• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modal Simbolik

Dalam dokumen Modal Aktor dan Penyelesaian Konflik Lahan (Halaman 21-61)

Modal simbolik menurut Bourdieu (1990) dapat diartikan sebagai simbol yang melegitimasi dominasi melalui srata sosial atau pembeda terhadap orang lain, sehingga hal simbolik dapat memenuhi fungsi politik. Modal juga dispesifikan kedalam prestis, status, dan otoritas. Selain itu modal simbolik juga terkait dengan bentuk-bentuk kultur dan simbolik.

10

Konflik Dayak-Madura pada awalnya diduga sebagai konflik agama, namun ternyata lebih disebabkan ada strata sosial antara masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang (Abas 2008). Hal ini disebabkan oleh keinginan untuk membuktikan dominasi suatu kelompok atas kelompok yang lain, sehingga faktor prestis turut mempengaruhi dalam konflik ini. Selain itu dalam penelitian yang dilakukan oleh Fairuza (2009) konflik yang terjadi antara Desa Depok dengan Balacanan diakibatkan oleh isu non realistic yang memiliki sasaran pada pengakuan atas harga diri. Sedangkan kasus yang terjadi pada konflik di Pulau Saparua, tersebarnya skala konflik secara cepat bukan hanya saja diakibatkan oleh jaringan informasi yang kuat, namun dikarenakan sentimen dengan latar belakang simbol keyakinan yang sama dan menimbulkan solidaritas. Bahkan dalam kasus konflik anatara Cina dan Jawa yang diteliti oleh Habib (2007), kesamaan agama akan menghilangkan segala batas-batas etnis sehingga dapat diterima menjadi bagian dari komunitas. Dengan demikian identitas agama memiliki posisi penting dalam masyarakat.

Selain itu peran simbolik berupa gelar turut mempengaruhi bentuk-bentuk konflik. Keberadaan tokoh agama atau pemimpin lokal dalam masyarakat mengandung fungsi yang cukup penting. Dalam kasus Saparua, peran tokoh-tokoh agama untuk membangkitkan semangat perjuangan melawan kelompok lain cukup memberikan kemampuan untuk mengagitasi massa dalam melakukan tindakan kekerasan (Pattiselano 2008). Terjadinya perlawanan terhadap Belanda pada zaman awal kemerdekaan oleh masyarakat dimulai dari pengaruh seorang pemimpinnya untuk membangkitkan semangat perlawanan (Doni 2005). Merujuk pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Fairuza (2009); Habib (2007); Pattiselano (2008); Doni (2005); dan Saprillah (2009), maka dapat dianalisis bahwa terjadinya konflik akibat modal simbolik berdasarkan teori Bourdieu melibatkan peran aktor internal di dalamnya berdasarkan perbedaan prestise dalam relasi sosial komunitas. Selain itu otoritas kebijakan khususnya pemimpin informal dapat secara seketika membentuk eskalasi konflik yang besar ketika masalah keyakinan turut dicampurkan dalam gesekan yang terjadi.

Tipologi Pengaruh Modal terhadap Wujud Konflik

Berdasarkan pengamatan terhadap berbagai kasus dalam literatur, penulis mencoba menganalisis berbagai wujud konflik berdasarkan latar belakang sumber permasalahan yang menyebabkan gesekan. Lima sumber penyebab terjadinya konflik yaitu sumber daya, nilai budaya, teknologi, keyakinan, dan status sosial. Selain itu penulis juga berusaha untuk melihat bentuk modal-modal yang dimiliki aktor dalam suatu komunitas yang berpengaruh terhadap terjadinya konflik dalam berbagai kasus. Setelah melakukan pengklasifikasian wujud konflik berdasarkan sumber-sumbernya serta pengaruh bentuk modal yang dimiliki oleh pihak-pihak yang bertikai, maka didapatkan 12 peta konflik yang mengaitkan antara kepemilikan modal dengan wujud konflik. Berdasarkan 12 peta konflik tersebut, didapatkan empat pola tipologi utama pengaruh modal komunitas terhadap wujud konflik. Pola pertama, modal simbolik yang tinggi cenderung menghasilkan

