I.
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Kegiatan-kegiatan di sektor industri, jasa, perhubungan dan rumah tangga
salah satunya memerlukan pemanfaatan energi. Berdasarkan Handbook Of Energy & Economics Statistics Of Indonesia (2009) salah satu konsumsi energi nasional terbanyak berasal dari sektor industri, yaitu membutuhkan 360.538 juta Barel Oil Equivalent (BOE). Menurut Siagan, (2003) kebutuhan energi nasional 74 persen tergantung kepada minyak bumi. Pemerintah sendiri telah mengumumkan rencana
untuk mengurangi ketergantungan Indonesia akan bahan bakar minyak (BBM)
dengan mengeluarkan Peraturan Presiden Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang
Kebijakan Energi Nasional untuk mengembangkan sumber energi sebagai
pengganti BBM. Pemerintah juga memberikan perhatian serius kepada
pengembangan bahan bakar nabati (BBN) dengan menerbitkan Instruksi Presiden
Nomor 1 Tahun 2006 tertanggal 25 Januari 2006 tentang Penyediaan dan
Pemanfaatan BBN sebagai Bahan Bakar Lain. Minyak nabati merupakan sumber
bahan baku15alternatif yang dapat menggantikan penggunaan minyak bumi
karena jumlahnya yang dapat diperbarui, misalnya dalam penggunaan bahan baku
biodiesel.
Biodiesel merupakan bahan bakar pengganti solar yang memiliki sifat
kimia yang mirip dengan solar dan ramah lingkungan karena memiliki emisi dan
gas buang lebih baik dibandingkan dengan solar. Biodiesel dapat digunakan
dengan mudah karena bercampur dengan minyak solar, pengunaan B20 (20%
biodiesel dan 80% solar) akan mengurangi paling sedikit 16% CO2, mempunyai sifat-sifat fisik yang mirip dengan solar biasa sehingga dapat diaplikasikan
langsung untuk mesin-mesin diesel yang ada hampir tanpa modifikasi (Prakoso
dan Hidayat, 2005). Dalam proses pembutan biodiesel selain menghasilkan
Methyl Ester (Biodiesel) juga menghasilkan Gliserine (Eco Wash) yang dapat digunakan untuk bahan baku sabun pembersih. Eco Wash adalah salah satu bahan pembersih yang mengandung lemak dan berbahan metal serta sangat efektif untuk
digunakan sebagai pembersih antara lain pembersih mesin, peralatan bengkel,
yang diformulasikan khusus untuk produk non-berbahaya, tidak beracun serta
menghilangkan hidrokarbon.
Sifat-sifat yang dimiliki oleh biodiesel menurut Prakoso dan Hidayat
(2005) antara lain dapat terdegradasi dengan mudah (biodegradable), 10 kali tidak beracun dibandingkan dengan minyak solar biasa, asap buangan biodiesel tidak
hitam, tidak mengandung sulfur serta senyawa aromatik sehingga pembakaran
yang dihasilkan ramah lingkungan. Selain itu, pembakaran biodiesel tidak
menambah akumulasi gas karbondioksida di atmosfer sehingga mengurangi efek
pemanasan global atau sering disebut dengan zero CO2 emission. Penelitian dan
pengembangan tentang biodiesel telah dimulai sejak tahun 1980 diberbagai negara
dan pada tujuh tahun terakhir ini 28 negara telah menguji coba, 21 diantaranya
kemudian memproduksi. Amerika Serikat dan beberapa negara eropa telah
menetapkan Standart Biodiesel. Kebutuhan akan biodiesel juga semakin
meningkat dari tahun ke tahun, tahun 2007 kebutuhan biodiesel di Indonesia
mencapai 30,40 juta liter dan diestimasi akan meningkat menjadi 34,89 juta liter
tahun 20101.
Minyak tumbuhan atau minyak nabati yang dapat digunakan sebagai
bahan baku untuk memproduksi biodiesel antara lain Crude Palm Oil (CPO) di Malaysia dan Indonesia, minyak kanola di Eropa, minyak kedelai di Amerika
Serikat, minyak kelapa di Filipina dan lain-lain. Minyak jelantah (minyak goreng
bekas) juga telah digunakan di Amerika Serikat khusunya di Hawai, dengan nama
perusahaan Pasific Biodiesel Incorporation yang memiliki kapasitas produksi 40 ton/bln, di jepang khususnya di Nagano, jelantah dari 60 restoran cepat saji telah
digunakan sebagai bahan baku biodiesel (Prakoso dan Hidayat, 2005).
Beberapa bahan baku pembuat biodiesel yang dinilai potensial di
Indonesia adalah minyak kelapa sawit. Minyak kelapa sawit dinilai potensial
karena berdasarkan kontinyuitas saat ini sudah tersedia banyak perkebunan kelapa
sawit dan industri pengolahan buah sawit menjadi CPO. Tetapi selain keunggulan
yang ada pada kelapa sawit, terdapat pula beberapa hal yang kurang mendukung
pemanfaatannya sebagai bahan baku biodiesel. Kebutuhan CPO dalam negeri saat
1
ini sebagaian besar terserap oleh pabrik minyak goreng dengan kebutuhan
rata-rata 3,5 juta ton per tahun. Bila harga CPO naik maka harga biodiesel yang
dihasilkan akan menjadi mahal. Penggunaan jarak pagar sebagai bahan baku
pembuatan biodiesel juga mempunyai kendala yaitu belum tersedianya jumlah
jarak yang mencukupi. Saat ini areal penanaman jarak masih terbatas, untuk
memproduksi 15000 liter/hari dibutuhkan 2700 ha areal pertanaman jarak. Jika
kebutuhan mencapai 2 juta kiloliter minyak jarak dengan rendemen 25 persen,
maka diperlukan sebanyak 2-3 juta ha lahan pada tahun 2009, artinya harus
tersedia lahan penanaman jarak minimal 500 ribu ha per tahun. Bila dikaji dari
segi biaya, produksi minyak jarak jauh lebih murah, yaitu Rp. 3800/liter, tetapi
tanaman jarak belum dibudidayakan secara luas.
Salah satu pemanfaatan bahan dari jenis minyak nabati sebagai pengganti
solar adalah limbah minyak goreng atau biasa disebut juga minyak goreng bekas
(Jelantah). Minyak jelantah (waste cooking oil) merupakan limbah dan bila ditinjau dari pemakaian minyak jelantah yang berkelanjutan dapat merusak
kesehatan manusia, menimbulkan penyakit kanker, serta dapat mengurangi
kecerdasan. Penggunaan minyak goreng bekas merupakan17alternatif untuk
mendapatkan harga yang lebih murah. “Biaya yang harus dikeluarkan untuk bahan
mentah kira – kira mencapai 60-70 persen total biaya produksi, sehingga untuk
menekan biaya produksi maka dengan menggunakan minyak goreng bekas
(Jelantah) yang secara ekonomis tidak bernilai tinggi2.
Menurut Kayun (2007), Minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel
dapat dikumpulkan dari beberapa sumber yaitu rumah tangga, restoran, hotel dan
industri pengolahan makanan. Jumlah minyak jelantah yang dihasilkan dari rumah
tangga adalah sebanyak 305 ribu ton, jumlah minyak jelantah yang dihasilkan dari
industri pengolahan makanan adalah sebanyak 2 juta ton dan jumlah minyak
jelantah yang dihasilkan dari penggunaan minyak goreng oleh hotel dan restoran
adalah sebanyak 1,5 juta ton. Total jumlah minyak jelantah yang tersedia dari
berbagai pihak yang menggunakan minyak goreng adalah sebanyak: 3,8 juta ton
per tahun. Dengan besarnya potensi minyak jelantah di Indonesia, maka dapat
2
dijadikan acuan untuk dilakukannya pemanfaatan yang bertujuan untuk
mensubsitusi akan kebutuhan bahan bakar dari fosil yang cukup tinggi, yaitu
dengan mengolah minyak jelantah menjadi bahan bakar biodiesel. Hal ini
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan akan biodiesel yang cukup tinggi terutama
di sektor18industri dan perhubungan atau transportasi. Biodiesel yang berasal dari
minyak jelantah terbukti lebih ramah lingkungan, dalam hal emisi Nitrogen
Monoksida misalnya, biodiesel dari minyak jelantah menghasilkan emisi 12
persen lebih rendah dari pada yang dihasilkan minyak solar. Emisi gas buang
berupa karbon tak terbakar yang dihasilkan biodiesel minyak jelantah ternyata 25
persen lebih rendah dari pada minyak solar. Demikian pula dengan emisi
partikulat/debu yang dihasilkan biodiesel minyak jelantah yang jumlahnya 40
persen lebih rendah dari minyak solar. Selain itu biodiesel minyak jelantah tidak
mengandung belerang sehingga dalam pembakarannya tidak menghasilkan emisi
sulfur dioksida. Dengan beberapa kelebihan itu, biodiesel dari minyak jelantah
dapat dijadikan sebagai sumber alternatif utama dimasa yang akan datang.
