini terjadi dengan meningkatkan jumlah pulse pendek pada frekuensi 30-100Hz, untuk menghasilkan kontraksi otot sesuai dengan tujuan terapi, modalitas TENS dapat dimodifikasi baik arus maupun frekuensinya (Kuntono, 2000).

Gambar 2.7 : Electroterapy/TENS Sumber : www.enraf-nonius

2.5.2 Efek Kerja.

Berperan dalam stimulasi antidonrik di sistem syaraf afferent. Stimulasi antidonrik ini akan menghambat penghantaran nyeri dari nociceptor sampai medulla spinalis, sistem ini juga merangsang pelepasan subsansi p dari neuron sensorik di sekitar arteri, sehingga menyebabkan vasodilatasi (Kuntono, 2000).

(32)

Meningkatkan aliran darah pada jaringan yang rusak, dimana efek dari peningkatan aliran darah pada jaringan akan meningkatkan substansi yang memproduksi nyeri seperti bradikinin dan histamine (Kuntono, 2000).

Mengaktifkan sistem syaraf simpatis. Aktifnya system syaraf simpatis ini dapat meningkatkan aliran darah secara tidak langsung ke jaringan otot yang mengalami gangguan, sehingga dapat juga menghilangkan stimulus nyeri kimia (Kuntono, 2000).

Mengaktifkan sistem syaraf berdiameter besar yaitu Aα dan Aß yang memiliki ambang yang lebih kecil dibandingkan syaraf berdiameter kecil, yaitu syaraf Að dan tipe C. Aktifnya syaraf berdiameter besar ini akan mempermudah interneuron pada substansia gelatinosa, untuk menghalangi input syaraf yang berdiameter kecil ke sel-sel transmisi melalui inhibisi pre-sinaps, sehingga nyeri di hambat oleh stimulasi elektrik dengan menutup gerbang bagi input nyeri (Kuntono, 2000).

Merangsang pelepasan endoprin-dependent system dan seratoni-dependent oleh tubuh. Pelepasan system dirangsang oleh TENS frekuensi rendah dengan merangsang reseptor sensorik.

2.5.3 Mekanisme Peningkatan LGS oleh TENS

Pemberian TENS pada frozen shoulder dapat menurunkan nyeri, baik dengan cara peningkatan vaskualarisasi pada jaringan yang rusak tersebut, maupun melalui normalisasi saraf pada level spinal maupun supraspinal, sehingga dengan berkurangnya nyeri pada bahu didapatkan grerakan yang lebih ringan dan

(33)

LGS bahu dapat meningkat. Efek TENS terhadap pengurangan nyeri juga dapat mengurangi spasme dan meningkatkan sirkulasi, sehingga memutuskan lingkaran “vicous circle of reflekx´yang pada akhirnya dapat meningkatkan LGS.

TENS efektif mengurangi nyeri melalui aktivasi saraf berdiameter besar

dan kecil melalui kulit yang selanjutnya akan memberikan imformasi sensoris ke saraf pusat. TENS mengurangi nyeri dikaitkan melalui sistem reseptor nosiseptif bukan akhiran saraf bebas, melainkan Flexus saraf halus tak bermyelin yang mengelilingi jaringan dan pembuluh darah.

Selain itu pengurangan nyeri yang ditimbulkan oleh TENS dapat meningkatkan kekuatan otot karena menormalkan aktifitas dari α motor sehingga otot dapat berkontraksi secara maksimal, dan berkurangnya “refleks exitability” dari beberapa otot antagonis gelang bahu sehingga otot agonis dapat melakukan gerakannya, dan karena stabilitas terbesar pada sendi bahu oleh otot, maka meningkatkan mobilitas sendi bahu sehingga LGS meningkat.