11 konflik terbuka dengan prestise dalam bentuk kehormatan dan otoritas kebijakan yang mempengaruhi terjadinya gesekan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Pattiselano (2008), elit agama yang memiliki pengaruh cukup besar dalam komunitas menggunakan pengaruhnya untuk merangsang dan mengagitasi massa dalam melakukan tindak kekerasan yang telah terlebih dahulu terbawa oleh ideologi aliran dan ideologi kelompok. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Saprillah (2009), konflik yang terjadi antara warga dusun Cappasolo dan Dusun Padang terjadi secara terbuka dengan adanya pembakaran dan penusukan terhadap salah satu keluarga dari petinggi di Desa Padang. Akar konflik dari relasi sosial dari kedua desa tersebut adalah pandangan warga Cappasolo terhadap Padang yang lebih rendah statusnya. Bentuk relasi sosial ini pada akhirnya menimbulkan perlawanan yang bersifat kolektif oleh komunitas yang dipandang sebagai kelompok bawah sebagai penegasan identitas masyarakat yang memiliki daya resistensi, bukan masyarakat lemah. Dengan analisis ini, prestise dapat dilihat sebagai bentuk penghormatan yang dimiliki dari relasi sosial yang ada selama ini.

Tipologi yang kedua adalah modal budaya yang berpengaruh terhadap konflik laten dengan nilai budaya dan pendidikan sebagai variabel yang mempengaruhinya. Lemahnya penyelesaian yang dilakukan dalam bentuk nilai budaya turut mengakibatkan terjadinya konflik (Pattiselano 2008). Semakin tinggi kepemilikan modal budaya oleh seorang aktor dan pemimpin akan mempengaruhi terjadinya konflik secara laten (tertutup) dengan faktor pendidikan dan kesiapan menjalankan proses budaya yang sudah disepakati selama ini.

Tipologi yang ketiga adalah modal ekonomi berupa sumber penghidupan yang mempengaruhi terjadinya konflik mencuat. Hal ini merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Tjondronegoro (2006) bahwa gerakan protes yang dilakukan oleh petani sedikit banyak diakibatkan adanya penguasaan atas modal pokok yaitu tanah. Penguasaan tanah oleh petani secara tidak langsung akan memberikan ketenangan, sehingga bila diganggu akan menyebabkan protes yang bisa berujung konflik bila protes itu tidak mengubah apapun.

Tipologi terakhir adalah modal sosial yang mempengaruhi terjadinya konflik terbuka dengan posisi keluarga dan jaringan sebagai bentuk yang mempengaruhinya. Merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Saprillah (2009) di Kecamatan Malangke, kerusuhan diawali oleh konflik antar individu dan berujung pada konflik antar kelompok sebagai bentuk solidaritas group atas dasar kesamaan wilayah dalam hal ini dusun. Selain itu juga konflik tersebut terbentuk dengan adanya ikatan keluarga sehingga membentuk gerakan bersama dengan latar belakang solidaritas keluarga menembus batas wilayah. Dengan melihat modal sosial ini, dapat diasumsikan bahwa pemimpin menggunakan jaringan yang dimiliki untuk memupuk bentuk solidaritas sehingga terjadinya eskalasi konflik yang lebih luas dalam bentuk konflik secara terbuka.

