• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.6. Minuman Serbuk

Minuman bubuk merupakan produk olahan pangan yang berbentuk serbuk, mudah larut, praktis dalam penyajian dan memiliki luas permukaan yang besar (Christiani, 2004). Bahan baku pada minuman instan biasanya seperti serealia, tetapi beberapa jenis produk minuman instan yang berada dipasaran seperti serbuk teh, serbuk minuman tradisional seperti rempah-rempah (Asri,2013).

Minuman serbuk yang telah diolah dalam penyajian bentuk bubuk (instan) merupakan suatu alternatif yang baik untuk menyediakan minuman menyehatkan

No Uraian Kandungan gizi

1 Kalori (kal) 345,00

dan praktis. Meskipun demikian ada kerugian yang ditimbulkan selama pengeringan yaitu terjadinya perubahan sifat fisik dan kimiawi bahan serta terjadinya penurunan mutu bahan (Astutik, 2008).

Gambar 2.8. Minuman Serbuk

Tabel 2.6. Syarat Mutu Minuman Bubuk

No Kriteria uji Satuan Persyaratan

1 Warna Normal

2 Bau Normal, khas rempah

3 Rasa Normal, khas rempah

4 Kadar air, b/b % Maks 3,0

5 Kadar abu, b/b % Maks 1,5

6 Jumlah gula (dihitung

Sebagai sakarosa) % Maks 85

7 Bahan tambahan makanan Pemanis buatan

Sakarin Tidak boleh ada

Siklamat Tidak boleh ada

Pewarna tambahan Sesuai

SNI01-0222-1995 8 Cemaran logam

Timbal (Pb) mg/kg Maks 0,2

9 Merkuri (Hg) mg/kg Tidak boleh ada

Adapun parameter pengujian yang akan dilakukan dalam penelitian ini meliputi kadar air, kadar abu, aktivitas antioksidan dan organoleptik.

2.7.1. Kadar Air

Air berfungsi sebagai bahan yang dapat mendispersikan senyawa yang terdapat dalam bahan makanan. Untuk beberapa bahan, air berfungsi sebagai pelarut. Air dapat melarutkan berbagai bahan seperti garam, vitamin yang larut air, mineral dan senyawa citarasa. Banyaknya kandungan air dalam bahan pangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan dan aktifitas enzim, aktifitas mixroba dan aktifitas kimiawi, yaitu terjadi ketengikan, reaksi non enzimatis sehingga menimbulkan sifat-sifat organoleptik, penampakan, tekstur dan cita rasa gizi yang berubah (Amanu, 2014).

Kadar air dalam suatu bahan makanan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan dari bahan pangan tersebut. Apabila kadar air bahan pangan tersebut tidak memenuhi syarat maka bahan pangan tersebut akan mengalami perubahan fisik dan kimiawi yang ditandai dengan tumbuhnya mikroorganisme pada makanan sehingga bahan pangan tersebut tidak layak untuk dikonsumsi.penentuan kadar air dari suatu bahan pangan sangat penting agar dalam proses pengolahan dan pendistribusian mendapat penanganan yang tepat.

Dengan memanaskan suatu bahan pangan dengan suhu tertentu maka air dalam bahan pangan tersebut akan menguap dan berat bahan pangan akan konstan.

Berkurangnya berat bahan pangan tersebut berati banyaknya air yang terkandung dalam bahan pangan tersebut (Saputra, 2015).

Parameter kadar air merupakan pengukuran kandungan air yang berada di dalam bahan yang bertujuan untuk memberikan batasan minimal atau rentang besarnya kandungaan air dlam bahan. Metode penetapan kadar air dengan menggunakan destinasi toluen, kandungan air dalam bahan yang dinyatakan dalam % v/b terhadap berat ekstrak. Kadar air bahan berpengaruh terhadap masa simpan. Kadar air yang tinggi menyebabkan kerentanan terhadap aktifitas mikroba. Kandungan air dalam ekstrak merupakan media tumbuhnya kapang dan jamur (Guntarti, 2015).