Pemanfaatan jelantah untuk digunakan sebagai biodiesel, salah satunya
telah dilakukan pemerintah Kota Bogor, uji coba penggunaan minyak jelantah
yang diolah menjadi biodiesel sebagai bahan bakar bus transpakuan dilakukan
mulai Selasa (12/11 2007), yang di Launching oleh Sekretaris Daerah Kota
(Sekdakot) Bogor H Dody Rosadi usai memimpin apel pagi pegawai Pemkot
Bogor, di Plaza Balaikota. Kota Bogor sendiri mendapatkan apresiasi positif atas
konsistensi dari PBB dalam upaya mencegah pemanasan global (Global Warming), aktif di Commision on Sustainable, International Climate Enviremental Invitiate (ICLEI) dalam upaya pencegahan pemanasan pemanasan global, serta telah melakukan beberapa langkah nyata didalam pengurangan emesi
gas buang yaitu pengoperasion angkuatan bus (transpakuan). Berkat program ini
pula, Kota Bogor dideklarasikan sebagai kota hijau oleh Muslim Association for Climate Change Action (MACCA). Asosiasi internasional itu menggelar konferensi pada tanggal 9-10 April 2010 di Kota Hujan.
Di Kota Bogor juga terdapat perusahaan yang mengolah atau
memproduksi dengan memanfaatkan minyak jelantah menjadi biodiesel.
tahun 2006 dan terletak di Curug Mekar No 6 Bogor. PT. Bumi Energi Equatorial
(BEE) juga merupakan perusahaan satu-satunya di Kota Bogor yang
memproduksi biodiesel dengan memanfaatkan limbah minyak goreng (Jelantah).
1.2 Perumusan Masalah
PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) dalam menjalankan usaha pengolahan
minyak jelantah menjadi biodiesel membutuhkan biaya investasi yang antara lain
digunakan untuk pengadaan mesin pengolah biodiesel dan biaya produksi, semua
itu membutuhkan investasi yang tidak sedikit. Selain itu keterbatasan
mendapatkan minyak jelantah dialami oleh PT. Bumi Energi Equatorial (BEE).
Hal ini ditunjukkan dengan tingkat produksi yang rendah, yang tidak setiap hari
PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) melakukan produksi akibat keterbatasan
memperoleh minyak jelantah.
Usaha pengolahan minyak jelantah menjadi biodiesel ini perlu dilakukan
analisis kelayakan bisnis, hal ini diharapkan dapat melihat dari berbagai aspek
kelayakan yang ada baik aspek finansial maupun aspek non-finansial. Manfaat
dalam analisis kelayakan ini diharapkan mampu memberikan rekomendasi untuk
PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) apakah usaha yang dijalankan mampu
mendatangkan keuntungan atau kerugian.
Kelayakan bisnis pada PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) akan dilihat
melalui dua skenario yang menjadi sumber penerimaan perusahaan. Skenario I
adalah penerimaan perusahaan yang didapat dari penjualan biodiesel dan gliserin.
Sedangkan skenario II adalah penerimaan perusahaan yang didapat dari penjualan
biodiesel dan eco wash.
Berdasarkan uraian diatas, maka dirumuskan permasalahan penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1) Bagaimana kelayakan bisnis biodiesel dari minyak jelantah di PT. Bumi Energi
Equatorial (BEE) dilihat dari aspek non-finansial meliputi aspek pasar, aspek
teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi dan budaya serta
2) Bagaimana kelayakan bisnis biodiesel dari minyak jelantah di PT. Bumi Energi
Equatorial (BEE) dilihat dari aspek finansial?
3) Bagaimana sensitivitas kelayakan bisnis biodiesel dari minyak jelantah di PT.
Bumi Energi Equatorial (BEE), apabila terjadi perubahan pada faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi biaya?
1.3 Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Menganalisis kelayakan bisnis biodiesel dari minyak jelantah di PT. Bumi
Energi Equatorial (BEE) dilihat dari aspek non-finansial meliputi aspek pasar,
aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi dan budaya
serta aspek lingkungan.
2) Menganalisis kelayakan bisnis biodiesel dari minyak jelantah di PT. Bumi
Energi Equatorial (BEE) dilihat dari aspek finansial.
3) Menganalisis nilai pengganti (switching value) kelayakan bisnis biodiesel dari minyak jelantah di PT. Bumi Energi Equatorial (BEE).
1.4Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang didapat dengan adanya penelitian ini adalah :
1. Rekomendasi yang dihasilkan dari penelitian ini dapat sebagai bahan
pertimbangan PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) dalam menganalisis
kelayakan usaha perusahaan tersebut.
2. Manfaat untuk Peneliti adalah menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh
dan melatih kemampuan analisis tentang permasalahan usaha.
3. Pihak lainnya yang membaca penelitian ini sebagai pengetahuan dalam
memperluas wawasan, bahan masukan dan informasi untuk penelitian
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1Minyak Jelantah
Minyak jelantah (waste cooking oil) merupakan limbah dari penggunaan minyak goreng dan minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang bersifat
karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan. Pemakaian minyak
jelantah yang berkelanjutan dapat merusak kesehatan manusia, menimbulkan
penyakit kanker, dan akibat selanjutnya dapat mengurangi kecerdasan generasi
berikutnya. Hal ini memperlukan pemanfaatan yang tepat agar limbah minyak
jelantah ini dapat bermanfaat dan tidak menimbulkan kerugian dari aspek
kesehatan manusia dan lingkungan. Salah satu bentuk pemanfaatan minyak
jelantah agar dapat bermanfaat adalah dengan mengubahnya menjadi biodiesel.
Hal ini dapat dilakukan karena minyak jelantah juga merupakan minyak nabati,
turunan dari CPO (crude palm oil). Pembuatan biodiesel dari minyak jelantah ini menggunakan reaksi transesterifikasi seperti pembuatan biodiesel pada umumnya
dengan pretreatment untuk menurunkan angka asam pada minyak jelantah.
Tabel 1. Perbandingan Emisi Yang Dihasilkan Oleh Biodiesel Dari Minyak Jelantah (Altfett Methyl Ester/AME) Dan Solar :
Sumber : http://dwienergi.blogspot.com/2007/07/potensi-minyak-jelantah-sebagai-bahan.html
Berdasarkan tabel 2 tersebut, biodiesel dari minyak jelantah ini merupakan
alternatif bahan bakar yang ramah lingkungan. Hasil uji gas buang menunjukkan
keunggulan AME dibanding solar, terutama penurunan partikulat/debu sebanyak
65%. Dengan berbagai keunggulan ini maka biodiesel dari minyak jelantah
(Waste Cooking Oil) dapat demanfaatkan untuk bahan bakar kendaraan maupun untuk industri, dengan pemakaian yang cukup mudah karena tidak perlu
melakukan modifikasi terhadap mesin yang digunakan.
Hal AME Solar
Emisi NO 1005,8ppm 1070ppm
Emisi CO 209ppm 184ppm
Emisi CH 13,7ppm 18,4ppm
Emisi partikulat/debu 0,5 0,93
Biodiesel dari minyak jelantah ini juga telah memenuhi persyaratan SNI
untuk Biodiesel. Dalam tabel 3 menunjukkan bagaimana biodiesel dari minyak
jelantah mempunyai perbedaan yang tidak segnifikan terhadap Minyak Solar pada
umumnya.
Tabel 2. Hasil Uji Laboratorium Perbandingan Berbagai Macam Parameter Antara Biodiesel Minyak Jelantah, Solar Dan Persyaratan SNI Untuk Biodiesel
Sifat Fisik Unit Hasil (Biodiesel Minyak Jelantah)
ASTM Standar (Minyak Solar)
SNI Biodiesel
Flash point °C 170 Min.100 Min. 100
Viskositas (40°C) cSt. 4,9 1,9-6,5 2,3-6,0
Bilangan setana - 49 Min.40 Min.48
Cloud point °C 3,3 - Maks.18
Sulfur content % m/m <<> 0.05 max Maks.0,05
Calorific value kJ/kg 38.542 45.343 --
Density (15°C) Kg/l 0,85 0,84 0,86-0,90
Gliserin bebas Wt.% 0,00 Maks.0,02 Maks 0,02
Sumber : http://dwienergi.blogspot.com/2007/07/potensi-minyak-jelantah-sebagai-bahan.html
Hasil uji coba pada kendaraan Izusu yang telah dilakukan oleh mahasiswa
Universitas Trisakti menunjukkan adanya penghematan bahan bakar dari 1 liter
untuk 6 kilometer menjadi 1 liter untuk 9 kilometer dengan menggunakan
biodiesel dari minyak jelantah, demikian juga BBM perahu nelayan berkurang
sekitar 20 persen apabila digunakan oleh para nelayan. Bahkan telah diuji coba
pada kendaraan bermesin diesel sampai 40% campuran dengan solar selama
kurang lebih 3 tahun tanpa masalah sadikit pun.