Berdasarkan analisis dari seluruh tipologi dalam berbagai kasus dalam literatur, kepemilikan modal ekonomi dan modal sosial cenderung mempengaruhi terjadinya konflik secara terbuka. Hal ini dapat dilihat dari kasus-kasus konflik yang terjadi di wilayah pesisir dan lahan pertanian, masalah ekonomi yang dimiliki oleh pemimpin lokal juga menjadi masalah yang dihadapi oleh masyarakat secara umum dan menyangkut pada akses masyarakat kepada sumber penghidupan yang utama. Disisi lain, berdasarkan literatur kasus konflik yang ada

12

di Indonesia, modal sosial ikut mempengaruhi terjadinya konflik secara terbuka di mana dengan ikatan solidaritas dan jaringan, suatu masalah yang dimiliki oleh satu pihak akan turut dirasakan oleh pihak lainnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kepemilikan modal sosial dan modal ekonomi pada pemimpin cenderung mempengaruhi terjadinya konflik secara terbuka.

Tabel 2 Tipologi wujud konflik dan pengaruh modal menurut hasil penelitian Wujud

Konflik

Modal Sosial

Modal Ekonomi Modal Budaya Modal Simbolik

Latent Kesenjangan yang terjadi akibat kemampuan petani dalam mengelola masih rendah. (Habib 2007) Relasi sosial yang muncul adalah bentuk konflik laten dari pandangan warga yang lebih rendah statusnya. (Saprillah 2009)

Emerging Gerakan protes

diakibatkan penguasaan atas modal pokok (Tjondronegoro 2006) Antar kelompok saling berseberangan karena perbedaan persepsi, keyakinan, dan nilai (Astini dan Udiyana 2008) Manifest Konflik antar individu berujung pada konflik kelompok dengan bentuk solidaritas. (Saprillah 2009) Teknologi tangkap menjadi indikator perebutan wilayah yang menjadi konflik (Shaliza 2004) Elit yang memiliki pengaruh besar untuk mengagitasi masa untuk perlawanan. (Pattiselano,200 8) Penegasan sebagai identitas masyarakat yang tidak lemah (Saprillah 2009)

Sumber: (Habib 2007; Saprillah 2009; Tjondronegoro 2006; Shaliza 2007; Astini dan Udiyana 2008)

13 Berdasarkan analisis lainnya, modal simbolik dan modal budaya memiliki pengaruh terhadap wujud konflik secara terbuka dalam berbagai macam tindakan aksi pengrusakan dan bentrokan fisik. Namun, bila dianalisis dari berbagai macam kasus seperti yang terjadi pada kasus konflik internal Nahdatul Ulama, kesamaan modal budaya yang dimiliki oleh para pemimpin di Nahdatul Ulama memiliki peran untuk meredam perselisihan agar tidak berkembang dalam bentuk yang lebih besar secara terbuka. Hal ini dikarenakan kesamaan nilai budaya dalam Nahdatul Ulama dengan latar belakang Islam tradisional masih melekat dalam diri pemimpin organisasi Islam tersebut sehingga pertentangan antara pemimpin lebih terlihat dalam bentuk laten, namun bersifat mencuat ketika perselisihan menjalar pada para pendukung tokoh masing-masing ulama yang berselisih. Dalam kasus yang sama, modal simbolik juga memiliki pengaruh yang besar dalam menentukan intensitas konflik yang terjadi, baik secara terbuka maupun mencuat. Hal ini dapat dilihat dengan gelar yang dimiliki oleh pemimpin, maka peluang untuk terjadinya konflik secara terbuka dapat saja terjadi. Namun dengan di dukung oleh modal budaya yang lain, termasuk dalam hal ini pendidikan dan nilai-nilai yang berlaku dalam komunitas, para pemimpin tidak akan menggunakan pengaruhnya lebih jauh lagi dalam konflik yang berskala terbuka. Adapun bentuk yang terjadi lebih banyak bersifat mencuat dalam bentuk protes dan pertentangan lainnya yang tidak menyebabkan eskalasi lebih besar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kepemilikan modal budaya dan modal simbolik cenderung mempengaruhi terjadinya konflik secara mencuat.

