• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Cendawan Mikoriza Arbuscular (CMA) untuk meningkatkan pertumbuhan semai jati (Tectona grandis Linn. F) pada limbah media tumbuh jamur tiram (Pleurotus sp.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggunaan Cendawan Mikoriza Arbuscular (CMA) untuk meningkatkan pertumbuhan semai jati (Tectona grandis Linn. F) pada limbah media tumbuh jamur tiram (Pleurotus sp.)"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN CENDAWAN MIKORIZA ARBUSCULAR

(CMA) UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN SEMAI

JATI (

Tectona grandis Linn. F

) PADA LIMBAH MEDIA

TUMBUH JAMUR TIRAM

(

Pleurotus sp.)

Oleh:

Yuyun Saepul Uyun

E14202071

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

PENGGUNAAN CENDAWAN MIKORIZA ARBUSCULAR

(CMA) UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN SEMAI

JATI (

Tectona grandis Linn. F

) PADA LIMBAH MEDIA

TUMBUH JAMUR TIRAM

(

Pleurotus sp.)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana K ehutanan Pada Fakultas Kehutanan

I nstitut Pertanian Bogor

Oleh:

Yuyun Saepul Uyun

E14202071

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(3)

Judul Skripsi : PENGGUNAAN CENDAWAN MIKORIZA ARBUSCULAR (CMA) UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN SEMAI JATI (Tectona grandis.

Linn. F) PADA LIMBAH MEDIA TUMBUH JAMUR TIRAM (Pleurotus sp.)

Nama Mahasiswa : Yuyun Saepul Uyun

NRP : E14202071

Menyetujui :

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Irdika Mansur M.For.Sc Ir. Elis Nina Herliyana M.Si NIP. 131 878 499 NIP. 131 955 530 Tanggal : Tanggal :

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kehutanan

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana MS. NIP. 131 430 799

(4)

RINGKASAN

Yuyun Saepul Uyun. E14202071. Penggunaan Cendawan Mikoriza Arbuscular (CMA) Terhadap Pertumbuhan Semai Jati (Tectona grandis Linn.F.) pada Limbah Media Tumbuh Jamur Tiram (Pleurotus sp.). Dibawah bimbingan Dr. Ir. Irdika Mansur M.For.Sc. dan Ir. Elis Nina Herliyana M.Si

Media semai yang umum digunakan adalah media tanah. Tetapi, media ini mempunyai kelemahan adalah dapat menghilangkan lapisan tanah yang subur sehingga dalam penggunaan skala besar dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk media tanam sebagai pengganti media tumbuh tanah adalah limbah media jamur dari serbuk gergaji. Serbuk gergaji dalam limbah media jamur mengandung komponen-komponen kimia seperti selulosa, hemiselulosa, lignin dan zat- zat ekstraktif, dengan bantuan jamur tiram putih (Pleurotus sp.) komponen-komponen tersebut diuraikan sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas nutrisi serbuk gergaji dari limbah media jamur tersebut, sehingga dapat digunakan sebagai media tanam. Sehingga penggunaan media limbah jamur tiram sebagai media semai tanaman mempunyai beberapa keunggulan, yaitu menambah daya ikat air pada tanah, memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah terhadap zat hara, dan membantu pelapukan bahan mineral.

Adanya berbagai macam mikoriza pada tanaman memiliki banyak manfaat yang sangat besar bagi tanaman tersebut, seperti dalam membantu meningkatkan penyerapan unsur- unsur hara dan nutrisi yang penting bagi tanaman.

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca dan Laboratorium Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Analisis media dilakukan di Departemen Tanah dan Sumberdaya Lahan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Agustus 2006. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: limbah media jamur tiram, serbuk gergaji, benih jati, aquades, fungisida dan insectisida, mikofer yang merupakan inokulum Cendawan Mikoriza Arbuscular (CMA) jenis Glomus etunicatum, polybag, larutan staining. Alat yang digunakan dalam penelitian, yaitu: karung plastik, gelas ukur, timbangan, kaliper, pinset, saringan atau ayakan, penggaris, oven, gelas aqua, dan alat-alat analisis kimia dan fisik media. Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah pertumbuhan tinggi dan diameter, berat basah akar dan pucuk, berat kering akar, pucuk dan total, nisbah pucuk akar, jumlah spora, dan persentase infeksi CMA. Dalam pengolahan data digunakan seperangkat komputer dengan beberapa perangkat lunak yaitu SPSS 13 for Windows untuk pengujian ANOVA, MS Excel

untuk pengolahan grafik dan tabulasi data, dan Minitab 14 untuk transformasi data.

(5)

faktor interaksi dari kedua perlakuan tersebut. Secara umum, pemberian limbah media jamur dapat menurunkan semua parameter pertumbuhan.

Bibit jati tumbuh lebih baik pada media tanah dibandingkan dengan pada media yang diberikan perlakuan pemberian limbah media jamur. Hal ini dapat disebabkan antara lain oleh: a) unsur hara yang terdapat pada media limbah jamur digunakan oleh CMA sebagai energi untuk mendekomposisikan serbuk gergaji yang belum terdekomposisi, sehingga CMA masih belum bisa memberikan pengaruhnya terhadap semai jati secara optimal, b) terjadi kompetisi antara jamur dan tanaman untuk mendapatkan unsur hara.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tasikmalaya, Jawa Barat pada tanggal 20 Agustus 1984 dari pasangan bapak Yayat Hadiatulloh dan ibu Sumartini BSc. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara.

Penulis mendapatkan pendidikan TK PGRI Mangunreja selama 1 tahun, SD Negeri IV Mangunreja, SLTP Negeri 1 Singaparna dan pada tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Singaparna dan pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Program Studi Budidaya Hutan, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama mengikuti kegiatan akademik di IPB penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan DKM Ibadurrahman periode 2003-2004, bergabung dalam Forest Management Student Club (FMSC) periode 2004-2005 dan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Kehutanan, sebagai Ketua Divisi Internal periode 2005-2006. Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Cagar Alam Leuweung Sancang dan KPH Purwakarta pada tahun 2005. Pada Februari- April 2006 penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Margajaya, Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT penulis panjatkan atas segala nikmat, rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini berhasil disusun. Shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan atas suri tauladan Rosulullah SAW dan seluruh pengikutnya sampai akhir jaman.

Skripsi ini berjudul “Pengaruh Cendawan Mikoriza Arbuscular (CMA) Terhadap Pertumbuhan Semai Jati (Tectona grandis Linn. F.) Pada Limbah Media Tumbuh Media Jamur Tiram (Pleurotus sp.)”. Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang baru dan bermanfaat bagi semuanya.

Dengan penuh ketulusan dan keikhlasan penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Irdika Mansur, M. For. Sc dan Ir. Elis Nina Herliyana M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penelitian dan pembuatan skripsi ini. Untuk Muhammad Dliyaul Umam S.Hut atas pemberian kecambah jatinya. Untuk keluarga tercinta Ayah, Ibu, Teteh yang selalu mendo’akan dalam setiap langkah hidupku. Serta untuk teman seperjuangan Eka, Marwan, dan Mahasiswa Mushroom Studies atas bantuan dan dorongan semangatnya sehingga senantiasa semangat untuk menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal dan mencatat sebagai amal shaleh atas kebaikan yang telah diberikan.

Sebagai manusia biasa, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih ada kekurangannya. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk lebih menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan khususnya untuk kepentingan pengembangan kehutanan.

Bogor, Nopember 2006

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Cendawan Mikoriza Arbuscular (CMA)... 3

Tectona grandis Linn. F... ... 9

Serbuk Gergaji ... 12

Limbah Media Jamur ... 13

METODE PENELITIAN ... 15

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 15

Bahan dan Alat Penelitian ... 15

Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 15

Analisis Data ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

Hasil Penelitian ... 20

Pembahasan ... 33

KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

Kesimpulan... 39

Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

(9)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Hasil- hasil penelitian mengenai pengaruh CMA terhadap

pertumbuhan beberapa jenis semai tanaman ...8

2. Macam dan perkiraan jumlah limbah serbuk gergaji di Kalimantan Timur ...12

3. Jenis kayu dan kandungan kimianya yang banyak diolah ...13

4. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh pemberian mikoriza, limbah media jamur dan interaksinya terhadap peubah semai jati ...20

5. Unsur hara makro (N, P, K) pada media setelah 3 bulan penelitian ...21

6. Uji Lanjut Duncan pada pengaruh pemberian limbah media jamur terhadap tinggi bibit jati...22

7. Uji Lanjut Duncan pada pengaruh pemberian limbah media jamur terhadap diameter bibit jati ... 24

8. Uji Lanjut Duncan pengaruh interaksi terhadap BBA semai jati ...26

9. Uji Lanjut Duncan pengaruh pemberian limbah media jamur terhadap BBP semai jati ...27

10. Uji Lanjut Duncan pengaruh interaksi terhadap BKA semai jati ...28

11. Uji Lanjut Duncan pengaruh interaksi terhadap BKP semai jati ...28

12. Uji Lanjut Duncan pengaruh interaksi terhadap BKT semai jati ...29

13. Uji Lanjut Duncan pengaruh perlakuan mikoriza terhadap NPA semai jati ... 30

(10)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Semai jati setelah 3 bulan masa tanam ...22

2. Histogram rata-rata tinggi bibit jati ...23

3. Grafik pertumbuhan tinggi semai jati ...23

4. Histogram rata-rata diameter semai jati ...25

5. Grafik pertumbuhan diameter semai jati ...25

6. Histogram rata-rata jumlah spora dari setiap perlakuan per 50 g media ...31

7. Akar semai jati yang terinfeksi spora ...32

8. Akar semai jati yang terinfeksi hifa...32

9. Akar semai jati yang terinfeksi vesikel ...32

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Data pengamatan tinggi semai jati ...44

