• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.4 Amanat Internasional 1 Agenda Habitat

2.4.3 Millenium Development Goals

Keikutsertaan Indonesia dalam menyepakati Deklarasi Milenium bersama dengan 189 negara lain pada tahun 2000 bukan semata- mata untuk memenuhi tujuan dan sasaran Millenium Development Goals (MDGs), namun keikutsertaan itu ditetapkan dengan

FINAL REPORTll-58

pertimbangan bahwa tujuan dan sasaran MDGs sejalan dengan tujuan dan sasaran pembangunan Indonesia. Konsisten dengan itu, Pemerintah Indonesia telah mengarusutamakan MDGs dalam pembangunan sejak tahap perencanaan sampai pelaksanaannya sebagaimana dinyatakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009 dan 2010-2014 serta Rencana Kerja Tahunan berikut dokumen penganggarannya. Berdasarkan strategi pro- growth, pro-job, pro-poor, dan pro-environment alokasi dana dalam anggaran pusat dan daerah untuk mendukung pencapaian berbagai sasaran MDGs terus meningkat setiap tahunnya. Kemitraan produktif dengan masyarakat madani dan sektor swasta berkontribusi terhadap percepatan pencapaian MDGs.

Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia 2011 ini merupakan laporan ke tujuh yang bersifat nasional sejak pertama kali diterbitkan pada tahun 2004.Penerbitan laporan ini bertujuan untuk melaporkan berbagai keberhasilan yang telah kita capai sebagai perwujudan dari komitmen dan kerja keras Pemerintah dan segenap komponen masyarakat untuk menuju Indonesia yang lebih sejahtera.Disamping itu, laporan ini bertujuan untuk menunjukkan komitmen Indonesia sebagai bagian dari Masyarakat bangsa-bangsa dalam mewujudkan cita-cita Deklarasi Milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2000.Laporan ini secara ringkas menguraikan keadaan dan kecenderungan serta upaya penting untuk percepatan pencapaian MDGs sampai dengan posisi tahun 2011, sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam menyusun kegiatan yang diperlukan agar sasaran MDGs tahun 2015 dapat dicapai.

Data Susenas menunjukkan akses terhadapsumber air minum layak meningkat dari 37,73persen pada tahun 1993 menjadi 42,76 persenpada tahun 2011 (Gambar 7.2). Namun mengalami penurunan jika dibandingkan dengantahun 2009, yaitu 47,71

FINAL REPORTll-59

persen. Akses terhadapsumber air minum layak di perkotaan menurundari 49,82 persen pada tahun 2009 menjadi 40,52 persen pada tahun 2011, sedangkan diperdesaan dari 45,72 persen pada tahun 2009menjadi 44,96 persen pada tahun 2011.

Kecenderungan penurunan ini disebabkan karena meningkatnya penggunaan air kemasan dan air isiulang sebagai sumber air minum yaitu dari 10,35 persen pada tahun 2009 menjadi 19,37 persenpada tahun 2010 (BPS, 2011). Sementara itu, air kemasan dan air isi ulang tidak termasuk sebagaisumber air minum layak.Peningkatan penggunaan air kemasan dan air isi ulang menjadi salah satupenyebab turunnya akses terhadap sumber air minum layak pada tahun 2011.Hal ini dikarenakanpendataan yang dilakukan saat ini hanya memotret akses terhadap sumber air yang dipergunakanuntuk minum belum memperhatikan kondisi ketika rumah tangga memiliki lebih dari satu sumber airyang layak untuk diminum.Rumah tangga di Indonesia, khususnya di perkotaan, menggunakan airkemasan dan air isi ulang sebagai sumber air minum karena mudah didapatkan, praktis dan tidakperlu dimasak.Sementara itu, untuk keperluan masak dan mandi, cuci, kakus (MCK), umumnyamasyarakat menggunakan air yang bersumber dari ledeng (perpipaan), sumur bor/pompa, atausumur dangkal.Hal ini menyebabkan belum utuhnya potret yang dihasilkan dalam mengukur upayayang telah dilakukan dalam meningkatkan akses masyarakat terhadap sumber air minum layakterutama melalui penyediaan air ledeng (perpipaan) dan sumber air minum terlindungi lainnya.