Kerangka Pikiran

Berbagai hasil penelitian yang ditemukan menunjukkan sumber terjadinya konflik dapat terjadi dikarenakan perbedaan nilai budaya, persaingan terhadap teknologi, perebutan terhadap sumberdaya penghidupan, perbedaan keyakinan, maupun harga diri. Sumber permasalahan yang kemudian menjadi koflik dapat terjadi dalam berbagai macam wujud, baik itu dalam wujud konflik emerging maupun manifest. Konflik emerging terjadi dalam bentuk adanya pertentangan secara terbuka antara pihak-pihak yang bertikai baik itu dalam perdebatan maupun protes terbuka. Sedangkan konflik manifest terjadi dalam bentuk adanya kerusakan maupun agitasi massa dalam perselisihan yang terjadi.

Terjadinya konflik tidak akan terlepas dari pengaruh aktor yang ada dalam masyarakat dengan modal-modal yang melekat pada aktor tersebut. Untuk melihat modal yang ada pada aktor, Bourdieu membagi modal menjadi empat bentuk yaitu modal sosial, modal simbolik, modal ekonomi, dan modal budaya. Modal sosial dilihat berdasarkan reputasi, tingkat dukungan, dan luas jaringan pada aktor. Modal simbolik dilihat berdasarkan prestise dan tingkat otoritas, modal ekonomi dilihat berdasarkan kepemilikan teknologi serta dukungan finansial, sedangkan modal budaya dilihat berdasarkan tingkat pendidikan dan kesesuaian nilai budaya. Berdasarkan pengaruh aktor dalam konflik di pedesaan beserta modal-modal yang dimiliki, maka penelitian ini menganalisa pengaruh modal sosial, modal simbolik, modal ekonomi, dan modal budaya yang dimiliki aktor terhadap terjadinya konflik secara emerging dan manifest dengan latar belakang konflik lahan. Hal tersebut dapat lebih jelas dilihat pada Gambar 1.

14

Keterangan

Hubungan pengaruh

Hubungan yang tidak diukur Saling Mempengaruhi

Gambar 1 Kerangka Analisis Pengaruh Kepemilikan Modal Aktor dalam Konflik Emerging dan Manifest

Konflik Manifest 1. Frekwensi Benturan Fisik 2. Tingkat Kohesivitas Kelompok Konflik Emerging 1. Frekwensi Dialog dan Perdebatan 2. Banyaknya Protes Terbuka. Modal Sosial  Reputasi  Tingkat Dukungan  Luas Jaringan Modal Simbolik  Tingkat Kedudukan  Tingkat Otoritas Modal Ekonomi  Kepemilikan Teknologi  Dukungan Finansial Modal Budaya  Tingkat Pendidikan  Tingkat Kesesuaian Nilai Sumber Konflik: - Nilai Budaya - Teknologi - Sumberdaya - Keyakinan - Harga diri

15 Hipotetis Penelitian

Modal yang dimiliki oleh suatu aktor dalam komunitas cenderung memiliki pengaruh terhadap wujud konflik yang akan terjadi. Oleh karena itu, perlu dilihat sejauh mana hubungan antara kepemilikan modal suatu komunitas dengan wujud konflik yang terjadi. Berdasarkan analisis yang telah penulis lakukan, terdapat beberapa hipotetis, diantaranya adalah sebagai berikut.

a) Tingginya kepemilikan modal budaya dan modal simbolik pada aktor cenderung mempengaruhi terjadinya konflik secara emerging (mencuat); dan

b) Tingginya kepemilikan modal sosial dan modal ekonomi pada aktor cenderung mempengaruhi terjadinya konflik secara manifest (terbuka)

Definisi Operasional

Penelitian ini memiliki tiga konsep utama, yaitu aktor, modal, dan wujud konflik. Berdasarkan ketiga konsep tersebut, maka dirumuskan definisi operasional sebagai batasan dalam penelitian ini.