2. Data pengamatan diameter semai jati ...45

3. Data berat basah pucuk (BBP) ... 46

4. Data berat basah akar (BBA)... 46

5. Data berat kering akar (BKA), berta kering daun (BKD), dan berat kering total (BKT) ...47

6. Data nisbah pucuk akar (NPA) ...48

7. Data persen infeksi ...48

8. Data jumlah spora ...49

9. Analisis sidik ragam riap tinggi...49

10. Analisis sidik ragam riap diameter ...49

11. Analisis sidik ragam berat basah akar (BBA) ...50

12. Analisis sidik ragam berat basah pucuk (BBP) ...50

13. Analisis sidik ragam berat kering akar (BKA) ...50

14. Analisis sidik ragam berat kering daun (BKD) ...50

15. Analisis sidik ragam berat kering total (BKT) ...51

16. Analisis sidik ragam nisah pucuk akar (NPA) ...51

17. Analisis sidik ragam persen infeksi ...51

18. Analisis sidik ragam jumlah spora ...51

19. Hasil rekapitulasi data sebelum transformasi ...52

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tidak kurang dari 300 juta bibit dari berbagai jenis tanaman hutan harus segera dipersiapkan dalam rangka menutup lahan gundul seluas 300.000 hektar yang dicanangkan dalam Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) oleh pemerintah (Turjaman, 2004). Pemilihan jenis yang sesuai harus didukung pula dengan pengadaan bibit yang berkualitas. Untuk memenuhi bibit yang berkualitas, salah satunya diperlukan media semai berkualitas yang memenuhi persyaratan pertumbuhan bagi semai.

Media semai yang umum digunakan adalah media tanah. Tetapi, media ini mempunyai kelemahan adalah dapat menghilangkan lapisan tanah yang subur sehingga dalam penggunaan skala besar dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.

Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk media tanam sebagai pengganti media tumbuh tanah adalah limbah media jamur dari serbuk gergaji. Serbuk gergaji dalam limbah media jamur mengandung komponen-komponen kimia seperti selulosa, hemiselulosa, lignin dan zat-zat ekstraktif (Rubijanto et al., 1988), dengan bantuan jamur tiram putih (Pleurotus sp.) komponen-komponen tersebut diuraikan sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas nutrisi serbuk gergaji dari limbah media jamur tersebut, sehingga dapat digunakan sebagai media tanam (Tarmidi dan Hidayat, 2004). Sehingga penggunaan media limbah jamur tiram sebagai media semai tanaman mempunyai beberapa keunggulan, yaitu menambah daya ikat air pada tanah, memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah terhadap zat hara, dan membantu pelapukan bahan mineral (Indriani, 2003).

(13)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian limbah media jamur tiram dan mikoriza arbuscular terhadap laju pertumbuhan semai

Tectona grandis Linn. F.

Hipotesis

Penggunaan limbah media jamur tiram dan pemberian cendawan mikoriza arbuscular (CMA) dapat meningkatkan pertumbuhan semai jati.

Manfaat Penelitian

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Cendawan Mikoriza Arbuscular (CMA) Pengertian Mikoriza

Menurut Brundrett (2004), mikoriza adalah asosiasi simbiotik yang esensial untuk satu atau kedua mitra, antara cendawan (khususnya yang hidup dalam tanah dan tanaman) dengan akar (atau organ lain yang bersentuhan dengan substrat) dari tanaman hidup, terutama berperan untuk memindahkan hara.

Mikoriza adalah kelompok jamur tanah yang hidupnya lebih memilih untuk bekerjasama dengan akar tanaman atau pohon, agar jamur ini mendapat pasokan gula cair dari tanaman, dan sebaliknya jamur ini menukarkannya dalam bentuk air dan unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman (Turjaman, 2004).

Asosiasi mikoriza vesikular arbuskular (MVA), yang juga disebut dengan mikoriza arbuskular (MA) atau mikoriza glomeromikota, merupakan asosiasi akar dengan cendawan yang paling umum dijumpai dan penyebarannya paling luas. Asosiasi ektomikoriza (EKM) juga tidak kalah pentingnya sekalipun hanya dijumpai pada beberapa famili tanaman tertentu. Tipe mikoriza lainnya hanya dijumpai pada Orchidaceae atau Ericales, sedangkan beberapa famili angiospermeae tidak memiliki akar bermikoriza (NM) sama sekali (Brundrett, 2004).

Turjaman (2004) juga menyebutkan kalau jamur endomikoriza mempunyai relasi yang sangat luas pada tanaman pertanian, perkebunan dan kehutanan, dan diperkirakan lebih dari 93 % berteman dengan akar tanaman tingkat tinggi. Sedangkan sisanya sekitar 7 % adalah jamur ektomikoriza yang lebih memilih untuk hidup berdampingan dengan tanaman hutan dari jenis-jenis meranti, pinus, eukaliptus dan tangkil. Pada kelompok jamur endomikoriza, hanya dapat dibiakkan pada tanaman hidup, seperti sorgum, jagung dan Prueraria

(15)

Klasifikasi Mikoriza

Pada dasarnya cendawan mikoriza dapat dikelompokkan berdasarkan struktur morfologi dan anatomi struktur spesifiknya (Brundrett, 2004). Berdasarkan hal tersebut cendawan mikoriza dapat dibagi menjadi tiga yaitu cendawan mikoriza arbuskula (CMA), ektomikoriza (EKM) dan mikoriza lainnya. Dari ketiga jenis tersebut CMA merupakan kelompok cendawan mikoriza yang paling sering diteliti dan dimanfaatkan untuk kepentingan peningkatan pertumbuhan dan produksi tanaman.

Dari hasil kajian filogenetika dapat diketahui tanaman-tanaman Ericaceae yang membentuk mikoriza erikoid ternyata memiliki leluhur yang sama dengan tanaman-tanaman yang berasosiasi dengan cendawan arbutoid (Cullings, 1996), sehingga lebih tepat jika dikatakan asosiasi arbutoid berasal dari EKM daripada asosiasi erikoid. Oleh sebab itu Brundrett (2004) merekomendasikan dalam klasifikasi tipe-tipe mikoriza, sebaiknya mikoriza arbutoid dan monotropoid diklasifikasikan sebagai subkategori dari ektomikoriza epidermis.

Dewasa ini ektendomikoriza ditakrifkan berdasarkan cendawannya dan bukan inangnya yang secara morfologis tidak berbeda dengan mikoriza arbutoid. Pengamatan-pengataman ektendomikoriza, yang didasarkan atas pengertian sempit tersebut, sebagian besar terbatas pada kondisi buatan yang sangat subur dimana pohon yang ditumbuhkan untuk kepentingan kehutanan tidak mungkin mendapatkan keuntungan dari mikoriza, dan persaingan dengan cendawan lain juga terbatas (Yu et al., 2001).

Taksonomi Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA)

Subordo Glomineae memiki dua famili, Glomaceae dan Acaulasporaceae, dan dicirikan oleh adanya arbuskula dan vesikula tapi tidak memiliki sel-sel tambahan (auxillary cell). Kedua famili tersebut masing- masing memiliki dua genus yaitu Glomus dan Sclerocystis untuk Glomaceae, Acaulaspora dan

(16)

tersebut diduga sudah ada pada sekitar 250 juta tahun yang lalu (Simon et al., 1993).

Berdasarkan ciri morfologi dan histologis, akhirnya berhasil diklasifikasikan tujuh jenis yang berbeda satu dengan lainnya. Jenis endomikoriza, khususnya cendawan mikoriza arbuskula (CMA), dan ektomikoriza merupakan jenis yang paling banyak dijumpai sedangkan jenis-jenis mikoriza arbutoid, monotropoid, ektendo, erikoid, dan orkhid dijumpai hanya pada beberapa jenis tanaman saja (Smith dan Read, 1997).

Oehl dan Sie verding (2004) menemukan bahwa ada sebuah genus baru dalam famili cendawan Glomeraceae, ordo Glomerales, klas Glomeromycetes, yang diberi nama Pacispora. Spesies pencirinya adalah P. scintillans yang seperti halnya P. dominikii dan P. chimono-bambusae, tadinya diletakkan dalam genus

Glomus dari Glomeraceae. Empat spesies baru dari genus baru tersebut yaitu

Pacispora franciscana, P. robigina, P. coralloidea dan P. boliviana. Spora-spora genus baru ini terbentuk secara terminal pada hifa, fitur yang hanya dimiliki oleh

Glomus dan Paraglomus. Bagian dalam spora biasanya berupa dinding tiga lapis, dari sanalah spora berkecambah langsung melalui dinding spora terluar, yang biasanya juga terdiri dari tiga lapis. Ciri perkecambahan demikian serupa dengan

Scutellospora, Acaulospora dan Entrophospora tapi tidak dimiliki oleh Glomus

dan Paraglomus. Pembentukan mikoriza vesikular arbuskularnya, sejauh ini baru dikonfirmasi pada dua dari ketujuh Pacispora spp. yang ada, karakteristik warna struktur cendawan internalnya dan fitur- fitur dudukan hifa spora (subtending hyphae) paling mirip dengan genus Glomus. Berdasarkan alasan tersebut,

Pacispora dimasukkan ke dalam Glomeraceae. Ketujuh Pacispora spp. secara morfologi dapat dibedakan berdasarkan struktur permukaan spora, karakteristik ornamentasi dinding spora, dan oleh warna serta ukuran spora. Tiga Pacispora

(17)

Struktur Umum CMA

Hifa dari CMA tidak bersekat dan bercabang-cabang di dalam dan di antara sel-sel korteks akar. Di dalam sel-sel yang terinfeksi terbentuk gelung-gelung hifa atau cabang-cabang hifa kompleks yang dinamakan arbuskula. Arbuskula ini diduga berperan sebagai pemindah unsur hara diantara simbion-simbion. Sedangkan struktur-struktur menggelembung yang dibentuk secara apikal yang seringkali dijumpai pada hifa- hifa utama, struktur ini dinamakan vesikula. Vesikula mengandung banyak lemak dan terutama berfungsi sebagai organ simpan (Imas et al., 1989).