2.2Biodiesel
Rudolf Diesel sebagai penemu mesin diesel, menyatakan bahwa minyak
nabati dapat menjalankan dan mengoperasikan mesin-mesinnya selayaknya bahan
fosil. The american society for testing and materials (ASTM) (1998) mendefinisikan biodiesel sebagai mono-alkil ester yang terdiri dari asam lemak
rantai panjang, didapat dari lemak terbarukan, seperti minyak nabati atau lemak
hewani. Mono-alkil ester dapat berupa metil ester atau etil ester, tergantung dari
relatif stabil, berwujud cairan pada suhu ruang (titik leleh antara 4o -18oC), nonkorosif, dan titik didihnya rendah.
Biodiesel secara kimia didefinisikan sebagai metil ester yang diturunkan
dari minyak/lemak alami, seperti minyak nabati, lemak hewan, atau minyak
goreng bekas. Biodiesel merupakan bahan bakar yang bersih dalam proses
pembakaran, bebas dari sulfur dan benzen karsinogenik, dapat didaur ulang dan
tidak menyebabkan akumulasi gas rumah kaca. Biodiesel dapat digunakan
langsung atau dicampur dengan minyak diesel.
Tabel 3. Standar Biodiesel Menurut SNI 04-7182-2006
No Parameter Satuan Nilai
1 Massa Jenis Pada 15 oC kg/m3 850 – 890
2 Viskositas Kinematik Pada 40 o
C mm2 /s (cst) 2,3 – 6,0
3 Angka Setana min. 51
4 Titik Nyala (Mangkok Tertutup) o
C min. 100
5 Titik Kabut o
C maks. 18
6 Residu Carbon
* Dalam Contoh Asli, Atau %-massa maks. 0,05
* Dalam 10% Ampas Distilasi maks. 0,30
7 Air Dan Sedimen %-vol maks. 0,05
8 Temperatur Distilasi 90 % o
C maks. 360
9 Abu Tersulfatkan %-massa maks. 0,02
10 Belerang ppm-m (mg/kg) maks. 100
11 Fosfor ppm-m (mg/kg) maks. 10
12 Angka Asam mg-koh/g maks. 0,8
13 Gliserol Bebas %-massa maks. 0,02
14 Gliserol Total %-massa maks. 0,24
15 Kadar Ester Alkil %-massa min. 96,5
16 Angka Iodium %-massa (g-I
2 /100g) maks. 115
17 Uji Halphen Negatif
Sumber : SNI (2006)
Sebagai produk alam, biodiesel diolah dengan bahan baku minyak atau
lemak yang diperoleh dari berbagai hasil pertanian dan peternakan. Pengolahan
dan memenuhi standar. Menurut Jenderal Bina Produksi Perkebunan Departemen
Pertanian (2002), teknologi produksi dari biodiesel atau alkil ester telah sangat maju dimana metil ester dari asam lemak dapat diproduksi secara esterifikasi
langsung dari asam lemak (fatty acid) atau secara tidak langsung melalui transesterifikasi.
Menurut pengertian ilmiah, biodiesel adalah bahan bakar mesin diesel
yang dibuat dari sumber daya hayati. Sedangkan menurut populer, biodiesel
merupakan bahan bakar mesin diesel yang terdiri dari ester-ester metil (atau etil)
asam-asam lemak. Biodiesel dapat dimanfaatkan secara murni ataupun dalam
bentuk campuran dengan solar tanapa mengharuskan adanya modifikasi signifikan
pada mesin. Selain itu bentuknya cair dan dapat dicampur dalam berbagai
perbandingan dengan solar, membuat pemanfaatannya tidak memerlukan
penyediaan infrastruktur baru3.
Peralihan penggunaan solar dengan biodiesel telah melalui penelitian dan
tes uji spesifikasi perbandingan antara kedua jenis bahan bakar tersebut. Selain
penggunaan biodiesel dapat mengurangi dampak pencemaran lingkungan,
biodiesel juga memiliki sifat lubrikasi lebih baik dari solar sehingga kemampuan
untuk melindungi mesin dari korosi lebih baik.
Selain itu biodiesel dapat terdegradasi dengan mudah (biodergradable), sepuluh kali tidak beracun dibandingkan dengan minyak solar biasa, memiliki
asap buangan yang tidak hitam, tidak mengandung sulfur serta senyawa aromatik
sehingga emisi pembakaran yang dihasilkan lebih ramah lingkungan. Biodiesel
tidak menambah akumulasi gas karbondioksida di atmosfer sehingga dapat
mengurangi efek pemanasan global atau sering disebut dengan Zero CO2 Emission4.
3
Biodiesel. Biofuel. ht t p:/ / w w w .biofuel.com/ biodi esel/ . Agust us 2010
4
Minyak Mentah Methanol Katalis (NaOH /KOH)
1 Kg 0,15 Kg 0,003 Kg
Minyak dengan
angka asam <3 Metoksida
Dicampur dan diaduk pada suhu konstan, T= 60 °C
Di dinginkan mendapat: Biodiesel kotor dan
Glyserin
By Produk Gliserin
Dipisahkan
Biodiesel kotor dicuci dgn air hangat kuku
Biodiesel + Air Air Dikeluarkan
Biodiesel dikeringkan dari sis air pada suhu 60 °C, kecepatan aduk ± 300 rpm
Biodiesel Murni
Gambar 1. Proses Input dan Output Produksi Biodiesel
Sumber: http://biodiesel.blogspot.com
Menurut Soerawidjaja dkk (2006), ada banyak sekali manfaat yang dapat
diberikan dari produksi domestik biodiesel dan penggunaannya secara komersial,
antara lain :
1. Memperbesar sumber daya bahan bakar cair.
Adanya produksi dan penjualan biodiesel dalam negeri akan memperbesar
basis penyediaan bahan bakar cair. Selain itu, biodiesel akan lebih tangguh
karena Indonesia sangat kaya akan sumber bahan nabati baik pangan maupun
non-pangan yang telah diuji dapat dijadikan sebagai bahan baku biodiesel.
2. Mengurangi impor solar.
4. Meningkatkan kesempatan kerja
Berdasarkan penghitungan Tim Nasioanal BBN (Bahan Bakar Nabati) dalam
Blue Print Pengembangan BBN di Indonesia yang dikeluarkan oleh Dirjen Migas (2007), diketahui jika 10% BBM diganti oleh BBN, maka dapat
menciptakan lapangan kerja sebanyak 3,5 juta orang yang tersebar di seluruh
kawasan Indonesia.
5. Mengurangi ketimpangan pendapatan antar individu dan antar daerah
Kecendrungan dari sistem produksi BBN adalah terpusat dimana
kilang-kilang biasanya berkapasitas besar dan langsung memenuhi kebutuhan akan
BBM ke beberapa kota. Sedangkan biodiesel berkapasitas kecil dan dapat
dilakukan oleh siapa saja sehingga menyebabkan distribusi biodiesel
memiliki karakteristik tersebar. Hal ini akan menyebabkan meratanya
pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja di seluruh Indonesia.
6. Mengurangi kecendrungan pemanasan global dan pencemaran udara.
7. Peluang pengembangan komoditi baru.
Walapun penggunaan bahan bakar alternatif lebih mudah diterapkan pada
mesin statis, tetapi kenyataaanya lebih banyak digunakan untuk bahan bakar
transportasi. Hal ini menyebabkan fokus utama industri saat ini adalah berusaha
mengurangi pemakaian solar untuk industri dengan melakukan pencampuran
terhadap biodiesel.
Pengembangan biodiesel di indonesia sebenarnya bertujuan sebagai bahan
bakar alternatif pengganti solar jika tingkat konsumsi BBM masyarakat terus
meningkat dan tidak ditemukan sumber minyak baru. Tetapi penggunaannya
mengalami persaingan yang ketat dengan dari solar terutama dari segi harga
akibat subsidi yang diberikan pemerintah kepada solar, sehingga tingkat kemajuan
industri biodiesel tidak sesuai dengan yang diharapkan (Pakpahan, 2006). Hal ini
membuat industri biodiesel harus mencari cara lain agar dapat mencapai tujuan
utamanya yaitu sebagai bahan bakar alternatif solar. Pendefinisian pasar energi
dapat dilakukan untuk menjahui persaingan dengan solar dan meningkatkan
peluang pemerolehan pasar yang potensial untuk penggunaan biodiesel.
Akses masyarakat Indonesia terhadap energi masih terbatas. Penyebabnya
terpusat dimana kilang-kilang minyak memasok kota-kota besar yang kemudian
didistribusikan ke kota-kota lain. Sistem distribusi yang seperti ini membuat
haraga lebih mahal karena sistem transportasi dan mudahnya terjadi goncangan
ekonomi ketika terjadi keterlambatan pasokan. Selain itu, eksplorasi minyak bumi
yang besar menyebabkan kilang-kilang minyak dibuat pada skala besar dan tidak
dapat dilakukan secara sembarangan agar keefisienan biaya dalam
pengusahannya. Akibatnya, pasokan terbatas dibeberapa daerah yang jauh dari
kota besar sering terjadi. Hal ini menyebabkan sejumlah masyarakat yang jauh
dari kota besar tidak mendapatkan kemudahan untuk menggunakan energi
selayaknya kota besar.
