• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4 Kandungan Mineral

4.5.2 Mineral mikro

Mineral mikro ialah mineral yang diperlukan dalam jumlah sangat sedikit

dan umumnya terdapat dalam jaringan dengan konsentrasi sangat kecil. Mineral

mikro yang dibutuhkan tubuh manusia dalam jumlah kurang dari 100 mg sehari. Mineral mikro mempunyai peranan penting untuk kehidupan, kesehatan, dan rerproduksi (Muchtadi et al. 1993). Kandungan mikro mineral yang terdapat pada daun dan tanaman kangkung air dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan mineral mikro daun dan batang tanaman kangkung air segar dan kukus mg/100g)

Jenis Mineral Kangkung Air segar Kangkung Air kukus

Besi (Fe) 19,00 16,00

Seng (Zn) 1,1154 1,0905

Tembaga (Cu) 0,9420 0,9802

Selenium (Se),ppb < 0,001 <0,001

Hasil analisis yang ditunjukkan tabel 4 adalah konsentrasi mineral mikro pada besi, seng, dan tembaga. Kandungan mineral mikro paling tinggi pada daun segar dan kukus adalah besi yaitu 19 mg/100g dan 16,00 mg/100g kemudian seng dengan nilai konsentrasi 1,1154 mg/100g dan 1,0905 mg/100g yang paling rendah adalah tembaga yaitu 0,9420 mg/100g dan 0,9802 mg/100g. Adapun kandungan Selenium sangat kecil yakni < 0,001 (ppb). Pengaruh pengukusan pada mineral mikro dapat dilihat pada Gambar 29.

Gambar 29. Histogram pengaruh pengukusan pada mineral mikro

Selama terjadi proses pengukusan terjadi penurunan kadar mineral mikro pada daun dan batang kangkung air. Yakni pada Kadar besi yang menurun sebesar 3 mg/100g, seng 24,9 µg/100g. Sedangkan pada tembaga meningkat tidak signifikan sebesar 3,82 µg/100g.

1) Besi

Kandungan zat besi yang terkandung pada kangkung air yang diteliti lebih besar dibandingkan dengan tanaman lain. Penelitian yang dilakukan Gladys (2009) terhadap bayam memiliki kandungan besi 0,16 mg, namun pada penelitian tanaman air yang lain yakni semanggi air, kandungan zat besi tanaman tersebut jauh lebih tinggi yaitu 108,3 mg (Arifin 2009). Kandungan besi pada daun dan batang kangkung air segar serta pada tanaman air dapat dilihat pada Gambar 30.

Salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan kandungan zat besi tersebut adalah lingkungan hidup masing-masing tanaman Sesuatu yang terkandung dalam tanaman tergantung pada kandungan tanah dan udara, namun jumlah dan proporsinya tergantung pada banyak faktor yaitu spesies, umur, distribusi akar, keadaan fisik dan kimia tanah, proporsi dan distribusi elemen, metode penanaman, serta keadaan iklim (Mehdi et al. 2003). Hasil analisis kandungan besi tanaman kangkung air segar dan kukus disajikan pada Gambar 31.

Gambar 31 Histogram analisis kandungan besi tanaman kangkung air segar dan kukus

Penurunan kadar besi tanaman kangkung air setelah proses pengukusan sebesar 3 mg/100g, menunjukkan bahwa proses pengukusan dengan panas mempengaruhi kandungan besi pada sayuran. Besi tidak dirusakkan oleh proses pemasakan tetapi sejumlah kecil akan hilang jika air masakan atau kaldu daging yang masak dibuang. Penggunaan perkakas besi dapat menaikkan kandungan besi dalam makanan (Gaman & Sherrington 1992). Angka kecukupan gizi rata-rata untuk zat besi bagi orang dewasa adalah 13-26 mg (Widyakarya Pangan dan Gizi LIPI (1998) dalam Almatsier (2003). Kandungan besi sebesar 19 mg/100g yang terdapat pada kangkung air dapat mencukupi kebutuhan yang diperlukan untuk tubuh orang dewasa.

2) Seng

Dalam sayuran secara umum jumlah seng yang terkandung adalah 1 sampai 10 ppm sedangkan biji-bijian mengandung beberapa kali lipatnya.