Penyediaan infrastruktur air minum yang belum dapat mengimbangi laju pertumbuhan pendudukdan meningkatnya kesejahteraan masyarakat, baik karena faktor urbanisasi maupun peningkatankonsumsi juga menjadi penyebab turunnya akses terhadap sumber air minum layak.Selain itu,permasalahan pada tingkat operator air minum yang berkontribusi terhadap penurunan

FINAL REPORTll-60

aksesadalah minimnya biaya operasional dan pemeliharaan, rendahnya tarif air minum, terbatasnya SDMyang kompeten dan pengelolaan yang kurang efisien. Di perdesaan, peningkatan akses terhadapsumber air minum layak utamanya dilakukan melalui program Penyediaan Air Minum dan SanitasiBerbasis Masyarakat (PAMSIMAS).

Berdasarkan olahan data BPS oleh Kementerian Pekerjaan Umum, proporsi rumah tangga denganakses berkelanjutan terhadap sumber air minum layak merupakan kondisi yang telah memperhitungkan (i) rumah tangga yang memiliki lebih darisatu sumber air minum yaitu kombinasi antara rumah tangga yang mempergunakan air kemasan, airisi ulang dengan ledeng meteran, sumur bor/pompa dan/atau sumur terlindung dan (ii) jarak amanantara sumur bor/pompa dan sumur terlindung dengan tangki septik yaitu lebih atau sama dengan10 meter.

Upaya yang dilaksanakan sesuai dengan prioritas pembangunan dalam meningkatkan layananinfrastruktur adalah untuk mencapai Standar Pelayanan Minimal, yang diprioritaskan bagipenyediaan infrastruktur dasar untuk mendukung peningkatan kesejahteraan melalui peningkatanaksesibilitas terhadap infrastruktur, peningkatan pengelolaan pelayanan infrastrukur sertapeningkatan SDM dan Kelembagaan. Upaya tersebut dilakukan melalui dua program besar, yaitu (i)peningkatkan ketersediaan dan aksesibilitas masyarakat terhadap penyediaan layanan air minumdan sanitasi yang layak melalui (a) penyediaan perangkat peraturan; (b) memastikan ketersediaan airbaku air minum; (c) meningkatkan kinerja manajemen penyelenggara penyedia/operator; (d)mengembangkan alternatif sumber pendanaan seperti pelaksanaan hibah berbasis kinerja (outputbased aid) dan penyediaan pinjaman perbankan bagi lembaga operator air minum; dan (e)meningkatkan keterlibatan masyarakat dan swasta; dan (ii) penyediaan air minum dan

FINAL REPORTll-61

sanitasilayak sesuai target MDGs melalui (a) pemenuhan kebutuhan pokok rumah tangga terutama didaerah rawan air, tertinggal, dan strategis; (b) peningkatan pembangunan tampungan dan saluranpembawa air baku; serta (c) penyediaan prasarana, sarana dasar, dan utilitas umum yang memadaidan terpadu dengan pengembangan kawasan perumahan dalam rangka mewujudkan kota tanpapermukiman kumuh.

Penyediaan air bersih untuk rakyat merupakan salah satu fokus percepatan pembangunaninfrastruktur dalan RPJMN 2010-2014. Penyediaan air minum dengan mengembangkan inovasipendanaan juga disesuaikan dengan modalitas proyek melalui pengembangan

bundling untuk SistemPenyediaan Air Minum (SPAM), seperti pembangunan Instalasi Pengolahan Air (IPA), transmisi, dan distribusi khususnya dalam skala kawasan komersial, dan sistem

unbundling untuk penyediaan airminum yang nonkomersial, seperti penyediaan water meter.

Saat ini telah dikembangkan beberapa opsi pendanaan diluar mekanisme APBN dalam rangkamendukung penyediaan air minum bagi masyarakat khususnya MBR, yaitu :

1. Program Hibah Air Minum: Kenyataan menunjukkan bahwa

masyarakat yang paling rentandengan tidak adanya akses air minum adalah MBR. Hal ini terutama disebabkan karenaketerbatasan keuangan untuk membayar biaya Sambungan Rumah (SR) baru yang relativemahal.Mengingat hal tersebut, Pemerintah mengupayakan berbagai program subsidi airminum dalam rangka meringankan biaya pemasangan SR bagi MBR yang dikenal denganProgram Hibah Air Minum. Program ini diberikan sebagai kompensasi atas dasar kinerja(output based aid)