2.5.4 Indikasi

a. Sakit Neurologi : Bell’s Palsy, Spinal Cord Injuri, Erb paralysis, trigeminal neuralgia.

b. Sakit Muskuloskeletal : Yang berhubungan dengan sendi seperti Rheumatoid arthritis dan osteoarthritis, sakit setelah operasi, dan LBP. c. Viseral pain dan dysmenore.

d. Gangguan lain : Angina pectoris, keterbatasan gerak pada beban pikulan, post fraktur.

(34)

2.5.5 Kontra Indikasi

Pireksia, tumor, tuberculosis, inflamasi terlokalisir, thrombosis, kehamilan, pacu jantung, metal implant.

2.5.6 Prosedur Aplikasi a. Persiapan Alat.

Semua tombol dalam posisi nol. Pad dibasahi terlebih dahulu, untuk pad yang memerlukan gel, gel di letakkan pada permukaan pad yang akan kontak dengan kulit pasien.

b. Persiapan Pasien.

Pasien di posisikan tidur terlentang senyaman mungkin dibed terapi, berikan penjelasan mengenai cara kerja dan efek dari alat yang akan di gunakan. Pastikan daerah yang akan di pasang pad elektroda tidak tertutup oleh pakaian dan penutup lainnya.

c. Tehnik Aplikasi.

Ke 2 elektroda di atas m.supraspinatus depan dan belakang atau di dapat juga diletakkan di pain point dan cervical, nyalakan alat dan atur waktu sekitar 10 menit, naikkan intensitas secara perlahan sampai pasien merasa aliran listrik atau terlihat adanya kontraksi dari otot, namun tidak menimbulkan nyeri, observasi pasien secara berkala.

(35)

Gambar 2.8 : Aplikasi TENS Sumber : Dokumen Pribadi

2.6 Stretching

2.6.1 Definisi

Stretching adalah pernyataan umum yang digunakan sebagai tehnik

terapeutis yang dirancang untuk memperpanjang struktur jaringan lunak yang memendek secara patologi dan secara tidak langsung meningkatkan lingkup gerak sendi (Kisner&Colby, 2007).

Stretching melibatkan perpanjangan serabut otot. Seberapa jauh otot dapat

diregangkan tergantung dari fleksibilitas otot itu sendiri. Fleksibilitas adalah kemampuan untuk menggerakkan otot beserta persendian pada seluruh daerah pergerakan. Meskipun demikian peregangan hanya bermanfaat apabila dilakukan secara benar sebagaimana seharusnya untuk dilakukan (Kisner&Colby, 2007).

(36)

2.6.2 Reflek meregang

Merupakan suatu operasi dasar dari system syaraf yang membantu menjaga kesehatan otot dan mencegah luka. Stretch reflek ini dapat kita identifikasikan pada saat otot diregangkan. Otot yang sedang merengang, akan memanjang (menjadi lebih panjang) pada serat-serat otot (yaitu serat-serat extrafusal) dan muscle spindelnya. Perubahan bentuk pada muscle spindle tersebut mengakibatkan terjadinya pembakaran pada stretch reflex, kemudian terjadilah kontraksi otot.

a. Pasif Stretching

Pada saat pasien rileks diberikan force dari luar secara manual atau mekanik untuk memperpanjang jaringan yang memendek.

b. Aktif Inhibisi

Pasien berpartisipasi selama dilakukan stretching untuk menginhibisi tonus pada otot yang tegang.

c. Latihan Fleksibilitas

Stretching dan fleksibilitas seringkali digunakan secara bergantian.

2.6.3 Aplikasi Mekanik Jaringan Kontraktil

Komposisi utama dari otot adalah jaringan kontraktil, tapi otot menempel dan diselubungi oleh jaringan non kontraktil seperti tendon dan fasia. Pergerakan otot dibentuk oleh jaringan ikat bukan oleh komponen aktif kontraktil yang merupakan pemberian tahapan pasif utama untuk memanjangkan otot-otot (Kisner&Colby, 2007).