Adapaun definisi operasional tersebut adalah: a. Aktor Masyarakat

Seseorang yang terkenal dalam masyarakat serta dengan pengaruh dan kekuatan yang dimiliki, baik itu secara formal maupun informal, memiliki peran penting dalam menghadapi kasus konflik yang terjadi.

b. Modal

Suatu kepemilikan yang dimiliki aktor sehingga dapat mempengaruhi aktor untuk terlibat dalam konflik.

b.1. Modal Sosial

1) Tingkat dukungan adalah tingkat dukungan masyarakat, kelompok, dan individu kepada aktor dengan sikap selalu mengikuti apa yang dicontohkan dan dilakukan.

2) Luas jaringan adalah besarnya luas jaringan yang dimiliki oleh aktor.

3) Reputasi adalah tingkat kedudukan aktor dan keluarga dalam pandangan masyarakat

b.2. Modal Simbolik

1) Prestise adalah tingkat kewibawaan dan kehormatan yang dimiliki oleh aktor dalam mempengaruhi masyarakat

2) Tingkat otoritas adalah tingkat pengaruh dari otoritas yang dimiliki oleh aktor dalam mempengaruhi masyarakat

b.3. Modal Ekonomi

1) Dukungan finansial adalah besarnya penghasilan dan ketergantungan terhadap sumber pemasukan yang dimiliki oleh aktor dalam menghidupi kesehariannya.

16

2) Kepemilikan teknologi adalah banyaknya aset kepemilikan teknologi dalam mendukung posisi aktor di masyarakat

b.4. Modal Budaya

1) Kesesuaian nilai budaya adalah tingkat kesesuaian sikap yang dapat diterima oleh masyarakat dalam aktivitasnya sehari-hari.

2) Tingkat pendidikan adalah tingkat pendidikan terakhir dan pengaruhnya terhadap sikap sehari-hari aktor. c. Wujud Konflik

c.1. Konflik Mencuat (Emerging)

1) Dialog dan perdebatan adalah frekwensi keterlibatan aktor dalam dialog dan adu pendapat dengan pihak-pihak yang bertikai.

2) Protes terbuka adalah banyaknya keterlibatan aktor dalam melakukan protes terbuka atas permasalahan yang dihadapi.

c.2. Konflik Terbuka (Manifest)

1) Peran dalam bentrokan adalah frekwensi keterlibatan aktor dalam benturan fisik antara pihak yang bersangkutan sehingga terjadinya kerusakan.

2) Kemampuan mengerahkan massa adalah tingkat kemampuan aktor dalam menggerakkan pihak-pihak yang sejalan dalam pertikaian.

17

PENDEKATAN LAPANGAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian mengenai pengaruh kepemilikan modal aktor terhadap wujud konflik dilaksanakan di Desa Margamekar, Kecamatan Pengalengan Kabupaten Bandung Selatan, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa wilayah tersebut pernah terjadi konflik dalam waktu yang relatif dekat dengan waktu penelitian. Selain itu desa tersebut memiliki bentuk konflik yang cukup banyak terjadi di Indonesia yaitu persoalan sengketa lahan.

Pengumpulan data sekunder maupun primer dilaksanakan dalam kurun waktu antara tanggal 3 Agustus hingga 24 Agustus 2012. Dalam kurun waktu tersebut, peneliti mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan dari berbagai sumber yang kemudian diakhiri dengan penyusunan laporan skripsi.

Pendekatan Penelitian

Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan mixed method, yaitu mengolah hasil penelitian kualitatif untuk menjelaskan pendekatan kuantitatif. Metode kualitatif dilakukan dengan melakukan focus group discussion (FGD) dengan kelompok-kelompok sosial, melakukan wawancara mendalam terhadap aktor dan juga pencarian informasi dari warga masyarakat.

Tabel 3 Metode pengambilan data dan informasi Metode Pendekatan Pihak yang dituju

Kualitatif FGD Kelompok Sosial

Life History Aktor

Wawancara Warga Masyarakat dan Tokoh Masyarakat Kuantitatif Kuesioner Responden

Sedangkan Metode Kuantitatif yang digunakan adalah mencari kaitan antara variabel pengaruh dan variabel yang terpengaruhi serta melakukan pengujian hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya (Singarimbun & Effendi 2008).