Pemerintah Daerah dalam menyediakan SR kepada MBR

2.Pinjaman Perbankan bagi PDAM: Peraturan Presiden No. 29

FINAL REPORTll-62

Pemerintah Pusat merupakan kebijakan alternatif pendanaanmelalui lembaga perbankan nasional dalam rangka pengembangan SPAM. Jaminan PemerintahPusat diberikan 70persen dari jumlah pokok kredit investasi yang telah jatuh tempo kepadaPerbankan dan pemberian subsidi bunga oleh Pemerintah setinggi-tingginya 5 persen atasbunga kredit investasi. PDAM yang dapat memanfaatkan fasilitas ini adalah PDAM yang tidakmemiliki tunggakan utang kepada Pemerintah dan memiliki kinerja sehat berdasarkan hasilaudit BPKP serta telah menerapkan full cost recovery tariff.

3. Program Nasional-Penyediaan Air Minum dan Sanitasi

Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS):PAMSIMAS bertujuan untuk meningkatkan akses layanan air minum dan sanitasi sertameningkatkan praktik Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) masyarakat di perdesaaan ataupinggiran kota (peri-urban) melalui proses pemberdayaan masyarakat untuk memahamipermasalahan air minum dan sanitasi, menumbuhkan prakarsa dalam merencanakan,melaksanakan, mengoperasikan dan memelihara sarana yang akan dibangun sertakemampuan dalam melanjutkan dan memperluas layanan sarana air minum dan sanitasisecara mandiri oleh masyarakat.

4. Corporate Social Rensponsibility (CSR): Pembiayaan lainnya yang saat ini juga tengahdikembangkan adalah melalui Bina Usaha Swasta (BUS) yang saluran pembiayaannya dapatdilakukan melalui program seperti CSR. Potensi CSR diharapkan dapat dimanfaatkan denganoptimal dalam bentuk kerjasama kemitraan multi pihak dimana berbagai pihak berkomitmenmemberikan kontribusinya sesuai dengan peran dan kemampuannya untuk mencapai targetMDGs 2015.

Dalam upaya pencapaian target RPJMN dan Renstra 2010 – 2014, Kementerian Kesehatanmeluncurkan program Sanitasi Total

FINAL REPORTll-63

Berbasis Masyarakat (STBM) sebagai kegiatan prioritasnasional dalam upaya preventif dan promotif pengendalian penyakit berbasis lingkungan.Kegiatan ini menjadi salah satu program yang mendukung pencapaian target MDGs sesuaiInstruksi Presiden No. 3 Tahun 2010 dan dipantau secara periodik oleh UKP4. Pada tataran operasional, disyaratkan adanya perencanaan pembangunan mulai dari tingkatdesa/kelurahan (RPJM Desa dan RKP Desa) melalui Musrenbang hingga tingkat kecamatan dankabupaten. Dengan demikian, dibutuhkan fasilitasi efektif untuk memastikan pemerintah desamembentuk peraturan desa, menetapkan APBDesa partisipatif dan pertanggungjawaban KepalaDesa (LKPj Desa).

Dalam memastikan hal tersebut, Kelompok Kerja Air Minum dan PenyehatanLingkungan (Pokja AMPL) sebagai lembaga ad-hoc pelaku pembangunan air minum dan sanitasiberkoordinasi mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan sampai pengawasan danpertanggungjawaban, sehingga tercapai optimalisasi manajemen pembangunan. Melalui STBMyang menerapkan prinsip Comunity Led Total Sanitation (CLTS) masyarakat terus dipicukesadarannya untuk mau berubah perilakunya dari tidak sehat menjadi sehat.Selain itu,pembenahan dan penguatan kelembagaan internal baik SDM maupun dukungan kelembagaanlainnya seperti regulasi dan juga sistem (manajemen) juga terus dilakukan.