(37)

a. Element Kontraktil Otot

Otot seseorang terdiri dari banyak serabut otot. Sebuah serabut otot dibentuk dari myofibril dan sebuah myofibril berisi sarcomere yang membentang secara berseri. Sarcomere merupakan unit kontraktil dari myofibril dan berisi penyilangan dari aktin dan myosin. Sarcomere memberi kemampuan bagi otot untuk berkontraksi dan rileksasi. Saat otot berkontraksi, filament aktin dan myosin saling mendekat dan otot akan memendek dan saat otot rileksasi, penyilangan tersebut sedikit menjauh dan otot kembali kepanjangnya saat dalam keadaan istirahat.

b. Respon Mekanik dari unit kontraktil dalam stretch.

Saat otot di stretch secara pasif mulai terjadi pemanjangan otot. Pada komponen elastis dan tonus meningkat secara tajam.

2.6.4 Indikasi dan Tujuan Stretching a. Indikasi

Bila rentang gerakan terbatas sebagai hasil dari kontraktur, adhesion dan formasi jaringan bekas luka, mengarah kepada pemendekan otot jaringan konektif dan kulit.

Terhambatnya aliran sirkulasi darah, adanya nyeri. b. Tujuan

Tujuan menyeluruh dari stretching adalah untuk memperoleh kembali rentang normal dari gerak sendi dan mobilitas jaringan lunak yang

(38)

menyelubungi sendi, mencegah atau meminimasi resiko cedera musculotendinous terkait dengan aktivitas fisik spesifik dan olahraga.

2.6.5 Mekanisme Peningkatan LGS oleh Stretching

Pada saat bahu dilakukan stretching pasif untuk menambah LGS abduksi terjadi peregangan otot secara tiba-tiba, akan timbul stretch reflex selanjutnya terjadi kontraksi otot. Sementara itu otot tersebut akan lebih lama rileks selama peregangan. Selama terjadinya peregangan, lapisan fasia yang menyelubungi otot akan mengalami perubahan panjang menjadi semipermanen. Lapisan ini meliputi epymisium, endomesium dan perimesium. Jaringan-jaringan tambahan yang beradaptasi dengan peregangan akan berubah fungsinya menjadi tendons, ligament, fasia dan jaringan scar dimana otot-otot utama pada shoulder adalah m .supraspinatus, m. Infraspinatus, m. Subscapularis, m. Teres minor dimana ke 4 otot ini disebut Rotator cup yang berada disekitar bagian synovial capsul sendi (kisner&Colby, 2007).

Pada akhirnya, peregangan dapat menstimulasikan produksi dan penyimpanan suatu bahan yang menyerupai gel yang disebut glycoaminoglycans (GAGs) yang bersama-sama dengan air dan asam hyaluron, melumasi dan menjaga jarak kritis antara serat-serat jaringan penghubung dalam tubuh sehingga dapat membantu meningkatan lingkup gerak sendi.

(39)

2.6.6 Prosedur Pelaksanaan a. Persiapan Pasien

Sebelum dilakukan pengobatan pasien diberitahui terlebih dahulu bahwa pengobatan ini bukan kontraindikasi, jelaskan kepada pasien tentang tujuan dari stretching, benda atau barang dari metal yang dipakai oleh pasien atau yang berada disekitarnya harus dijauhkan terlebih dahulu. b. Penerapan Stretching

Posisi pasien tidur terlentang di bed terapi dengan terapis berdiri disamping pasien dengan posisi siku pasien flexi 90 derajat, stabilisasi pada garis axila dari scapula dengan gerakan lengan pasien ke arah maksimal abduksi shoulder dengan tahan enam hitungan dan tiga kali pengulangan.

Gambar 2.9 : Aplikasi Stretching Abduksi Shoulder Sumber : Dokumen Pribadi

(40)

2.7 Codmann Pendular Exercise

2.7.1 Definisi

Merupakan system gerakan ayun yang dapat digambarkan sebagai sebuah benda atau masa bulat yang tergantung dengan seutas tali pada titik tertentu dan oleh pengaruh gaya (force) dapat bergerak atau berubah menghasilkan gerakan ayun secara bolak-balik (reversible).

