• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mikoriza Jamur Interaksi

Tinggi*) 0,29 tn 11,24 ** 0,24 tn 30,94 Diameter 0,42 tn 111,86 ** 0,23 tn 21,65 BBA*) 0,01 tn 39,70 ** 3,72 * 25,94 BBP*) 0,69 tn 26,75 ** 0,80 tn 21,95 BKA*) 25,87 ** 101,98 ** 10,02 ** 12,23 BKP*) 11,50 ** 56,15 ** 8,06 ** 17,22 BKT*) 0,43 tn 67,03 ** 7,47 ** 15,45 NPA 123,31 ** 0,51 tn 0,52 tn 21,48 Jumlah spora*) 0,49 tn 1,04 tn 1,23 tn 23,10 % Infeksi Akar 27,48 ** 1,24 tn 0,48 tn 14,21 Keterangan: tn = berpengaruh tidak nyata, ** = berpengaruh sangat nyata (p <

0,01), * = berpengaruh nyata (0,01 < p < 0,05), *) = setelah dilakukan tranfo rmasi data.

Unsur-unsur hara tanah yang dibutuhkan tanaman dalam proses pertumbuhannya terbagai atas dua bagian, yaitu unsur hara makro (C, N, P, K, dan Mg) dan unsur hara mikro (Fe, Mn, Zn, dan Cu). Tabel 5 menunjukkan bahwa penambahan limbah media jamur dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara makro pada media dan pada daun yang diberi perlakuan dibandingkan pada media dan daun pada kontrol.

Tabel 5. Unsur hara makro (N, P, K) pada media setelah 3 bulan penelitian

Perlakuan N total (%) P (ppm) K (me/100g)

Media M0J0 0,16 10,67 0,85 M0J1 0,26 16,91 1,40 M0J2 0,29 19,70 1,55 M0J3 0,31 21,18 1,60 M1J0 0,10 5,40 0,26 M1J1 0,12 6,60 0,35 M1J2 0,15 8,50 0,46 M1J3 0,17 10,30 0,53 Perlakuan N total (%) P (%) K (%) Daun M0J0 1.70 0,20 0,60 M0J1 2,05 0,23 0,72 M0J2 2,17 0,28 0,85 M0J3 2,78 0,38 1,00 M1J0 0,78 0,18 0,61 M1J1 0,84 0,20 0,69 M1J2 0,92 0,24 0,78 M1J3 1,06 0,28 0,85

Tabel 5 menunjukkan bahwa penambahan limbah media jamur pada tanah dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara makro pada media. Karena salah satu peran bahan organik adalah sebagai sumber hara dalam tanah.

Tinggi Bibit Jati

Gambar 1 menunjukkan bahwa jenis media tanam memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan bibit jati. Jenis media dengan tanpa pemberian limbah media jamur baik itu M1J0 atau M0J0 masing- masing memberikan hasil yang terbaik dibandingkan jenis media yang diberikan pemberian limbah media jamur.

(a) (b)

Gambar 1. Semai jati setelah 3 bulan masa tanam pada perlakuan (a). pemberian mikoriza, (b). tanpa pemberian mikoriza, pada kombinasi perlakuan pemberian limbah media jamur.

Dari Tabel 4 diketahui bahwa perlakuan pemberian mikoriza dan interaksi antara pemberian mikoriza dan limbah media jamur tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi bibit jati, sedangkan pada perlakuan pemberian limbah media jamur berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95%. Selanjutnya untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda nyata dari perlakuan pemberian limbah media jamur, maka dilakukan Uji Lanjut Duncan yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Uji Lanjut Duncan pada pengaruh pemberian limbah media jamur terhadap tinggi bibit jati

Perlakuan Rerata (cm) Pertambahan riap tinggi terhadap kontrol (%) J0 J3 J1 J2 11,75 a 4,19 b 3,98 b 3,90 b 0,00 -24,45 -28,83 -31,01

Keterangan : Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan berbeda tidak nyata dalam Uji Lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95 %.