Pemerintah juga telah menerapkan bahwa pada tahun 2025, lima persen
konsumsi solar dapat dipenuhi dari biodiesel atau sebesar 4,7 juta kiloliter yang
didukung oleh biodiesel bermutu tinggi dan sesuai standar. Maka untuk
mendukung pembangunan industri bidiesel di Indonesia, pemerintah membuat
suatu perencanaan konsumsi biodiesel nasional sampai dengan tahun 2025 yang
melibatkan para akademis, pengusaha maupun organisasi non pemerintah. Selain
itu pada bulan september 2006, pemerintah telah menetapkan standar dan mutu
spesifikasi biodiesel nasional yang disetujui oleh Direktur Jenderal Minyak dan
Gas Bumi.
Akibat harga bahan baku biodiesel yang saat ini, yaitu CPO, yang tinggi,
maka pada April 2007 PT Eterindo yang merupakan pemasok utama biodiesel
pertamina, melakukan penghentian produksi. Walaupun begitu,
produsen-produsen yang lain tetap malakukan produksi baik untuk dipakai sendiri bagi
pabriknya agar mengurangi konsumsi solar, maupun dijual melalui ekspor
mengingat pasar internasional yang sangat tinggi tingkat permintaannya.
2.3Gliserin (Eco Wash)
Gliserin pertama sekali diidentifikasi oleh Scheele pada tahun 1770 yang
diperoleh dengan memanaskan minyak zaitun (olive oil). Pada tahun 1784, Scheel
melakukan penelitian yang sama terhadap beberapa sumber minyak nabati lainnya
dan lemak hewan seperti lard. Scheel menamakan hasil temuannya ini dengan
tahun 1811. Nama ini diberikan oleh Chevreul (orang yang melanjutkan penelitian
Scheele ) yang diambil dari bahasa Yunani (Greek) yaitu dari kata glyceros yang berarti manis. Tahun 1847, Sobrero menemukan nitoglycerine, suatu senyawa
yang tidak stabil yang mempunyai potensi besar untuk berbagai aplikasi
komersial.
Ani (2007) dalam Konferensi Nasional Pemanfaatan Hasil Samping
Industri Biodiesel dan lndustri Etanol Serta Peluang Pengembangan lndustri
lntegratednya menyatakan bahwa Salah satu reaksi kimia yang dapat
rnenghasilkan gliserin adalah proses transesterifikasi minyak nabati menghasilkan
metil ester (biodiesel) menggunakan aikohol (metanol) dengan tarnbahan katalis
basa. Dengan pengembangan industri biodiesel yang semakin intensif dengan
berbagai jenis minyak nabati sebagai bahan baku, maka produksi gliserin kasar
sebagai hasil sampingnya juga akan melimpah. Oleh karena itu diversifikasi
produk olahan rnenggunakan gliserin perlu dilakukan salah satunya dalam
pembuatan sabun transparan.
Tabel 4. Karateristik Yang Terdapat Pada Gliserin
No Karakteristik Satuan Nilai
1 Kadar Gliserol (wt%) 88.8
2 Warna APHA 2.5
3 Keasaman, Sbg Na2O (wt%) 0.0002
4 Sulfat ppm <20
5 Arsenic ppm <6.5
6 Gula Negatif
7 Specific gravity at 25/250C 1.2313
Sumber: Ecogreen Oieochemicals (2005)
Gliserin hasil samping dari produksi biodiesel tidak dapat langsung
digunakan. Gliserin kasar tersebut harus melalui tahap purifikasi, dimana salah
satu metode purifikasi gliserin adalah dengan penambahan asam yaitu H2SO4 (asidulasi), yang dilanjutkan dengan penarnbahan arang aktif, kemudian dilakukan
2.4. Kajian Penelitian Terdahulu
2.4.1 Studi Empiris mengenai Kelayakan Usaha
Damayani (2008) meneliti tentang kelayakan usaha bioetanol ubi kayu dan
molase di kecamatan Cicurug, Sukabumi (kasus PT. Panca Jaya Raharja). Tujuan
penelitian ini untuk menganalisis aspek non finansial dan aspek finansial. Analisis
aspek pasar menunjukkan bahwa jumlah permintaan akan bioetanol melebihi
kapasitas produksi yang ada. Berdasarkan aspek teknis bahwa usaha tersebut
bahwa sangat strategis dan ketersediaan bahan baku serta tenaga kerja yang
memadai, aspek sosial dan lingkungan usaha ini mampu menyerap tenaga kerja
dari lingkungan sekitar. Hasil aspek finansial diperoleh NPV sebesar Rp
1.361.603.236,32; IRR 29 persen; Net B/C sebesar 1,89 serta payback period 3,22
tahun. Pada usaha bioetanol molase diperoleh NPV sebesar Rp. 2.789.625.504,47;
IRR sebesar 79 persen; Net B/C sebesar 4,46; serta payback period sebesar 1,26
tahun. Analisis switching value pada usaha ini menunjukkan bahwa ketika terjadi
kenaikan harga ubi kayu melibihi 53,54 persen, kenaikan molase melebihi 64,54
persen, penurunan produksi bioetanol ubi kayu melebihi 20,88 persen dan
penurunan produksi bioetanol molase melebihi 33,56 persen, kedua usaha tersebut
menjadi tidak layak.
Muzayin (2008) meneliti Analisis Kelayakan usaha instalasi biogas dalam
mengelola limbah ternak sapi potong di PT. Widodo Makmur Perkasa, Cianjur.
Hasil penelitian menunjukkan analisis kualitatif aspek-aspek non-finansial yaitu
aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek SDM, dan aspek lingkungan
hidup pada pengembangan instalasi biogas dalam mengelola limbah ternak sapi
potong di PT. Widodo Makmur Perkasa menunjukkan bahwa usaha tersebut layak
dijalankan. Berdasarkan analisis finansial proyek instalasi biogas dengan populasi
sapi minimal 5000 ekor dengan tingkat diskonto sembilan persen menunjukkan
nilai NPV positif sebesar Rp. 11.401.465.948,00 dengan Net B/C sebesar 2,272,
nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 19 persen dan payback period selama
3,084 tahun. Hal tersebut membuktikan bahwa proyek instalasi biogas di PT.
Widodo Makmur Perkasa layak dilaksanakan.
Wilis (2008) meneliti Analisi Kelayakan Finansial Usaha Kompos Sampah
berdasarkan analisis kelayakan non-finansial yang meliputi aspek pasar, aspek
teknis, aspek manajemen dan aspek sosial diketahui bahwa usaha ini layak untuk
dijalankan. Berdasarkan analisis kelayakan finansial usaha kompos sekenario I
yaitu berkerjasama dengan perusahaan perkebunan kopi diperoleh NPV sebesar
Rp 174.063.590,85 dengan tingkat IRR sebesar 60 persen, nilai Net B/C sebesar
4,0 dan waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi adalah
selama dua tahun tujuh bulan yang berti usaha layak untuk dilaksanakan.
Sedangkan pada skenario II yang tidak berkejasama dengan perusahaan kopi
diperoleh NPV sebesar Rp 355.313.759,33 dengan tingkat IRR sebesar 144
persen, nilai Net B/C sebesar 9,4 dan waktu yang dibutuhkan untuk
mengembalikan nilai investasi adalah selama satu tahun enam bulan yang berarti
usaha ini layak dilaksanakan. Dari hasil kedua analisis tersebut diketahui bahwa
usaha skenario II lebih layak dijalankan dari pada usah skenario I dengan kriteria
tingkat pengembalian yang lebih cepat yaitu satu tahun satu bulan.
Siregar (2009) meneliti Analisis Kelayakan pengusahaan sapi perah dan
pemanfaatan limbah untuk menghasilkan biogas dan pupuk kompos di UPP Darul
Fallah dan Fakultas Peternakan IPB. Hasil penelitian menunjukkan analisis
kualitatif aspek-aspek non-finansial yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek
manajemen, aspek SDM, dan aspek lingkungan hidup pada pengusahaan sapi
perah dan pemanfaatan limbah untuk menghasilkan biogas dan pupuk kompos di
UPP Darul Fallah dan Fakultas Peternakan IPB menunjukkan bahwa usaha
tersebut layak dijalankan. Berdasarkan analisis finansial usaha peternakan UPP
Darul Fallah memperoleh NPV sebesar Rp. 202.456.789,33 yang artinya bahwa
usaha ini layak untuk dijalankan. NPV sebesar Rp. 202.456.789,33 menunjukkan
manfaat bersih yang diterima dari pengusahaan sapi perah dalam rangka
pemanfaatan limbah selama umur proyek terhadap tingkat diskonto yang berlaku
(8,75 persen). Pada usaha ini diperoleh Net B/C sebesar 1,74 yang menyatakan
bahwa pengusahaan sapi perah dan pemanfaatan limbah untuk menghasilkan
biogas dan pupuk kompos layak dijalankan dimana setiap Rp 1,00 yang
dikeluarkan selama umur proyek menghasilakn 1,74 satuan manfaat bersih. IRR
faktor maka usaha ini layak dijalankan dan menguntungkan dengan periode
pengembalian investasi selama lima tahun sepuluh bulan tujuh belas hari.
