• Tidak ada hasil yang ditemukan

Minyak biji dan fuli pala

Dalam dokumen produk pala (Halaman 32-44)

Biji pala terdiri dari dua bagian utama yaitu 30–45% minyak dan 45–60% bahan padat termasuk selulosa. Minyak terdiri atas dua jenis yaitu minyak atsiri (essential oil) sebanyak 5–15% dari berat biji keseluruhan, dan lemak (ixed oil) yang disebut nutmeg butter sebanyak 24-40% dari berat biji. Perbedaan komponen tersebut bervariasi tergantung pada letak geograis dan tempat tumbuhnya maupun jenis (varietas) dari tanaman tersebut. Walaupun kandungan minyak atsiri dalam biji lebih rendah

dari ixed oil tetapi komponen minyak atsiri lebih berperanan penting

sebagai perisa (lavouring agent) dalam industri makanan dan minuman,

dan dalam industri farmasi.

1. Minyak Atsiri

Minyak atsiri pala dapat diperoleh dari penyulingan biji pala, sedangkan minyak fuli dari penyulingan fuli pala. Minyak atsiri dari biji pala maupun fuli mempunyai susunan kimiawi dan warna yang sama, yaitu jernih, tidak berwarna hingga kuning pucat. Minyak fuli baunya lebih tajam daripada minyak biji pala. Rendemen minyak biji pala berkisar antara 2–15% (rata-rata 12%), sedangkan minyak fuli antara 7-18% (rata-rata 11%). Bahan baku biji dan fuli pala yang digunakan biasanya berasal dari biji pala muda dan biji pala tua yang rusak (pecah). Rendemen dan mutu minyak dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat digolongkan menjadi dua yaitu pra panen dan pasca panen. Faktor pra panen meliputi jenis (varietas) tanaman, cara budidaya, waktu dan cara panen. Faktor pascapanen meliputi cara penanganan bahan, cara penyulingan, pengemasan dan transportasi. Biji pala yang akan disuling minyaknya sebaiknya dipetik pada saat menjelang terbentuknya tempurung yaitu berusia sekitar 4 - 5 bulan. Pada umur tersebut warna fuli masih keputih-putihan dan daging buahnya masih lunak. Fuli yang tua dan sudah merah warnanya, kandungan minyak atsirinya relatif rendah dan dimanfaatkan untuk ekspor (Somaatmaja, 1984). Penyulingan dapat

dilakukan dengan cara penyulingan uap (kohobasi) pada tekanan rendah,

sedangkan penyulingan dengan tekanan tinggi dapat menyebabkan terbawanya minyak lemak sehingga akan menurunkan mutu minyak atsiri (Guenther dalam Djubaedah et al. 1986). Hasil analisis biji dan minyak pala yang berasal dari berbagai daerah dapat dilihat pada Tabel 7.

2. Komponen Minyak Pala

Minyak pala biasa diperoleh dengan cara destilasi uap dari biji

atau fuli pala. Minyaknya tidak berwarna atau kuning dengan odor dan

rasa seperti pala, tidak larut dalam air, tetapi larut dalam alkohol dan mempunyai bobot jenis pada 25 oC antara 0,859 – 0,924, refraktif indeks pada 20 oC antara 1,470–1,488 dan putaran optik pada 20 oC sekitar

+10o-+45o (Marcelle, 1975). Sedangkan karakteristik minyak pala dan

fuli menurut Furia dan Bellanga dalam Rismunandar (1990) disajikan

pada Tabel 8. Keterangan. L = Leuwiliang BT = Bukit Tinggi PI = Padang I PII = Padang II

Tabel 7. Hasil analisis biji dan minyak pala dari berbagai daerah

Sumber : Furia dan Bellanga dalam Rismunandar, 1990 Tabel 8. Karakteristik minyak atsiri biji dan fuli pala

No Jenis Contoh Jenis Pengujian/Pemeriksaan Hasil Pengujian/ Pemeriksaan (No. Contoh/ kode)

L BT PI PII

1 Biji pala Kadar minyak atsiri, % 12 5,25 11 6,08 Kadar air, % 8 10 11,95 9 2 Minyak pala Bobot Jenis (25o/25oC) 0,9090 0,8981 0,8893 0,9035