Meskipun seng dibutuhkan dalam jumlah sedikit oleh tumbuhan, namun seng merupakan penyusun lebih dari enam puluh enzim dengan fungsi berbeda yang terdapat seperti dalam biji, buah dan daun (Bourne 1985).

Kandungan seng pada daun dan batang kangkung air segar sebesar 11.154 mg/100 g, lebih besar apabila dibandingkan dengan beberapa sayuran lain misal semanggi air 7,58 sebesar 0,53 mg/100 g (Arifin 2009), bayam sebesar 0,53 mg/100 g, dan genjer sebesar 1,28 mg/100 g (Wisnu 2012). Menurut uji kandungan seng yang dilakukan pada tanaman kangkung air ini, menunjukkan bahwa kangkung air cenderung banyak menyerap seng selain besi dan tembaga. Seng yang terserap oleh tanaman kangkung air ini kemungkinan besar juga berasal dari lingkungan perairan sawah yang banyak mengandung logam tersebut. Kandungan sengpada daun dan batang kangkung air segar serta pada tanaman air dapat dilihat pada Gambar 32.

Gambar 32 Histogram kandungan seng pada tanaman air

Seng terdapat dalam semua jaringan tubuh seperti hati, otot dan tulang. Jumlah mineral seng dalam tubuh kira-kira 28 mg perkilogram berat badan bebas lemak (Suharjo dan Kusharjo 1988). Seng di dalam plasma hanya merupakan 0,1% dari seluruh seng di dalam tubuh yang mempunyai masa pergantian yang cepat (Almatsier 2003). Meskipun seng dibutuhkan dalam jumlah sedikit oleh tumbuhan, namun seng merupakan penyusun lebih dari enam puluh enzim dan hormon dengan fungsi berbeda yang terdapat seperti dalam biji, buah dan daun

(Johnson &Uriu 1990). Hasil analisis kandungan seng tanaman kangkung air segar dan kukus disajikan pada Gambar 33.

Gambar 33 Histogram analisis kandungan seng tanaman kangkung air segar dan kukus

Penurunan kadar seng tanaman kangkung air setelah proses pengukusan sebesar 0,0249 mg/100g. sesuai dengan Hamuzu et al. (2004) yang menyatakan bahwa sebagian besar sayuran yang dimasak dengan cara perebusan atau dipanaskan dalam microwave, akan mengalami perubahan karakteristik fisik dan perubahan komposisi kimia.

Seng lebih banyak terikat dengan hormon-hormon yang ada pada sayuran, sehingga apabila hormon tersebut keluar bersama air dan rusak maka akan berkurang pula kandungan seng yang dapat dideteksi dalam sayuran tersebut. Kehilangan nutrisi pada proses penggunaan panas seperti pengukusan dan perebusan berupa degradasi dan oksidasi. Perebusan menyebabkan kehilangan yang lebih banyak terhadap vitamin larut air, mineral dan asam amino daripada pengukusan (Morris et al. 2004).

Angka kecukupan gizi rata-rata untuk seng bagi orang dewasa adalah 13-26 mg (Widyakarya Pangan dan Gizi LIPI 2004). Tanaman kangkung air yang memiliki kandungan seng sebesar 1,1154 mg/100g dapat menyumbang 10 % dari jumlah yang dibutuhkan bagi orang dewasa.

3) Tembaga

Tembaga ada dalam tubuh sebanyak 50 sampai 120 mg. Sekitar 40% ada di dalam otot, 15% di dalam hati, 10% di dalam otak, 6% di dalam darah dan selebihnya di dalam tulang, ginjal, dan jaringan tubuh yang lain. Di dalam plasma, 60% dari tembaga terikat dari seruloplasmin, 30% pada transkuperin dan selebihnya pada albumin dan asam amino (Almatsier 2003).

Kandungan tembaga pada daun dan batang kangkung air segar sebesar 0,9420 mg/100 g, lebih rendah apabila dibandingkan dengan beberapa sayuran lain misal semanggi air sebesar 5,19 mg/100 g (Arifin 2009), namun lebih tinggi

bila dibandingkan dengan bayam sebesar 0,13 mg/100 g, dan genjer sebesar 0,613 mg/100 g (Wisnu 2012). Kandungan tembaga pada daun dan batang

kangkung air segar serta pada tanaman air dapat dilihat pada Gambar 34.