2.4.2 Evaluasi Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian terdahulu merupakan acuan bagi penelitian dalam
menganalisis kelayakan bisnis dalam mengangkat permasalahan tentang semakin
meningkatnya permintaan akan energi alternatif dan mengingat besarnya biaya
yang harus dikeluarkan untuk usaha ini, maka perlu dilakukan analisis kelayakan
bisnis untuk mengetahui apakah usaha yang dijalankan ini layak atau tidak untuk
dilanjutkan dengan melihat suku bunga (discount rate) yang berlaku.
Dari penelitian terdahulu memberikan masukan bagi penulis, sejauh mana
penelitian sebelumnya mengenai analisis finansial dan analisis non finansial. Hal
ini dapat memberikan gambaran bagi penulis dengan topik analisis kelayakan
usaha dari kegiatan produksi pengolahan minyak jelantah menjadi biodiesel di PT.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Studi Kelayakan
Studi kelayakan merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu
keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu gagasan usaha yang
direncanakan. Pengertian layak dalam penilaian ini adalah kemungkinan dari
gagasan suatu usaha yang akan dilaksanakan memberikan manfaat (benefit), baik
dalam arti finansial benefit maupun dalam arti sosial benefit. Layaknya suatu
gagasan usaha dalam arti social benefit tidak selalu menggambarkan layak dalam
arti financial benefit, tergantung dari segi penilaian yang dilakukan.
Tujuan yang ingin dicapai dari studi kelayakan bisnis sekurang-kurangnya
mencakup tiga pihak yang berkepentingan, yaitu :
1. Bagi pihak investor : Studi kelayakan bisnis ditujukan untuk melakukan
penilaian dari kelayakan usaha untuk menjadi masukan berguna, karena sudah
mengkaji berbagai aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologis, aspek
manajemen operasional dan aspek finansial secara komprehensif dan detail,
sehingga dapat dijadikan dasar bagi investor untuk membuat keputusan investasi
secara lebih obyektif.
2. Bagi analisis : Studi kelayakan adalah suatu alat yang berguna dan dapat
dipakai sebagai penunjang kelancaran tugas-tugasnya dalam melakukan penilaian
suatu rencana usaha, usaha baru, pengembangan usaha, atau menilai kembali
usaha yang sudah ada.
3. Bagi masyarakat : Hasil studi kelayakan bisnis merupakan suatu peluang untuk
meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian rakyat baik yang terlibat secara
langsung maupun muncul karena adanya nilai tambah sebagai akibat dari adanya
usaha tersebut.
4. Bagi pemerintah : Dari sudut pandang mikro, hasil studi kelayakan bisnis ini
bagi pemerintah, terutama untuk tujuan pengembangan sumber daya, baik dalam
pemanfaatan sumber daya alam (SDA) maupun pemanfaatan sumber daya
manusia (SDM) berupa penyerapan tenaga kerja, selain itu, adanya usaha baru
dilakukan oleh individu atau badan usaha tentunya akan menambah pemasukan
pemerintah baik dari pajak pertambahan nilai (PPN) maupun dari pajak
penghasilan (PPH) dan retribusi berupa biaya perijinan, biaya pendaftaran,
administrasi dan lainnya yang layak diterima sesuai dengan ketentuan berlaku.
Secara makro, pemerintah dapat berharap dari keberhasilan studi kelayakan bisnis
ini mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah maupun nasional, sehingga
tercapai pertumbuhan penduduk domestik bruto (PDB) dan kenaikan penerimaan
per kapita.
Analisis kelayakan dilakukan untuk melihat apakah suatu proyek dapat
memberikan manfaat atas investasi yang ditanamkan. Studi kelayakan proyek
menurut Umar (2007) ialah suatu penelitian tentang layak atau tidaknya suatu
proyek investasi dilaksanakan. Hasil kelayakan merupakan perkiraan kemampuan
suatu proyek menghasilkan keuntungan yang layak bila telah dioperasionalkan.
3.1.2 Aspek Kelayakan Bisnis
Husnan dan Suwarsono (2005) menyatakan bahwa aspek-aspek yang harus
diperhatikan dalam studi kelayakan adalah aspek pasar, aspek teknis, aspek
manajemen, aspek keuangan, dan aspek ekonomi Negara. Dilain pihak
menyebutkan bahwa proyek dapat dievaluasi dari aspek teknis, aspek manejerial
administratif, aspek organisasi, aspek komersial, aspek finansial serta aspek
ekonomi. Jumingan (2009) menilai bahwa keberhasilan suatu proyek dalam satu
keseluruhan sehinga semua faktor harus dipertimbangkan dalam suatu analisis
terpadu yang meliputi aspek teknis, pasar dan pemasaran, keuangan, manajemen,
hukum, serta manfaat proyek bagi ekonomi nasional.
3.1.2.1 Aspek Pasar
Analisis aspek pasar meneliti kesempatan pasar yang ada dan prospeknya
serta strategi pemasaran yang tepat untuk memasarkan produk dan jasa proyek
(Jumingan, 2009) Analisis aspek ini bertujuan untuk mengetahui pangsa pasar,
daya saing produk terhadap pesaing dan strategi terbaik dalam memasarkan
produk. Pangsa pasar menunjukkan proporsi penjualan perusahaan terhadap
Menurut Husnan dan Suwarsono (2005), aspek pasar dan pemasaran
mencoba mempelajari tentang :
1. Permintaan, baik secara total maupun terperinci menurut daerah, jenis
konsumen, dan perlu diperkirakan tentang proyeksi permintaan tersebut.
2. Penawaran, faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ini, seperti jenis
barang yang bisa menyaingi, perlindungan dari pemerintah, dan
sebagainya perlu diperhatikan.
3. Harga, dilakukan dengan perbandingan dengan peneteapan harga para
pesaing serta dilihat dari harga pokok produksi.
4. Program pemasaran, mencakup strategi pemasaran yang akan
dipergunakan.
5. Perkiraan penjualan yang bisa dicapai perusahaan, market share yang bisa dikuasai.
3.1.2.2 Aspek Teknis
Jumingan (2009) Analisis aspek teknis meliputi studi proyek untuk
menilai apakah proyek secara teknis layak dilaksanakan. Dalam analisis ini diteliti
berbagai alternatif yang berkenaan dengan kebutuhan dan penyediaan tenaga
kerja, kebutuhan fasilitas infrastruktur dan faktor-faktor lainnya.
Hal-hal penting yang menyangkut aspek teknis, menurut Suad Husnan dan
Suwarsono (2005) adalah :
1. Lokasi proyek, yakni dimana suatu proyek akan didirikan dengan
pertimbangan lokasi, apakah potensial untuk didirikannya suatu proyek.
2. Besarnya skala operasi/luas produksi yang ditetapkan untuk mencapai
suatu tingkatan ekonomis.
3. Kriteria pemilihan peralatan utama dan alat pendukung serta konsep dari
yang akan didirikan.
4. Cara proses produksi dilakukan untuk menghasilkan output yang
berkualitas.
5. Jenis teknologi yang digunakan.
Analisis secara teknis berhubungan dengan input proyek (penyediaan) dan
BEE adalah bahan baku, seperti minyak jelantah dan nahan pendukung lainnya.
Bagaimana strategi dalam mendapatkan bahan baku diatas dalam hal kualitas dan
kuantitas (ketersedian). Sedangkan outputnya adalah produk utama dari PT. BEE,
yaitu Biodiesel. bagaimana dalam memproses bahan baku menjadi bahan jadi,
proses produksi yang baik dan kualitas yang terjaga dengan baik. Analisis ini
akan menguji hubungan teknis yang mungkin diusulkan. Analisis ini
mengidentifikasi perbedaan yang dalam informasi yang harus dipenuhi baik
sebelum perencanaan proyek atau pada tahap awal pelaksanaan. Bila analisis
secara teknis telah dilakukan, analisis harus terus menerus memastikan bahwa
pekerjaan secara teknis tersebut berjalan lancar dan tepat untuk dilakukan.
3.1.2.3 Aspek Manajemen dan Hukum
Menurut Umar (2007), aspek manajemen dilaksanakan dalam dua macam,
yang pertama yaitu manajemen pada saat pembangunan proyek bisnis, terkait
penyusunan rencana kerja, siapa yang terlibat, dan bagaimana mengkoordinasikan
dan mengawasi pelaksanaan proyek. Kedua manajemen saat bisnis
dioperasionalkan secara rutin, antara lain menentukan secara efektif dan efisien
mengenai bentuk badan usaha jenis pekerjaan, struktur organisasi serta pengadaan
tenaga kerja yang dibutuhkan.
