• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. GAMBARAN UMUM UPAYA MENINGKATKAN

A. Katekese Analisis Sosial

2. Model Analisis Sosial

Analisis Sosial merupakan usaha untuk menganalisis sesuatu keadaan atau masalah sosial secara objektif, sehingga dapat diarahkan untuk memperoleh

gambaran lengkap mengenai situasi sosial dan mendalami fenomena-fenomena sosial, kaitan-kaitan aspek politik, ekonomi, budaya dan agama. Melalui analisis sosial akan diketahui sejauh mana terjadi perubahan sosial, bagaimana institusi sosial yang menyebabkan masalah-masalah sosial, dan juga dampak sosial yang muncul akibat masalah sosial [Analisa Sosial (Ansos) Dan Metode Swot. (2010).

http://pmiisyariah-sunanampel.blogspot.com/2010/04/analisis-sosial.html].

Analisis Sosial menunjuk pada usaha untuk mendapatkan pemahaman tentang situasi sosial dengan menelaah kondisi serta kaitan antara fakta historis dan struktural [Apriando, (2012), “Materi Analisis Sosial”. https://www.slide share.net/Profesi Randi/materi-analisis-sosial]. Secara lebih rinci Analisis Sosial berusaha untuk mendapatkan gambaran persoalan terutama tentang: permasalahan sosial, struktural, kultural, dan historis, sehingga dari permasalahan tersebut memungkinkan setiap orang untuk memahami realitas sosial yang dihadapi untuk selanjutnya dicari solusi permasalahannya. Hal ini kembali ditegaskan, menurut Utama (2018:184), Analisis Sosial adalah suatu usaha untuk mempelajari struktur sosial yang ada, yakni meliputi institusi ekonomi, politik, agama, budaya dan keluarga, sehingga kita dapat mengetahui sejauh mana institusi tersebut menyebabkan ketidakadilan sosial.

b. Dimensi Analisis Sosial

Prior dalam Lalu (2007: 107-109) mengatakan bahwa ada lima dimensi Analisis Sosial yaitu:

1) Dimensi Ekonomis

Mulai dari menggambarkan bagaimana kenyataan ekonomis dari situasi, yang di dalamnya masyarakat menemukan dirinya. Pengalaman menunjukkan apabila suatu kelompok menganalisa suatu dimensi secara sistematis, maka akan diperoleh penemuan-penemuan baru. Penting juga untuk menempatkan analisa yang bergerak dari tingkat lokal ke regional, dari regional ke nasional, dan dari tingkat nasional ke international. Hal ini dilakukan guna memahami secara menyeluruh sifat saling memengaruhi yang terjadi pada dimensi ekonomi ini. Dimensi ekonomi dalam banyak hal sangat fundamental dan memengaruhi apa yang terjadi pada dimensi-dimensi lain.

2) Dimensi Politik

Dimensi ini berkaitan dengan penggunaan kekuasaan di dalam masyarakat, siapa yang menentukan undang-undang dan melaksanakannya dan demi keuntungan siapa. Yang terpenting ialah kenyataan ketidakadilan yang begitu biasa dalam politik. Konsep kristiani mengajak setiap orang orang berpartisipasi dalam membentuk masyarakat mereka bagi keuntungan semua orang. Bila partisipasi ini ditantang, hal ini menjadi problem pastoral, karena akan terjadi dehumanisasi (perilaku merendahkan martabat orang lain). Proses dehumanisasi dalam masyarakat menyebabkan mereka bersikap sebagai penerima pasif terhadap keputusan-keputusan orang lain dan mempersulit mereka untuk menjadi manusia yang matang dan karena itu juga sulit untuk sampai pada suatu jawaban yang penuh iman.

3) Dimensi Sosial.

Dimensi sosial lebih mengarah pada perhatian terhadap kelompok-kelompok basis yang membentuk masyarakat, yakni kelompok petani, pekerja/buruh, tuan-tuan tanah dan kelompok orang kaya pada umumnya. Perhatian juga terhadap realitas kelas-kelas, masyarakat, struktur keluarga, persekolahan, pemeliharaan kesehatan, dan sistem legal. Oleh karena itu katekese hendak mengarahkan minatnya untuk melihat bagaimana faktor-faktor ini membentuk manusia yang dipanggil kepada kebebasan dan kematangan melalui rahmat Kristus.