CMA dicirikan oleh hifa yang intraseluler, yaitu hifa menembus ke dalam sel-sel korteks dan dari sel yang satu ke sel yang lain. Jarang sekali cendawan dapat menembus sel-sel endodermis ke silinder pusat (stele). Di dalam sel-sel tersebut dapat dibedakan adanya pembengkakkan-pembengkakkan miselia (vesikula dan arbuskula) yang pada akhirnya lenyap sebagian atau seluruhnya karena dicerna oleh sel-sel yang dimasukinya. Di sini tidak terdapat mantel cendawan dan pembengkakkan akar, meskipun kadang-kadang sel-sel yang mengalami invasi yang sangat berat menunjukkan gejala- gejala pembengkakan. Akar rambut pun berkembang secara normal, jadi tidak terdapat modifikasi bentuk luas akar (Manan, 1994).

Manfaat Mikoriza

(18)

Cendawan mikoriza dapat membentuk akar tanaman yang kuat, cepat menjalar kedalam tanah, akar sehat, dan hijauan daun tajuk tanaman cepat menutup. Akar bibit tanaman yang telah dipersenjatai CMA mampu bertahan hidup dari kondisi lingkungan yang tidak bersahabat, CMA ini dapat membantu logistik tanaman dan perlindungan akar tanaman dari gangguan lingkungan, sehingga tanaman dapat hidup lebih baik di lapangan (Turjaman, 2004).

Menurut Puryono (1997) secara umum peranan mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman adalah sebagai berikut :

1. Adanya mikoriza sangat penting bagi persediaan unsur hara dan pertumbuhan tanaman.

2. Adanya simbiose mikoriza pada akar tanaman akan dapat membantu dalam mengatasi kekurangan unsur hara terutama Phospor (P) yang tersedia dalam tanah. Hal ini disebabkan mikoriza mampu melepaskan ikatan Aluminiumfospat (AlPO4) dan Besifospat (FePO4) pada tanah-tanah yang asam.

3. Mikoriza dapat meningkatkan unsur hara dengan jalan memperkecil jarak antara akar dengan unsur hara tersebut. Hal ini terjadi melalui pembentukan hypa pada pemukaan akar yang befungsi sebagai perpanjangan akar.

4. Dengan perluasan hypanya, mikoriza akan meningkatkan daya serap dari elemen-elemen yang imobil dalam tanah, misalnya : P, Cu, Zn.

5. Mikoriza dapat membantu memperbaiki dan meningkatkan sifat-sifat struktur agregat tanah.

6. Mikoriza dapat membantu memperbaiki dan meningkatkan pertumbuhan tanaman terutama di daerah yang kondisinya sangat miskin hara, pH rendah, dan kurang air.

7. Simbiosis antar jamur dan akar tanaman dapat melindungi tanaman inangnya terhadap serangan jamur patogen dengan cara mengeluarkan zat antibiotik. 8. CMA juga dapat menghasilkan hormon tumbuh auxin, cytokinin, giberelin,

(19)

Hasil-hasil Penelitian Pengaruh CMA Terhadap Beberapa Semai Tanaman

Tabel 1. Hasil- hasil penelitian mengenai pengaruh CMA terhadap pertumbuhan beberapa jenis semai tanaman

Tahun Peneliti Judul Hasil

2004 Risal Sangadji Perbaikan Kualitas Inokulum Mikoriza

Ficus Spp., Intsia bijuga

(Colebr.) O.Kuntza dan

Diospyros celebica

Bath. Terhadap Pemberian Inokulum CMA dan Bioorganik

Dari ke empat anakan, pemberian inokulum CMA berpengaruh lebih nyata terhadap parameter-parameter yang diamati pada jenis tanaman Sizygium Spp. dan Ficus Spp.

(20)

Peranan CMA terhadap Pertumbuhan Jati

Menurut Coster (1921) dalam Manan (1976) mikoriza arbuskula terdapat pada jati di Indonesia. Infeksi dari cendawan ini hanya terdapat pada sel-sel korteks dari akar yang masih muda. Coster telah melihat adanya hifa di dalam sel-sel korteks primer pada jati dan jenis lain, seperti Podocarpus spp, Araucaria exelsa, Agathis alba, Cupressus festigiata, Parasponia parviflora, Altingia exelsa, dan lain- lain.

Hasil penelitian inokulasi CMA Glomus etunicatum pada bibit jati pada umur 3 bulan setelah inokulasi menghasilkan peningkatan rata-rata parameter pertumbuhan sebagai berikut : pertambahan tinggi 1,7 cm atau meningkat sebesar 26,56 % terhadap kontrol (tanpa inokulasi), diameter sebesar 0,1 mm atau meningkat sebesar 33,33 % terhadap kontrol, berat kering total 0,22 g atau meningkat sebesar 48,49 % terhadap kontrol, dan nilai NPA terbaik sebesar 0,05 g atau meningkat 20 % terhadap kontrol (Sangadji, 2004).

Tectona grandis Linn, F.

Tanaman jati merupakan tanaman tropika dan subtropika yang sejak abad ke-9 telah dikenal sebagai pohon yag memiliki kualitas tinggi dan bernilai jual tinggi. Di Indonesia, jati digo longkan sebagai kayu mewah (fancy wood) dan memliki kelas awet tinggi yang tahan gangguan rayap serta jamur dan awet mampu bertahan hingga 500 tahun (Sumarna, 2001).

Dalam sistem klasifikasi, tanaman jati mempunyai penggolongan sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Subkelas : Dicotyledoneae Ordo : Verbenales Famili : Verbenaceae Genus : Tectona

(21)

Sifat Botanis

Pada kondisi baik, tinggi dapat mencapai 30-45 m. Dengan pemangkasan, batang yang bebas cabang dapat mencapai antara 15-20 cm. Diameter batang dapat mencapai 220 cm. Kulit kayu berwarna kecoklatan atau abu-abu dan mudah terkelupas. Pangkal batang berakar papan pendek dan bercabang sekitar 4. Pada habitat kering pertumbuhan menjadi terhambat, cabang lebih banyak, melebar dan membentuk semak. Pada tapak bagus, batang bebas cabang 15-20 m atau lebih, percabangan kurang dan rimbun (Sumarna, 2001).

Menurut Rachmawati (2000) buah jati termasuk jenis buah keras, terbungkus kulit berdaging lunak tidak merata (tipe buah batu). Ukuran buah bervariasi 5-20 mm, umumnya 11-17 mm. Struktur buah terdiri dari kulit luar tipis yang terbentuk dari kelopak, lapisan tengah (mesokarp) tebal seperti gabus, bagian dalamnya (endokarp) keras dan terbagi manjadi 4 ruang biji, Sedangkan benihnya berbentuk oval, ukuran kira-kira 6 x 4 mm. Jarang dijumpai dalam keempat ruang berisi benih seluruhnya, umumnya hanya berisi 1-2 benih. Seringkali hanya satu benih yang tumbuh menjadi anakan.

Menurut Sumarna (2001), perlakuan pendahuluan dapat dilakukan dengan cara fisik maupun kimia :

1. Perlakuan Secara Fisik

Perlakuan fisik terhadap buah jati sebelum dikecambahkan pada dasarnya merupakan upaya untuk mengurangi tingkat kekerasan atau melunakan kulit buah. Dengan demikian, proses masuknya air kedalam buah dapat berlangsung cepat. Air ini diperlukan untuk merangsang pertumbuhan embrio. Perlakuan fisik ini perlu dilakukan secara hati- hati agar tidak mengganggu atau merusak embrio benih. Beberapa pola perkecambahan benih jati yang pernah dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Perendaman dengan air biasa selama 24 jam, lalu dijemur 4 hari. Setelah itu, direndam lagi dan dijemur selama 3 minggu atau langsung rendam selama 72 jam.

(22)

2. Perlakuan Secara Kimia

Pelakuan secara kimia dengan cara merendam benih dalam asam sulfat (H2SO4) selama ± 20 menit. Cara ini dapat melunakan kulit buah jati sehingga akan memudahkan air masuk ke dalam buah.

Penyebaran

Daerah penyebaran alaminya terdapat di India, Myanmar, Thailand dan bagian Barat Laos. Batas Utara pada garis 25o LU di Myanmar, batas Selatan pada 9o LU di India, jati tersebar pada garis 70o-100o BT. Penyebarannya ternyata terputus-putus. Hutan jati terpisah oleh pegunungan, tanah datar, tanah-tanah pertanian dan tipe hutan lainnya. Di Indonesia jati bukan tanaman asli, tetapi sudah tumbuh sejak beberapa abad lalu di Pulau Kangean, Muna, Sumbawa dan Jawa (Sumarna, 2001).