Menyatakan bahwa keahlian manajemen hanya dapat dievaluasi secara
subjektif, meskipun demikian jika hal ini tidak mendapat perhatian yang khusus,
ada banyak kemungkinan terjadi pengambilan keputusan yang kurang realistis
dalam proyek yang direncanakan.
Nurmalina et.al, (2009), menyatakan bahwa aspek hukum mempelajari tentang bentuk badan usaha yang akan digunakan (dikaitkan dengan kekuatan
hukum dan konsekuensinya), dan mempelajari jaminan-jaminan yang bisa
disediakan bila akan menggunakan sumber dana yang berupa pinjaman, berbagai
akta, sertifikat, dan izin. Disamping hal tersebut aspek hukum dari suatu kegiatan
bisnis diperlukan dalam hal mempermudah dan memperlancar kegiatan bisnis
3.1.2.4 Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya
Aspek sosial merupakan implikasi sosial yang lebih luas dari investasi
yang dilaksanakan. Analisis sosial mempertimbangkan pola dan kebiasaan dari
pihak yang berkepentingan dengan proyek, karena pertimbangan ini berhubungan
langsung dengan kelangsungan suatu proyek. Selain itu, suatu proyek juga harus
tanggap (responsif) terhadap keadaan sosial seperti penciptaan kesempatan kerja,
distribusi pendapatan dan lain-lain. Aspek sosial ini merupakan manfaat dan
pengorbanan sosial yang mungkin dialami masyarakat, sulit dikuantifikasikan
yang biasa disepakati secara bersama, tetapi manfaat dan pengorbanan tersebut
dapat dirasakan.
Rita Nurmalina et all (2009) Menilai aspek sosial yang dipelajari adalah
penambahan kerja atau pengurangan pengangguran. Selain itu aspek ini
mempelajari pemerataan kesempatan kerja dan bagaimana pengaruh bisnis seperti
ramainya daerah tesebut, lalu lintas yang semakin lancar, adanya penerangan
listrik, telpon, dan sarana lainnya. Aspek sosial juga memperhatikan manfaat dan
pengorbanan sosial yang mungkin dialami oleh masyarakat disekitar lokasi bisnis,
sedangkan dari segi ekonomi suatu bisnis dapat memberikan peluang
meningkatkan pendapatan masyarakat, pendapatan asli daerah (PAD), pendapatan
dari pajak, dan dapat menambah aktivitas ekonomi. Perubahan dalam teknologi
atau peralatan mekanis dalam bisnis dapt secara budaya mengubah jenis pekerjaan
yang dilakukan oleh masyarakat.
3.1.2.5 Aspek Lingkungan
Aspek ini mempelajari bagaimana pengaruh bisnis tersebut terhadap
lingkungan, apakah dengan adanya bisnis menciptakan lingkungan semakin baik
atau semakin rusak. Pertimbangan tentang sistem alami dan kualitas lingkungan
dalam analisis suatu bisnis justru akan menunjang kelangsungan suatu bisnis
sendiri, sebab tidak ada bisnis yang akan bertahan lama apabila tidak bersahabat
3.1.2.6 Aspek Finansial
1) Teori Biaya dan Manfaat
Analisis finansial diawali dengan analisis biaya dan manfaat dari suatu
proyek. Analisis finansial bertujuan untuk membandingkan pengeluaran uang
dengan revenue earning proyek, apakah proyek itu akan terjamin atas dana yang diperlukan, apakah proyek akan mampu membayar kembali dana tersebut dan
apakah proyek akan berkembang sedemikian rupa sehingga secara finansial dapat
berdiri sendiri.
Dalam analisis proyek, penyusunan arus biaya dan arus manfaat sangat
penting untuk mengukur besarnya nilai tambah yang diperoleh dengan adanya
proyek. Biaya merupakan pengeluaran atau pengorbanan yang dapat mengurangi
manfaat yang akan diterima. Sedangkan manfaat merupakan hasil yang
diharapkan akan berguna bagi individu ataupun masyarakat yang merupakan hasil
dari suatu investasi. Biaya dan manfaat ini bisa merupakan biaya dan manfaat
langsung ataupun biaya dan manfaat tidak langsung.
Biaya dan manfaat langsung adalah biaya dan manfaat yang bisa dirasakan
dan dapat diukur sebagai akibat langsung dan merupakan tujuan utama dari suatu
proyek, sedangkan biaya dan manfaat tidak langsung merupakan biaya dan
manfaat yang dirasakan secara tidak langsung dan merupakan tujuan utama dari
suatu proyek. Biaya dan manfaat yang dimaksudkan kedalam analisis proyek
adalah biaya dan manfaat yang bersifat langsung.
Biaya yang diperlukan untuk proyek terdiri dari biaya modal, biaya
operasional dan biaya lainnya yang terlibat dalam pendanaan suatu proyek. Biaya
modal merupakan dana untuk investasi yang penggunaannya bersifat jangka
panjang, contohnya tanah, bangunan dan perlengkapannya, pabrik dan mesin –
mesinnya, biaya pendahuluan sebelum operasi, biaya – biaya lainya seperti
penelitian.
Biaya operasional disebut biaya modal kerja karena biaya ini dikeluarkan
untuk menutupi kebutuhan dana yang diperlukan pada saat proyek mulai
dilaksanakan dan didasarkan pada situasi produksi, biasanya dibutuhkan sesuai
perlengkapan serta biaya penunjang. Biaya lain yang dikeluarkan proyek
diantaranya pajak, bunga pinjaman dan asuransi.
Benefit dari proyek terbagi menjadi direct benefit, indirect benefit dan intangible benefit. Direct benefit adalah peningkatan output produksi ataupun penurunan biaya. Indirect benefit merupakan keuntungan yang tidak dapat diukur dengan uang seperti perbaikan lingkungan hidup dan sebagainya.
2) Laba Rugi
Laporan laba rugi adalah suatu laporan keuangan yang mencantumkan
penerimaan dan pengeluaran suatu perusahaan selama periode akuntasi yang
menunjukan hasil operasi perusahaan selama periode tersebut. Laba merupakan
selisih antara penerimaan dengan pengeluaran. Penerimaan laba diperoleh dari
penjualan barang dan jasa yang dikurangi dengan potongan penjualan, barang
yang dikembalikan dan pajak penjualan. Pengeluaran tunai untuk operasi
mencakup seluruh pengeluaran tunai yang timbul untuk memproduksi output,
diantaranya yaitu biaya tenaga kerja dan biaya bahan baku.
Komponen lain dalam laba rugi adalah adanya biaya penjualan, biaya
umum dan biaya administrasi. Pengurangan komponen – komponen tersebut
terhadap laba bruto akan menghasilkan laba operasi sebelum penyusutan.
Penyusutan termasuk pengeluaran operasi bukan tunai yang merupakan proses
alokasi biaya yang berasal dari harta ke tiap periode yang menyebabkan nilai harta
tetap tersebut menjadi berkurang. Pengurangan penyusutan terhadap laba operasi
sebelum penyusutan menghasilkan laba operasi sebelum bunga dan pajak.
3) Kriteria Kelayakan Investasi
Laporan laba rugi mencerminkan perbandingan pendapatan yang diperoleh
dengan biaya yang dikeluarkan perusahaan. Laporan laba rugi menunjukan hasil
operasi perusahaan selama periode operasi. Namun, Husnan dan Muhammad
(2005) menyatakan bahwa dalam menganalisa suatu proyek investasi lebih
relevan terhadap kas bukan terhadap laba karena kas seseorang bisa berinvestasi
dan dengan kas pula seseorang membayar kewajibannya sehingga untuk
mengetahui sejauh mana keadaan finansial perusahaan perlu dilakukan analisa
Bahwa cashflow adalah susunan arus manfaat bersih tambahan sebagai hasil pengurangan arus biaya tambahan terhadap arus manfaat. Tambahan ini
merupakan perbedaan antara kegiatan dengan proyek (with project) dan tanpa proyek (without project), arus tersebut menggambarkan keadaan dari tahun ke tahun selama jangka hidup (life time periods).
Adapun yang termasuk kedalam komponen cashflow ini terdiri dari inflow
dan outflow. Inflow biasanya terdiri dari nilai produksi total, penerimaan pinjaman, grants (bantuan) dan salvage value (nilai sisa). Sedangkan komponen
outflow di antaranya biaya barang modal, bahan – bahan, tenaga kerja, tanah, pajak, dan cicilan pinjaman modal.
Sebuah ukuran finansial yang bermanfaat dan sangat penting dalam analisa
proyek adalah tingkat pengembalian finansial (Gittinger 1982). Kriteria investasi
diklasifikasikan menurut dua kategori yaitu non discounting criteria dan
discounting criteria. Perbedaan antara konsep ini adalah non discounting criteria
tidak menyertakan konsep time value of money (nilai waktu sekarang) sebagaimana yang diterapkan pada discounting criteria.
