• Tidak ada hasil yang ditemukan

UCAPAN TERIMA KASIH

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Jelantah

Minyak jelantah (waste cooking oil) merupakan limbah dari penggunaan minyak goreng dan minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan. Pemakaian minyak jelantah yang berkelanjutan dapat merusak kesehatan manusia, menimbulkan penyakit kanker, dan akibat selanjutnya dapat mengurangi kecerdasan generasi berikutnya. Hal ini memperlukan pemanfaatan yang tepat agar limbah minyak jelantah ini dapat bermanfaat dan tidak menimbulkan kerugian dari aspek kesehatan manusia dan lingkungan. Salah satu bentuk pemanfaatan minyak jelantah agar dapat bermanfaat adalah dengan mengubahnya menjadi biodiesel. Hal ini dapat dilakukan karena minyak jelantah juga merupakan minyak nabati, turunan dari CPO (crude palm oil). Pembuatan biodiesel dari minyak jelantah ini menggunakan reaksi transesterifikasi seperti pembuatan biodiesel pada umumnya dengan pretreatment untuk menurunkan angka asam pada minyak jelantah.

Tabel 1. Perbandingan Emisi Yang Dihasilkan Oleh Biodiesel Dari Minyak Jelantah (Altfett Methyl Ester/AME) Dan Solar :

Sumber : http://dwienergi.blogspot.com/2007/07/potensi-minyak-jelantah-sebagai-bahan.html

Berdasarkan tabel 2 tersebut, biodiesel dari minyak jelantah ini merupakan alternatif bahan bakar yang ramah lingkungan. Hasil uji gas buang menunjukkan keunggulan AME dibanding solar, terutama penurunan partikulat/debu sebanyak 65%. Dengan berbagai keunggulan ini maka biodiesel dari minyak jelantah

(Waste Cooking Oil) dapat demanfaatkan untuk bahan bakar kendaraan maupun untuk industri, dengan pemakaian yang cukup mudah karena tidak perlu melakukan modifikasi terhadap mesin yang digunakan.

Hal AME Solar

Emisi NO 1005,8ppm 1070ppm

Emisi CO 209ppm 184ppm

Emisi CH 13,7ppm 18,4ppm

Emisi partikulat/debu 0,5 0,93

Biodiesel dari minyak jelantah ini juga telah memenuhi persyaratan SNI untuk Biodiesel. Dalam tabel 3 menunjukkan bagaimana biodiesel dari minyak jelantah mempunyai perbedaan yang tidak segnifikan terhadap Minyak Solar pada umumnya.

Tabel 2. Hasil Uji Laboratorium Perbandingan Berbagai Macam Parameter Antara Biodiesel Minyak Jelantah, Solar Dan Persyaratan SNI Untuk Biodiesel

Sifat Fisik Unit Hasil (Biodiesel Minyak Jelantah)

ASTM Standar (Minyak Solar)

SNI Biodiesel

Flash point °C 170 Min.100 Min. 100

Viskositas (40°C) cSt. 4,9 1,9-6,5 2,3-6,0

Bilangan setana - 49 Min.40 Min.48

Cloud point °C 3,3 - Maks.18

Sulfur content % m/m <<> 0.05 max Maks.0,05

Calorific value kJ/kg 38.542 45.343 --

Density (15°C) Kg/l 0,85 0,84 0,86-0,90

Gliserin bebas Wt.% 0,00 Maks.0,02 Maks 0,02

Sumber : http://dwienergi.blogspot.com/2007/07/potensi-minyak-jelantah-sebagai-bahan.html

Hasil uji coba pada kendaraan Izusu yang telah dilakukan oleh mahasiswa Universitas Trisakti menunjukkan adanya penghematan bahan bakar dari 1 liter untuk 6 kilometer menjadi 1 liter untuk 9 kilometer dengan menggunakan biodiesel dari minyak jelantah, demikian juga BBM perahu nelayan berkurang sekitar 20 persen apabila digunakan oleh para nelayan. Bahkan telah diuji coba pada kendaraan bermesin diesel sampai 40% campuran dengan solar selama kurang lebih 3 tahun tanpa masalah sadikit pun.