Permasalahan sanitasi permukiman di Indonesia masih terlihat dari masih rendahnya kualitas dantingkat pelayanan sanitasi - baik di perkotaan maupun di perdesaan.Untuk mengatasipermasalahan tersebut diperlukan suatu terobosan di sektor sanitasi.Terobosan tersebut adalahmelalui suatu strategi dan program pembangunan yang komprehensif, terintegrasi, jangkapanjang, dan melibatkan berbagai pihak. Dalam rangka memperbaiki kualitas sanitasipermukiman sekaligus mengejar ketertinggalan

FINAL REPORTll-64

pembangunan di sektor sanitasi, PemerintahIndonesia melaksanakan Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) melalui:

1. Advokasi dan kampanye ke seluruh stakeholder pembangunan sanitasi permukiman.

2. Koordinasi dan sinergi antar instansi, stakeholder dan antar tingkatan pemerintah (pusat,provinsi, kabupaten/kota).

3. Pembentukan regulasi pendukung pembangunan sanitasi permukiman.

4. Pendampingan pelaksanaan di provinsi dan kabupaten/kota. 5. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia stakeholder. 6. Peningkatan kapasitas perencanaan, implementasi dan

monitoring evaluasi pembangunansanitasi permukiman. 7. Harmonisasi program pembangunan sanitasi permukiman

Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) diselenggarakan dengan 2 (dua) tahapan kegiatan, yaitu: 1. Tahap Pertama yang utamanya merupakan penyiapan

kebijakan program PPSP secarakeseluruhan, dan sekaligus untuk meraih dukungan dari berbagai pihaknya, seperti untukdukungan politis dan administratif, serta persiapan pendanaan dari berbagai sumber. Tahapanini dilaksanakan pada tahun 2009.

2. Tahap Kedua merupakan tahapan pelaksanaan program PPSP, yang meliputi kegiatanpersiapan dan pelaksanaan selama periode 2009-2014. Kegiatan ini meliputi:

 Kegiatan Persiapan yang meliputi penyelenggaraan Lokarya Nasional dalam rangkapenjaringan kabupaten/kota peserta Program PPSP, Road Show di beberapa wilayah(regional), penyiapan fasilitator, Lokakarya Pembentukan Pokja (Kelompok Kerja),pengembangan kelembagaan dan peraturan.

FINAL REPORTll-65

 Kegiatan Pelaksanaan yang meliputi penyusunan Strategi Sanitasi Kota/Kab (SSK),penyusunan Memorandum Program, implementasi, pemantauan, pembimbingan, evaluasidan pembinaan.

Program PPSP yang dilaksanakan dalam kurun waktu tahun 2010-2014 diharapkan dapatmenambah layanan jaringan air limbah terpusat sampai dengan 5 persen dari jumlah pendudukperkotaan (5 juta penduduk, 16 kota) dan pembangunan Sanimas di 226 kota prioritas serta dapatterlaksananya pelaksanaan praktek 3R untuk mengurangi timbulan sampah sebesar 20 persen danperbaikan manajemen pelayanan persampahan di 240 kota prioritas. Pelaksanaan Program PPSPini ditargetkan pada kota-kota metropolitan, besar, dan sedang; kota-kota yang merupakanibukota provinsi, kota-kota yang berstatus otonom, serta kawasan perkotaan di wilayahkabupaten/kota yang kondisi sanitasinya rawan.Diharapkan pada akhir tahun 2014, 330kabupaten/kota telah mempunyai Strategi Sanitasi dan 160 kabupaten/kota di antaranya telahmulai melaksanakan pembangunan fisiknya.

Hingga kini, tercatat sejumlah 120 kabupaten/kota telah berhasil menyusun SSK nya selama tahun2010-2011. Sementara pada tahun 2012 sejumlah 103 kabupaten/kota kini tengah menyusun SSKdan sejumlah 181 kabupaten/kota lainnya kini tengah bersiap untuk mengikuti program PPSPpada tahun 2013 nanti. Sejak tahun 2010, telah dilakukan pembangunan fisik di kabupaten/kotadengan dana dari berbagai sumber. Dari data yang ada, hingga tahun 2012 telah terbangunsejumlah 13 Instalasi Pengolah Air Limbah off-site skala kota, 66 lokasi Sanimas pada tahun 2011dan 75 lokasi Sanimas diharapkan dapat terbangun pada tahun 2012. Lewat PPSP ini kabupaten/kota telah berhasil meningkatkan peluangnya untuk mendapatkanpendanaan sanitasi permukiman melalui APBN maupun APBD hingga sumber pendanaan lainnyaseperti dari

FINAL REPORTll-66

donor, Corporate Social Resposibility (CSR) dan Dana Alokasi Khusus, dimana salahsatu produk PPSP yaitu Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK) telah menjadi satu prasyarat dalampenilaian kelayakan untuk mendapatkan dana-dana tersebut.