4) Dimensi Kultural

Dimensi ini secara mendasar lebih berhubungan dengan sistem nilai yang dianut oleh masyarakat dan nilai-nilai yang meresap lebih jauh di dalam motivasi mereka, misalnya mereka bertindak menurut cara yang mereka biasa bertindak.

5) Dimensi Religius

Dimensi ini berkaitan dengan keyakinan setiap orang, kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan keagamaan, penghayatan, pengetahuan agama, serta pengalaman dan konsekuensinya.

Lalu (2007:110) mengatakan bahwa dari lima dimensi tersebut ada tiga pendekatan yang digunakan untuk menganalisis dimensi-dimensi Analisa Sosial.

Pertama, pendekatan analisis fenomenalis-historis, yakni menempatkan problem yang sedang diselidiki dalam konteks sejarah seturut pandangan masyarakat setempat yang dibandingkan dengan dokumen-dokumen seperlunya. Analisis ini

ditempatkan dalam konteks sejarah perjuangan masyarakat. Analisa ini dimunculkan dari pengikut-sertaan dalam kecemasan dan pengharapan yang telah dialami selama ini. Kedua, pendekatan analisis struktural-budaya. Analisis dapat dipahami sebagai sistem pemahaman budaya di balik pengalaman masyarakat yang dipakai oleh orang setempat untuk menafsirkan pengalaman dan menata tingkah lakunya. Yang dianalisis misalnya, simbol-simbol bahasa, tingkah laku, dan benda.

Ketiga, pendekatan analisis sosiologis untuk meneliti situasi seturut golongan-golongan masyarakat. Contohnya, golongan-golongan tua dan muda, pria dan wanita, desa dan kota, petani, buruh, pedagang, orang kebanyakan, dan orang elite.

c. Kerangka Berpikir Analisis Sosial

Ada 2 model yang sering melatarbelakangi orang dalam mendekati masalah-masalah sosial, yaitu:

1) Model konsensus

Menurut model konsensus struktur sosial yang ada merupakan hasil konsensus bersama anggota masyarakat, perjanjian dan pengakuan bersama akan nilai-nilai. Setiap masyarakat pada hakekatnya teratur dan stabil disebabkan karena adanya kultur bersama yang meliputi nilai-nilai, norma, dan tujuan yang hendak dicapai, dianut dan dihayati oleh masyarakat (Utama, 2018: 109) Artinya bahwa model konsensus membantu agar tata sosial dalam masyarakat tetap stabil. Oleh karena itu, masalah sosial dinilai sebagai penyimpangan dari nilai-nilai dan norma-norma bersama karena dianggap membahayakan stabilitas sosial dan penyelesaiannya selalu.

Ada dua ideologi yang melatarbelakangi model konsensus yaitu:

a) Ideologi Konservatif

Kaum konservatif sangat menjunjung tinggi struktur sosial. Demi tegaknya struktur sosial tersebut menurut kaum konservatif otoritas dinilai sangat hakiki. Adanya perbedaan tingkat sosial ini disebabkan karena perbedaan di antara individu dengan bakat yang berbeda. Setiap orang harus berkembang sesuai dengan bakat dan pembawaannya. Karenanya sudah sewajarnya kalau ada perbedaan dalam tingkat prestasi yang menuntut masyarakat untuk memberi imbalan dan balas jasa yang berbeda. Prestasi yang berbeda dan hak untuk mendapat balas jasa yang berbeda merupakan dasar adanya hak milik pribadi. Ideologi konservatif juga memandang masalah kemiskinan sebagai kesalahan pada orang miskin sendiri. Orang miskin dinilai pada umumnya bodoh, malas, tidak memiliki motivasi untuk berprestasi tinggi, tak punya keterampilan, dan melihat kemiskinan disebabkan oleh pribadinya sendiri dan menganggap bahwa mereka gagal dan menyimpang dari struktur sosial. Hal ini dikarenakan kaum konservatif selalu memandang positif terhadap struktur sosial yang ada. [Aran, (2013), “Struktur Sosial dan Analisis Sosial”. http://alfonsus mudiaran.blogspot.com/2013/09/ katekese-umat2].