2.2Biodiesel

Rudolf Diesel sebagai penemu mesin diesel, menyatakan bahwa minyak nabati dapat menjalankan dan mengoperasikan mesin-mesinnya selayaknya bahan fosil. The american society for testing and materials (ASTM) (1998) mendefinisikan biodiesel sebagai mono-alkil ester yang terdiri dari asam lemak rantai panjang, didapat dari lemak terbarukan, seperti minyak nabati atau lemak hewani. Mono-alkil ester dapat berupa metil ester atau etil ester, tergantung dari sumber alkohol yang digunakan. Metil ester atau etil ester adalah senyawa yang

relatif stabil, berwujud cairan pada suhu ruang (titik leleh antara 4o -18oC), nonkorosif, dan titik didihnya rendah.

Biodiesel secara kimia didefinisikan sebagai metil ester yang diturunkan dari minyak/lemak alami, seperti minyak nabati, lemak hewan, atau minyak goreng bekas. Biodiesel merupakan bahan bakar yang bersih dalam proses pembakaran, bebas dari sulfur dan benzen karsinogenik, dapat didaur ulang dan tidak menyebabkan akumulasi gas rumah kaca. Biodiesel dapat digunakan langsung atau dicampur dengan minyak diesel.

Tabel 3. Standar Biodiesel Menurut SNI 04-7182-2006

No Parameter Satuan Nilai

1 Massa Jenis Pada 15 oC kg/m3 850 – 890

2 Viskositas Kinematik Pada 40 o

C mm2 /s (cst) 2,3 – 6,0

3 Angka Setana min. 51

4 Titik Nyala (Mangkok Tertutup) o

C min. 100

5 Titik Kabut o

C maks. 18

6 Residu Carbon

* Dalam Contoh Asli, Atau %-massa maks. 0,05

* Dalam 10% Ampas Distilasi maks. 0,30

7 Air Dan Sedimen %-vol maks. 0,05

8 Temperatur Distilasi 90 % o

C maks. 360

9 Abu Tersulfatkan %-massa maks. 0,02

10 Belerang ppm-m (mg/kg) maks. 100

11 Fosfor ppm-m (mg/kg) maks. 10

12 Angka Asam mg-koh/g maks. 0,8

13 Gliserol Bebas %-massa maks. 0,02

14 Gliserol Total %-massa maks. 0,24

15 Kadar Ester Alkil %-massa min. 96,5

16 Angka Iodium %-massa (g-I

2 /100g) maks. 115

17 Uji Halphen Negatif

Sumber : SNI (2006)

Sebagai produk alam, biodiesel diolah dengan bahan baku minyak atau lemak yang diperoleh dari berbagai hasil pertanian dan peternakan. Pengolahan bahan baku menjadi faktor penting untuk menghasilkan biodiesel yang berkualitas

dan memenuhi standar. Menurut Jenderal Bina Produksi Perkebunan Departemen Pertanian (2002), teknologi produksi dari biodiesel atau alkil ester telah sangat maju dimana metil ester dari asam lemak dapat diproduksi secara esterifikasi langsung dari asam lemak (fatty acid) atau secara tidak langsung melalui transesterifikasi.

Menurut pengertian ilmiah, biodiesel adalah bahan bakar mesin diesel yang dibuat dari sumber daya hayati. Sedangkan menurut populer, biodiesel merupakan bahan bakar mesin diesel yang terdiri dari ester-ester metil (atau etil) asam-asam lemak. Biodiesel dapat dimanfaatkan secara murni ataupun dalam bentuk campuran dengan solar tanapa mengharuskan adanya modifikasi signifikan pada mesin. Selain itu bentuknya cair dan dapat dicampur dalam berbagai perbandingan dengan solar, membuat pemanfaatannya tidak memerlukan penyediaan infrastruktur baru3.

Peralihan penggunaan solar dengan biodiesel telah melalui penelitian dan tes uji spesifikasi perbandingan antara kedua jenis bahan bakar tersebut. Selain penggunaan biodiesel dapat mengurangi dampak pencemaran lingkungan, biodiesel juga memiliki sifat lubrikasi lebih baik dari solar sehingga kemampuan untuk melindungi mesin dari korosi lebih baik.

Selain itu biodiesel dapat terdegradasi dengan mudah (biodergradable), sepuluh kali tidak beracun dibandingkan dengan minyak solar biasa, memiliki asap buangan yang tidak hitam, tidak mengandung sulfur serta senyawa aromatik sehingga emisi pembakaran yang dihasilkan lebih ramah lingkungan. Biodiesel tidak menambah akumulasi gas karbondioksida di atmosfer sehingga dapat mengurangi efek pemanasan global atau sering disebut dengan Zero CO2 Emission4.