Indeka bias 25oC 1,4833 1,4776 1,4763 1,4784 Putaran Optik 23o24’ 13o54’ 22o24’ 24o30’ Kelarutan dalam Alkohol 1 : 1

larut jernih 1 : 1 larut jernih 1 : 2 larut jernih 1 : 1 larut jernih

Karakteristik Minyak Pala Minyak Fuli

India Timur India Barat Bobot jenis 20o/20o 0,866 – 0,929 0,883 – 0,917 0,862 – 0,882 Indeks refraksi 20o 1,475 – 1,479 1,474 – 1,488 1,469 – 1,480 Putaran optik (-9o) – (+41o) (+20o) – (+30o) (+20o) – (+45o) Kelarutan dalam etanol 90% - 1 : 3 1 : 4

Aroma minyak pala yang khas merupakan akibat dari kandungan beberapa komponen-komponen kimiawi, seperti monoterpen hidrokarbon

± 88% dengan komponen utama camphene dan pinene, myristicin, dan

monoterpenalcohol seperti geraniol, lonalool, terpineol, serta komponen lain seperti eugenol dan metil eugenol (Rismunandar, 1990). Menurut Dorman et al dalam Jukic et al (2006) komponen utama minyak biji pala

adalah terpen, terpen alcohol dan fenolik eter. Komponen monoterpen

hidrokarbon yang merupakan komponen utama minyak pala terdiri atas β-pinene (23,9%), α-pinene (17,2%), dan limonene (7,5%). Sedangkan komponen fenolik eter terutama adalah myristicin (16,2%), diikuti safrole

(3,9%) dan metil eugenol (1,8%). Selanjutnya Dorman et al., (2004)

menyatakan terdapat 25 komponen yang teridentiikasi dalam minyak pala (sejumlah 92,1% dari total minyak) yang diperoleh dengan cara penyulingan (hydrodistillation) menggunakan sebuah alat penyuling

minyak menurut British Pharmacopeia. Pada prinsipnya komponen

minyak tersebut teridentiikasi sebagai α-pinen (22,0%) dan β– pinen (21,5%), sabinen (15,4), myristicin (9,4), dan terpinen–4-ol(5,7). Minyak

fuli mengandung lebih banyak myristicin daripada minyak pala.

Produksi minyak pala per tahun sekitar 300 ton, produsen utamanya adalah Indonesia dan Sri Lanka, dengan pasar terbesar adalah USA sekitar 75%. Beberapa minyak pala yang diekspor ke Eropa didestilasi dari pala Grenada dengan cara penyulingan uap pada umumnya rendemennya sebesar 11%. Hasil analisis minyak tersebut dengan GC/ MS menunjukkan minyak tersebut terdiri dari α-pinen, sabinen, β-pinen, myrcen, limonen, α- terpinen dan terpinen–4–ol (Lancashire, 2002).

Tabel 9. Komponen minyak pala asal negara berbeda

Sumber : Lancashire (2002)

Hasil penelitian baru-baru ini terhadap minyak pala dari St Catherine, Jamaica dan West Indian lain menunjukkan adanya perbedaan jumlah komponen yang nyata yang dapat digunakan untuk membedakan asal dari minyak tersebut (Tabel 9).

3. Desain Alat dan Pedoman Penyulingan Minyak Pala a. Persiapan bahan dan pengisian ke dalam ketel

-Pertama–tama alat penyuling harus dibersihkan supaya tidak ada bau yang akan mempengaruhi aroma dari minyak pala yang dihasilkan.

-Pasang saringan tempat bahan yang di bawah.

-Timbang biji pala yang akan disuling, giling biji pala dan sesudahnya ditimbang kembali.

- Letakkan sebagian biji pala yang sudah digiling pada saringan yang di bawah.

- Pasang saringan tempat bahan yang di tengah.

Komponen Grenada Indonesia Jamaica

α-pinen 13,2 26,5 19,9 β-pinen 8,0 15,0 18,8 myrcen 3,4 3,7 4,7 α-phellandren 0,7 0,9 1,6 α-terpinen 4,2 2,0 2,1 limonen 4,4 3,6 4,8 p-cymen 0,8 0,6 <0,1 Linalool 0,3 0,2 0,3 Terpinen – 4 – ol 4,7 3,0 17,8 α - terpineol 0,3 0,6 0,4

- Tempat sisa bahan pala pada saringan tersebut.

- Pasang tutup ketel dan hubungkan leher angsa dengan pipa kondensor.

- Periksa tiap sumbunya jangan sampai ada yang bocor. b. Operasi Boiler

- Isi boiler dengan air dengan ketinggian air 9 cm pada tabung kaca pengontrol nozzle.

- Isi tangki supplai air yang ada pada samping boiler. - Nyalakan burner pada posisi (spuyer) maksimum.

- Tunggu sampai destilat keluar/ menetes dari pipa pendingin dan waktu penyulingan mulai dihitung.

- Pengisian air tambahan pada boiler dilakukan bila ketinggian air pada tabung kaca pengontrol mencapai 0 cm.