Manfaat dan Kegunaan

Dengan kondisi kelas kuat dan kelas awet yang tinggi, kayu jati hingga saat ini banyak dibutuhkan dalam industri properti, seperti untuk kayu lapis, rangka, kusen, pintu, maupun jendela. Selain itu, dengan profil yang ditunjukkan oleh garis lingkar tumbuh yang unik dan mempunyai nilai artistik tinggi, jati dibutuhkan para seniman pahat dan pengrajin industri furniture untuk dijadikan berbagai bentuk barang jadi, misalnya mebel dan berbagai jenis barang kerajinan rumah tangga. Karena kekuatannya pula, kayu jati digunakan sebagai bahan untuk bak pada angkutan truk, tiang, balok, jembatan maupun bantalan kereta api. Selain itu, karena memiliki daya tahan terhadap berbagai bahan kimia maka secara teknis kayu jati dapat digunakan sebagai wadah bagi berbagai jenis produk industri kimia (Sumarna, 2001).

(23)

Tidak hanya bagian tanamannya saja yang berguna, limbah produksi berupa cabang dan serbuk gergaji pun dapat diproses menjadi briket arang yang memiliki kalori tinggi.

Serbuk Gergaji

Serbuk gergaji merupakan limbah yang selalu ada pada tiap industri pengolahan kayu. Pada industri penggergajian, serbuk gergaji yang dihasilkan berkisar 11-15 %, sedang pada industri kayu lapis dan moulding biasanya lebih kecil. Besarnya persentase limbah serbuk gergaji yang dihasilkan pada proses pengolahan kayu seperti penggergajian, tergantung dari beberapa faktor seperti jenis kayu, tipe gergaji, tebal bilah gergaji (kerf), diameter log, kualitas yang ingin dihasilkan dan lain- lain (Alimuddin, 2002).

Serbuk gergaji umumnya banyak dimanfaatkan untuk bahan baku tungku pemanas atau bila diperkirakan akan menguntungkan, dimanfaatkan sebagai bahan baku pada pembuatan papan partikel, juga bisa dimanfaatkan sebagai media pertumbuhan di persemaian. Selain itu, serbuk gergaji dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan briket arang (Supraptono, 1995). Sumber dan besarnya limbah serbuk gergaji di Kalimantan Timur dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Macam dan perkiraan jumlah limbah serbuk gergaji di Kalimantan Timur No Kegiatan sumber limbah Volume pertahun (M3)

1 Pemotongan 37.625

2 Pemotongan kayu lapis 1.254.000

3 Penghalusan / Amplas 1.756.000

4 Sawmil 79.136

Jumlah 3.126.761

Sumber : Laporan Penelitian, Studi Pemanfaatan Limbah Serbuk Gergaji untuk Bahan Baku Briket Arang oleh Bandi Supraptono, Lemlit Unmul 1995.

(24)

Tabel 3. Jenis kayu dan kandungan kimianya yang banyak diolah Kandungan

Kimia

Jenis Kayu

Kapur Meranti Bangkirai Sengon Sellulosa (%) 60,00 50,76 52,90 40,99

Lignin (%) 26,90 30,60 24,00 27,88

Pentosa (%) 11,70 17,76 21,70 16,89

Abu (%) 0,80 0,68 1,00 1,38

Silika (%) 0,60 0,29 0,40 -

Sumber : Laporan Penelitian, Studi Pemanfaatan Limbah Serbuk Gergaji untuk Bahan Baku Briket Arang oleh Bandi Supraptono, Lemlit Unmul 1995.

Hasil analisis komposisi kimia serbuk gergajian kayu sengon (Paraserianthes falcataria) seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3, memperlihatkan bahwa tumbuhan ini termasuk dalam kelas dengan kandungan selulosa tinggi, sedangkan kadar lignin pada tanaman ini termasuk sedang yaitu berada diantara 18-33% (Supraptono, 1995).

Limbah Media Jamur

Dewasa ini usaha budidaya jamur tiram putih banyak dilakukan dengan menggunakan media berupa serbuk gergaji kayu. Chang dan Hayes (1978) dalam

Rubijanto et al., (1988), melaporkan bahwa bahan-bahan yang mengandung selulosa dan lignin cukup tinggi (C : N = 1 : 50; 1 : 100; 1 : 500) dapat digunakan untuk pertumbuhan miselium dan tubuh buah jamur ini.

M edia jamur tiram yang digunakan untuk tumbuh dan berkembang karena kebutuhan nutrisinya

telah terpenuhi di dalam media tersebut, sehingga diperlukan suatu komposisi media yang tepat untuk

mendapatkan suatu pertumbuhan jamur tiram yang optimal. Substrat medium tanam jamur terdiri atas serbuk

gergaji kayu sengon yang dicampur dengan 10 % bekatul, 1,5 % kapur, dan 1,5 % gips (Gunawan, 1992).

(25)
(26)

METODOLOGI

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca dan Laboratorium Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Analisis media dilakukan di Departemen Tanah dan Sumberdaya Lahan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Agustus 2006.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: limbah media jamur tiram yang diperoleh dari Laboratorium Patologi Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, serbuk gergaji kayu sengon, benih jati yang berasal dari kabupaten madiun, aquades, fungisida dan insectisida, mikofer yang merupakan inokulum Cendawan Mikoriza Arbuscular (CMA) jenis Glomus etunicatum, polybag, larutan staining.

Alat yang digunakan dalam penelitian, yaitu: karung plastik, gelas ukur, timbangan, kaliper, pinset, saringan atau ayakan, penggaris, oven, gelas aqua, dan alat-alat analisis kimia dan fisik media.

Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Pematahan Dormansi Benih

Pematahan dormansi benih jati dilakukan dengan cara merendam benih pada malam hari, kemudian siang hari benih dijemur. Perlakuan ini diulang selama 7 hari dan pada hari ke 7 sebelum ditaburkan benih jati diperam dalam karung basah selama 1 malam. Dan dengan cara merendam dengan air accu (H2SO4) yang di campur dengan air dengan perbandingan 1:10 direndam selama 7 menit kemudian ditabur.

Penaburan Benih Pada Media Kecambah

(27)

Pengolahan Limbah Media Jamur

Limbah media jamur dihancurkan dan kemudian dicampur dengan tanah dan serbuk gergaji dengan perbandingan sesuai dengan perlakuan.

Penyapihan

Bibit disapih setelah memiliki sepasang daun yaitu dengan cara mencongkel bibit-bibit tersebut dengan bambu atau pisau. Setelah itu bibit dipindahkan ke media dalam polibag yang telah disiapkan.

Pemberian Mikoriza

Pemberian mikoriza ini diberikan sebanyak 10 gram per polibag yang diberi perlakuan, yaitu dengan cara membuat lubang koakan dengan jari-jari 2,5 cm dengan kedalaman sampai terlihat akar tanaman, sehingga mikoriza cepat menginfeksi semai jati.

Pemeliharaan

Pemeliharaan bibit meliputi kegiatan penyiraman (sehari 2x pagi dan sore), pemupukan semai jati dengan menggunakan pupuk daun (hyponex hijau) yang mempunyai kandungan 20 % N, 20 % P, dan 20 % K dilakukan setiap 3 minggu 1 kali, dengan cara melarutkan hyponex hijau dalam air (1 g hyponex hijau untuk 1 liter air), serta perlindungan terhadap hama dan penyakit (dilakukan dengan penyiangan terhadap gulma dan rumput).

Pengukuran Parameter: 1. Tinggi semai

(28)

2. Diameter Semai

Pengukuran diameter semai dilakukan dengan menggunakan kaliper 1 cm diatas permukaan media. Pengukuran diameter dilakukan diawal dan akhir pengamatan.

3. Berat Basah Tanaman

Pengukuran berat basah dilakukan pada akhir pengamatan, setelah dilakukan pemanenan pada semai jati. Dipisahkan antara bagian pucuk dan akar, ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik.

4. Berat Kering Tanaman

Parameter berat kering dihitung pada kahir pengamatan, nilai berat kering diperoleh dari hasil penimbangan bagian atas semai (pucuk) dan bagian akar yang telah dioven selama 72 jam pada suhu 70°C.

5. Nisbah Pucuk Akar (NPA)

NPA merupakan perbandingan berat kering pucuk dan berat kering akar. Nilai ini ditentukan berdasarkan berat kering pucuk dan akar setelah di oven.

Akar Kering Berat

gPucuk BeratKerin

NPA=

6. Persentase Infeksi CMA

Pengukuran persentase infeksi CMA dilakukan setelah pengukuran tinggi dan diameter semai, setelah itu tanaman dipanen kemudian contoh akar diambil dan dilakukan staining.

Parameter ini diamati pada akhir penelitian dengan metode seperti Setiadi et al. 1992 :

(29)

2. Bagian akar yang muda (serabut) diambil dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian direndam dalam larutan KOH 10%, biarkan selama semalam atau sampai akar berwarna kuning bersih

3. Setelah akar berwarna kuning bersih, larutan KOH 10% dibuang dan akar dibilas dengan air

4. Larutan HCl 2% ditambahkan dan dibiarkan semalam sampai akar berwarna kuning jernih

5. HCl dibuang dan diganti dengan larutan staining (gliserol, asam laktat dan aquades dengan perbandingan 2 : 2 : 1 dan ditambah trypan blue sebanyak 0,05%) dan dibiarkan semalam

6. Larutan staining dibuang dan diganti dengan larutan destaining (larutan

staining tanpa trypan blue dengan perbandingan gliserol, asam laktat dan aquades sebesar 2 : 2 : 1) dan dibiarkan semalam

7. Akar tersebut dipotong-potong sepanjang 1 cm, dan disusun pada gelas objek/preparat (1 preparat untuk 10 potong akar) dan diamati dengan mikroskop binokuler

8. Jumlah akar yang terinfeksi CMA dari 10 potong akar tersebut dicatat, penampakan struktur hifa eksternal, hifa internal, spora, vesikula dan

arbuskula merupakan suatu indikasi bahwa contoh akar tersebut telah terinfeksi oleh CMA

9. Persentase akar yang terinfeksi dihitung berdasarkan rumus : Bidang pandang akar terinfeksi

Akar Terinfeksi x100%

Bidang pandang total akar yang diamati

=

Analisis Data

Dalam penelitian ini digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktorial. Faktor pertama adalah pemberian mikoriza yang terdiri dari 2 taraf, yaitu :

• M0 : tanpa mikoriza

(30)

Sedangkan faktor kedua adalah pemberian limbah media jamur yang terdiri dari 4 taraf, yaitu :

• J0 : tanpa limbah media jamur (tanah murni)

• J1 : limbah media jamur : serbuk gergaji : tanah = 16,7 % : 33,3 % : 50 % • J2 : limbah media jamur : serbuk gergaji : tanah = 25 % : 25 % : 50 % • J3 : limbah media jamur : serbuk gergaji : tanah = 33,3 % : 16,7 % : 50 %

Setiap taraf dilakukan 4 kali ulangan.