Tabel 6 menunjukkan bahwa media tanah dengan pemberian limbah jamur sebanyak 0 % (J0) memberikan pengaruh yang paling tinggi terhadap pertumbuhan tinggi, dengan rerata sebesar 11,75 cm. Diikuti oleh perlakuan pemberian limbah media jamur sebanyak 75 % (J3) dengan rerata sebesar 4,19 cm dan mempunyai selisih terhadap kontrol sebesar -24,45 %. Sedangkan pengaruh yang paling kecil dari perlakuan pemberian limbah media jamur adalah perlakuan pemberian limbah media jamur sebanyak 50 % (J3) dengan rerata sebesar 3,90 cm

dan mempunyai selisih terhadap kontrol sebesar -31,01 %. Histogram rata-rata tinggi bibit jati dapat dilihat seperti pada Gambar 2.

12,60 4,00 3,80 4,10 10,90 3,95 4,00 4,28 -2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 J0 J1 J2 J3

Limbah Media Jamur

Riap Tinggi (cm)

M0 M1

Gambar 2 Histogram rata-rata pertumbuhan tinggi semai jati umur 12 minggu, pada kombinasi perlakuan MJ. Warna biru menunjukkan bibit jati yang tidak diberi pemberian mikoriza (M0), sedangkan warna merah menunjukkan bibit jati yang diberi pemberian mikoriza (M1). J0 : pemberian limbah jamur 0 %, J1 : pemberian limbah jamur 25 %, J2 : pemberian limbah jamur 50 %, J3 : pemberian limbah jamur 75 %. Pada Gambar 2 terlihat bahwa perlakuan M0J0 memberikan pengaruh pertumbuhan tinggi yang paling besar dibandingkan dengan pemberian limbah jamur yang lainnya. Pertambahan rata-rata tinggi pada setiap minggunya dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik pertumbuhan tinggi semai jati. Keterangan :

M0J0 : Bibit tanpa pemberian mikoriza dan tanpa pemberian limbah jamur (kontrol)

M0J1 : Bibit tanpa pemberian mikoriza dan dengan pemberian limbah jamur 25 % M0J2 : Bibit tanpa pemberian mikoriza dan dengan pemberian limbah jamur 50 % M0J3 : Bibit tanpa pemberian mikoriza dan dengan pemberian limbah jamur 75 % M1J0 : Bibit dengan pemberian mikoriza dan tanpa pemberian limbah jamur M1J1 : Bibit dengan pemberian mikoriza dan pemberian limbah jamur 25 % M1J2 : Bibit dengan pemberian mikoriza dan pemberian limbah jamur 50 % M1J3 : Bibit dengan pemberian mikoriza dan pemberian limbah jamur 75 %

Grafik rata-rata pertambahan tinggi semai jati

0 5 10 15 20 1 2 3 4 5 6 7 Pengukuran ke-Tinggi (cm) M0J0 M0J1 M0J2 M0J3 M1J0 M1J1 M1J2 M1J3

Pada Gambar 3 terlihat bibit jati dari pengukuran ke-6 pertambahan tingginya sudah mulai meningkat. Hal ini dikarenakan dilakukan pemupukan yang lebih intensif dengan menggunakan hyponex hijau yaitu setiap lima hari sekali, dengan cara melarutkan hyponex hijau dalam air (1 g hyponex untuk 1 liter air).

Diameter Bibit Jati

Diameter semai diukur karena merupakan salah satu indikator pertumbuhan tanaman kearah radial. Pengaruh pemberian perlakuan terhadap pertumbuhan diameter dapat dilihat melalui selisih pengukuran diameter awal dan pengukuran diameter akhir pada semai jati.

Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa perlakuan yang memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan diameter bibit jati adalah perlakuan pemberian limbah jamur dengan nilai KK sebesar 9,30 %. Selanjutnya perlakuan mana yang memberikan pengaruh yang nyata dari perlakuan pemberian limbah jamur maka dilakukan Uji Lanjut Duncan yang hasilnya seperti pada Tabel 7.

