• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Regresi Linier Berganda Analisis regresi linier berganda

DAFTAR PUSTAKA

II. TINJUAN PUSTAKA

3.3. Metode Penelitian

3.3.3 Analisis Regresi Linier Berganda Analisis regresi linier berganda

digunakan untuk membuat model untuk kawasan Indonesia. Data yang digunakan yaitu data utama dan data penunjang. Data utama yang dimaksud yaitu, angin zonal di sekitar ketinggian 850 mb di tiga kota yaitu Biak, Manado, dan Pontianak. Sedangkan data penunjang yang dimaksud adalah data iklim global yang terdiri dari ISMI (Indian Summer Monsoon Index), WNPMI (Western North Pasific Monsoon Index), dan AUSMI (Australia Monsoon Index). Software yang digunakan pada pengolahan data ini yaitu SPSS versi 17.

Gambar 4 Diagram alir penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini periode yang digunakan dibagi dua, yaitu jangka panjang; Januari 2007 sampai dengan Juli 2009 dan jangka pendek. Analisis jangka pendek dibagi dalam dua periode, yaitu periode pertama (1 November 2007 sampai dengan 30 Januari 2008) dan periode kedua (7 Desember 2008 sampai dengan 7 Maret 2009). Hal ini dilakukan untuk mengetahui kejadian yang “unik” yang terjadi dalam periode penelitian yang dilakukan. Selain itu, juga untuk mengetahui hubungan iklim global (WNPMI, ISMI, dan AUSMI) dengan 3 kota (Pontianak, Manado, dan Biak). Agar dapat menjadi model iklim yang sesuai dengan kawasan Indonesia.

4.1 Analisis Spectral 4.1.1 Analisis Jangka Panjang

Analisis jangka panjang dalam penelitian ini merupakan bentuk analisa

keseluruhan terhadap data dalam penelitian ini, dengan melihat dinamika yang ditunjukkan oleh PSD dan Wavelet. Seperti pada (gambar 5) menunjukkan adanya kenaikan energy Spectral pada sekitar 365 hari di kota Pontianak, Manado, dan Biak. Hal ini menunjukkan terjadinya Monsun, karena osilasi pada ketiga kota tersebut menunjukkan sekitar 365 hari.

Hal ini menandakan bahwa dalam 365 harian akan terjadi peningkatan kecepatan angin di kota Pontianak, Manado, dan Biak. Seperti disebutkan sebelumnya, ini menunjukkan fenomena Monsun terasa di Pontianak, Manado, dan Biak. Energy Spectral terbesar yaitu pada kota Biak dan energinya sangat kuat, yaitu sekitar 1.7 W/Hz jika dibandingkan dengan kota Pontianak dan Manado. Walaupun, pada periode yang sama di kota Pontianak dan Manado juga terjadi penguatan, namun dengan energy Spectral yang masih di

11

Gambar 5 Power Spectral Density tiga kota, yaitu Pontianak, Manado, dan Biak dari data WPR (Wind Profiling Radar) periode Januari 2007 – Juli 2009

Karena PSD hanya dapat menunjukkan kekuatan sebagai fungsi dari frekuensi yang menunjukkan dimana frekuensi bervariasi kuat dan lemah (Surbakti P 2010). Maka, akan digunakan analisis wavelet agar terlihat analisis transien, ketidakstasioneran atau fenomena

berubah terhadap waktu (IT Telkom). Hasil analisis wavelet pada ketiga kota, yaitu Pontianak, Manado, dan Biak terlihat perbedaan variance dan power dalam global wavelet spectrum. Selain itu, pada gambar 3 juga terlihat adanya MJO pada periode sekitar 40 harian.

Gambar 6 Wavelet angin zonal (850 mb) di Pontianak dari data WPR (Wind Profiling Radar) periode Januari 2007 – Juli 2009

Gambar 7 Wavelet angin zonal (850 mb) di Manado dari data WPR (Wind Profiling Radar) periode Januari 2007 – Juli 2009.