Model rancangan yang digunakan menurut Mattjik (2000) adalah

Dimana : i = 1,2 j = 1,2,3,4 k = 1,2,3,4

Yijk : nilai dari pengamatan pada taraf ke- i faktor pemberian mikoriza dan taraf ke-j faktor pemberian limbah media jamur pada ulangan ke-k.

µ : nilai rata-rata umum

Mi : nilai pemberian mikoriza

Jj : nilai pemberian limbah media jamur

(MJ)ij : nilai interaksi pemberian mikoriza ke- i dan limbah media jamur ke-j

εijk : nilai galat dari unit percobaan yang diberikan perlakuan mikoriza ke-i dan limbah media jamur ke-j

Hipotesis :

Bentuk hipotesis yang digunakan adalah :

Ho : perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap respon yang diamati H1 : perlakuan berpengaruh nyata terhadap respon yang diama ti. Kesimpulan :

Jika F hitung : > F? (dbp,dbs) terima H1 pada tingkat nyata ? = F? (dbp,dbs) terima H0 pada tingkat nyata ?

(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Parameter yang diamati pada penelitian ini antara lain pertambahan tinggi, pertambahan diameter, berat basah pucuk (BBP), berat basah akar (BBA), berat kering pucuk (BKP), berat kering akar (BKA), berat kering total (BKT), nisbah pucuk akar (NPA), jumlah spora, dan persen infeksi akar. Untuk mengetahui respon pengaruh perlakuan pemberian mikoriza dan pemberian limbah media jamur terhadap parameter tanaman, maka dilakukan analisis sidik ragam. Untuk mengetahui adanya pengaruh yang berbeda dalam masing- masing perlakuan maka dilakukan Uji Lanjut Duncan. Hasil ringkasan Anova disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pengaruh pemberian mikoriza, limbah media jamur dan interaksinya terhadap peubah semai jati

Parameter F hitung KK

(%) Mikoriza Jamur Interaksi

Tinggi*) 0,29 tn 11,24 ** 0,24 tn 30,94 Diameter 0,42 tn 111,86 ** 0,23 tn 21,65 BBA*) 0,01 tn 39,70 ** 3,72 * 25,94 BBP*) 0,69 tn 26,75 ** 0,80 tn 21,95 BKA*) 25,87 ** 101,98 ** 10,02 ** 12,23 BKP*) 11,50 ** 56,15 ** 8,06 ** 17,22 BKT*) 0,43 tn 67,03 ** 7,47 ** 15,45 NPA 123,31 ** 0,51 tn 0,52 tn 21,48 Jumlah spora*) 0,49 tn 1,04 tn 1,23 tn 23,10 % Infeksi Akar 27,48 ** 1,24 tn 0,48 tn 14,21 Keterangan: tn = berpengaruh tidak nyata, ** = berpengaruh sangat nyata (p <

0,01), * = berpengaruh nyata (0,01 < p < 0,05), *) = setelah dilakukan tranfo rmasi data.

(32)

Tabel 5. Unsur hara makro (N, P, K) pada media setelah 3 bulan penelitian

Perlakuan N total (%) P (ppm) K (me/100g)

Media

M0J0 0,16 10,67 0,85

M0J1 0,26 16,91 1,40

M0J2 0,29 19,70 1,55

M0J3 0,31 21,18 1,60

M1J0 0,10 5,40 0,26

M1J1 0,12 6,60 0,35

M1J2 0,15 8,50 0,46

M1J3 0,17 10,30 0,53

Perlakuan N total (%) P (%) K (%)

Daun

M0J0 1.70 0,20 0,60

M0J1 2,05 0,23 0,72

M0J2 2,17 0,28 0,85

M0J3 2,78 0,38 1,00

M1J0 0,78 0,18 0,61

M1J1 0,84 0,20 0,69

M1J2 0,92 0,24 0,78

M1J3 1,06 0,28 0,85

Tabel 5 menunjukkan bahwa penambahan limbah media jamur pada tanah dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara makro pada media. Karena salah satu peran bahan organik adalah sebagai sumber hara dalam tanah.

Tinggi Bibit Jati

(33)

(a) (b)

Gambar 1. Semai jati setelah 3 bulan masa tanam pada perlakuan (a). pemberian mikoriza, (b). tanpa pemberian mikoriza, pada kombinasi perlakuan pemberian limbah media jamur.

Dari Tabel 4 diketahui bahwa perlakuan pemberian mikoriza dan interaksi antara pemberian mikoriza dan limbah media jamur tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi bibit jati, sedangkan pada perlakuan pemberian limbah media jamur berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95%. Selanjutnya untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda nyata dari perlakuan pemberian limbah media jamur, maka dilakukan Uji Lanjut Duncan yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Uji Lanjut Duncan pada pengaruh pemberian limbah media jamur terhadap tinggi bibit jati

Perlakuan Rerata (cm) Pertambahan riap tinggi terhadap kontrol (%) J0

J3 J1 J2

11,75 a 4,19 b 3,98 b 3,90 b

0,00 -24,45 -28,83 -31,01

Keterangan : Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan berbeda tidak nyata dalam Uji Lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95 %.

(34)

dan mempunyai selisih terhadap kontrol sebesar -31,01 %. Histogram rata-rata tinggi bibit jati dapat dilihat seperti pada Gambar 2.

12,60

Gambar 2 Histogram rata-rata pertumbuhan tinggi semai jati umur 12 minggu, pada kombinasi perlakuan MJ. Warna biru menunjukkan bibit jati yang tidak diberi pemberian mikoriza (M0), sedangkan warna merah menunjukkan bibit jati yang diberi pemberian mikoriza (M1). J0 : pemberian limbah jamur 0 %, J1 : pemberian limbah jamur 25 %, J2 : pemberian limbah jamur 50 %, J3 : pemberian limbah jamur 75 %. Pada Gambar 2 terlihat bahwa perlakuan M0J0 memberikan pengaruh pertumbuhan tinggi yang paling besar dibandingkan dengan pemberian limbah jamur yang lainnya. Pertambahan rata-rata tinggi pada setiap minggunya dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik pertumbuhan tinggi semai jati. Keterangan :

M0J0 : Bibit tanpa pemberian mikoriza dan tanpa pemberian limbah jamur (kontrol)

M0J1 : Bibit tanpa pemberian mikoriza dan dengan pemberian limbah jamur 25 % M0J2 : Bibit tanpa pemberian mikoriza dan dengan pemberian limbah jamur 50 % M0J3 : Bibit tanpa pemberian mikoriza dan dengan pemberian limbah jamur 75 % M1J0 : Bibit dengan pemberian mikoriza dan tanpa pemberian limbah jamur M1J1 : Bibit dengan pemberian mikoriza dan pemberian limbah jamur 25 % M1J2 : Bibit dengan pemberian mikoriza dan pemberian limbah jamur 50 % M1J3 : Bibit dengan pemberian mikoriza dan pemberian limbah jamur 75 %

Grafik rata-rata pertambahan tinggi semai jati

(35)

Pada Gambar 3 terlihat bibit jati dari pengukuran ke-6 pertambahan tingginya sudah mulai meningkat. Hal ini dikarenakan dilakukan pemupukan yang lebih intensif dengan menggunakan hyponex hijau yaitu setiap lima hari sekali, dengan cara melarutkan hyponex hijau dalam air (1 g hyponex untuk 1 liter air).

Diameter Bibit Jati

Diameter semai diukur karena merupakan salah satu indikator pertumbuhan tanaman kearah radial. Pengaruh pemberian perlakuan terhadap pertumbuhan diameter dapat dilihat melalui selisih pengukuran diameter awal dan pengukuran diameter akhir pada semai jati.

Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa perlakuan yang memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan diameter bibit jati adalah perlakuan pemberian limbah jamur dengan nilai KK sebesar 9,30 %. Selanjutnya perlakuan mana yang memberikan pengaruh yang nyata dari perlakuan pemberian limbah jamur maka dilakukan Uji Lanjut Duncan yang hasilnya seperti pada Tabel 7.

Tabel 7. Uji Lanjut Duncan pada pengaruh pemberian limbah media jamur terhadap diameter bibit jati

Perlakuan Rerata (mm) Pertambahan diameter terhadap kontrol (%) J0

J3 J1 J2

0,42 a 0,12 b 0,11 b 0,11 b

0,00 -71,42 -73,81 -73,81

Keterangan : Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan berbeda tidak nyata dalam Uji Lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95 %

(36)

0,42

Gambar 4 Histogram rata-rata pertumbuhan diameter semai jati umur 12 minggu, pada kombinasi perlakuan MJ. Warna biru menunjukkan bibit jati yang tidak diberi pemberian mikoriza (M0), sedangkan warna ungu menunjukkan bibit jati yang diberi pemberian mikoriza (M1). J0 : pemberian limbah jamur 0 %, J1 : pemberian limbah jamur 25 %, J2 : pemberian limbah jamur 50 %, J3 : pemberian limbah jamur 75 %.