Tabel 7. Uji Lanjut Duncan pada pengaruh pemberian limbah media jamur terhadap diameter bibit jati

Perlakuan Rerata (mm) Pertambahan diameter terhadap kontrol (%) J0 J3 J1 J2 0,42 a 0,12 b 0,11 b 0,11 b 0,00 -71,42 -73,81 -73,81

Keterangan : Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan berbeda tidak nyata dalam Uji Lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95 %

Tabel 7 menunjukkan bahwa perlakuan J0 memberikan pengaruh yang lebih baik dengan nilai rerata sebesar 0,42 mm. Diikuti oleh perlakuan J3 dengan nilai 0,12 mm dan mempunyai selisih tehadap kontrol sebesar -71,42 %, diikuti oleh J1 dan J2.

0,42 0,12 0,10 0,11 0,43 0,11 0,11 0,13 -0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 0,40 0,45 0,50 J0 J1 J2 J3

Limbah Media Jamur

Riap Diameter (mm)

M0 M1

Gambar 4 Histogram rata-rata pertumbuhan diameter semai jati umur 12 minggu, pada kombinasi perlakuan MJ. Warna biru menunjukkan bibit jati yang tidak diberi pemberian mikoriza (M0), sedangkan warna ungu menunjukkan bibit jati yang diberi pemberian mikoriza (M1). J0 : pemberian limbah jamur 0 %, J1 : pemberian limbah jamur 25 %, J2 : pemberian limbah jamur 50 %, J3 : pemberian limbah jamur 75 %. Dari Gambar 4 tersebut ternyata perlakuan pemberian M1J0 dan M0J0 memberikan pengaruh yang lebih tinggi dibandingkan oleh perlakuan yang lainnya. Sedangkan untuk pertambahan rata-rata diameter pada setiap pengukurannya dapat dilihat pada Gambar 5.

-0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 0,70 1 2 3 pengukuran ke-rata-rata diameter (mm) M0J0 M0J1 M0J2 M0J3 M1J0 M1J1 M1J2 M1J3

Gambar 5. Grafik pertumbuhan diameter semai jati. Keterangan :

M0J0 : Bibit tanpa pemberian mikoriza dan tanpa pemberian limbah jamur (kontrol)

M0J1 : Bibit tanpa pemberian mikoriza dan dengan pemberian limbah jamur 25 % M0J2 : Bibit tanpa pemberian mikoriza dan dengan pemberian limbah jamur 50 % M0J3 : Bibit tanpa pemberian mikoriza dan dengan pemberian limbah jamur 75 % M1J0 : Bibit dengan pemberian mikoriza dan tanpa pemberian limbah jamur M1J1 : Bibit dengan pemberian mikoriza dan pemberian limbah jamur 25 % M1J2 : Bibit dengan pemberian mikoriza dan pemberian limbah jamur 50 % M1J3 : Bibit dengan pemberian mikoriza dan pemberian limbah jamur 75 %

Dari Gambar 5 tersebut dapat dilihat bahwa semai jati yang diberi perlakuan M1J0 mengalami pertambahan diameter paling tinggi dimana selisih antara pengukuran rata-rata diameter akhir dengan pengukuran diameter awal adalah sebesar 0,43 mm. Sedangkan secara statistik perlakuan M0J2 mengalami pertambahan yang paling kecil, yang mempunyai selisih antara rata-rata pengukuran diameter akhir dengan pengukuran diameter awal sebesar 0,1 mm.