2.7.2. Kadar Abu

Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur โ€“ unsur mineral. Unsur juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Kadar abu tersebut dapat menunjukkan total mineral dalam suatu bahan pangan. Bahanโ€“bahan organik dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu (Zahro, 2013).

Penentuan kadar abu total bertujuan untuk menentukan baik atau tidaknya

pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan (Zahro, 2013).

2.7.3. Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa-senyawa yang mampu menghilangkan, membersihkan, menahan efek radikal. Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas, selain itu antioksidan juga berguna untuk mengatur agar tidak terjadi proses oksidasi berkelanjutan di dalam tubuh (Selawa et al. 2013).

Tubuh manusia menghasilkan senyawa antioksidan, tetapi tidak cukup kuat untuk berkompetensi dengan radikal bebas yang dihasilkan setiap harinya oleh tubuh sendiri. Kekurangan antioksidan dalam tubuh membutuhkan asupan dari luar. Sebenarnya, antioksidan juga berkompetensi sesamanya sehingga membutuhkan campuran yang cukup tepat (Hernani dan Rahardjo 2005).

Antioksidan digolongkan berdasarkan sumbernya dan berdasarkan mekanisme kerjanya. Berdasarkan sumbernya antioksidan dibedakan menjadi antioksidan alami dan antioksidan sintetik. Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan primer, antioksidan sekunder dan antioksidan tersier.

2.7.4. Organoleptik

Organoleptik merupakan pengujian berdasarkan pada proses pengindraan.

Pengindraan artinya suatu proses fisio psikologis, yaitu kesadaran pengenalan alat indra terhadap sifat benda karena adanya rangsangan terhadap alat indra dari benda itu. Kesadaran kesan dan sikap kepada rangsangan adalah reaksi dari

psikologis atau reaksi subjektif. Disebut penilaian subjektif karena hasil penilaian ditentukan oleh pelaku yang melakukan penilaian (Agusman, 2013).

Dalam penilaian bahan pangan sifat yang menentukan diterima atau tidak suatu produk adalah sifat indrawinya. Penilaian indrawi ini ada lima tahap yaitu pertama menerima bahan, mengenali bahan, mengadakan klarifikasi sifat-sifat bahan, mengingat kembali bahan yang telah diamati, dan menguraikan kembali sifat indrawi produk tersebut Indra yang digunakan dalam menilai sifat indrawi suatu produk adalah:

1. Penglihatan yang berhubungan dengan warna kilap, viskositas, ukuran dan bentuk, volume kerapatan dan berat jenis, panjang lebar dan diameter serta bentuk bahan.

2. Indra peraba yang berkaitan dengan struktur, tekstur dan konsistensi. Struktur merupakan sifat dari komponen penyusun, tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut atau perabaan dengan jari, dan konsistensi merupakan tebal, tipis dan halus.

3. Indra pembau, pembauan juga dapat digunakan sebagai suatu indikator terjadinya kerusakan pada produk, misalnya ada bau busuk yang menandakan produk tersebut telah mengalami kerusakan.

4. Indra pengecap, dalam hal kepekaan rasa, maka rasa manis, asin, asam, pahit, dan gurih. Serta sensasi lain seperti pedas, astringent (sepat), dan lain-lain.

(https://id.wikipedia.org/wiki/Uji_organoleptik)

III. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April-Juli 2020, di Laboratorium Teknik Kimia PNUP dan Laboratorium Bioteknologi Terpadu Peternakan UNHAS dan Politeknik Pertanian Negeri Pangkep,

3.2. Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pisau, panci, saringan, blender, kompor, kain saring dan timbangan.

Bahan yang digunakan adalah sereh, jahe, kacang hijau, gula jawa, gula pasir dan air.