Nilai waktu uang adalah konsep dimana sejumlah uang tertentu pada masa
yang akan datang akan memiliki manfaat yang lebih kecil jika dibandingkan pada
waktu sekarang dengan nilai nominal yang sama, sehingga dalam penilaian
kriteria investasi akan jauh lebih baik jika digunakan konsep nilai waktu uang
yang diwujudkan dengan perhitungan present value yaitu adanya ketidakpastian dari hasil, harga dan biaya yang ditetapkan sepanjang proyek berjalan, serta jika
dipikirkan secara logis, nilai uang yang sama jumlahnya diterima atau dikeluarkan
sekarang, akan lebih berharga dari pada nilai uang itu pada masa yang akan
datang.
Menurut Husnan dan Muhammad (2005), pada umumnya ada lima metode
yang biasa dipertimbangkan untuk dipakai dalam penilaian investasi. Metode
tersebut diantaranya metode average rate return, pay back periode, present value, internal rate return, serta profitability indeks. Selain itu, Gittiger (1986) menyebutkan bahwa dana yang diinvestasikan itu layak atau tidak akan diukur
a) Net Present Value atau Manfaat Sekarang Neto
Net Present Value atau manfaat sekarang neto adalah nilai sekarang dari arus pendapatan yang ditimbulkan oleh penanaman investasi. Proyek akan
menguntungkan jika NPV bernilai positif. Jika nilai NPV bernilai negatif, maka
akan timbul masalah, dimana pada tingkat diskonto yang diasumsikan, manfaat
sekarang arus manfaat menjadi lebih kecil daripada manfaat sekarang arus biaya.
Hal ini mengakibatkan ketidakcukupan untuk mencakup kembali investasi. Lebih
baik menanamkan uang di suatu bank pada tingkat diskonto tertentu (atau
menginvestasikannya pada proyek lain yang lebih baik) dari pada
menginvestasikan di dalam proyek tersebut.
Dalam metode NPV terdapat tiga penilaian investasi, yaitu jika NPV lebih
besar dari nol berarti layak untuk dilakukan. Sebaliknya, jika nilai NPV kurang
dari nol, maka usaha tersebut tidak layak untuk dilaksanakan, hal ini dikarenakan
manfaat yang diperoleh tidak cukup untuk menutup biaya yang dikeluarkan. Dan
jika NPV=0, berarti proyek sulit dilaksanakan karena manfaat yang diperoleh
hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan.
b) Internal Rate Return (Tingkat Pengembalian Internal)
Perhitungan Internal Rate Return (Tingkat pengembalian internal) adalah tingkat bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumber daya yang
digunakan karena proyek membutuhkan dana lagi untuk biaya – biaya operasi dan
investasi dan proyek baru sampai pada tingkat pulang modal. Perhitungan IRR
digunakan untuk mengetahui persentase keuntungan dari suatu proyek tiap
tahunnya dan menunjukan kemampuan proyek dalam mengembalikan pinjaman.
Jika dengan tingkat diskonto tertentu, nilai NPV menjadi sebesar nol, maka
proyek yang bersangkutan berada dalam posisi pulang modal yang berarti proyek
dapat mengembalikan modal dan biaya operasional yang dikeluarkan serta dapat
melunasi bunga penggunaan uang.
Suatu investasi dikatakan layak apabila nilai IRR lebih besar dari tingkat
suku bunga yang berlaku, apabila IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga berarti
c) Net Benefit Cost Ratio (Rasio Manfaat dan Biaya)
Rasio manfaat dan biaya diperoleh bila nilai sekarang arus manfaat dibagi
dengan nilai sekarang arus biaya. Suatu keuntungan dari Net B/C adalah bahwa ukuran tersebut secara langsung dapat mencatat berapa besar tambahan biaya
tanpa mengakibatkan proyek secara ekonomis tidak menarik. Net B/C Ratio
menunjukan besarnya tingkat tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya
sebesar satu rupiah.
Bila Net B/C kurang dari satu, maka manfaat sekarang biaya – biaya pada tingkat diskonto tertentu akan lebih besar dari nilai sekarang manfaat dan
pengeluaran pertama ditambah pengembalian untuk investasi yang ditanamkan
pada proyek tidak akan dapat kembali. Nilai mutlak Net B/C akan berbeda tergantung kepadatingkat suku bunga yang dipilih. Semakin tinggi tingkat suku
bunganya, semakin rendah nilai Net B/C yang dihasilkan. Jika tingkat suku bunga yang dipilih cukup tinggi, maka Net B/C akan kurang dari satu.
d) Payback Period (Masa Pembayaran Kembali)
Payback period atau masa pembayaran kembali adalah jangka waktu kembalinya keseluruhan jumlah investasi modal yang ditanamkan dihitung mulai
dari permulaan proyek sampai dengan arus nilai neto produksi tambahan sehingga mencapai jumlah keseluruhan investasi modal yang ditanamkan.
Selama proyek dapat mengembalikan modal/investasi sebelum
berakhirnya umur proyek, berarti proyek masih dapat dilaksanakan. Apabila
sampai saat proyek berakhir dan belum dapat mengembalikan modal yang
digunakan, maka sebaiknya proyek tidak dilaksanakan.
Payback period berguna untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan
cashflow. Semakin kecil angka yang dihasilkan mempunyai arti semakin cepat tingkat pengembalian investasinya, maka usaha tersebut semakin baik untuk di
usahakan.
4) Analisis Sensitivitas Switching Value (Nilai Pengganti)
Analisis sensitivitas dengan metode penghitungan switching value (nilai pengganti) adalah suatu analisa untuk dapat melihat pengaruh – pengaruh yang
proyek sensitif berubah – ubah akibat empat masalah utama yaitu perubahan harga
jual produk, keterlambatan pelaksanaan proyek, kenaikan biaya dan perubahan
volume produksi.
Parameter harga jual produk dan biaya dalam analisis finansial
diasumsikan tetap setiap tahunnya. Namun dalam keadaan nyata kedua parameter
dapat berubah – ubah sejalan dengan pertambahan waktu. Untuk itu, analisis
switching value perlu dilakukan untuk melihat sampai seberapa persen penurunan harga atau kenaikan biaya yang terjadi dapat mengakibatkan perubahan dalam
kriteria kelayakan investasi dari layak menjadi tidak layak.
Kriteria kelayakan investasi menjadi tidak layak yaitu proporsi manfaat
yang turun akibat manfaat sekarang neto/NPV menjadi nol. Nilai nol akan
membuat tingkat pengembalian ekonomi menjadi sama dengan tingkat diskonto
dan perbandingan manfaat investasi neto menjadi persis sama dengan satu.
Batas – batas maksimal perubahan parameter ini sangat mempengaruhi
dalam hal layak atau tidaknya suatu usaha untuk dijalankan. Semakin besar
persentase yang diperoleh menunjukan bahwa usaha tersebut tidak peka atau tidak
sensitif terhadap perubahan parameter yang terjadi.
3.2Kerangka Pemikiran Operasional
Kebutuhan biodiesel di dalam negeri sebanyak 1,3 juta ton pada tahun
2010 dan akan bertambah menjadi 1,7 juta ton pada tahun 2011, Sementara di
tahun 2020 kebutuhan itu akan meningkat menjadi 10,22 juta ton/tahun (Wakil
Ketua Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) Immanuel Sutarto, 2010).
Ini merupakan peluang yang harus dimanfaatkan dengan baik, dengan adanya
perkembangan teknologi serta penelitian yang berkesinambungan, maka minyak
jelantah dapat diolah menjadi biodiesel sehingga dapat digunakan sebagai bahan
bakar kendaraan maupun dalam industri.
Keterbatasan mendapatkan minyak jelantah dialami oleh PT. Bumi Energi
Equatorial (BEE). Hal ini ditunjukkan dengan tingkat produksi yang rendah, yang
tidak setiap hari PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) melakukan produksi akibat
Bumi Energi Equatorial (BEE) juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit seperti
untuk pembelian mesin pengolahan biodiesel.
Dengan kendala yang dihadapi oleh PT. Bumi Energi Equatorial (BEE)
maka perlu dilakukan pengkajian kelayakan. Kelayakan bisnis pada PT. Bumi
Energi Equatorial (BEE) akan dilihat melalui sumber penerimaan yang digunakan.
Skenario I, adalah perusahaan mendapat penerimaan dari penjualan biodiesel dan
gliserin. Sedangkan skenario II adalah perusahaan mendapat penerimaan dari
penjualan biodiesel dan eco wash.
Pengkajian aspek non finansial meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek
manajemen dan hukum, aspek sosial ekonomi dan budaya serta aspek lingkungan.
Sedangkan pengkajian aspek finansial menggunakan analisis meliputi Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C),
Payback Periode, serta analisis switching value dengan mencari beberapa perubahan yang dapat ditolerir agar bisnis ini masih bisa dilaksanakan dan masih
memberikan keuntungan normal, dimana nilai NPV sama dengan nol (NPV=0).