Pada umumnya kaum konservatif tidak memandang masalah kemiskinan sebagai masalah yang serius dan mengangap bahwa masalah kemiskinan akan terselesaikan dengan sendirinya. Dalam jangka panjang proses sosial yang natural akan berjalan dan menguntungkan kepentingan semua anggota masyarakat. Karenanya, kaum konservatif tidak mendukung adanya campur tangan pemerintah untuk mengatasi kemiskinan.

b) Ideologi Liberal

Liberalisme memandang manusia sebagai yang digerakkan oleh motivasi kepentingan ekonomi pribadi dan liberalisme mempertahankan hak manusia untuk mencapai cita-cita pribadinya dan memberikan kebebasan akan hak-hak pribadi dan melindungi individu-individu terhadap kesewenangan negara. Kemiskinan dipandang sebagai suatu masalah yang perlu diselesaikan.

Mereka berpendapat bahwa orang miskin dapat mengatasi kemiskinannya yaitu, dengan memberikan pelayanan-pelayanan, membuka kesempatan-kesempatan kerja baru, membangun perumahan dan menyebarluaskan pendidikan [Rita, (2015). “Analisis Sosial dan Katekese Umat”. http:// ariririta.

Blogspot .com/ 2015/ 04/ analisa- sosial- dalam- katekese -umat. Html].

Kaum liberal ini mempunyai pandanngan yang optimis. Orang miskin perlu mengalami perubahan agar mereka terbebas dari kemiskinan. Untuk itu perlu adanya perubahan terhadap lingkungan dan situasi hidup mereka yang meliputi, dihapuskannya diskriminasi dalam mencari kerja, perumahan, dan pendidikan. Perlu juga diciptakannya lapangan-lapangan kerja dan latihan-latihan ketrampilan dan diperbaikinya pelayanan-pelayanan lainnya. Tentu hal ini membantu orang miskin untuk mengalami perubahan dalam hidupnya.

Kedua ideologi ini mempertahankan struktur sosial yang sudah ada.

Dalam memandang kemiskinan ada perbedaan antara kaum konservatif dan liberal. Konservatif cenderung menyalahakan orang miskin dan memandang secara pesimis, sedangkan kaum liberal memandang orang miskin secara optimis dan melihat bahwa orang miskin memiliki kesempatan untuk berusaha

untuk sebuah perubahan. Selain itu, kaum konservatif lebih cenderung membiarkan orang miskin berusaha sendiri, sedangkan liberal bersifat membantu dan mendukung.

2) Model Konflik

Model konflik ini sebagai struktur sosial yang ada sebagai hasil pemaksaan sekelompok kecil anggota masyarakat terhadap mayoritas warga masyarakat. Jadi, struktur sosial bukanlah hasil konsensus seluruh warga apalagi persetujuan bersama mengenai nilai-nilai dan norma-norma [Rita, (2015). “Analisis Sosial dan Katekese Umat”. http:// ariririta. Blogspot .com/

2015/ 04/ analisa- sosial- dalam- katekese -umat. Html]. Model ini memandang positif perubahan-perubahan dan konflik sebagai sumber-sumber potensial bagi perubahan sosial yang progresif. Penganut model ini selalu mempertanyakan struktur sosial yang sudah ada dan menganggapnya sebagai penyebab kemiskinan (Utama, 2018:194). Maka, persoalan kultur dan mentalitas orang miskin tidak menarik perhatian para penganut model konflik, sebab persoalan kultur orang miskin dianggap tidak mempersoalkan secara mendasar struktur ekonomi dan kekuasaan politik yang sudah ada. Model konflik ini selalu mempersoalkan struktur sosial yang ada dan dianggap sebagai titik tolak dari kemiskinan yang terjadi di masyarakat.