Berat Basah Semai

Berat basah diamati dengan cara menimbang semai yang telah dipanen dan dipisahkan antara bagian pucuk dan akar dengan menggunakan timbangan analitik. Dari Tabel 4, dapat dilihat kalau pemberian limbah media jamur berpengaruh sangat nyata, sedangkan pengaruh interaksi dari keduanya memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan BBA dan BBP semai. Untuk mengetahui pengaruh interaksi yang berpengaruh nyata terhadap parameter BBA jati maka dilakukan Uji Lanjut Duncan yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Uji Lanjut Duncan pengaruh interaksi terhadap BBA semai jati Perlakuan Rerata (gram) Pertambahan terhadap kontrol (%)

M1J0 M0J0 M0J2 M0J3 M1J3 M1J2 M1J1 M0J1 8,71 a 8,64 a 1,51 b 1,36 b 1,28 b 1,13 b 1,07 b 0,86 b 0,81 0,00 -82,52 -84,26 -85,19 -86,92 -87,62 -90,05

Keterangan : Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan berbeda tidak nyata dalam Uji Lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95 %.

Hasil Uji Lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan M1J0 dan M0J0 memberikan pengaruh yang nyata dibandingkan dengan pengaruh yang lainnya terhadap pertambahan BBA semai jati dengan nilai sebesar 8,71 g dan 8,64 g. Sedangkan pengaruh terendah berasal dari perlakuan M0J1, walaupun secara statistik perlakuan M0J1 dengan perlakuan M0J2 adalah sama.

Berat basah pucuk (BBP) merupakan salah satu parameter yang diamati untuk mengetahui nilai kadar air dari semai. Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa pengaruh pemberian limbah media jamur berpengaruh sangat nyata terhadap BBP semai jati. Pengaruh dari perlakuan yang diberikan terhadap BBP semai jati dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Uji Lanjut Duncan pengaruh pemberian limbah media jamur terhadap BBP semai jati

Perlakuan Rerata (gram) Pertambahan terhadap kontrol (%)

J0 15,56a 0,00

J1 2,46b -84,19

J3 2,00b -87,14

J2 1,63b -89,52

Keterangan : Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan berbeda tidak nyata dalam Uji Lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95 %.

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa pengaruh terbesar dari perlakuan yang diberikan diperoleh dari perlakuan J0 yaitu sebesar 15,56 g. Sedangkan pengaruh terendah diberikan oleh J2 dengan nilai sebesar 1,63 g dan selisih terhadap kontrol sebesar 89,52 %.

Berat Kering Semai

Setelah pengukuran terhadap berat basah semai jati, kemudian dilakukan pengeringan terhadap akar dan pucuk semai jati dengan cara dioven pada suhu 70 o

C selama 72 jam. Sebelum dioven, sebagian rambut akar dipotong untuk mengama ti parameter infeksi akar oleh cendawan mikoriza yang terdapat di dalam media dan kemudian ditimbang.

Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa pengaruh pemberian mikoriza, pengaruh pemberian limbah media jamur dan pengaruh interaksi dari keduanya berpengaruh sangat nyata terhadap berat kering akar (BKA) semai jati. Nilai KKnya sebesar 12,23 %, yang berati pengaruh perlakuan sebesar 87,77 %. Pengaruh dari perlakuan pemberian limbah media jamur yang diberikan terhadap BKA semai jati disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Uji Lanjut Duncan pengaruh interaksi terhadap BKA semai jati Perlakuan Rerata (gram) Pertambahan terhadap kontrol (%)

M1J0 M0J0 M1J1 M1J2 M0J1 M0J3 M1J3 M0J2 3,57 a 1,59 b 0,39 c 0,14 c 0,26 c 0,19 c 0,17 c 0,36 c 124,53 0,00 -75,47 -91,19 -83,65 -88,05 -89,31 -77,36

Keterangan : Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan berbeda tidak nyata dalam Uji Lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95 %.

Hasil Uji Lanjut Duncan pengaruh interaksi menunjukkan bahwa perlakuan M1J0 berpengaruh nyata terhadap peubah BKA dan memiliki nilai sebesar 3,57 g, sedangkan secara statistik perlakuan interaksi M1J2 memiliki nilai terkecil dengan nilai 0,14 g.