Gambar 34 Histogram analisis kandungan tembaga pada tanaman air

Kandungan tembaga tanaman kangkung air setelah proses pengukusan sebesar 0,9802 mg/100g, mengalami peningkatan meningkat tidak signifikan sebesar 0,00382 mg/100g. Perubahan yang sedikit tersebut diduga karena proses pemasakan yang dilakukan menggunakan metode pengukusan. Hasil analisis kandungan tembaga tanaman kangkung air segar dan kukus disajikan pada Gambar 35.

Gambar 35 Histogram kadar tembaga kangkung air segar dan kukus

Metode pengukusan memberikan beberapa keuntungan, yaitu kandungan gizi tidak banyak berkurang; rasa sayuran lebih enak, renyah, dan harum; serta kemungkinan sayuran hangus hampir tidak ada (Novary 1999). Konsentrasi tembaga tersebut cukup baik karna berdasar Almatsier (2001) Amerika serikat

menetapkan jumlah tembaga yang aman untuk dikonsumsi adalah sebanyak 1,5-3,0 mg sehari untuk orang dewasa. Kelebihan tembaga secara kronis

menyebabkan penumpukan tembaga di dalam hati yang dapat menyebabkan nekrosis hati atau serosis hati.

5. 1 Kesimpulan

Sifat mikroskopis jaringan tanaman kangkung air pada bagian batang berbentuk bulat dan terdapat banyak rongga udara, anatomi batang terdiri atas epidermis, parenkim sentral, xylem, floem, dan korteks. Daun berbentuk segitiga, memanjang, bentuk garis atau lanset, rata atau bergigi. Daun tersusun atas jaringan epidermis, palisade, bunga karang, epidermis bawah dan jaringan pengangkut. Anatomi akar terdiri atas rhizodermis, korteks, pembuluh angkut, parenkim sentral.

Daun dan batang kangkung air segar memiliki kadar air (85,64 % dan 85,04 %), kadar abu (0,54 % dan 0,56 %), kadar lemak (0,21 % dan 0,19 %), kadar protein (3,10 % dan 3,23 %), dan kadar serat kasar (1,16 % dan 1,17 %). Selama proses pengukusan hanya kadar protein yang mengalami peningkatan komposisi kimia menjadi (4,04 % dan 4,13 %). Selainnya mengalami penurunan yang cukup signifikan.

Kandungan mineral makro yang terdapat pada daun dan batang kangkung air segar dan kukus adalah Kalsium (Ca) 42,00 mg/100g dan 47,00 mg/100g; Fosfor (P) 29,00 mg/100g dan 31,00 mg/100g, Magnesium (Mg) 10,373 mg/100g dan 21,956 mg/100g, Kalium (K) 247,00 mg/100g dan 217,00 mg/100g dan Natrium (Na) 56,00 mg/100g dan 48,00 mg/100g. Proses pengukusan yang dilakukan terhadap tanaman kangkung air menyebabkan penurunan pada kalium dan natrium

Kandungan mineral mikro yang terdapat pada daun dan batang kangkung air segar dan kukus adalah Besi (Fe) 19,00 mg/100g dan 16,00 mg/100g, Seng (Zn) 1,12 mg/100g dan 1,09 mg/100g, dan Tembaga (Cu) 0,94 mg/100g dan 0,98 mg/100g. Proses pengukusan yang dilakukan terhadap tanaman kangkung air menyebabkan penurunan kandungan mineral mikro pada besi dan seng.

5. 2 Saran

Perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh jenis proses pemanasan yang lain terhadap kandungan kimia dan mineral. Perlu dilakukan penelitian terhadap kandungan kimia dan mineral dalam perkembangan ontogeni.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1995. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemist. Virginia USA: Association of Official Analytical Chemist Inc. Arlington.

Abidin, Suwarna, Veggel.1990. Pengaruh Cara Penanaman, Jumlah Bibit dan Aplikasi. Pemberian Pupuk Nitrogen Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Kangkung Darat (Ipomoea reptans Poirs) Pada Tanah Latosol Subang. Bull.Penelt. Hort : 19:3,15-24

Bastin S. 2000. Vegetable preparation for the family. J. Agricultural Departement Kentucky State University.

Berg L. 2008. Introductiory Botany Plans, People, and The Environment. United States of America: Thomson Brooks Cole

Bold HC, Alexopoulos C, Delevoras T. 1980. Morphology of Plants and Fungi. New York: Harper and Row Publisher.