3. Katekese Analisis Sosial

Pada bagian ini ingin menjelaskan mengenai katekese analisis sosial itu sendiri dengan pokok-pokok dalam katekese analisis sosial, beserta dengan metode yang cocok untuk digunakan dalam katekese analisis sosial.

a. Pengertian Katekese Analisis Sosial

Katekese Analisis Sosial dilihat sebagai suatu usaha berkatekese yang secara eksplisit berpangkal pada pengalaman kontekstual dan membantu penghayatan iman dalam konteks itu (Utama, 2018:182). Katekese ini sangat diperlukan karena penghayatan iman yang terjadi lebih menekankan pada situasi konkret. Untuk itu ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam Katekese Analisis Sosial. Pertama, katekese terbuka pada analisis hidup dalam Gereja maupun masyarakat, sehingga penghayatan iman sungguh-sunguh terjadi dalam realita kehidupan. Kedua, bekerjasama dengan ilmu pengetahuan, sehingga dapat mempertanggungjawabkannya secara ilmiah. Ketiga, mampu berdialog dengan tradisi Kristiani yakni berlandasan pada Yesus Kristus sendiri. Pada intinya bahwa Katekese Analisis Sosial harus bersifat terbuka melihat ketidakadilan dalam masyarakat secara kritis dan membangun. Dengan demikian Katekese Analisis Sosial membantu setiap orang dalam memahami dan mengetahui segala permasalahan yang ada dalam masyarakat dan bersama-sama membantu untuk melakukan sebuah perubahan dalam masyarakat ke arah yang lebih baik.

b. Langkah-langkah dalam berkatekese model Analisis Sosial

Ada 8 langkah yang perlu diperhatikan dalam Katekese Analisis Sosial [Tjahaja, (2010).”Katekese Sosial”. http://www. Iman katolik.or.id/ katekese-sosial-ansos.html]:

1) Pemetaan masalah (melalui dokumen tertentu: cergam, kasus, caset. dll)

2) Menanggapi dokumen yang telah dibaca dan dicermati bersama. Dalam dokumen tersebut tergambarkan permasalahan yang ada.

3) Mengungkapkan isi atau fakta dokumen secara lengkap/sejelas mungkin 4) Peserta nantinya bisa menemukan tema-tema persoalan atau pembicaraan

yang muncul dari dokumen yang ditampilkan, serta memilih 1 pokok persoalan yang dirasa paling mendesak dengan berpedoman pada dokumen yang ada.

5) Bersama menemukan peristiwa atau masalah yang dijumpai dalam masyarakat dan masalah tersebut berkaitan dengan tema pembicaraan yang ada, sehingga kemudian dapat menganalisis permasalahan tersebut. Dalam menganalisis permasalahan yang perlu diperhatikan adalah masalah apa yang terjadi, akibat dari permasalahan dan apa yang menjadi penyebab dari permasalahan tersebut.

6) Menjelaskan hasil analisa langkah-langkah

7) Memilih dan merenungkan Sabda Allah yang sesuai dengan masalah yang ditemukan. Pertanyaan: Bagaimana pesan Injil untuk masalah tersebut?

Pada siapa Allah berpihak?

8) Membaharui diri dan bersama masyarakat, terutama yang tertindas membuat rencana konkret untuk memecahkan masalah.

c. Metode Katekese Analisis Sosial

Katekese Analisis Sosial dilihat sebagai katekese yang dapat memberikan suatu tindakan konkret terhadap suatu permasalahan dalam masyarakat. Pada dasarnya langkah-langkah pengembangan metode-metode Katekese Analisis Sosial

memiliki gambaran umum yang sama, yaitu bertolak dari realitas atau masalah yang diangkat, dianalisis sampai menemukan akar masalah, dan permasalahan itu dihayati dengan terang Kitab Suci untuk sampai pada suatu solusi atau tindakan nyata untuk menghadapi masalah tersebut. Selain itu, Katekese Analisis Sosial memberikan penyadaran akan permasalahan yang ada di sekitar. Bertolak bahwa Katekese Analisis Sosial memberikan tindakan nyata dan penyadaran akan situasi sekitar. Sebagai salah satu contoh dari metode Katekese Analisis sosial adalah metode SOTARAE (Situasi, Objetif, Tema, Analisis, Rangkuman, Aksi dan Evaluasi). Langkah SOTARAE 1-5 (Situasi, Objektif, Tema, Analisis, Rangkuman) merupakan langkah-langkah untuk mendalami suatu peristiwa atau dokumen apa pun yang diangkat sebagai masalah. Setelah sampai pada rangkuman masalah, Kitab Suci digunakan sebagai bahan penghayatan dan refleksi dari semua hasil analisis di langkah-langkah sebelumnya. Setelah menghayati permasalahan dengan terang Kitab Suci, kemudian bersama-sama menentukan langkah konkret dalam menyikapi masalah tersebut.