Begitu juga untuk berat kering pucuk (BKP), dapat dilihat pada Tabel 4 bahwa pengaruh perlakuan baik itu pemberian mikoriza, pemberian limbah media jamur dan pengaruh interaksi dari keduanya berpengaruh sangat nyata terhadap BKP semai jati. Pengaruh dari perlakuan yang diberikan terhadap BKP semai jati dapat di lihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Uji Lanjut Duncan pengaruh interaksi terhadap BKP semai jati Perlakuan Rerata (gram) Pertambahan terhadap kontrol (%)

M0J0 M1J0 M0J1 M0J3 M1J1 M1J2 M0J2 M1J3 4,04 a 3,51 a 0,58 b 0,46 b 0,38 b 0,35 b 0,32 b 0,15 b 0,00 -13,12 -85,64 -88,61 -90,59 -91,34 -92,08 -96,29

Keterangan : Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan berbeda tidak nyata dalam Uji Lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95 %.

Hasil Uji Lanjut Duncan dari pengaruh interaksi menunjukkan bahwa perlakuan M0J0 dan M0J1 berpengaruh sangat nyata terhadap BKP semai jati dengan nilai rerata sebesar 4,04 g dan 3,51 g. Sedangkan secara statistik perlakuan interaksi M1J3 memiliki nilai terkecil dengan nilai 0,15 g dan tidak berpengaruh nyata terhadap BKP semai jati dibandingkan dengan perlakuan M0J0.

Berat kering total (BKT) jati diperoleh dengan menjumlahkan BKP dengan BKA. Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa pengaruh perlakuan pemberian limbah media jamur dan interaksi dari perlakuan pemberian mikoriza dan pemberian limbah media jamur berpengaruh sangat nyata terhadap BKT semai jati. Pengaruh dari interaksi dari pemberian mikoriza dan pemberian limbah media jamur dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Uji Lanjut Duncan pengaruh interaksi terhadap BKT semai jati

Perlakuan Rerata (gram) Pertambahan terhadap kontrol (%) M1J0 M0J0 M0J1 M1J1 M1J2 M0J3 M0J2 M1J3 7,09 a 5,62 b 0,84 c 0,78 c 0,71 c 0,65 c 0,45 c 0,32 c 26,16 0,00 -85,05 -86,12 -87,37 -88,43 -91,99 -94,31

Keterangan : Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan berbeda tidak nyata dalam Uji Lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95 %.

Hasil Uji Lanjut Duncan dari pengaruh interaksi terhadap BKT semai jati menunjukkan bahwa M1J0 memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap parameter BKT dan memiliki rerata nilai sebesar 7,09 g. Sedangkan secara statistik nilai terkecil terdapat pada BKT semai jati dari pengaruh interaksi M1J3 dengan nilai sebesar 0,32 g, dan tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering total semai jati dibandingkan dengan perlakuan M1J0.

Nisbah Pucuk Akar

Nisbah pucuk akar (NPA) merupakan faktor yang penting dalam pertumbuhan tanaman yang mencerminkan perbandingan antara kemampuan penyerapan air dan mineral dengan proses transpirasi dan luasan fotosintesis dari tanaman. Sehingga NPA dapat menggambarkan ketahanan semai apabila ditanam dilapangan. Duryea dan Brown (1984) menyatakan bahwa nilai NPA yang baik berkisar antara 1 – 3 dan yang terbaik adalah yang mendekati nilai minimum.

Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa pemberian mikoriza berpengaruh sangat nyata terhadap NPA semai jati. Sedangkan perlakuan pemberian limbah media jamur tidak berbeda nyata pada semua perlakuan. Nilai KK dalam sidik ragam NPA adalah sebesar 21,48 %, yang artinya pengaruh dari luar terhadap NPA adalah sebesar 21,48 % dan sisanya merupakan pengaruh perlakuan, yaitu sebesar 78,52 %. Untuk mengetahui perlakuan mana yang lebih berpengaruh nyata dari pemberian mikoriza, maka dilakukan Uji Lanjut Duncan yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Uji Lanjut Duncan pengaruh perlakuan mikoriza terhadap NPA semai jati

Perlakuan Rerata Pertambahan terhadap kontrol (%)

M0 2,36 a 0,00

M1 1,04 b -59,32

Keterangan : Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan berbeda tidak nyata dalam uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95 %.