- Pengisian dilakukan dengan bantuan pompa air panas sampai ketinggian air pada tabung kaca pengontrol 9 cm atau sekitar 10 Menit.

c. Pengambilan minyak pada tabung pemisah.

- Pengambilan minyak dilakukan pada jam pertama, jam ketiga, jam ketujuh dan jam terakhir.

- Cara pengambilan minyak dilakukan dengan menutup kran pengeluaran air pada alat minyak, kemudian kran tempat keluarnya minyak dibuka dan minyak yang dihasilkan ditampung dan dimasukan dahulu kedalam tabung pemisah untuk memisahkan air yang tercampur.

- Minyak yang dihasilkan dimasukkan kedalam kemasan yang kering dan tidak tembus cahaya.

d. Pembongkaran

- Pembongkaran bahan (biji pala sisa destilasi) dilakukan segera setelah ketel dingin.

- Setiap selesai penyulingan dan pembongkaran bahan, ketel harus segera dicuci bersih untuk menghindarkan pembusukan sisa bahan penyulingan yang akan mempengaruhi aroma minyak pala yang dihasilkan.

Disain alat penyuling secara umum dapat dilihat pada Gambar 11 (desain oleh Sofyan Rusli), namun demikian terdapat banyak variasi dari model dan sistim penyulingan yang dipakai oleh pengrajin minyak pala. Pada umumnya proses penyulingan minyak pala masih dilakukan secara sederhana dan mempunyai beberapa kelemahan, sehingga rendemen dan mutunya terutama kadar miristisinnya rendah. Pada studi kasus di

salah satu tempat penyulingan di Bogor yang memakai boiler terpisah

telah dilakukan usaha perbaikan diantaranya pada sistim supplai air, cara penempatan bahan, dan sistim penyebaran uapnya.

Supplai air pada boiler digunakan air panas. Agar tidak menambah

biaya bahan bakar, tangki air ditempatkan pada dinding samping boiler

tersebut. Pemasukkan air ke dalam boiler digunakan pompa air tahan

panas (Gambar 12).

Cara penempatan bahan dalam ketel penyuling disajikan pada Gambar 13. Pada tingkat kepadatan bahan yang tinggi di dalam ketel,

penyulingan tanpa fraksi menyebabkan jalannya uap ke atas kurang lancar dan kurang merata serta dapat mengakibatkan terjadinya jalur uap. Hal tersebut mengakibatkan proses pengambilan minyak dari bahan kurang optimal sehingga rendemen minyak menjadi rendah. Oleh karena itu, bahan baku yang disuling difraksi menjadi dua bagian, dan ruang kosong yang terdapat diantara dua fraksi bahan akan menghasilkan penyebaran dan kelancaran jalannya uap serta mencegah timbulnya jalur uap.

Keterangan 1.Tungku pemanas 2.Ketel

3.Pendingin 4.Tabung pemisah

Gambar 11. Disain alat penyuling

Sebelum diperbaiki Setelah diperbaiki Gambar 12. Sistem supplai/pasokan air yang dibutuhkan boiler

Sistem penyebaran uap dari boiler pada dasar ketel. Untuk mendapatkan penyebaran uap yang baik dalam proses penyulingan, maka pada dasar ketel dibuat pipa uap yang berfungsi untuk membagi uap dari boiler ke seluruh bagian secara seragam.

Hasil pengujian pada penggunaan alat penyuling yang sudah diperbaiki diketahui bahwa total produksi minyak biji pala dengan waktu penyulingan selama 24 jam adalah 18,5 liter (rendemen 8,5%, v/b). Pengujian laboratorium menunjukkan bahwa sisa minyak dalam ampas penyulingan sebesar 0,8%, b/v. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada penyulingan selama 24 jam hampir seluruh minyak dalam biji pala sudah tersuling (91,4%) sehingga secara teknis kinerja alat penyuling yang diperbaiki cukup memadai. Bila pada penyulingan tradisional lama penyulingan bisa lebih dari 30 jam, dengan alat yang sudah diperbaiki waktu penyulingan yang masih dianggap ekonomis yaitu penyulingan sampai 22 jam. Kadar myristisin dalam minyak hasil penyulingan 24 jam menjadi cukup tinggi (9,37%) (Nurdjannah dan Hidayat, 2005).

1. Tanpa fraksi 2. Dengan fraksi

Gambar 13. Cara penempatan bahan dan Alat Penyuling

Pala bubuk Pala bubuk

4. Fixed Oil (Minyak lemak)

Minyak lemak dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu dengan cara

pengepresan dan pemanasan (heated plate in the presence of steam) dan

cara ekstraksi dengan pelarut seperti dietil eter. Kedua proses tersebut menghasilkan minyak lemak kasar dengan kandungan minyak atsiri antara 10-12%.