Pendekatan yang dilakukan terhadap responden adalah dengan menggunakan kuesioner sebagai cara untuk mengetahui tingkat pengaruh modal yang dimiliki aktor terhadap wujud konflik yang terjadi. Pendekatan terhadap aktor dengan metode life history digunakan untuk mengetahui tiga aspek pada aktor, yaitu: 1) kepemilikan modal aktor; 2) latar belakang aktor; 3) sumber konflik yang terjadi menurut pandangan aktor.

18

Teknik Pemilihan Responden dan Informan serta Tahapan Penelitian Populasi dari penelitian ini adalah penduduk yang bertempat tinggal di Desa Margamekar. Pemilihan responden dalam penelitian ini dilakukan secara purposive (sengaja) dengan jumlah 38 orang yang dipilih dari populasi seluruh warga marga mekar dengan syarat warga yang kesehariannya bekerja di sekitar Margamekar, mengetahui konflik yang terjadi pada tahun 2011, dan mengenal aktor yang terlibat dalam konflik ini.

Pemilihan informan dilakukan secara purposive dengan melihat kapasitas informan dan sejauh mana informan tersebut menjadi saksi dalam konflik yang ada di desa Margamekar pada tahun 2011. Hal ini dilakukan sebagai tambahan informasi bagi peneliti agar data yang didapatkan lebih akurat.

Gambar 2 Tahapan pengambilan data dan penentuan aktor (Sjaf 2011) Tahapan penelitian, diawali dengan mengidentifikasi aktor dengan cara wawancara terhadap beberapa informan terpilih. Informan yang terpilih adalah pihak-pihak yang sudah sejak lama tinggal sebagai warga desa dan dianggap oleh masyarakat sebagai orang-orang mengetahui kejadian-kejadian yang penting di desa tersebut. Berdasarkan hasil wawancara terhadap informan didapatkan latar

Wawancara terhadap informan terpilih FGD dengan kelompok sosial Need Assessment Aktor (10 orang warga) Analisis aktor hasil wawancara Analisis aktor hasil FGD Analisis Jawaban dari 10 orang Pengambilan kuesioner dari responden Wawancara bebas dan mendalam terhadap aktor Aktor Modal Aktor Modal Budaya Modal Ekonomi Modal Simbolik Modal Sosial

Life History Actors: Mengetahui lebih dekat latar belakang aktor dan kejadian yang terjadi menurut aktor

19 belakang terjadinya konflik dan aktor-aktor dalam masyarakat yang memiliki peran dalam konflik lahan sampalan yang terjadi hingga tahun 2011. Selain bertanya kepada pemuka desa yang telah lama tinggal, maka dilakukan wawancara terhadap informan yang memiliki kedekatan dengan aktor sehingga diketahui hubungan informan dengan aktor, peristiwa besar yang terjadi di desa, peran aktor dalam konflik, serta modal-modal yang dimiliki oleh aktor.

Setelah dilakukan wawancara terhadap para informan, selanjutnya dilakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan kelompok-kelompok sosial yang ada di desa. Beberapa diantaranya adalah kumpulan tukang ojeg, ibu-ibu petani yang sedang beristirahat di ladang, serta jamaah yang baru saja selesai melakukan sholat. Hal ini ditujukan selain untuk cross-check kembali aktor-aktor berdasarkan informasi yang disampaikan oleh informan, juga untuk melihat pandangan kelompok FGD atas permasalahan konflik yang muncul di desa dan modal-modal yang dimiliki berdasarkan pembagian modal menurut Bourdieu. Tahapan terakhir adalah memastikan kembali kepada sebanyak 10 warga masyarakat di tempat dan lokasi yang berbeda tentang keterkenalan warga terhadap aktor-aktor yang sudah dijabarkan dalam FGD maupun oleh informan.