Adapun sumber-sumber pendanaandimaksud antara lain : 1. Program Hibah Sanitasi: sAIIG (Australia – Indonesia Infra-

Structure Grants for Sanitation) dan Sanitation Hibah. sAIIG merupakan program hibah untuk kegiatan sektor air limbah danpersampahan dengan didasarkan pada kinerja yang terukur (output-based) dari PemerintahDaerah untuk pekerjaan di Tahun 2012 hingga 2014. Lingkup kegiatannya adalah penerusanhibah dari Pemerintah Australia melalui Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah untuksektor air limbah dan persampahan.Sanitation Hibah merupakan program hibah dengan fokus kepada pengembangan SambunganRumah (SR) pelayanan air limbah sistem terpusat skala kota bagi Masyarakat BerpenghasilanRendah. Program ini juga didasarkan pada kinerja yang terukur (output-based) dari PemerintahDaerah dengan nilai penggantian sebesar Rp 5 juta / SR. Penggantian dana kepada PemerintahDaerah kemudian diberikan setelah SR berfungsi baik selama 2 (dua) bulan yang dilakukanmelalui verifikasi teknis dan rekening pembayaran pelayanan sambungan air limbah.

2. Pinjaman Luar Negeri: Solusi pembiayaan lain bagi penyediaan infrastruktur sanitasi adalahmelalui pinjaman luar negeri. Alternatif ini ditujukan terutama untuk pengembanganpengelolaan air limbah terpusat skala kota yang membutuhkan dana yang relatif besar.Pinjaman luar negeri untuk kegiatan air limbah digunakan untuk kegiatan MetropolitanSanitation Management and Health Project (MSMHP) dan Denpasar Sewerage DevelopmentProject (DSDP). Diharapkan melalui kegiatan-kegiatan tersebut, dapat

FINAL REPORTll-67

terbangun InstalasiPengolahan Air Limbah (IPAL) dan jaringan perpipaan skala kota yang dapat melayanikebutuhan pelayanan air limbah bagi penduduk perkotaan.

3. Corporate Social Rensponsibility (CSR): Pembiayaan lainnya yang saat ini juga tengahdikembangkan adalah melalui Bina Usaha Swasta (BUS) yang saluran pembiayaannya dapatdilakukan melalui program seperti CSR. Potensi CSR diharapkan dapat dimanfaatkan denganoptimal dalam bentuk kerjasama kemitraan multi pihak dimana berbagai pihak berkomitmenmemberikan kontribusinya sesuai dengan peran dan kemampuannya untuk mencapai targetMDGs 2015.

4. Dana Alokasi Khusus (DAK). DAK diselenggarakan dalam rangka memenuhi standar pelayananminimum di dalam penyediaan infrastruktur, DAK juga dialokasikan untuk pemenuhan targettargetMDGs, air minum dan sanitasi selain pembangunan infrastruktur jalan. Hal tersebutsesuai dengan PP No. 14 Tahun 2009, dimana ada persyaratan atau sasaran minimum yangharus di layani oleh pemerintah untuk mengoptimalkan pelayanan masyarakat, terutama dibidang PU maupun permukiman. PPSP akan menjadi prasyarat untuk mendapatkan pendanaandari DAK. Kabupaten/kota yang tidak/belum mengikuti program Percepatan PembangunanSanitasi Permukiman (PPSP) akan berkurang peluangnya dalam mendapatkan Dana AlokasiKhusus (DAK) sanitasi.

Penurunan proporsi rumah tangga yang menempati hunian dan lingkungan tidak layak di perkotaanakan sejalan dengan penurunan jumlah rumah tangga miskin. Namun demikian, dari sisi ekonomi,peningkatan pendapatan rumah tangga miskin tidak akan serta merta mendorong mereka untuksegera memperbaiki kondisi hunian yang ditempati mengingat sangat besarnya biaya yangdibutuhkan untuk meningkatkan kualitas dan luasan hunian

FINAL REPORTll-68

yang ditempati. Rumah tangga miskinakan lebih memprioritaskan peningkatkan pendapatan mereka untuk konsumsi lainnya sepertimakanan dan pakaian.