Pokok-pokok dalam metode SOTARAE (Olivera, 1989:30-32) dapat dijabarkan sebagai berikut.

1. S (Situasi)

Tahap ini bertujuan untuk memberikan gambaran sebuah dokumen yang berkaitan dengan situasi yang terjadi. Dokumen ini berupa film, artikel, foto, poster, slide, dan lain-lain. Pada tahap situasi ini fasilitator dapat menanyakan kesan awal peserta setelah melihat dokumen misalnya film.

2. O (Obyektif)

Peserta diminta untuk menceritrakan kembali isi dokumen selengkap dan sejelas mungkin (apa yang terjadi, pelaku, bagaimana peristiwa, di mana terjagi, dsb).

Berpegang teguh pada hal-hal obyektif dalam dokumen, tanpa menambah/mengurangi dan subyektif.

3. T (Tema).

Pada bagian ini peserta menemukan tema-tema atau pokok pembahasan yang sesuai dengan situasi atau tema yang dibahas. Peserta diminta untuk memilih satu pokok pembicaraan untuk pertemuan yang sedang berlangsung yang dirasa paling mendesak, dan merupakan permasalahan yang dihadapi.

4. A (Analisis)

Pada bagian ini peserta dapat kembali menelusuri tema yang telah ditemukan dan mencari sebab, hubungan dengan fakta, dan lain-lain. Hal ini bertujuan memperjelas materinya dan juga memperluas pemikiran. Tahap ini dapat juga memberikan gambaran menyeluruh mengenai tema permasalahan yang sedang dianalisis bersama.

5. R (Rangkuman)

Pada tahap ini peserta bersama-sama merangkum hasil analisis yang telah dilaksanakan. Merangkum dengan cara mengumpulkan kembali dan menunjukkan persoalan-persoalan yang telah menjadi jelas.

6. A (Aksi)

Pada langkah ini peserta merencanakan aksi atau tindakan yang akan dilakukan dengan melihat akar/sebab utama masalah yang telah ditemukan sehingga peserta dapat merencanakan tindakan konkret yang dapat dilaksanakan untuk memecahkan masalah.

7. E (Evaluasi)

Evaluasi ini bertujuan untuk meninjau kembali metode yang telah dipakai. Melalui evaluasi ini kelompok dapat memperbaiki pertemuan berikutnya nanti agar menjadi lebih baik.

d. Katekese Model SOTARAE

Metode SOTARAE (Situasi, Objektif, Tema, Analisis, Rangkuman, Aksi, Evaluasi) dalam pelaksanaan katekese, digunakan untuk memberikan pendidikan kesadaran bagi umat berdasarkan dokumen-dokumen Gereja. Dalam pengunannya, metode SOTARAE perlu dirancang, sehingga dapat menjadi sebuah komunikasi iman. Untuk itu dalam metode SOTARAE perlu menambah bagian Kitab Suci sebagai permenungan iman. Kitab Suci, menjadikan bagian untuk menghadirkan komunikasi dan penghayatan iman umat. Melalui penghayatan dan komunikasi iman tersebut dapat mengantar umat pada tindakan konkret.

Metode SOTARAE dengan menambah permenungan Kitab Suci sehingga menjadi SOTARAE (delapan langkah) yakni Kitab Suci menjadi penghayatan dan komunikasi iman. Dengan demikian SOTARAE dapat dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu : Bagian pertama, Menghadirkan Pengalaman (Pada langkah, S

(Situasi), O (Obyektif), T (Tema), A (Analisis), dan R (Rangkuman). Kedua, Reflkesi Biblis (Pada langkah K (membaca dan merenungkan Kitab Suci). Ketiga:

(Pada langkah A (aksi). Akhirnya seluruh langkah-langkah dalam proses itu kemudian dievaluasi demi perbaikan (pada langkah E (Evaluasi). [Aran, (2013),

“Struktur Sosial dan Analisis Sosial”. http:// alfonsusmudiaran. blogspot. Com /2013/09/ katekeseumat2_9536. html]