Dari Gambar 4 tersebut ternyata perlakuan pemberian M1J0 dan M0J0 memberikan pengaruh yang lebih tinggi dibandingkan oleh perlakuan yang lainnya. Sedangkan untuk pertambahan rata-rata diameter pada setiap pengukurannya dapat dilihat pada Gambar 5.

-Gambar 5. Grafik pertumbuhan diameter semai jati. Keterangan :

M0J0 : Bibit tanpa pemberian mikoriza dan tanpa pemberian limbah jamur (kontrol)

(37)

Dari Gambar 5 tersebut dapat dilihat bahwa semai jati yang diberi perlakuan M1J0 mengalami pertambahan diameter paling tinggi dimana selisih antara pengukuran rata-rata diameter akhir dengan pengukuran diameter awal adalah sebesar 0,43 mm. Sedangkan secara statistik perlakuan M0J2 mengalami pertambahan yang paling kecil, yang mempunyai selisih antara rata-rata pengukuran diameter akhir dengan pengukuran diameter awal sebesar 0,1 mm.

Berat Basah Semai

Berat basah diamati dengan cara menimbang semai yang telah dipanen dan dipisahkan antara bagian pucuk dan akar dengan menggunakan timbangan analitik. Dari Tabel 4, dapat dilihat kalau pemberian limbah media jamur berpengaruh sangat nyata, sedangkan pengaruh interaksi dari keduanya memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan BBA dan BBP semai. Untuk mengetahui pengaruh interaksi yang berpengaruh nyata terhadap parameter BBA jati maka dilakukan Uji Lanjut Duncan yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Uji Lanjut Duncan pengaruh interaksi terhadap BBA semai jati Perlakuan Rerata (gram) Pertambahan terhadap kontrol (%)

M1J0

Keterangan : Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan berbeda tidak nyata dalam Uji Lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95 %.

(38)

Berat basah pucuk (BBP) merupakan salah satu parameter yang diamati untuk mengetahui nilai kadar air dari semai. Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa pengaruh pemberian limbah media jamur berpengaruh sangat nyata terhadap BBP semai jati. Pengaruh dari perlakuan yang diberikan terhadap BBP semai jati dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Uji Lanjut Duncan pengaruh pemberian limbah media jamur terhadap BBP semai jati

Perlakuan Rerata (gram) Pertambahan terhadap kontrol (%)

J0 15,56a 0,00

J1 2,46b -84,19

J3 2,00b -87,14

J2 1,63b -89,52

Keterangan : Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan berbeda tidak nyata dalam Uji Lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95 %.

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa pengaruh terbesar dari perlakuan yang diberikan diperoleh dari perlakuan J0 yaitu sebesar 15,56 g. Sedangkan pengaruh terendah diberikan oleh J2 dengan nilai sebesar 1,63 g dan selisih terhadap kontrol sebesar 89,52 %.

Berat Kering Semai

Setelah pengukuran terhadap berat basah semai jati, kemudian dilakukan pengeringan terhadap akar dan pucuk semai jati dengan cara dioven pada suhu 70 o

C selama 72 jam. Sebelum dioven, sebagian rambut akar dipotong untuk mengama ti parameter infeksi akar oleh cendawan mikoriza yang terdapat di dalam media dan kemudian ditimbang.

(39)

Tabel 10. Uji Lanjut Duncan pengaruh interaksi terhadap BKA semai jati Perlakuan Rerata (gram) Pertambahan terhadap kontrol (%)

M1J0

Keterangan : Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan berbeda tidak nyata dalam Uji Lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95 %.

Hasil Uji Lanjut Duncan pengaruh interaksi menunjukkan bahwa perlakuan M1J0 berpengaruh nyata terhadap peubah BKA dan memiliki nilai sebesar 3,57 g, sedangkan secara statistik perlakuan interaksi M1J2 memiliki nilai terkecil dengan nilai 0,14 g.

Begitu juga untuk berat kering pucuk (BKP), dapat dilihat pada Tabel 4 bahwa pengaruh perlakuan baik itu pemberian mikoriza, pemberian limbah media jamur dan pengaruh interaksi dari keduanya berpengaruh sangat nyata terhadap BKP semai jati. Pengaruh dari perlakuan yang diberikan terhadap BKP semai jati dapat di lihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Uji Lanjut Duncan pengaruh interaksi terhadap BKP semai jati Perlakuan Rerata (gram) Pertambahan terhadap kontrol (%)

M0J0

Keterangan : Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan berbeda tidak nyata dalam Uji Lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95 %.

(40)

Berat kering total (BKT) jati diperoleh dengan menjumlahkan BKP dengan BKA. Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa pengaruh perlakuan pemberian limbah media jamur dan interaksi dari perlakuan pemberian mikoriza dan pemberian limbah media jamur berpengaruh sangat nyata terhadap BKT semai jati. Pengaruh dari interaksi dari pemberian mikoriza dan pemberian limbah media jamur dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Uji Lanjut Duncan pengaruh interaksi terhadap BKT semai jati

Perlakuan Rerata (gram) Pertambahan terhadap kontrol (%) M1J0

Keterangan : Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan berbeda tidak nyata dalam Uji Lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95 %.

Hasil Uji Lanjut Duncan dari pengaruh interaksi terhadap BKT semai jati menunjukkan bahwa M1J0 memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap parameter BKT dan memiliki rerata nilai sebesar 7,09 g. Sedangkan secara statistik nilai terkecil terdapat pada BKT semai jati dari pengaruh interaksi M1J3 dengan nilai sebesar 0,32 g, dan tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering total semai jati dibandingkan dengan perlakuan M1J0.

Nisbah Pucuk Akar

(41)

Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa pemberian mikoriza berpengaruh sangat nyata terhadap NPA semai jati. Sedangkan perlakuan pemberian limbah media jamur tidak berbeda nyata pada semua perlakuan. Nilai KK dalam sidik ragam NPA adalah sebesar 21,48 %, yang artinya pengaruh dari luar terhadap NPA adalah sebesar 21,48 % dan sisanya merupakan pengaruh perlakuan, yaitu sebesar 78,52 %. Untuk mengetahui perlakuan mana yang lebih berpengaruh nyata dari pemberian mikoriza, maka dilakukan Uji Lanjut Duncan yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Uji Lanjut Duncan pengaruh perlakuan mikoriza terhadap NPA semai jati

Perlakuan Rerata Pertambahan terhadap kontrol (%)

M0 2,36 a 0,00

M1 1,04 b -59,32

Keterangan : Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan berbeda tidak nyata dalam uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95 %.

Dari tabel 13 tersebut menunjukkan kalau perlakuan tanpa pemberian mikoriza (M0) adalah yang memberikan pengaruh yang nyata terhadap NPA semai jati, dengan rerata yang diperoleh sebesar 2,36 g. Sedangkan yang diberikan perlakuan pemberian mikoriza (M1) diperoleh rerata sebesar 0,96 g dan menghasilkan selisih terhadap M0 sebesar – 59,32 %.

Jumlah Spora

Penelitian ini mengamati jumlah spora CMA yang terbentuk selama pengamatan. Jumlah spora pada awal pengamatan untuk 10 g mikofer adalah 7 spora.

(42)

95,00

64,92 64,11

78,54

68,27

89,27 90,60 93,15

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00

M0J0 M0J1 M0J2 M0J3 M1J0 M1J1 M1J2 M1J3

Jumlah spora

Gambar 6. Histogram rata-rata jumlah spora dari setiap perlakuan per 50 g media.

Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa pengaruh perlakuan terhadap jumlah spora tidak ada yang memberikan pengaruh yang nyata terhadap penambahan jumlah spora.

Persen Infeksi Akar

(43)

Gambar 7. Akar semai jati yang terinfeksi spora.

Gambar 8. Akar semai jati yang terinfeksi hifa.

Gambar 9. Akar semai jati yang terinfeksi vesikel.

Spora

(44)

Gambar 10 menunjukkan persen infeksi pada akhir pengamatan dari setiap perlakuan yang diberikan.

64,92 64,11

M0J0 M0J1 M0J2 M0J3 M1J0 M1J1 M1J2 M1J3

Persen Infeksi (%)

Gambar 10. Histogram rata-rata persen infeksi dari setiap perlakuan.

Dari Tabel 4 diperoleh bahwa perlakuan yang berpengaruh terhadap persen infeksi akar adalah dari perlakuan pemberian mikoriza, dimana hasil Uji Lanjut Duncannya adalah seperti pada Tabel 14.

Tabel 14. Uji Lanjut Duncan pengaruh perlakuan mikoriza terhadap infeksi akar semai jati

Perlakuan Rerata (%) Pertambahan terhadap kontrol (%)

M1 89,65a 30,32

M0 68,79b 0,00

Keterangan : Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan berbeda tidak nyata dalam Uji Lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95 %.

Berdasarkan Tabel 14, ternyata faktor M1 memberikan pengaruh yang nyata terhadap infeksi akar semai jati, dengan nilai rerata sebesar 89,65 % dan memiliki selisih terhadap kontrol sebanyak 30,32 %.