Minyak lemak pala adalah cairan semi padat yang aromatik ( bau dan rasa seperti pala ), warnanya orange, dinamakan concrete, expressed oil atau nutmeg butter yang mencair pada suhu 45-51oC dan mempunyai bobot jenis 0,990–0,995. Larut penuh dalam alkohol panas, sebagian kecil dalam keadaan dingin, tetapi larut dalam eter and kloroform. Komponen dari minyak lemak pala dapat dilihat pada Tabel 10. Kalau biji pala disuling minyaknya sebelum diekstraksi minyak lemaknya, maka kadar trimyristin akan menjadi sangat besar.

1. sebelum perbaikan (tanpa pipa uap); 2. setelah perbaikan (pipa uap) Gambar 14. Sistem penyebaran uap dari boiler pada dasar ketel

uap

Pipa penyebaran uap

5. Oleroresin pala

Oleoresin adalah hasil olahan rempah-rempah berupa cairan kental yang diperoleh dengan cara mengekstraksi rempah-rempah dengan pelarut organik. Penggunaan oleoresin memberikan keuntungan yaitu lebih higienis, steril, bebas bakteri, lavor dan aroma dapat distandarisasi, volume kecil, bebas dari serangan jamur, mengandung antioksidan alami dan bebas dari enzim. Oleoresin dapat disimpan dalam waktu yang lama

dalam kondisi yang baik (Heath dalam Susanto, 1989).

Dalam perdagangan luar negeri sudah lama dikenal mace

oleoresin (oleoresin fuli). Selain itu dikenal juga oleoresin pala yang mengandung minyak atsiri. Oleoresin diperoleh dengan cara ekstraksi biji atau fuli pala menggunakan pelarut organik seperti alkohol, metanol, aseton atau heksan. Selanjutnya dilakukan pengambilan pelarut dengan cara destilasi atau evaporasi dengan pompa vakum. Sebelum dilakukan ekstraksi dengan pelarut organik, biji pala atau fuli dihaluskan atau digiling menjadi bubuk. Banyaknya hasil oleoresin yang diperoleh tergantung pada jenis bahan pelarut yang digunakan.

Tabel 10. Komponen dalam ixed oil pala

Komponen Nilai (%)

Trimyristin 73,09

Minyak atsiri 12,5

Asam oleat (sebagai gliserida) 3,0

Asam linolenat 0,5

Komponen tidak tersabunkan 8,5

Resin 2,0

Komposisi oleoresin yang dihasilkan tergantung dari jenis bahan dan pelarut yang digunakan. Ekstraksi dengan pelarut non-polar akan menghasilkan oleoresin dengan kandungan lemak yang tinggi, terutama trimiristin. Pada ekstraksi dengan pelarut polar seperti etanol dan aseton, dihasilkan oleoresin dengan kandungan lemak rendah (Purseglove, 1981). Oleoresin pala berwarna kuning pucat dan berbentuk seperti padatan pada suhu kamar, beraroma khas. Secara umum 2,72 kg oleoresin sebanding dengan 45,45 kg pala segar (Farrel, 1985).

Mutu oleoresin pala dalam perdagangan dinilai dari banyaknya kandungan minyak atsiri dan lemak di dalamnya. Banyaknya kandungan minyak atsiri dan lemak sangat tergantung pada jenis pelarut yang digunakan. Standar mutu oleoresin pala menurut FAO disajikan pada Tabel 11.

Oleoresin juga bisa diolah dari ampas sisa penyulingan minyak pala karena sebagian besar penyulingan dilakukan menggunakan metode penyulingan dengan uap langsung. Dengan metode ini minyak pala yang dihasilkan hanya mampu menghasilkan rendemen sekitar 10 % sehingga

Tabel 11. Standar mutu oleoresin pala

*http://www.samispices.com/essential.htm

Parameter Standar

Kadar minyak atsiri > 15% *

Bobot jenis 0,880 – 0,910

Indeks bias 1,4720 – 1,4860

Putaran optik +80o - + 30o

masih terdapat sekitar 4 % minyak pala yang belum tersuling. Ampas sisa penyulingan yang masih mengandung minyak pala tersebut hanya dijadikan pupuk dan sebagian besar dibuang. Pemanfaatannya menjadi produk yang lebih menguntungkan antara lain diolah menjadi oleoresin pala.

Dalam dokumen produk pala (Halaman 32-44)

Dokumen terkait