3.3. Metode Penelitian

Pada penelitian ini dilakukan penelitian pendahuluan untuk menentukan konsentrasi bahan-bahan yang digunakan sehingga menghasilkan minuman dengan mutu yang baik. Setelah penelitian pendahuluan dilakukan penelitian lanjutan yang dianggap maksimal untuk pengambilan data, dalam memperoleh data pengamatan pada pengambilan sampel pembuatan minuman fungsional serta analisis penelitian dalam pengolahan minuman fungsional yang dilakukan.

3.4. Prosedur Kerja

Pembuatan minuman fungsional bubuk diawali dengan mengekstrak jahe, ubi jalar dan kacang hijau.

a. Ekstrak Jahe

Ekstraksi jahe diawali dengan mencuci jahe terlebih dahulu, kemudian mengiris jahe tipis-tipis dan dilakukan penghancuran menggunakan blender dengan perbandingan 1:1 (jahe : air). Selanjutnya dilakukan penyaringan dengan menggunakan kaing saring dan diperas, sisa ampas dihancurkan kembali lalu disaring. Kemudian diendapkan selama 20 menit ( Yuiningtyas et al., e. Jurnal Ilmiah Biosaintropis, 2019).

b. Ekstrak Ubi Jalar

Ekstraksi ubi jalar mula-mula dilakukan dengan mengupas dan memotong ubi jalar kecil-kecil, lalu dilakukan pencucian. Selanjutnya dilakukan penghancuran menggunakan blender dengan perbandingan 1:1 (ubi jalar : air).

Kemudian dilakukan penyaringan menggunakan kain saring selama dan diperas, sisa ampas dihancurkan kembali lalu disaring. Dan diendapkan selama 20 menit (Sayuti et al., Jurnal Biogenesis, 2013).

c. Ekstrak Kacang Hijau

Proses ekstraksi kacang hijau diawali dengan merendam kacang hijau selama 30 menit. Selanjutnya dilakukan pengukusan selama 15 menit dan dilakukan penghancuran menggunakan blender dengan perbandingan 1: 4 (kacang hijau : air). Kemudian dilakukan penyaringan menggunakan kain saring dan diperas, sisa ampas dihancurkan kembali lalu disaring.

Setelah ekstrak jahe, ubi jalar, dan kacang hijau didapatkan, dilakukan pencampuran dan penambahan serai yang telah digeprek. Lalu dilakukan proses perebusan hingga mendidih dan dilakukan penyaringan. Kemudian melakukan proses kristalisasi, pengadukan terus dilakukan hingga berbentuk kristal.

Selanjutnya menghaluskan kristal yang telah dingin dan dilakukan pengayakan (Azni et al., Jurnal Agroindustri,2019 telah dimodifikasi)

Untuk lebih lengkapnya saya sajikan dalam bentuk diagram alir pembuatan minuman fungsional bubuk :

Gambar 3.1. Diagram Alir Pembuatan Ekstrak Jahe Sumber : Yuiningtyas et al, 2019

Gambar 3.2. Diagram Alir Pembuatan Ekstrak Ubi Jalar Sumber : Sayuti et al, 2013

Gambar 3.3. Diagram Alir Pembuatan Ekstrak Kacang Hijau

Gambar 3.4. Diagram Alir Pembuatan Minuman Fungsional Jahe bubuk Sumber : Azni et al, 2019, telah dimodifikasi

3.5. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 kali pengulangan. Sedangkan perlakuan pada penelitian ini yaitu perlakuan tunggal, dimana perbandingan konsentrasi gula pasir dengan konsentrasi gula semut yang digunakan yaitu : .

G0 = Kontrol

G1 = Gula pasir : Gula semut = 65 % : 35 % G2 = Gula pasir : Gula semut = 50 % : 50 %

3.6. Parameter Pengamatan

Parameter pengamatan dilakukan terhadap kadar air, uji antioksidan dan uji organoleptik pada tingkat kesukaan bau, warna, dan penampakan dari minuman fungsional jahe bubuk.