Gambar 8 Wavelet angin zonal (850 mb) di Biak dari data WPR (Wind Profiling Radar) periode Januari 2007 – Juli 2009

Hasil rata-rata variance pada wavelet di kota Pontianak menunjukkan adanya dua periode puncak, yaitu sekitar bulan Desember 2007 dan Desember 2008. Selain itu, global wavelet spectrum menunjukkan adanya puncak pada periode sekitar 365 hari atau osilasi 12 bulan dengan power sekitar 600 (m/s)2. Hal ini mengindikasikan adanya Monsun dan sesuai dengan analisis PSD yang sebelumnya dilakukan. Pada periode penelitian ini, kota Pontianak dominan angin baratan yang mengandung uap air dengan melihat banyaknya (dominan) periode positif pada data penelitian yang digunakan.

Sedangkan pada kota Manado, hanya terdapat satu puncak pada periode

yang sama yaitu sekitar bulan Desember 2008 sampai dengan Februari 2009. Sama halnya dengan Pontianak, Manado juga terlihat adanya Monsun, seperti diperlihatkan oleh global wavelet spectrum yang menunjukkan periode sekitar 365 hari dengan power sekitar 300 (m/s)2. Pada kota Manado juga dominan angin baratan, hal ini terlihat dari dominannya nilai positif pada periode data yang digunakan. Periode data yang menunjukkan angin baratan jumlahnya berkurang jika dibandingkan dengan periode data angin baratan pada kota Pontianak.

Pada variance kota Biak, terlihat puncak pada bulan Desember 2007 dan diikuti dua puncak kecil sekitar bulan Juni 2007 dan Juni 2008. Demikian juga dengan

13

kota Biak pada global wavelet spectrum menunjukkan periode sekitar 365 hari dengan power sekitar 2500 (m/s)2. Global wavelet spectrum yang dimiliki kota Biak memang lebih besar jika dibandingkan dengan kota Pontianak dan Manado, belum diketahui mengapa hal ini dapat terjadi. Angin baratan masih dominan terjadi di kota Biak, walaupun jika dibandingkan dengan kota Pontianak dan Manado periode yang menunjukkan angin baratan lebih sedikit.

Dengan menggunakan analisa periode panjang pada ketiga kota tersebut, didapat korelasi antara ketiga kota. Hal ini terlihat dari puncak masing-masing kota tersebut. Ketiga kota tersebut menunjukkan adanya osilasi Monsun, baik dalam rata-rata variance yang bernilai besar maupun kecil. Selain itu, ketiga kota juga menunjukkan periode harian sekitar 365 harian yang ditunjukkan oleh global wavelet spectrum pada masing-masing kota.

Selain itu, pada ketiga kota tersebut angin yang dominan adalah angin baratan yang berpotensi membawa hujan. Angin baratan yang terdapat pada masing-masing kota memiliki jumlah periode yang berbeda. Namun yang pasti adalah, bahwa jumlah periode angin baratan akan berkurang jika semakin ke timur. Ketika diamati letak kota Pontianak, Manado, dan Biak. Maka kota Biak adalah kota yang paling timur dalam posisinya.

Hal ini sesuai, bahwa angin baratan merupakan angin yang berasal dari daerah barat atau Benua Asia dan berhembus ke

arah timur atau Benua Australia. Sehingga, kapasitas uap air yang dibawa berkurang karena telah jatuh berupa hujan di sepanjang lintasan angin baratan, jadi sesuai dengan dominan periode angin baratan yang terdapat di tiap kota. Kota Pontianak memiliki periode angin baratan yang lebih banyak daripada kota Manado dan kota Biak. Sedangkan Biak, memiliki periode angin baratan yang paling sedikit jika dibandingkan dengan kota Pontianak dan kota Manado. Karena kota Biak berada pada posisi paling timur dan uap air yang dikandung angin baratan sudah banyak yang jatuh dalam bentuk hujan di sepanjang perlintasan angin baratan menuju timur atau Benua Australia.

