• Tidak ada hasil yang ditemukan

YANG BERAKIBAT PADA PEMBERHENTIAN SEMENTARA DARI JABATAN NOTARIS”, karena apabila tidak diatur tentang perbuatan

E. Kerangka Teori

2. Middle Range Theory

a. Teori Jabatan

Menurut E. Utrecht bahwa jabatan (ambt) ialah suatu lingkungan pekerjaan tetap (kringvan vaste

11M. Luthfan Hadi Darus. 2017. Hukum Notariat dan Tanggung Jawab Jabatan

15

werkzamhedden) yang diadakan dan dilakukan guna kepentingan negara dan kepentingan umum.12 Jabatan merupakan subjek hukum (recht persoon), yakni pendukung hak dan kewajiban (suatu personifikasi), dan oleh hukum tata negara tidak diberikan kepada pejabat (orang), tetapi diberikan kepada jabatan (lingkungan pekerjaan).13 Teori jabatan yang dimaksud dalam penelitian ini berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris yang menyebutkan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang ini.

b. Teori Kewenangan

Teori wewenang dikemukakan untuk membahas dan menganalisis kewenangan Notaris dalam jabatannnya. Setiap perbuatan pejabat atau badan tata usaha negara disyaratkan bertumpu pada kewenangan yang sah. Tanpa adanya kewenangan yang sah seorang pejabat ataupun badan usaha negara tidak dapat melaksanakan suatu perbuatan. Jabatan memperoleh kewenangan melalui tiga sumber yaitu atribusi, delegasi, dan mandat, ketiga sumber

12E. Utrecht. 1963. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Hlm. 29. Jakarta: Penerbitan dan Balai Buku. Ichtisar.

13Saefudin Arif. 2011. Notariat Syariah Dalam Pratik Jilid Ke I Hukum Keluarga

16

kewenangan ini akan melahirkan kewenangan (bevoegheid, legal power, competence).14

Teori kewenangan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah notaris memperoleh wewenang melalui atribusi15

yang merupakan pemberian kewenangan pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan tersebut. Artinya kewenangan itu bersifat melekat terhadap pejabat yang dituju atas jabatan yang diembannya.

c. Teori Larangan

Selain wewenang Notaris dibatasi oleh larangan-larangan yang diatur dalam norma hukum (Undang-Undang). Norma hukum adalah aturan sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu, misalnya pemerintah, sehingga dengan tegas dapat melarang serta memaksa orang untuk dapat berperilaku sesuai dengan keinginan pembuat peraturan itu sendiri16. Ditinjau dari sudut isinya, maka dapatlah dikenal adanya tiga macam kaedah hukum yaitu:17

1. Kaedah-kaedah hukum yang berisikan suruhan;

14Philipus M. Hadjon dkk. 2005. Pengantar Hukum Administrasi

Indonesia(Introduction To The Indonesian Administrative Law). Hlm. 139-140.

Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

15M.Luthfan Hadi Darus. Op.Cit. Hlm. 20. Jakarta: UIIPress.

16Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka. 1989. Sendi-Sendi Ilmu Hukum

dan Tata Hukum. Hlm. 7. Bandung: Citra Aditrya Bakti.

17Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka. 1989. Perihal Kaedah Hukum. Hlm. 34. Bandung: Citra Aditya Bakti.

17

2. Kaedah-kaedah hukum yang berisikan larangan; 3. Kaedah-kaedah hukum yang berisikan

kebolehan.