Dari tabel 13 tersebut menunjukkan kalau perlakuan tanpa pemberian mikoriza (M0) adalah yang memberikan pengaruh yang nyata terhadap NPA semai jati, dengan rerata yang diperoleh sebesar 2,36 g. Sedangkan yang diberikan perlakuan pemberian mikoriza (M1) diperoleh rerata sebesar 0,96 g dan menghasilkan selisih terhadap M0 sebesar – 59,32 %.

Jumlah Spora

Penelitian ini mengamati jumlah spora CMA yang terbentuk selama pengamatan. Jumlah spora pada awal pengamatan untuk 10 g mikofer adalah 7 spora.

Pada akhir pengamatan jumlah spora yang diperoleh dari perlakuan M1 adalah sebanyak 30 spora per 10 g media. Begitu juga yang tanpa pemberian mikoriza (M0) ditemukan sebanyak 30 spora per 10 g media, semuanya terdiri dari jenis G. etunicatum.

95,00 64,92 64,11 78,54 68,27 89,27 90,60 93,15 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00 M0J0 M0J1 M0J2 M0J3 M1J0 M1J1 M1J2 M1J3 Jumlah spora

Gambar 6. Histogram rata-rata jumlah spora dari setiap perlakuan per 50 g media.

Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa pengaruh perlakuan terhadap jumlah spora tidak ada yang memberikan pengaruh yang nyata terhadap penambahan jumlah spora.

Persen Infeksi Akar

Hifa yang menginfeksi akar semai jati bentuknya bermacam- macam, diantaranya berbentuk lurus dan bercabang-cabang. Begitu juga dengan vesikel yang terdapat dalam akar semai jati, diperoleh bentuk vesikel yang lonjong atau bentuknya yang tidak teratur. Spora yang berada dalam akar umumnya memiliki bentuk yang sama hanya ukurannya yang berbeda. Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya arbuskula, yang bisa disebabkan karena belum terbentuk atau tidak terdapat pada akar. Smith and Read (1997) mengatakan bahwa arbuskula mempunyai jangka waktu hidup sekitar 2-3 hari dan dapat kembali utuh sekitar 7 hari. Kolonisasi akar oleh G. etunicatum ditunjukkan oleh keberadaan tiga struktur utama CMA yaitu arbuskula, vesikel, atau hifa.

Gambar 7. Akar semai jati yang terinfeksi spora.

Gambar 8. Akar semai jati yang terinfeksi hifa.

Gambar 9. Akar semai jati yang terinfeksi vesikel.

Spora

Gambar 10 menunjukkan persen infeksi pada akhir pengamatan dari setiap perlakuan yang diberikan.

64,92 64,11 78,54 68,27 89,27 90,60 93,15 85,58 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00 M0J0 M0J1 M0J2 M0J3 M1J0 M1J1 M1J2 M1J3 Persen Infeksi (%)

Gambar 10. Histogram rata-rata persen infeksi dari setiap perlakuan.

Dari Tabel 4 diperoleh bahwa perlakuan yang berpengaruh terhadap persen infeksi akar adalah dari perlakuan pemberian mikoriza, dimana hasil Uji Lanjut Duncannya adalah seperti pada Tabel 14.

Tabel 14. Uji Lanjut Duncan pengaruh perlakuan mikoriza terhadap infeksi akar semai jati

Perlakuan Rerata (%) Pertambahan terhadap kontrol (%)

M1 89,65a 30,32

M0 68,79b 0,00

Keterangan : Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan berbeda tidak nyata dalam Uji Lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95 %.

Berdasarkan Tabel 14, ternyata faktor M1 memberikan pengaruh yang nyata terhadap infeksi akar semai jati, dengan nilai rerata sebesar 89,65 % dan memiliki selisih terhadap kontrol sebanyak 30,32 %.