Analisi kelayakan bisnis ini dilakukan sebagai bahan evaluasi bagi pihak
PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) sehingga akan didapatkan rekomendasi apakah
layak atau tidaknya usaha pengolahan minyak jelantah (Waste Cooking Oil)
menjadi biodiesel ini untuk terus dijalankan. Adapun alur kerangka pemikiran
Skenario I dan Skenario II 1.Semakin Berkurangnya Cadangan Minyak di Indonesia.
[image:30.612.71.550.72.685.2]2. Harga Minyak Yang Terus Naik.
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
Kebutuhan Akan Biodiesel Yang Terus Mengalami Peningkatan.
Keterbatasan Mendapatkan Minyak Jelantah Yang Akan diolah, Serta Biaya investasi yang besar.
Biodiesel Yang Dapat Dihasilkan dari Minyak Jelantah
Aspek Finansial
NPV
IRR Net B/C
Payback Period Sensitivitas Aspek Non-Finansial
Aspek Pasar Aspek Teknis
Aspek Manajemen dan Hukum Aspek Sosial, Ekonomi dan Budaya Aspek Lingkungan
Analisis Kelayakan Usaha
Usaha Pengolahan Minyak Jelantah Menjadi Biodiesel Layak/Tidak Untuk Dijalankan
PT. Bumi Energi Equatorial (BEE)
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di PT. Bumi Energi Equatorial (BEE), yang
terletak di Jl. Curug Mekar No 6 Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara
sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa usaha biodiesel berbasis minyak jelantah yang sudah beroperasi secara komersial yang berada di kota bogor hanya
PT.BEE sehingga hal ini dapat mewakili informasi yang dibutuhkan. Pengambilan
data dilaksanakan pada bulan Februari 2011 sampai dengan April 2011.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan
data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dengan menggunakan
observasi dan wawancara langsung di lapangan, seperti harga bahan baku,
peralatan, data penerimaan, biaya operasional perusahaan dan lain-lain. Proses
wawancara dilakukan dengan Manajer PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) serta
penanggung jawab yang membawahi produksi dan pemasaran.
Data sekunder diperoleh untuk mendukung penelitian ini akan berupa
pengumpulan informasi tentang industri biodiesel yang terkait dengan
permasalahan ini, yaitu : studi pustaka baik melalui buku laporan tahunan yang
dikeluarkan oleh pemerintah, peraturan dan kebijakan pemerintah yang
mempengaruhi keberadaan usaha biodiesel maupun laporan hasil penelitian yang
mendukung , Badan Pusat Statistik, dan literatur-literatur yang berkaitan dengan
penelitan ini. Pengumpulan data sekunder ini bertujuan utnuk mendapatkan
gambaran bagaimana keadaan di dalam usaha biodiesel dan bagaimana
perkembangannya.
Peneliti menggunakan dua skenario dalam hal penerimaan perusahaan.
Skenario I Penerimaan yang diperoleh oleh PT. Bumi Energi Equatorial (PT.BEE)
adalah dari penjualan Biodiesel dan Gliserin, sedangkan skenario II penerimaan
yang diperoleh oleh PT. Bumi Energi Equatorial (PT.BEE) adalah dari penjualan
4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara
kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan data kualitatif dilakukan secara deskriptif.
4.4 Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui gambaran dari aspek-aspek
sebagai berikut:
4.4.1 Analisi Aspek Pasar
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui jumlah permintaan pasar terhadap
biodiesel dari Minyak Jelantah, bagaimana menempatkan terhadap bauran
pemasaran yang ada, yaitu 4P (place, product, promotion, price).
4.4.2 Analisis Aspek Teknis
Aspek ini dilakukan dengan menganalisis proyek harus terus menerus
memastikan bahwa pekerjaan secara teknis berjalan dengan lancar dan
perkiraan-perkiraan secara teknis cocok dengan kondisi sebenarnya.
4.4.3 Analisis Aspek Manajemen
Analisis ini dilakukan untuk melihat apakah fungsi manajemen dapat
diterapkan dalam kegiatan operasional usaha PT. Bumi Energi Equatorial (BEE).
Jika fungsi manajemen dapat diterapkan, maka usaha dinilai layak dari aspek
manajemen operasional.
4.4.4 Analisis Aspek Sosial
Suatu proyek harus tanggap (responsive) terhadap keadaan sosial masyarakat, seperti penciptaan lapangan kerja, distribusi pendapatan, dan lain
sebagainya. Selain itu, apakah proyek dapat diterima oleh masyarakat sekitarnya.
4.4.5 Analisis Aspek Lingkungan
Aspek ini mempelajari bagaimana pengaruh bisnis tersebut terhadap
lingkungan, apakah dengan adanya bisnis ini menciptakan lingkungan semakin
4.5 Analisis Kuantitatif
Pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan pendirian PT. Bumi Energi
Equatorial (BEE) terhadap aspek finansial. Analisis Kuantitatif dilakukan dengan
perhitungan nilai uang untuk mengkaji kelayakan investasi atau aspek finansial
dari perusahaan. Dalam aspek finansial terdapatbeberapa metode, adapun metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
4.5.1 Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) adalah keuntungan yang akan diperoleh selama umur investasi. Metode ini dihitung dengan cara, yakni mengurangi nilai
penerimaan arus tunai pada waktu sekarang dengan biaya arus tuanai pada waktu
sekarang selama waktu tertentu. Dengan kriteria kelayakan investasi berdasarkan
nilai NPV adalah bila NPV > 0, maka proyek tersebut menguntungkan dan layak
didirikan.
Rumus NPV adalah sebagai berikut:
NPV =
nt
t
i
Ct
Bt
1
(
1
)
)
(
Keterangan : B
t= Penerimaan yang diperoleh pada tahun ke-t
C
t = Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t i = Tingkat suku bunga (discount rate) t = Tahun
n = Jumlah Tahun Dengan kriteria :
NPV > 0 maka secara finansial usaha layak untuk dilaksanakan karena
manfaat yang diperoleh lebih besar dari biaya.
NPV < 0 maka secara finansial usaha tersebut tidak layak untuk
dilaksanakan, karena manfaat yang diperoleh lebih kecil dari biaya atau
cukup untuk menutup biaya yang dikeluarkan.
NPV = 0 maka secara finansial usaha tidak menguntungkan dan juga
tidak rugi, karena manfaat yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi
4.5.2 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) adalah tingkat besarnya manfaat tambahan pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan berupa perbandingan
antara jumlah NPV yang positif (sebagai pembilang) dengan NPV yang negatif
(sebagai penyebut). Dengan criteria kelayakan investasi berdasarkan nilai Net B/C
adalah semakin besar Net B/C, maka usaha tersebut semakin menguntungkan dan
layak dijalankan.
Net B/C =
n t t t n t t t i Bt Ct i Ct Bt 1 1 ) 1 ( ) ( ) 1 ( ) ( --- 0 ) ( 0 ) ( Ct Bt Ct BtKeterangan : B
t= Penerimaan yang diperoleh pada tahun ke-t
C
t = Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t i = Tingkat suku bunga (discount rate) t = Tahun
n = Jumlah Tahun
Dengan kriteria :
Net B/C > 1 maka usaha layak dilaksanakan
Net B/C < 1 maka usaha tidak layak dilaksanakan
4.5.3 Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) adalah kemampuan suatau proyek untuk menghasilkan pengembalian atau dianggap sebagai tingkat keuntungan atas
investasi bersih yang dapat dicapainya. Dengan kriteria kelayakan investasi
berdasrkan nilai IRR adalah bila nilai lebih besar dari diskonto atau sama dengan
NPV maka proyek tersebut menguntungkan dan layak dilaksanakan.
Keterangan: i’= Tingkat suku bunga yang menghasilkan nilai NPV positif
i”= Tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV negatif
' x(i" i')
NPV NPV
NPV i
NPV- = NPV pada tingkat bunga i’ NPV+ = NPV pada tingkat bunga i”
Kriteria yang berlaku :
IRR > i ; maka usaha layak dilanjutkan
IRR < i ; maka usaha tidak layak dilanjutkan atau lebih baik dihentikan
4.5.4 Payback Period (Masa Pembayaran Kembali)
Payback period (masa pembayaran kembali) didefinisikan sebagai jangka waktu kembalinya keseluruhan investasi yang ditanamkan, melalui keuntungan
yang diperoleh suatu proyek. Dengan criteria investasi, semakin cepat tingkat
pengembalian investasi maka investasi tersebut dinilai semakin baik untuk
dilaksanakan.
Ab I
PP
Keterangan: PP = Payback Period
I = Jumlah Modal Investasi
Ab = manfaat bersih yang dapat diperoleh setiap tahunnya
4.5.5 Analisis Switching Value
Analisis Nilai Pengganti merupakan analisis yang digunakan untuk
mengetahui pengaruh yang terjadi akibat peningkatan dan penurunan suatu
variabel, sehingga menghasilkan suatu perubahan kriteria investasi yaitu layak
atau