Pembahasan

(45)

pertumbuhan bagi semai. Untuk dapat memberikan pertumbuhan yang baik bagi tanaman, media tanam harus mampu menyediakan aerasi yang baik, mampu menahan air yang tersedia dan juga menyimpan hara yang dibutuhkan tanaman untuk menunjang pertumbuhannya. Dengan demikian selain tanah sebagai media tumbuh diperlukan media tanam lain yang mampu memenuhi segala kebutuhan tanaman (Donna, 2001). Selain itu sebaiknya bibit tanaman dipersenjatai dengan menggunakan jamur mikoriza, agar bibit tanaman mampu bertahan hidup dari kondisi lingkungan yang kurang baik.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, ternyata perlakuan M1J0 memberikan pengaruh yang sangat nyata dalam memperbaiki pertumbuhan semai jati, diikuti oleh perlakuan M0J0. Hal ini terlihat dari hasil Uji Lanjut Duncan dimana perlakuan tersebut memiliki rata-rata pertumbuhan yang lebih tinggi hampir pada semua parameter yang diteliti dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Bibit jati tumbuh lebih baik pada media tanah dibandingkan dengan pada media yang diberikan perlakuan pemberian limbah media jamur. Hal ini dapat disebabkan antara lain oleh: a) unsur hara yang terdapat pada media limbah jamur digunakan oleh CMA sebagai energi untuk mendekomposisikan serbuk gergaji yang belum terdekomposisi, sehingga CMA masih belum bisa memberikan pengaruhnya terhadap semai jati secara optimal (Aristizabal et al., 2004), b) kemungkinan adanya bakteri pengganggu (patogen) sejalan dengan dekomposisi serbuk gergaji yang dapat membantu pertumbuhan semai jati, sehingga diperlukan sejumlah energi untuk menangkalnya, dampak dari adanya patogen menyebabkan melemahnya fungsi CMA (Susmiyati, 2005).

(46)

Serta bisa juga kandungan N, P, K yang ada pada M0J0 sudah optimum untuk pertumbuhan semai jati. Seperti disebutkan oleh Sumarna (2003) bahwa kandungan N yang dibutuhkan oleh tanaman jati antara 0,13-0,072 %. Kandungan keasaman tanah (pH) media juga berpengaruh terhadap pertumbuhan semai jati, jati dapat tumbuh dengan baik pada pH optimum sekitar 6,0 (Sumarna, 2003), sedangkan jamur dapat tumbuh pada media dengan pH optimum 3,8-5,6 (Pelczar dan Chan, 1986).

Faktor Pemberian Mikoriza

Dari Tabel 4, parameter yang dipengaruhi oleh faktor tunggal pemberian mikoriza adalah NPA dan persen infeksi akar. Pada parameter NPA, perlakuan M0 memberikan nilai rerata yang lebih besar dibandingkan dengan M1, tapi nilai NPA terbaik berasal dari perlakuan yang mempunyai nilai rerata terendah, hal ini disebabkan semakin rendah atau mendekati minimum nilai NPA maka akan mempunyai ketahanan hidup di lapangan lebih tinggi dibandingkan semai dengan NPA yang lebih besar. Nilai NPA yang besar menunjukkan perkembangan bagian pucuk lebih tinggi dibandingkan dengan perkembangan sistem perakarannya. Hal ini disebabkan oleh tingginya kandungan unsur hara sehingga menguntungkan bagi perkembangan pucuk namun tidak merangsang bagi perkembangan perakaran.

(47)

Semakin kecil nilai NPA maka semakin siap tanaman tersebut untuk dipindahkan ke lapangan dikarenakan telah semakin tercukupinya jumlah akar yang akan dipergunakan dalam penyerapan air dan unsur hara guna menunjang pertumbuhan tanaman yang besar.

Adanya CMA lokal pada media tanah dapat membantu pertumbuhan semai jati, hal ini terbukti dari nilai persen infeksi dan jumlah spora yang tinggi yang terdapat pada media yang tidak diberikan pengaruh pemberian mikoriza, pertumbuhan spora menjadi lebih baik dengan meningkatnya konsentrasi N dalam larutan. Namun demikian, kadar P larutan menimbulkan pengaruh menghambat perkecambahan spora dan pertumbuhan hifa (Ma et al., 2006). Serapan P oleh miselium dan translokasinya ke akar bermikoriza akan semakin meningkat sejalan dengan peningkatan ketersediaan karbohidrat. Penyerapan P oleh cendawan dan perpindahannya ke tanaman inang juga dirangsang oleh perpindahan karbon dari tanaman ke cendawan mela lui antarmuka mikoriza (Bucking et al., 2005). Pada perlakuan M1J0 memiliki jumlah spora lebih sedikit walaupun jumlah P tersedia juga sedikit, hal ini disebabkan tidak adanya masukan bahan organik sebagai sumber energi bagi perkembangan mikoriza. Peningkatan jumlah mikoriza ini disebabkan meningkatnya efektivitas mikoriza di daerah perakaran yang terpacu pada kondisi kekurangan P. Pernyataan diatas sesuai dengan percobaan yang dilakukan Mosse dan Hayman (1980) yang membuktikan bahwa ketersediaan P yang rendah akan meningkatkan pertumbuhan mikoriza di daerah perakaran dan meningkatkan efektivitas mikoriza dalam menyediakan P bagi tanaman. Ketersediaan P yang mencukupi di daerah perakaran justru akan menurunkan jumlah mikoriza sebagai akibat terhambatnya pertumbuhan mikoriza pada kondisi P tersedia cukup tinggi (Pratikno et al., 2002).

Faktor Pemberian Limbah Media Jamur Tiram

(48)

dimanfaatkan oleh tanaman untuk kebutuhan hidupnya, karena masih tersimpan dalam bentuk bahan organik sehingga masih perlu waktu untuk menguraikan bahan organik limbah media jamur tiram tersebut. Sejalan dengan dekomposisi serbuk gergaji, dengan hasil utama adalah CO2, H2O dan energi (Crawford, 1981; Rajarathnam dan Bano, 1990 dalam Daru, 1999), dapat mengganggu perkembangan akar tanaman, karena panas (energi) yang dihasilkan dari reaksi oksidasi enzimatik dapat mengganggu perakaran tanaman (Soepardi, 1983). Temperatur termofilik tersebut terjadi karena kelembapan dan suasana aerasi yang tertentu, juga karena aktivitas organisme dalam proses pengomposan tersebut (Indriani, 2005). Keadaan temperatur yang tinggi ini terjadi sampai energi yang tersedia dan bahan makanan habis, sehingga kegiatan jasad mikro berkurang dan jumlahnya kembali sedikit. Bahan organik yang tersisa berwarna gelap, merupakan massa koloidal heterogen dan biasanya disebut humus.

Menurut Hakim et al. (1986) dalam Mashudi et al. (2003), unsur hara yang berperan dalam pertumbuhan tinggi adalah nitrogen, fosfor, belerang, kalsium, dan magnesium dalam jumlah yang cukup. Ketersediaan unsur hara juga dipengaruhi oleh kecepatan hara bergerak melalui tanah (media) ke permukaan akar dan kecepatan pertumbuhan akar, serta jenis media yang digunakan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit. Selain itu suatu jenis tanaman dipengaruhi oleh faktor luar yaitu kondisi lingkungan tempat tumbuhnya dan faktor dalam tanaman serta interaksi kedua faktor tersebut.

Faktor Interaksi Antara Mikoriza dan Limbah Media Jamur Tiram

(49)

M0J0 sebesar 4,04 g. Penjumlahan antara BKA dan BKP diperoleh BKT. Dari hasil Uji Lanjut Duncan terhadap BKT, perlakuan yang berpengaruh adalah pada perlakuan M1J0 yaitu sebesar 7,09 g.

BKT merupakan ukuran pertumbuhan tanama n karena bahan kering tanaman dipandang sebagai manifestasi dari semua proses dan peristiwa yang terjadi dalam pertumbuhan tanaman (Sitompul & Guritno, 1986 dalam Rusmala, 2003). BKT adalah biomassa total (akar, batang dan daun) yang menggambarkan kemampua n tanaman untuk dapat mengantisipasi lingkungan dan pertumbuhan anakan sejalan dengan penimbunan cadangan makanan seperti lemak dan pati (Bidwell, 1979 dalam Andriyetni 2006). CMA memasuki serbuk gergaji yang sedang terdekomposisi secara mekanis melalui jaringan vaskuler. Sebagai akibatnya, CMA berkesempatan untuk mendapatkan dan dengan efisiennya mendaurkan hara mineral yang dilepaskan oleh jasad renik pendekomposisi sebelum unsur hara tersebut hilang melalui pelindian atau immobilisasi hara dalam tanah (Aristizabal, et al., 2004).

(50)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pemberian limbah media jamur secara langsung terhadap media semai dapat menghambat pertumbuhan semai jati. Penambahan bahan organik ini dapat meningkatkan kandungan unsur hara dalam media, tetapi belum bisa dimanfaatkan oleh tanaman karena masih tersimpan dalam bentuk bahan organik.

Pemberian mikoriza memberikan hasil yang lebih baik dalam meningkatkan NPA dan persen infeksi akar, tetapi dalam meningkatkan tinggi, diameter dan BBP, media tanah (tanpa pemberian limbah media jamur) memberikan hasil lebih baik. Kegiatan pemberian limbah media jamur di persemaian, belum memberikan hasil yang optimal dalam meningkatkan pertumbuhan semai jati.

Saran

1. Jangan menggunakan limbah media jamur secara langsung sebagai media tanam.

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Alimuddin, 2002. Optimasi Pengolahan Secara Konvensional air Sungai Karang Mumus dan Pemanfaatan Serbuk Gergaji dalam Pengolahannya. Jurnal Ilmiah Mahakam, 32-44/I. Samarinda. : Lembaga Penelitian Universitas Mulawarman.