Proses katekese dengan metode SOTARAE yang terdiri dari 8 langkah yakni, sebagai berikut:

1) Menghadirkan Pengalaman a). Situasi (S)

Pada bagian menghadirkan pengalaman fasilitator memberikan sebuah gambaran mengenai sebuah dokumen Gereja yang berkiatan dengan membangun rasa kepedulian pada sesama. Peserta diminta menggutarakan pendapat atas dokumen yang baru dibaca/diamati/didengar. Contoh dokumen video dan gambar mengenai ketidakadilan dan kemiskinan.

b). Objektif (O)

Kemudian faslitator mengajak peserta untuk kembali mendalami dokumen tersebut dan memberikan kesempatan kepada peserta untuk menceritakan kembali atau memberikan gambaran mengenai dokumen yang barus saja didalami.

c). Tema (T)

Setelah peserta selesai menceritakan apa yang diamati, fasilitator mengajak peserta untuk mengemukakan bahan-bahan pembicaraan (tema/pokok pembicaraan) yang diambil dari dokumen. Peserta diajak untuk memilih satu pokok pembicaraan untuk pertemuan yang sedang berlangsung yang dirasa paling mendesak, dan merupakan permasalahan yang dihadapi. Dalam mencari tema peserta dibagi dalam beberapa kelompok, sehingga tema yang ditemukan lebih efektif dan mendalam.

d). Analisis (A)

Tema yang dipilih kemudian dianalisis bersama, dicari tahu dan dirumuskan apa masalahnya. Peserta diminta untuk menceritakan peristiwa/masalah dalam masyarakat yang sesuai dengan pokok pembicaraan/tema yang dipilih.

Fasilitator kembali mengajak peserta untuk menganalisa peristiwa/masalah tersebut. Dalam menganalisis tema yang telah dipilih oleh peserta, faslitator memandu dengan pertanyaan, misalnya: sebenarnya apa yang terjadi dalam peristiwa/masalah tersebut? Gejala/akibat apa yang muncul dari persitiwa/masalah tersebut? Siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan dalam peristiwa/masalah tersebut? Apa yang menjadi sebab-sebab peristiwa/masalah tersebut? Apa yang menjadi akar/sebab utamanya.

e). Rangkuman

Peserta diajak untuk merangkum hasil analisa yang dilaksanakan. Fasilitator menekankan sekali lagi akar masalahnya/sebab utama masalah yang dihadapi.

Hal ini bertujuan untuk menghantar peserta kepada pemikiran lebih dalam mengenai tindakan yang harus diambil.

2) Refleksi Biblis a). Kitab Suci (K)

Peserta diajak merenungkan Kitab Suci, yang sesuai dengan masalah masyarakat yang sedang dibicarakan. Atau dengan perkataan lain, bagaimana pandangan Allah dalam menyikapi sitasi tersebut untuk memasuki dalam permenungan Kitab Susi, fasilitator memandunya dengan beberapa pertanyaan penuntun, misalnya :

(1). Dari masalah/peristiwa tersebut, apa yang memperkuat nilai-nilai Injili dan apa yang memperlemah nilai-nilai Injili ?

(2). Dalam sitasi seperti itu, apa arti rahmat/keselamatan dan apa arti dosa/kedosaan ?

(3). Di mana Yesus berada dan pada siapa, Ia berpihak ? (4). Apa yang dikehendaki Allah dalam peristiwa/masalah ini ? 3) Aksi (A)

Berdasarkan hasil analisis, terutama penemuan akar/sebab utama masalah, dan renungan atas Sabda Tuhan, kemudian fasilitator mengajak peserta untuk memperbaharui diri dan bersama-sama merencanakan tindakan konkret yang dapat dilaksanakan untuk memecahkan masalah supaya dengan demikian terjadi transformasi dalam masyarakat. Setelah pertemuan, faslitator meminta para peserta untuk memberikan masukan

tetang proses pelaksanaan katekese yang baru saja dilaksanakan. Hal ini sebagai bahan evaluasi secara bersama.

e. Kualifikasi Pendamping Katekese Model Analisis Sosial

Heryatno dalam Utama (2018:43-45) mengatakan menjadi seorang katekis perlu meneladani Yesus sebagai Sang Guru. Ada 3 hal yang menjadi pedoman bagi seorang katekis.