3

Biodiesel. Biofuel. ht t p:/ / w w w .biofuel.com/ biodi esel/ . Agust us 2010

4

Biodiesel energi alt ernat if. Pikiran Rakyat . ht t p:/ / w w w .pikiran- rakyat .com/ cet ak/ 2005/ 0705/ 13/ 0107.ht m 21 Agust us 2010

Minyak Mentah Methanol Katalis (NaOH /KOH)

1 Kg 0,15 Kg 0,003 Kg

Minyak dengan

angka asam <3 Metoksida

Dicampur dan diaduk pada suhu konstan, T= 60 °C

Di dinginkan mendapat: Biodiesel kotor dan

Glyserin

By Produk Gliserin

Dipisahkan

Biodiesel kotor dicuci dgn air hangat kuku

Biodiesel + Air Air Dikeluarkan

Biodiesel dikeringkan dari sis air pada suhu 60 °C, kecepatan aduk ± 300 rpm

Biodiesel Murni

Gambar 1. Proses Input dan Output Produksi Biodiesel

Sumber: http://biodiesel.blogspot.com

Menurut Soerawidjaja dkk (2006), ada banyak sekali manfaat yang dapat diberikan dari produksi domestik biodiesel dan penggunaannya secara komersial, antara lain :

1. Memperbesar sumber daya bahan bakar cair.

Adanya produksi dan penjualan biodiesel dalam negeri akan memperbesar basis penyediaan bahan bakar cair. Selain itu, biodiesel akan lebih tangguh karena Indonesia sangat kaya akan sumber bahan nabati baik pangan maupun non-pangan yang telah diuji dapat dijadikan sebagai bahan baku biodiesel. 2. Mengurangi impor solar.

4. Meningkatkan kesempatan kerja

Berdasarkan penghitungan Tim Nasioanal BBN (Bahan Bakar Nabati) dalam

Blue Print Pengembangan BBN di Indonesia yang dikeluarkan oleh Dirjen Migas (2007), diketahui jika 10% BBM diganti oleh BBN, maka dapat menciptakan lapangan kerja sebanyak 3,5 juta orang yang tersebar di seluruh kawasan Indonesia.

5. Mengurangi ketimpangan pendapatan antar individu dan antar daerah

Kecendrungan dari sistem produksi BBN adalah terpusat dimana kilang- kilang biasanya berkapasitas besar dan langsung memenuhi kebutuhan akan BBM ke beberapa kota. Sedangkan biodiesel berkapasitas kecil dan dapat dilakukan oleh siapa saja sehingga menyebabkan distribusi biodiesel memiliki karakteristik tersebar. Hal ini akan menyebabkan meratanya pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja di seluruh Indonesia. 6. Mengurangi kecendrungan pemanasan global dan pencemaran udara. 7. Peluang pengembangan komoditi baru.

Walapun penggunaan bahan bakar alternatif lebih mudah diterapkan pada mesin statis, tetapi kenyataaanya lebih banyak digunakan untuk bahan bakar transportasi. Hal ini menyebabkan fokus utama industri saat ini adalah berusaha mengurangi pemakaian solar untuk industri dengan melakukan pencampuran terhadap biodiesel.

Pengembangan biodiesel di indonesia sebenarnya bertujuan sebagai bahan bakar alternatif pengganti solar jika tingkat konsumsi BBM masyarakat terus meningkat dan tidak ditemukan sumber minyak baru. Tetapi penggunaannya mengalami persaingan yang ketat dengan dari solar terutama dari segi harga akibat subsidi yang diberikan pemerintah kepada solar, sehingga tingkat kemajuan industri biodiesel tidak sesuai dengan yang diharapkan (Pakpahan, 2006). Hal ini membuat industri biodiesel harus mencari cara lain agar dapat mencapai tujuan utamanya yaitu sebagai bahan bakar alternatif solar. Pendefinisian pasar energi dapat dilakukan untuk menjahui persaingan dengan solar dan meningkatkan peluang pemerolehan pasar yang potensial untuk penggunaan biodiesel.