Andriyetni, N. 2006. Dinamika Populasi Mikrob dalam Campuran Tanah Bekas Tambang Batubara dengan Sludge Selama Proses Bioremediasi. Skripsi S1 Program Studi Ilmu Tanah. Departemen Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Aristizabal, C; Rivera, E.L; Janos, D.P. 2004. Arbuscular Mycorrhizal Fungi Colonize Decomposing Leaves of Myrica parvifolia, M. pubescens and

Paepalanthus sp. Mycorrhiza 14(4):221-228.

Bucking, H; Shachar-Hill, Y. 2005. Phosphate Uptake, Transport and Transfer by the Arbuscular Mycorrhizal Fungus Glomus intraradices is Stimulated by Increased Carbohydrate Availability. New Phytologist 165(3):899-912. Brundrett, M. 2004. Diversity and Classification of Mycorrhizal Associations.

Botanical Review. 79(3):473-495.

Cho, K.H; Toler, H; Lee, J; Ownley, B; Stutz, J.C; Moore, J.L; Auge, R.M. 2006. Mycorrhizal Symbiosis and Response of Sorghum Plants to Combined Drought and Salinity Stresses. Journal of Plant Physiology. 163(5):517-528 Cullings, K.W. 1996. Single Phylogenetic Origin of Ericoid Mycorrhizae Within

the Ericaceae. Canadian Journal of Botany 74, 1896–1909.

Daru, P.T. 1999. Kandungan Komponen Serat Ampas Tebu Hasil Fermentasi Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus). Buletin Budidaya Pertanian 52-57/V, Samarinda.

(52)

Gunawan, A.W. 1992. Budidaya Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Pada Serbuk Gergaji Kayu Jeunjing (Paraserianthes falcataria). Technical Notes. Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB.

Helgason, T; Fitter, A.H; and Young, J.P.W. 1999. Molecular Diversity of Arbuscular Mycorrhizal Fungi Colonising Hyacinthoides Non-scripta (bluebell) in a Seminatural Woodland. Mol. Ecol. 8, 659-666.

Imas, T; Hadioetomo, R.S; Gunawan, A.W; Setiadi, Y. 1989. Mikrobiologi Tanah II. PAU Bioteknologi IPB. Bogor.

Indriyani, Y.H. 2005. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya. Jakarta.

Kartika, L; Yustina M.P.D; dan Agustin, W.G. 1995. Campuran Serbuk Gergaji Kayu Sengon dan Tongkol Jagung Sebagai Media untuk Budi Daya Jamur Tiram. Hayati 23-27/II, Bogor.

Ma, N; Yokoyama, K; and Marumoto, T. 2006. Stimulatory Effect of Peat on Spore Germination and Hyphal Growth of Arbuscular Mycorrhizal Fungus

Gigaspora margarita. Soil Science and Plant Nutrition. 52(2)168-176.

Manan, S. 1976. Silvikultur. Proyek Peningkatan atau Pengembangan Perguruan Tinggi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Maryadi, F. 2001. Status dan Keanekaragaman Jenis CMA di Bawah Tegakan Kebun Benih Klonal Jati (Tectona grandis L.F.) di Padangan. Skripsi. Fakultas Kehutanan IPB Bogo r.

Mashudi, D.S. dan Adinugraha, H.A. 2003. Aplikasi Teknik Stek Batang Pulai (Alstonia scholaris R.Br) dalam Pengembangan Kebun Pangkas. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan vol. 1 No. 3, Desember 2003, Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan.

Mattjik, A.A. dan Sumertajaya, M. 2000. Perancangan Percobaan Dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Jilid 1. IPB Press. Institut Pertanian Bogor.

Oehl, F. dan Sieverding, E. 2004. Pacispora, A New Vesicular Arbuscular Mycorrhizal Fungal Genus in the Glomeromycetes. Journal of Applied Botany and Food Quality-Angewandte Botanik 78(1):72-82.

(53)

Pratikno, H; Syekhfani, Y; Nuraini dan Eko, H. 2002. Pemanfaatan Biomasa Flora untuk Meningkatkan Ketersediaan dan Serapan P Pada Tanah Berkapur di DAS Brantas Hulu Malang Selatan. Biosain 2(1): 78-91.

Puryono, S.K.S. 1998. Perlunya Label Bibit Bermikoriza. Majalah Kehutanan Indonesia. Ed 2 Th. 1997/1998.

Rachmawati, H. 2000. Genetika dan Benih Tectona grandis untuk Indonesia, IFSP.

Rubijanto, M; Endang, S.P; Purnomowati; Sukanto. 1988. Pemanfaatan Beberapa Jenis Serbuk Gergaji untuk Budidaya Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus (Jacq. ex, Fr ) Kummer).

Rusmala, 2003. Bioremediasi Tailling PT Aneka Tambang Gunung Pongkor Kabupaten Bogor. Skripsi Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam. IPB : Bogor.

Sangadji, R. 2004. Perbaikan Kualitas Inokulum Mikoriza Dengan Penambahan Bahan Organik Dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Semai Jati. Skripsi. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. (Tidak Dipublikasikan).

Satter, M.A; Hanafi, M.M; Mahmud, T.M.M; Azizah, H. 2006. Influence of Arbuscular Mycorrhiza and Phosphate Rock on Uptake of Major Nutrients by Acacia mangium Seedlings on Degraded Soil. Biology and Fertility of Soil. 42(4):345-349.).

Smith, S.E. and Read, D.J. 1997. Mycorrhizal Symbiosis, 2nd ed. Academic Press, San Diego, CA, USA.

Subramanian, K.S; Santhanakrishnan, P; Balasubramanian, P. 2006. Responses of Field Grown Tomato Plants to Arbuscular Mycorrhizal Fungal Colonization Under Varying Intensities of Drought Stress. Scientia Horticulturae 107(3):245-253.

Sumarna, Y. 2003. Budi Daya Jati. Penebar Swadaya.Bogor.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor : Departemen Ilmu- ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, IPB.

(54)

Susmiyati, 2005. Upaya Meningkatkan Pertumbuhan Semai Kawista (Limonia acidissima Lindl.) dengan Penambahan Cendawan Mikoriza Arbuskula dan Bahan Additif. Skripsi FakultasKehutanan IPB.

Tarmidi, A.R dan Rahmat, H. 2004. Peningkatan Kualitas Pakan Serat Ampas Tebu Melalui Fermentasi dengan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus). Jurnal Bionatura. 197-204/VI, Bandung.

Turjaman, M. 2004. Mikoriza: Inovasi Teknologi Akar Sehat, Kunci Sukses Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Majalah Kehutanan Indonesia. 20-22/I, Jakarta.

(55)
(56)
(57)

Lampiran 3. Data berat basah pucuk (BBP)

Lampiran 4. Data berat basah akar (BBA)

Perlakuan Ulangan BBA perlakuan Ulangan BBA

(58)
(59)

Lampiran 6. Data nisbah pucuk akar (NPA)

Lampiran 7. Data persen infeksi

(60)

Lampiran 8. Data jumlah spora

Perlakuan Ulangan JlhSpora Perlakuan Ulangan JlhSpora

M0J0

Lampiran 9. Analisis sidik ragam riap tinggi

Source Lampiran 10. Analisis sidik ragam riap dia meter

(61)

Lampiran 11. Analisis sidik ragam berat basah akar (BBA)

Lampiran 12. Analisis sidik ragam berat basah pucuk (BBP)

Source

Lampiran 13. Analisis sidik ragam berat kering akar (BKA)

Source

Lampiran 14. Analisis sidik ragam berat kering daun (BKD)

(62)

Lampiran 15. Analisis sidik ragam berat kering total (BKT)

Lampiran 16. Analisis sidik ragam nisbah pucuk akar (NPA)

Source Lampiran 17 Analisis sidik ragam persen infeksi

Source

Lampiran 18. Analisis sidik ragam jumlah spora

(63)

Gambar

Tabel 1. Hasil-hasil penelitian mengenai pengaruh CMA terhadap pertumbuhan  beberapa jenis semai tanaman
Tabel 2. Macam dan perkiraan jumlah limbah serbuk gergaji di Kalimantan Timur
Tabel 3. Jenis kayu dan kandungan kimianya yang banyak diolah
Tabel 4. Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pengaruh pemberian mikoriza, limbah media jamur dan interaksinya terhadap peubah semai jati
+7

Referensi

Dokumen terkait

Agar penerima streaming video tetap dapat menikmati video dengan kualitas yang optimal (30 fps) walaupun menggunakan koneksi ethernet 10 Mbps, berapa minimum rasio kompresi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan hukum pidana materil oleh hakim dalam putusan Nomor 24/PID.SUS/2012.Mks sudah cukup tepat, karena tindak pidana yang

Pada tahapan pasca produksi penulis sebagai kameramen memberikan semua stok shoot hasil produksi kepada editor untuk kemudian dilakukan penyuntingan gambar oleh

Berdasarkan permasalahan di atas maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengatahui etika guru dan siswa, untuk membentuk siswa yang

Pelaksanaan ritual pada masyarakat Galih Puji Rahayu tidak mempunyai sarana tempat tertentu yang khusus dan dapat dilakukan di mana saja, di kamar, di rumah

Untuk silabus guru sudah ada dari pusat hal ini dapat dilihat hasil wawancara 6 dan data observasi 7 bahwa setiap guru sudah mempunyai silabus untuk

Papan FPC yang telah diumpan selama 6 bulan, sesuai dengan SNI 01-7207-2006 ketahanannya terhadap organisme marine borer di laut diklasifikasikan ke dalam kelas I yaitu sangat

muR Ma;tf cjtpahsh; Njh;T vd;gJ