Pembahasan

Lahan kurus merupakan problema utama yang dihadapi dalam GNRHL, dengan indikasi tanah sangat masam, miskin unsur hara makro seperti nitrogen dan fosfor, didominasi alang-alang dan jenis pionir lainnya. Untuk itu GNRHL memerlukan teknologi inovatif yang menjadi kunci sukses keberhasilan penghutanan kembali di Indonesia. Untuk memenuhi bibit yang berkualitas, salah satunya diperlukan media semai berkualitas yang memenuhi persyaratan

pertumbuhan bagi semai. Untuk dapat memberikan pertumbuhan yang baik bagi tanaman, media tanam harus mampu menyediakan aerasi yang baik, mampu menahan air yang tersedia dan juga menyimpan hara yang dibutuhkan tanaman untuk menunjang pertumbuhannya. Dengan demikian selain tanah sebagai media tumbuh diperlukan media tanam lain yang mampu memenuhi segala kebutuhan tanaman (Donna, 2001). Selain itu sebaiknya bibit tanaman dipersenjatai dengan menggunakan jamur mikoriza, agar bibit tanaman mampu bertahan hidup dari kondisi lingkungan yang kurang baik.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, ternyata perlakuan M1J0 memberikan pengaruh yang sangat nyata dalam memperbaiki pertumbuhan semai jati, diikuti oleh perlakuan M0J0. Hal ini terlihat dari hasil Uji Lanjut Duncan dimana perlakuan tersebut memiliki rata-rata pertumbuhan yang lebih tinggi hampir pada semua parameter yang diteliti dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Bibit jati tumbuh lebih baik pada media tanah dibandingkan dengan pada media yang diberikan perlakuan pemberian limbah media jamur. Hal ini dapat disebabkan antara lain oleh: a) unsur hara yang terdapat pada media limbah jamur digunakan oleh CMA sebagai energi untuk mendekomposisikan serbuk gergaji yang belum terdekomposisi, sehingga CMA masih belum bisa memberikan pengaruhnya terhadap semai jati secara optimal (Aristizabal et al., 2004), b) kemungkinan adanya bakteri pengganggu (patogen) sejalan dengan dekomposisi serbuk gergaji yang dapat membantu pertumbuhan semai jati, sehingga diperlukan sejumlah energi untuk menangkalnya, dampak dari adanya patogen menyebabkan melemahnya fungsi CMA (Susmiyati, 2005).

Kondisi kesuburan media juga akan berpengaruh terhadap prilaku fisiologis tanaman yang ditunjukkan oleh perkembangan riap tumbuh (tinggi dan diameter). Dari Tabel 5, kandungan unsur N, P, K pada media kontrol (M0J0) relatif lebih kecil dibandingkan dengan kandungan unsur N, P, K yang diberi perlakuan pemberian limbah media jamur. Hal ini berarti pemberian limbah media jamur tiram memang dapat meningkatkan kandungan N, P, K, tetapi karena masih tersimpan dalam bentuk bahan organik, maka masih perlu waktu untuk menguraikan limbah media jamur tiram tersebut menjadi bentuk bahan anorganik.

Serta bisa juga kandungan N, P, K yang ada pada M0J0 sudah optimum untuk pertumbuhan semai jati. Seperti disebutkan oleh Sumarna (2003) bahwa kandungan N yang dibutuhkan oleh tanaman jati antara 0,13-0,072 %. Kandungan keasaman tanah (pH) media juga berpengaruh terhadap pertumbuhan semai jati, jati dapat tumbuh dengan baik pada pH optimum sekitar 6,0 (Sumarna, 2003), sedangkan jamur dapat tumbuh pada media dengan pH optimum 3,8-5,6 (Pelczar dan Chan, 1986).