Apabila isi kaedah hukum dihubungkan dengan sifat kaedah hukum, maka kaedah-kaedah hukum yang berisikan suruhan dan larangan bersifat imperatif. Yang dimaksud kaedah hukum yang bersifat imperatif adalah kaedah-kaedah hukum yang secara prioritas harus ditaati. Artinya, apabila seseorang hendak melakukan suatu perbuatan, maka tidak boleh tidak harus menaati kaedah-kaedah hukum tertentu yang berhubungan dengan perbuatan itu.18

Norma akan memberi batasan aturan yang bersifat perintah dan anjuran serta larangan. Ketentuan larangan untuk perbuatan yang apabila dilakukan dapat membahayakan kehidupan bersama, sebaliknya perintah adalah ditujukan agar dilakukan perbuatan yang dapat memberi kebaikkan bagi kehidupan bersama. Jeremy Bentham mendefinisikan hukum sebagai rangkaian perintah dan larangan yang disampaikan oleh badan atau lembaga yang memiliki wewenang yang sah untuk membentuk

18

hukum yang disertai sanksi atas pelanggaran terhadap perintah dan larangan tersebut.19

Teori larangan yang dimaksud dalam penelitian ini berdasarkan Pasal 9 Ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris adalah Notaris yang mematuhi kaedah-kaedah hukum yang berisikan larangan untuk tidak melakukan perbuatan tercela agar tidak berakibat pada pemberhentian sementara dari Jabatan Notaris.

d. Teori Tanggung Jawab

Setiap tindakan atau perbuatan tidak terlepas apa yang dinamakan tanggungjawab. Pada dasarnya segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang baik dengan sengaja maupun tidak sengaja, pada dasarnya dapat dimintakan tanggungjawab dan tanggunggugat, terlebih lagi yang berkaitan dengan tugas dan kewajiban dari seseorang profesi hukum, seperti jabatan Notaris, tanggunggugat merupakan prinsip profesionalisme dan sebagai wujud komitmen Notaris terhadap pelaksanaan tugas dan

19E Sumaryono. 2002. Etika Dan Hukum: Relevansi Teori Hukum Kodrat. Hlm. 221. Yogyakarta: Kanisius.

19

jabatannya.20 Teori tanggungjawab dalam penelitian ini berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, apabila Notaris melakukan perbuatan tercela maka pertanggungjawaban yang harus dilakukan oleh Notaris dikenakan sanksi pemberhentian sementara.

Menurut Hans Kelsen dalam teorinya menyatakan bahwa, “seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum, subyek berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan”.21 Lebih lanjut Hans Kelsen menyatakan bahwa:22

Kegagalan untuk melakukan kehati-hatian yang diharuskan oleh hukum disebut kekhilafan (negligence); dan kekhilafan biasanya dipandang sebagai satu jenis lain dari kesalahan (culpa), walaupun tidak sekeras kesalahan yang terpenuhi karena mengantisipasi dan menghendaki, dengan atau tanpa maksud jahat, akibat yang membahayakan.

20Syarifurrachman dan Habib Adjie. 2011. Aspek Pertanggungjawaban Notaris

Dalam Pembuatan Akta. Hlm.13. Bandung: Mandar Maju.

21Hans Kelsen. 2007. General Theory Of Law and State, Teori Umum Hukum dan

Negara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif Empirik.

Hlm. 81. terjemahan Somardi. Jakarta: BEE Media Indonesia.(selanjutnya ditulis Hans Kelsen II).

20

Selanjutnya Hans Kelsen membagi tanggung jawab menjadi 4 (empat) bagian yang terdiri dari:23

a. Pertanggungjawaban individu yaitu seorang individu bertanggung jawab terhadap pelanggaran yang dilakukannya sendiri;

b. Pertanggungjawaban kolektif berarti bahwa seorang individu bertanggung jawab atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain;

c. Pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan yang berarti bahwa seorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena sengaja dan diperkirakan dengan tujuan menimbulkan kerugian;

d. Pertanggungjawaban mutlak yang berarti bahwa seorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena tidak sengaja dan tidak diperkirakan.

Teori tanggungjawab yang dimaksud dalam penelitian ini berdasarkan Pasal 9 Ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris adalah Notaris yang

23Hans Kelsen. 2006. Teori Hukum Murni. Hlm. 140. terjemahan Raisul Mutaqien. Bandung: Nuansa & Nusamedia.(selanjutnya ditulis Hans Kelsen III).

21

mempertanggungjawabkan perbuatan tercelanya secara pertanggungjawaban individu, pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan dan pertanggungjawaban mutlak.

Dokumen terkait