3.6.1. Kadar air (BSN, 1992)

Penentuan kadar air menurut SNI 01-2891-1992 butir 5.1 adalah untuk mengetahui persentase kadar air yang terkandung dalam pangan. Prinsip metode uji ini adalah kehilangan berat pada pemanasan selama 3 jam menggunakan oven pada suhu 105 ยบC dianggap sebagai kadar air yang terdapat pada pakan.

Sampel ditimbang sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam vochdoos dan dipanaskan sesuai metode uji. Berat sampel setelah dipanaskan dicatat sampai bobot konstan dengan selisih penimbangan 10 mg. Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus :

Kadar air = ๐‘Š1โˆ’๐‘Š2

๐‘Š x 100% ... (3.1) Ket = W : Berat sampel (g)

W1 : Berat sampel sebelum dikeringkan (g) W2 : Berat sampel setelah dipanaskan (g) 3.6.2. Kadar Abu (AOAC, 2005)

Metode uji penentuan kadar abu menurut Association of Official Analytical Chemists (AOAC 2005) Metode 942.05, adalah untuk mengetahui persentase kadar abu yang terkandung dalam pakan. Prinsip metode uji ini adalah proses pengabuan selama 2 jam menggunakan tanur pada suhu 600 ยบC dimana zat-zat organik diuraikan menjadi H2O, CO2 dan gas lain yang menguap, sedangkan sisanya yang tertinggal adalah berupa oksida mineral (abu).

Sampel ditimbang sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam crusibel dan dipanaskan sesuai metode uji. Berat sampel setelah dipanaskan dicatat sampai bobot konstan dengan selisih penimbangan 10 mg. Kadar abu dihitung dengan rumus :

Kadar abu = ๐‘Š2โˆ’๐‘Š1

๐‘Š x 100% ... (3.2) Ket = W = berat sampel (g)

W1 = berat crusibel kosong setelah dipanaskan (g) W2 = berat crusibel + sampel setelah dipanaskan (g) 3.6.3. Aktivitas Antioksidan (Son et al, 2002)

Penentuan aktivitas antioksidan menggunakan metode diphenil-picrihidrazil (DPPH). Sampel dari setiap perlakuan diambil 2 ml dan disuspensikan dengan 2 ml metanol dalam Erlemeyer dan distirer selama 10 menit. Selanjutnya sampel disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 5 menit. Kemudian diambil 2 ml fraksi dan ditambah 2 ml reagen DPPH dicampur dengan hati-hati dan didiamkan dalam ruangan gelap pada suhu kamar 30 menit.

Absorban segera ditera pada panjang gelombang 517 nm. Blangko DPPH dalam metanol digunakan sebagai kontrol. Aktifitas antioksidan sampel dinyatakan sebagai persentase penghambatan dari DPPH absorbansi. Aktifitas absorbansi dihitung dengan rumus sebagai berikut (Son dan Lewis, 2002).

Aktivitas antioksidan = 1- Asampel

Akontrolx 100% ... (3.3) 3.6.4. Uji Organoleptik (Setyaningsih, et al., 2010)

pelabelan dilakukan secara acak pada perlakuan sampel. Kemudian sampel diletakkan di atas meja tes organoleptik. Sebanyak dua puluh lima panelis tidak terlatih akan menilai secara subjektif sampel yang ada. Panelis secara bergiliran akan menilai aroma, rasa, warna dan tekstur dari sampel yang ada. Uji subjektif skala hedonik dilakukan berdasarkan tingkat kesukaan panelis dalam 6 skala kesukaan 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = agak suka, 5 = suka, 6 = sangat suka.

3.7. Analisa Data

Pengolahan data dilakukan secara deskriptif. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan digunakan analisis (ANNOVA) dalam pengolahan/analisa data menggunakan Excel dan SPSS 16. Bila hasil dari analisis ragam memperlihatkan pengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut Tukey.

Dokumen terkait