Untuk memperbaiki kondisi huniannya, rumah tangga miskin, khususnya di perkotaan, memerlukanlompatan pendapatan yang besar dalam hidupnya.Pada sisi lainnya, peningkatan harga bahanbangunan dan keterbatasan lahan di perkotaan turut mempersulit masyarakat miskin untukmenempati hunian yang layak tanpa intervensi pemerintah.Indikator yang digunakan untuk mengestimasi rumah tangga kumuh perkotaan adalah tidak adanya akses sumber air minum layak, tidakadanya akses sanitasi dasar yang layak, luas minimal lantai hunian per kapita dan daya tahan material hunian.

Untuk mempercepat pencapaian sasaran MDGs, Presiden telah menetapkan Instruksi Presiden No. 3Tahun 2010 Tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan. Salah satu amanat yang tercantumdalam Inpres tersebut adalah agar setiap Kementerian/Lembaga, Gubernur, dan ParaBupati/Walikota mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan kewenanganmasing-masing dalam rangka pelaksanaan program-program pembangunan yang berkeadilan, antaralain meliputi program pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development GoalsMDGs).

ImplementasidariInpresNo.3Tahun2010adalahsebagaiberikut: 1. Pengintegrasian tujuan, target, dan indikator MDGs ke dalam

sistem perencanaan dan penganggaran Pemerintah baik di tingkat Pusat, Provinsi, maupun Kabupaten/Kota baik jangkamenengah (5 tahunan) maupun jangka pendek (tahunan);

2. Penyusunan Peta Jalan Percepatan Pencapaian MDGs di Indonesia 2010 – 2015 yang digunakansebagai acuan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam merencanakan,

FINAL REPORTll-69

melaksanakan,memantau, dan mengevaluasi berbagai program dan kegiatan dalam rangka percepatanpencapaian MDGs; 3. Pembentukan Tim Koordinasi MDGs Nasional di bawah

koordinasi Kementerian PerencanaanPembangunan Nasional/Bappenas dengan beranggotakan seluruh Kementerian/Lembaga yangterkait dalam upaya percepatan pencapaian MDGs. Tugas pokok dari tim tersebut adalahbertanggung jawab dalam koordinasi perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring-evaluasipencapaian sasaran MDGs;

4. Penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) percepatan pencapaian MDGs di 33 Provinsi denganrangkaian kegiatan sebagai berikut:

a. Penyusunan pedoman teknis Rencana Aksi Daerah (RAD) Provinsi tentang percepatan pencapaian tujuan MDGs untuk memberikan panduan bagi daerah, khususnya provinsidalam menyusun dokumen rencana aksi percepatan pencapaian target MDGs di daerah,sehingga dapat dihasilkan dokumen rencana aksi yang jelas, operasional dan selarasdengan kebijakan nasional;

b. Pelaksanaan fasilitasi penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) Provinsi oleh Tim KoordinasiMDGs Nasional kepada Tim Koordinasi MDGs Provinsi untuk menyamakan persepsi dalampenyusunan target dan indikator MDGs di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota, menyusunlangkah-langkah penyusunan RAD MDGs Provinsi, dan melakukan exercise penyusunandraft RAD Percepatan Pencapaian Target MDGs di Provinsi termasuk penyusunan target,sasaran dan indikator;

c. Penyusunan pedoman teknis Definisi Operasional Indikator MDGs yang berisikan tentangdaftar tujuan, target, dan indikator MDGs, konsep definisi, manfaat, metode

FINAL REPORTll-70

perhitungan,dan sumber data yang digunakan untuk menyamakan persepsi sehingga data daninformasi MDGs dapat dibandingkan antarprovinsi;

d. Penyusunan pedoman teknis Review RAD MDGs Provinsi sebagai acuan dalam mereviewRAD MDGs Provinsi yang sejalan dengan kebijakan program, dan sasaran MDGs Nasional;

e. Penyusunan pedoman teknis Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan RAD MDGs Provinsiuntuk memastikan pelaksanaan program dan kegiatan MDGs yang tertuang didalam RADMDGs Provinsi sesuai dengan rencana yang ditetapkan, mengidentifikasi danmengantisipasi permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan program percepatanpencapaian MDGs sehingga dapat diatasi, dan merumuskan langkah tindak lanjutpercepatan pencapaian target MDGs;

5. Penetapan Surat Edaran Kementerian PPN dan Kemendagri Nomor: 0068/M.PPN/02/2012 dan Nomor: 050/583/SJ tentang Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals) Tahun 2011-2015 antara lain untuk mendorong agar daerah menyusun program dan kegiatan serta pengalokasian anggaran dalam Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD), Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah agar mengacu pada RAD MDGs di masing-masing provinsi untuk percepatan pencapaian tujuan target dan indikator MDGs.