1) Spiritualitas Katekis

a) Mempunyai hati dan kepedulian

Belajar dari sikap Yesus yang mempunyai hati bagi mereka yang menderita. Belajar dari Yesus bahwa seorang pendamping memiliki hati agar mampu mengajak umat untuk secara bersama-sama memiliki kepedulian bagi mereka yang menderita.

b) Sosok pemimpin yang melayani

Yesus datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani dan memberikan nyawa-Nya untuk menebus dosa manusia (Mrk. 10:45).

Untuk itu seorang pendamping diajak untuk semakin melayani degan sepenuh hati.

2) Pengetahuan

Seorang katekis perlu mempunyai pengetahuan yang luas dan memadai baik dalam bidang Kitab Suci, moral, telogi, liturgi dan juga mampu melihat dan memahami perkembangan situasi sosial dalam masyarakat.

3) Keterampilan

a). Mampu menciptakan suasana akrab dengan mengenal dan memahami mereka, serta bergaul dengan kaum muda tetapi tetap pada batasannya.

b). Memiliki kreatifitas dan inisiatif. Seorang pendamping juga harus mempunyai daya imaginasi yang membawa diri untuk berkatekese secara kreatif disesuaikan dengan konteks. Apalagi bertemu dengan umat baik yang muda maupun yang tua. Untuk itu perlu ada kreatifiats katekis dalam membawakan pendalaman iman. Selain itu, katekis harus terampil berefleksi untuk menemukan nilai-nilai manusia dan Kristiani yang kemudian memadukannya di antara keduanya (Heryatno dalam Utama: 2018:43-45).

B. Kepedulian Umat Katolik terhadap Kaum Miskin

Pada bagian ini membahas tentang arti kepedulian sosial umat dan pengertian kaum miskin.

1. Arti Kepedulian Sosial

pada bagian ini ingin menjelaskan mengenai apa arti dari kepedulian sosial itu sendiri dan jenis-jenis kepedulian sosial. Mengambarkan arti kepedulian sosial secara umum, berdasarkan Kitab Suci, dan Dokumen-dokumen Gereja.

a. Pengertian Kepedulian

Kepedulian marupakan salah satu bentuk tindakan nyata yang dilakukan oleh masyarakat dalam merespon suatu permasalahan. Dalam (Kamus Besar Bahasa Indonesia) kepedulian juga merupakan partisipasi yakni keikutsertaan.

Kepedulian sosial merupakan sebuah sikap sosial dengan manusia pada umumnya, untuk membantu satu sama lain sebagai makluk sosial.

Menurut Kompendium ASG 19, “Gereja, tanda dalam sejarah tentang cinta kasih Allah kepada umat manusia dan tentang panggilan seluruh bangsa manusia untuk bersatu sebagai anak-anak dari Bapa yang satu, bermaksud dengan dokumen tentang ajaran sosialnya untuk menyajikan kepada manusia sebuah humanisme yang memenuhi standar-standar rencana cinta kasih Allah di dalam sejarah. Sebuah humanisme yang terpadu dan solider yang mampu menciptakan sebuah tatanan sosial, ekonomi dan politik yang baru dilandaskan pada martabat dan kemerdekaan setiap pribadi manusia, agar menghasilkan perdamaian, keadilan serta kesetiakawanan, agar manusia dapat merasakan kesejaterahan dan keadilan dalam

Menurut Kompendium ASG 19, “Gereja, tanda dalam sejarah tentang cinta kasih Allah kepada umat manusia dan tentang panggilan seluruh bangsa manusia untuk bersatu sebagai anak-anak dari Bapa yang satu, bermaksud dengan dokumen tentang ajaran sosialnya untuk menyajikan kepada manusia sebuah humanisme yang memenuhi standar-standar rencana cinta kasih Allah di dalam sejarah. Sebuah humanisme yang terpadu dan solider yang mampu menciptakan sebuah tatanan sosial, ekonomi dan politik yang baru dilandaskan pada martabat dan kemerdekaan setiap pribadi manusia, agar menghasilkan perdamaian, keadilan serta kesetiakawanan, agar manusia dapat merasakan kesejaterahan dan keadilan dalam

Dokumen terkait