Sistem pendulum ini sering digunakan dalam aplikasi terapi latihan, baik untuk latihan penguatan dan latihan-latihan assisted dengan mendapatkan keuntungan mekanis oleh pengaruh aselerasi gerak ayun maupun dengan menetralisir pengaruh gravitasi (Boulware, 2000).

Test atau uji pendulum adalah suatu uji yang berfungsi untuk memeriksa adanya kekakuan sendi dan anggota bagian atas seperti lengan khususnya lengan atas yang apabila mengalami kelemahan pada otot-ototnya maka akan tidak berdaya sehingga posisi lengan tersebut “jatuh” tanpa bisa digerakan dengan LGS yang luas akibat dari adanya keterbatasan gerak. Sebagaimana yang telah kita ketahui seharusnya lengan itu dapat bergerak secara bebas tanpa adanya keterbatasan gerak.

Latihan codmann biasanya diberikan oleh Fisioterapist pada kasus pasca fraktur dari proksimal humeri. Dengan gerakan secara pasif, latihan tanpa melawan gravitasi dapat meningkatkan LGS karena adanya gerakan pada scapula, pemberian massage pada batas tengah axilla dan pemberian hold relax untuk meningkatkan ekstensibilitas pada otot pectoralis mayor dan terjadi juga efek

(41)

traksi ke arah caudal yang membantu untuk melepaskan perlengketan jaringan (Boulware, 2000).

2.7.2 Aplikasi Terapi Latihan pada Codmann Pendular Exercise

a. Pendular Movement (gerakan ayunan)

Gerakan ayunan pada tubuh manusia terutama terjadi pada sendi bahu dan sendi panggul. Kontraksi otot pada sendi tersebut menyebabkan timbulnya gerakan, dimana gerakan yang dihasilkan bertujuan untuk mempertahankan gerakan yang telah ada, menambah amplitude gerakan pada osilasinya (ulangan gerakan) dan menghentikan gerakan yang ada. b. Aksial Suspensi

Merupakan system suspensi atau gantungan dimana letak aksisnya vertical dengan sendi yang akan digerakan. Pada aksial suspensi gerakan yang dihasilkan terjadi pada bidang horizontal. Aksial suspensi digunakan untuk memperoleh support atau sanggahan sehingga dapat menetralisir pengaruh gravitasi. Selain itu dapat juga untuk membantu rileksasi otot (pada posisi diam atau netral) serta efisiensi terhadap tenaga Fisioterapist.

c. Pendular Suspensi

Merupakan system suspensi dimana letak aksisnya tidak vertical terhadap sendi yang akan digerakan (terletak pada sisi medial atau sisi lateral sendi tersebut). Dalam keadaan ini posisi anggota tubuh tidak dapat dalam posisi netral dan akan berposisi sesuai dengan letak suspensinya, yaitu vertical terhadap titik suspensi.

(42)

Pada pendular suspensi gerakan yang dihasilkan terjadi pada bidang miring dengan menggunakan kontraksi otot yang mampu melawan gravitasi untuk gerakan menjauhi posisi diam, sedangkan gerakan sebaliknya merupakan pengaruh gravitasi. Pendular suspensi digunakan dalam melakukan latihan kombinasi resisted dan assisted pada dua kelompok kerja otot agonis dan antagonis.

Gambar 2.10 : Shoulder Exercises (Codmann Pendular Exercises) Sumber : www.pendular.com

2.7.3 Tujuan

Untuk mencegah perlengketan pada sendi bahu dengan melakukan gerakan pasif sedini mungkin yang dilakukan oleh pasien secara aktif. Gerakan pasif dilakukan untuk mempertahankan pergerakan pada sendi dan mencegah perlengketan permukaan sendi. Sedangkan pencegahan gerakan aktif adalah untuk mencegah terjadinya kontraksi otot-otot Rotator cuff dan abduksi bahu.