6. Peningkatan dukungan pembiayaan untuk percepatan pencapaian MDGs, yaitu :

a. Penyusunan kerangka kebijakan pendanaan percepatan sasaran MDGs melalui Public Private Partnership (PPP)

FINAL REPORTll-71

untuk mendorong pihak swasta bermitra dengan Pemerintahdalam upaya percepatan pencapaian MDGs; b. Penyusunan pedoman harmonisasi Pelaksanaan Corporate

Social Responsibilities (CSR)untuk mensinergikan pelaksanaan kegiatan CSR dengan program dan kegiatan dalamrangka pencapaian MDG yang mencakup upaya (i) pencapaian keselarasan antara tujuanpelaksanaan CSR dengan MDG, (ii) keselarasan targeting atau sasaran kelompokmasyarakat, (iii) keselarasan lokasi pelaksanaan CSR dengan lokasi target pencapaianMDG; dan, (iv) keselarasan indikator kinerja yang dipakai dalam pencapaian MDG dengankegiatan CSR;

7. Penyusunan pedoman pemberian insentif bagi daerah untuk mendukung percepatan pencapaian MDGs sebagai panduan dalam penetapan, pelaksanaan dan pemantauan pemberian insentif daerah yang memiliki kinerja baik dalam upaya pencapaian tujuan MDGs.

8. Pelaksanaan diseminasi dan advokasi percepatan pencapaian MDGs kepada seluruh stakeholders meliputi DPR, organisasi profesi, perguruan tinggi, media masa, lembaga swadaya masyarakat, Kementerian/Lembaga di tingkat Pusat, dan SKPD; 9. Pemberian MDGs Award dengan tujuan memberikan apresiasi

kepada para pemangku kepentingan dan pelaku pembangunan yang telah menghasilkan prestasi terbaik dalam upaya mendorong percepatan pencapaian MDGs di Indonesia dan membangun sistem insentif dan disinsentif berkesinambungan yang dapat menjadi katalis bagi upaya percepatan pencapaian MDGs di Indonesia. Kegiatan ini dikoordinasikan oleh Kantor Utusan Khusus Presiden (KUKP) RI untuk Millennium Development Goals;

10. Penguatan ketersediaan data dan informasi mengenai indikator- indikator MDGs untuk memperkuat sistem perencanaan,

FINAL REPORTll-72

monitoring, dan evaluasi kinerja pencapaian MDGs. Kegiatannya merupakan kerjasama antara Badan Pusat Statistik (BPS) dengan KemenPPN/Bappenas.

11. Dalam lingkup regional, khususnya ASEAN, Indonesia juga berperan aktif dalam mendukung upaya peningkatan kerjasama MDGs dalam rangka mengurangi kesenjangan pembangunan di kawasan. Diadopsinya ASEAN Roadmap for the Attainment of the Millennium Development Goals selama Keketuaan Indonesia untuk untuk ASEAN pada tahun 2011 mencerminkan komitmen dan kontribusi signifikan Indonesia untuk turut mendukung penetapan kebijakan regional terkait dengan upaya percepatan pencapaian MDGs.

Upaya-upaya affirmative telah dilakukan pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan,sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden No. 13 Tahun 2009 tentang KoordinasiPenanggulangan Kemiskinan yang dilanjutkan dengan Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Program penanggulangan Kemiskinan dilakukanmelalui empat klaster program penanggulangan kemiskinan, yaitu klaster (1) kegiatan yang bersifatbantuan dan perlindungan sosial (Jamkesmas, bantuan siswa miskin, Program Keluarga Harapan,dan Raskin); klaster (2) pemberdayaan masyarakat miskin (PNPM Mandiri); klaster (3)pemberdayaan usaha kecil dan menengah (KUR dan program UKM lainnya; serta klaster (4)program-program pro rakyat yang diarahkan untuk memberikan subsidi dalam pemenuhankebutuhan fasilitas dasar pada wilayah- wilayah khusus (masyarakat nelayan di PangkalanPendaratan Ikan/PPI, masyarakat miskin perkotaan dan masyarakat daerah