Faktor Pemberian Mikoriza

Dari Tabel 4, parameter yang dipengaruhi oleh faktor tunggal pemberian mikoriza adalah NPA dan persen infeksi akar. Pada parameter NPA, perlakuan M0 memberikan nilai rerata yang lebih besar dibandingkan dengan M1, tapi nilai NPA terbaik berasal dari perlakuan yang mempunyai nilai rerata terendah, hal ini disebabkan semakin rendah atau mendekati minimum nilai NPA maka akan mempunyai ketahanan hidup di lapangan lebih tinggi dibandingkan semai dengan NPA yang lebih besar. Nilai NPA yang besar menunjukkan perkembangan bagian pucuk lebih tinggi dibandingkan dengan perkembangan sistem perakarannya. Hal ini disebabkan oleh tingginya kandungan unsur hara sehingga menguntungkan bagi perkembangan pucuk namun tidak merangsang bagi perkembangan perakaran.

NPA merupakan faktor yang penting dalam pertumbuhan tanaman yang mencerminkan perbandingan antara kemampuan tanaman dalam menyerap air dan mineral dengan proses transpirasi dan luasan fotosintesis dari tanaman. NPA yang tinggi dengan produksi biomassa total yang besar pada tanah yang subur secara tidak langsung menunjukkan bahwa akar yang relatif sedikit cukup untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang relatif besar dalam menyediakan air dan unsur hara. Sedangkan tanaman yang kekurangan air dan unsur hara akan berusaha membentuk akar yang lebih banyak yang memungkinkan tanaman untuk meningkatkan serapan yang menghasilkan NPA yang rendah (Sitompul & Guritno, 1995). Cleary et al. (1978), diacu dalam Muslim (2003) menyatakan bahwa bibit yang batangnya tinggi, diameternya besar dan nisbah pucuk akarnya rendah mempunyai daya hidup yang tinggi pada kondisi lapang yang kurang baik.

Semakin kecil nilai NPA maka semakin siap tanaman tersebut untuk dipindahkan ke lapangan dikarenakan telah semakin tercukupinya jumlah akar yang akan dipergunakan dalam penyerapan air dan unsur hara guna menunjang pertumbuhan tanaman yang besar.

Adanya CMA lokal pada media tanah dapat membantu pertumbuhan semai jati, hal ini terbukti dari nilai persen infeksi dan jumlah spora yang tinggi yang terdapat pada media yang tidak diberikan pengaruh pemberian mikoriza, pertumbuhan spora menjadi lebih baik dengan meningkatnya konsentrasi N dalam larutan. Namun demikian, kadar P larutan menimbulkan pengaruh menghambat perkecambahan spora dan pertumbuhan hifa (Ma et al., 2006). Serapan P oleh miselium dan translokasinya ke akar bermikoriza akan semakin meningkat sejalan dengan peningkatan ketersediaan karbohidrat. Penyerapan P oleh cendawan dan perpindahannya ke tanaman inang juga dirangsang oleh perpindahan karbon dari tanaman ke cendawan mela lui antarmuka mikoriza (Bucking et al., 2005). Pada perlakuan M1J0 memiliki jumlah spora lebih sedikit walaupun jumlah P tersedia juga sedikit, hal ini disebabkan tidak adanya masukan bahan organik sebagai sumber energi bagi perkembangan mikoriza. Peningkatan jumlah mikoriza ini disebabkan meningkatnya efektivitas mikoriza di daerah perakaran yang terpacu pada kondisi kekurangan P. Pernyataan diatas sesuai dengan percobaan yang dilakukan Mosse dan Hayman (1980) yang membuktikan bahwa ketersediaan P yang rendah akan meningkatkan pertumbuhan mikoriza di daerah perakaran dan meningkatkan efektivitas mikoriza dalam menyediakan P bagi tanaman. Ketersediaan P yang mencukupi di daerah perakaran justru akan menurunkan jumlah mikoriza sebagai akibat terhambatnya pertumbuhan mikoriza pada kondisi P tersedia cukup tinggi (Pratikno et al., 2002).

Faktor Pemberian Limbah Media Jamur Tiram

Sedangkan faktor tunggal pemberian limbah media jamur berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi, diameter, dan BBP, dimana hasil Uji Lanjut Duncan ternyata perlakuan yang paling berpengaruh adalah perlakuan J0, yaitu perlakuan tanpa pemberian limbah media jamur. Hal ini berarti kandungan unsur

Dokumen terkait