(43)

2.7.4 Mekanisme Peningkatan LGS Codmann Pendular Exercise

Codman Pendular Exercise berfungsi untuk mencegah perlengketan pada

sendi bahu dengan melakukan gerakan pasiv sedini mungkin yang dilakukan oleh pasien secara aktif. Prinsip pemberian codmann pendular exercise dilakukan tanpa adanya kontraksi otot dan tanpa melawan gravitasi. Gerakan ini untuk mencegah keadaan yang lebih parah terhadap terjadinya perlengketan sendi pada bahu. Karena immobilisasi maka terjadi gangguan sirkulasi pada jaringan periartikulat yang dapat menyebabkan perlengketan proteoglikans atau abnormal

crosslink, apabila dilakukan gerakan ini diharapkan dapat melepaskan

perlengketan jaringan ikat, terjadi peregangan capsul dan ligament serta rileksasi otot yang memudahkan untuk terjadinya peningkatan lingkup gerak sendi abduksi. Pada codmann pendular exercise ini dilakukan gerakan ke segala arah seperti fleksi-ekstensi, abduksi-adduksi dan sirkuler.

Dalam melakukan oto-otot bahu dalam keadaan rileksasi sehingga akan terjadi latihan Codman Pendular Exercise penguluran otot tersebut sehingga LGS meningkat.

2.7.5 Prosedur Latihan

a. Pasien berdiri dengan posisi pinggang membungkuk senyaman mungkin dan lengan yang sakit tergantung vertical mendekati lantai. Posisi ini menyebabkan lengan fleksi 90˚ pada bahu tanpa adanya kontraksi otot-otot deltoid maupun rotator cuff. Gravitasi atau gaya tarik bumi menyebabkan

(44)

pemisahan permukaan sendi glenohumeral sehingga kapsul sendi tersebut akan memanjang.

b. Lengan digerakan secara aktif ke depan, belakang dan sirkumduksi yang bergerak secara pasif, sehingga lengan bergerak ke segala arah tanpa adanya kontraksi otot.

Gambar 2.11 : Aplikasi Codmann pendullar Exercise Sumber : Dokumen Pribadi

Gambar

Gambar 2. 1 : Frozen shoulder
Gambar : 2.2  Anatomi tulang dan rotator cuff bahu  Sumber : http://lpig.doereport.com/enlrgeexhibit.php?ID=7130
Gambar : 2.4 Tulang dan otot Bahu
Gambar 2.5  : Micro Wave Diathermy  Sumber : www.enraf-nonius
+6

Referensi

Dokumen terkait

yaitu melalui olahraga prestasi disini KONI Kabupaten Sukoharjo yang merupakan sebuah organisasi yang menaungi berbagai induk cabang olahraga prestasi di Kabupaten

Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi, walaupun kecil, yang tidak hanya akan bermanfaat untuk menambah dan mengembangkan pengetahuan mengenai studi Ilmu

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Minahasa Tenggara Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2007 tentang Susunan dan Tata Kerja

selaku Koordinator Tugas Akhir Arsitektur Universitas Atma Jaya Yogyakarta, yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan gambar rancangan “ Taman Pintar di

Rumah Perawatan Psiko-Neuro-Geriatri atau yang lebih dikenal dengan “Puri Saras” adalah klinik kesehatan yang bergerak dalam bidang layanan kesehatan jiwa, mulai beroperasi sejak

umumnya didefinisikan sebagai kemampuan mengubah arah secara efektif dan cepat sesuai dengan situasi yang dihadapi dan Kelincahan adalah kemampuan tubuh atau bagian

Bahan baku utama yang digunakan untuk pembuatan bakpia adalah tepung terigu sebagai bahan kulit bakpia dan kacang hijau sebagai bahan isi/kumbu. Tepung terigu yang digunakan adalah

Penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 1, adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh wajib pajak, baik