Berdasarkan identifikasi pada tahapan sebelumnya, maka aktor-aktor yang sudah dipilih dijadikan sebagai objek penelitian yang kemudian ditanyakan dalam bentuk kuesioner kepada warga masyarakat yang mengenal aktor tersebut dan mengetahui kasus konflik yang terjadi pada tahun 2011. Selain itu dilakukan wawancara langsung dengan aktor yang bersangkutan untuk mengetahui lebih dekat sejarah aktor, keterlibatan aktor dalam konflik, serta modal yang dimiliki (lihat gambar 2)

Jenis, Teknik Pengolahan, dan Analisis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data sekunder diperoleh melalui studi literatur yang dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi yang relevan mengenai penelitian, sementara itu data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara kepada informan dan responden dengan mengacu pada kuesioner yang sudah ada. Data sekunder yang dikumpulkan melalui studi literatur adalah data yang dimiliki oleh Kantor Desa mengenai wilayah desa dari segi demografis, geografis, profil penduduk, infrastruktur desa, pendapatan dan pekerjaan warga.

Pengolahan dengan jenis data kuantitatif dilakukan dengan tiga teknik pengolahan data. Indeks Casey digunakan untuk melihat tinggi rendahnya kepemilikan masing-masing modal pada aktor dan besarnya pengaruh dari masing-masing modal yang dimiliki oleh aktor dalam masyarakat. Uji beda digunakan untuk membandingkan berdasarkan perhitungan statistik besar kepemilikan antar masing-masing aktor dalam variabel modal sosial, modal simbolik, modal budaya, dan modal ekonomi serta perbandingan keterlibatan aktor dalam konflik. Uji korelasi spearmen digunakan untuk melihat hubungan antar masing-masing variabel yang diterjemahkan dengan interpretasi de Vaus sehingga dapat melihat tingkat kekuatan hubungan antar masing-masing variabel modal dan konflik. Adapun jenis data kualitatif adalah fakta-fakta lapang berdasarkan hasil wawancara terbuka terhadap responden, kelompok sosial,

20

maupun aktor untuk menjelaskan hasil penelitian kuantitatif yang dihitung dengan indeks casey, uji beda, uji korelasi spearmen, dan regresi linear.

Tabel 4 Jenis data dan teknik pengolahan data Jenis Data Teknik Pengolahan Data Analisis Data Kuantitatif -Indeks Casey -Pengukuran Casey

-Uji Beda -SPSS

-Uji Korelasi Spearmen -SPSS

-Interpretasi de Vaus -Pengukuran Koefisien Korelasi de Vaus

Kualitatif Pemetaan aktor, konflik, dan modal aktor

-Deskriptif

-Analisa pengamatan lapang dan kaitan antar variabel

Kuesioner yang digunakan sebagai dasar penelitian kuantitaf dalam penelitian ini menggunakan skala likert untuk melihat tingkat jawaban dari pertanyaan dalam kuesioner. Kuesioner yang diberikan kepada responden terbagi menjadi 7 bagian. Pertama, berisi data responden, kedua dan ketiga berisi keterlibatan aktor dalam wujud konflik emerging dan manifest dilihat dari pandangan anggota masyarakat. Setiap indikator dalam variabel wujud konflik emerging dan manifest terdiri dari beberapa pertanyaan agar mendukung data yang diperlukan untuk selanjutnya dihitung rata-rata nilai yang didapatkan oleh setiap indikator berdasarkan pertanyaan yang ada. Tujuan dari perhitungan rata-rata setiap indikator agar dapat terlihat tinggi rendahnya nilai masing-masing indikator pada setiap aktor yang menjadi objek penelitian.

Bentuk konflik sosial yang terjadi dalam penelitian ini adalah perebutan

Dalam dokumen Modal Aktor dan Penyelesaian Konflik Lahan (Halaman 21-61)

Dokumen terkait