Akses masyarakat Indonesia terhadap energi masih terbatas. Penyebabnya adalah sistem distribusi energi utama yaitu minyak bumi, dilakukan secara

terpusat dimana kilang-kilang minyak memasok kota-kota besar yang kemudian didistribusikan ke kota-kota lain. Sistem distribusi yang seperti ini membuat haraga lebih mahal karena sistem transportasi dan mudahnya terjadi goncangan ekonomi ketika terjadi keterlambatan pasokan. Selain itu, eksplorasi minyak bumi yang besar menyebabkan kilang-kilang minyak dibuat pada skala besar dan tidak dapat dilakukan secara sembarangan agar keefisienan biaya dalam pengusahannya. Akibatnya, pasokan terbatas dibeberapa daerah yang jauh dari kota besar sering terjadi. Hal ini menyebabkan sejumlah masyarakat yang jauh dari kota besar tidak mendapatkan kemudahan untuk menggunakan energi selayaknya kota besar.

Pemerintah juga telah menerapkan bahwa pada tahun 2025, lima persen konsumsi solar dapat dipenuhi dari biodiesel atau sebesar 4,7 juta kiloliter yang didukung oleh biodiesel bermutu tinggi dan sesuai standar. Maka untuk mendukung pembangunan industri bidiesel di Indonesia, pemerintah membuat suatu perencanaan konsumsi biodiesel nasional sampai dengan tahun 2025 yang melibatkan para akademis, pengusaha maupun organisasi non pemerintah. Selain itu pada bulan september 2006, pemerintah telah menetapkan standar dan mutu spesifikasi biodiesel nasional yang disetujui oleh Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi.

Akibat harga bahan baku biodiesel yang saat ini, yaitu CPO, yang tinggi, maka pada April 2007 PT Eterindo yang merupakan pemasok utama biodiesel pertamina, melakukan penghentian produksi. Walaupun begitu, produsen- produsen yang lain tetap malakukan produksi baik untuk dipakai sendiri bagi pabriknya agar mengurangi konsumsi solar, maupun dijual melalui ekspor mengingat pasar internasional yang sangat tinggi tingkat permintaannya.

2.3Gliserin (Eco Wash)

Gliserin pertama sekali diidentifikasi oleh Scheele pada tahun 1770 yang diperoleh dengan memanaskan minyak zaitun (olive oil). Pada tahun 1784, Scheel melakukan penelitian yang sama terhadap beberapa sumber minyak nabati lainnya dan lemak hewan seperti lard. Scheel menamakan hasil temuannya ini dengan sebutan ‘the sweet principle offats”. Nama gliserin baru dikenal setelah pada

tahun 1811. Nama ini diberikan oleh Chevreul (orang yang melanjutkan penelitian Scheele ) yang diambil dari bahasa Yunani (Greek) yaitu dari kata glyceros yang berarti manis. Tahun 1847, Sobrero menemukan nitoglycerine, suatu senyawa yang tidak stabil yang mempunyai potensi besar untuk berbagai aplikasi komersial.

Ani (2007) dalam Konferensi Nasional Pemanfaatan Hasil Samping Industri Biodiesel dan lndustri Etanol Serta Peluang Pengembangan lndustri lntegratednya menyatakan bahwa Salah satu reaksi kimia yang dapat rnenghasilkan gliserin adalah proses transesterifikasi minyak nabati menghasilkan metil ester (biodiesel) menggunakan aikohol (metanol) dengan tarnbahan katalis basa. Dengan pengembangan industri biodiesel yang semakin intensif dengan berbagai jenis minyak nabati sebagai bahan baku, maka produksi gliserin kasar sebagai hasil sampingnya juga akan melimpah. Oleh karena itu diversifikasi produk olahan rnenggunakan gliserin perlu dilakukan salah satunya dalam pembuatan sabun transparan.

Tabel 4. Karateristik Yang Terdapat Pada Gliserin

No Karakteristik Satuan Nilai

1 Kadar Gliserol (wt%) 88.8 2 Warna APHA 2.5 3 Keasaman, Sbg Na2O (wt%) 0.0002 4 Sulfat ppm <20 5 Arsenic ppm <6.5 6 Gula Negatif 7 Specific gravity at 25/250C 1.2313

Sumber: Ecogreen Oieochemicals (2005)

Gliserin hasil samping dari produksi biodiesel tidak dapat langsung digunakan. Gliserin kasar tersebut harus melalui tahap purifikasi, dimana salah satu metode purifikasi gliserin adalah dengan penambahan asam yaitu H2SO4 (asidulasi), yang dilanjutkan dengan penarnbahan arang aktif, kemudian dilakukan penetralan menggunakan NaHCO3. Penambahan asam ini bertujuan untuk menghilangkan KOH (katalis sisa) dalam gliserin.

Dokumen terkait