Bourne GH. 1985. Mineral in Food and Nutritional Topics. Grenada: St. Georges University School of Medicine.

Brune W, Leman A, Taubert H. 2007. Pflanzen-anatomisches Praktikum I. Spektrum Akademischer Verlag.

Bujang JS, Saupi N, Zakaria MH. 2009. Analytic Chemical Composition and Mineral Content of Yellow Velvetleaf (Limnocharis flava L. Buchenau)’s Edible Parts. Journal of Applied Sciences 9(16): 2969-2974, 2009 SSN 1812-5654

Chapin S. 2008. The mineral nutrition on wild plant. Annual review journals of ecology and systematic. (11):233-260.

Darmono. 1995. Logam Dalam sistem Biologi. Jakarta: UI Press

Fahn A. 1991. Anatomi Tumbuhan. Ahmad Soediarto; Penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari; Plant Anatomy

Gaman PM, Sherrington KB. 1992. Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Gardjito et al, penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: The Science of food, an introduction to food science, nutrition and microbiology. Second edition. Gilbert FA. 1957. Mineral Nutrition and the Balance of Life. Oklahoma:

University of Oklahoma Press.

Gladys HEO. 2011. Effect of Drying Methods on Chemical Composition of Spinach “Aieifo” (Amaranthus aquatica) and Pumpkin Leaf (Telfairia occidentalis) and Their Soup Meals. Pakistan Journal of Nutrition 10(11): 1061-1065

Harris RS, Karmas E. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan. Suminar Achmadi, penerjemah. Bandung: Penerbit ITB Bandung. Terjemahan dari: Nutritional evaluation of food processing.

Huyghebaert A, Paquot M, Vansant G. 2003. Food nutrition evaluation. Brussel : Institute of Public Health.

Johansen 1940. Plant Microtechnique. New York: McGraw-Hill Book Company, Inc.

Johnson, Uriu. 1990. Mineral nutrion. J. Nutrition Plant 7(3):101-104. Kiernan. 1988. Histological and Histochemical Methods. Kanada: Pergamon

Press.

Lakitan B. 2007. Dasr-dasar Fisiolofi Tumbuhan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Luh BS, Woodroof JG. 1987. Commercial Vegetable Processing. New York : Van Nostrand Reinhold.

Mehdi SM, Abbas G, Sarfraz M, Abbas ST, Hassan G. 2003. Effect of industrial effluents on mineral nutrition of rice ang soil health. Pakistan journal of applied sciences (6):462-473.

Morris A, Barnett A, Burrows OJ. 2004. Effect of processing on nutrient content of foods. J. Cajournal 37(3):160-164.

Muchtadi D. 2001. Pangan dan Gizi. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka

Mulyani S. 2006. Anatomi Tumbuhan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius

Nisma F dan Arman B. 2008. Seleksi beberapa tumbuhan air sebagai penyerap logam berat Cd, Pb, dan Cu di kolam buatan FMIPA UHAMKA. [penelitian]. Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka.

Novary EW. 1999. Penanganan dan Pengolahan Sayuran Segar. Jakarta: Penerbit Swadaya

Novary EW. 1999. Penanganan dan Pengolahan Sayuran Segar. Jakarta : Penebar Swadaya.

Novary EW. 1999. Penanganan dan Pengolahan Sayuran Segar. Jakarta : Penebar Swadaya.

Nugroho H, Purnomo, Sumardi I. 2006. Struktur dan Perkembangan Tumbuhan. Jakarta: Penebar Swadaya

Pertanian Bogor

Reitz LL, Smith WH, Plumlee MP. 1987. A Simple Wet Oxidation Procedure for Biological Materials. West Lafayee: Animal Science Purdue University. Sediaoetama AD. 1993. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi di Indonesia.

Jakarta: Dian rakyat

Suhardjo, Kusharto CM. 1988. Prinsip Prinsip Ilmu Gizi. Bogor: Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor.

Ugbogu AE, Akubugwo IE, Obasi NA, Chinyere GC. 2008. Mineral and Phytochemical Contents in Leaves of Amaranthus hybridus L and Solanum Nigrum L. Subjected to Different Processing Methods. African Journal of Biochemistry vol.2(2), pp. 040-044

Wirakusumah ES. 2007. Kandungan Gizi Buah dan Sayuran. Jakarta: Penebar Swadaya.

Dokumen terkait