Selain itu, kota Biak ternyata mengikuti pola normal musim, yaitu Desember sampai dengan Februari merupakan musim basah dan Juni sampai dengan Agustus merupakan musim kering. Pola angin di kota Biak seperti sinusoida satu setengah fase. Lain dengan kota Pontianak dan Manado, keduanya selama periode Januari 2007 sampai dengan Juli 2009 dominan angin baratan atau musim basah. Hal ini seperti ada kaitannya dengan Monsun Asia (WNPMI) yang dominan pada periode tersebut, seperti yang ditunjukkan pada (gambar 9). Sehingga mempengaruhi kota Pontianak dan Manado menjadi dominan angin baratan. Sedangkan Biak sedikit dipengaruhi oleh Monsun Asia, karena posisi Biak yang lebih dekat dengan Australia.

Gambar 9 Power Spectral Density iklim global ( ISMI, WNPMI, dan AUSMI ) dan tiga kota ( Pontianak, Manado, dan Biak ) dari data WPR (Wind Profiling Radar) periode Januari 2007 – Juli 2009

Monsun Asia yang terjadi pada periode penelitian ini, jika dianalisis maka energy Spectral WNPMI lebih besar atau paling tinggi dibandingkan dengan ISMI, seperti terlihat pada (gambar 9). Pada (gambar 9), menunjukkan PSD yang terbesar diantara iklim global adalah WNPMI, yang kedua adalah ISMI dan ketiga adalah AUSMI. Periode iklim global (WNPMI, ISMI, dan AUSMI) serta kota Pontianak, Manado, dan Biak menunjukkan periode 365 harian.

Mengutip dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat menyatakan bahwa pada kondisi normal, angin pasat dan Monsun Asia lebih dominan sesuai dengan dinamika ITCZ. Maka, hasil dari power Spectral density pada (gambar 9) sesuai dengan pernyataan PPPTA. Pada

(gambar 9) terlihat Monsun Asia yang terdiri dari WNPMI dan ISMI lebih dominan dari pada Monsun Australia yaitu AUSMI pada periode penelitian ini, dengan melihat energy Spectral pada PSD (gambar 9).

Berdasarkan analisis PSD dan wavelet, osilasi maksimum kecepatan angin zonal harian pada ketinggian ~ 1.5 Km (~ 850 mb) di Pontianak, Manado, dan Biak serta iklim global (WNPMI, ISMI, dan AUSMI) menunjukkan ~ 365 harian. Artinya apabila osilasi ini berjalan dengan sempurna, tidak ada faktor lain yang mengganggu, dalam 365 harian akan terjadi peningkatan kecepatan angin di kawasan-kawasan yang dilaluinya. Hal ini menunjukkan fenomena Monsoon terasa di Pontianak, Manado, dan Biak.

15

Pada gambar 10 ditampilkan animasi yang didapat dari

www.noaa.cdc.gov selama periode

penelitian Januari 2007 sampai dengan Juli 2009. Terlihat terjadi peningkatan kecepatan angin Zonal di sekitar kota Pontianak, Manado, dan Biak. Animasi dari NOAA ini menguatkan hasil analisis yang dilakuka di ketiga kota, bahwa memang terjadi

peningkatan kecepatan angin Zonal pada kota Pontianak, Manado, dan Biak dengan periode peningkatan yang sama pada kota satu dengan kota lainnya. Seperti terlihat pada gambar 8 terjadi peningkatan pada periode yang sama antara kota Pontianak dengan Manado dan Pontianak dengan Biak. Fenomena inilah yang membuat data menjadi unik. Sehingga dilakukan analisis lebih lanjut terhadap peningkatan variance yang terjadi selama periode yang bersamaan. Menganalisis kemungkinan hubungan yang terjadi pada masing-masing kota, untuk itu dilakukan analiss secara periode dengan melihat hubungan yang terjadi pada masing-masing kota.

4.1.2 Analisis Jangka Pendek

Analisis jangka pendek merupakan pembagian waktu berdasarkan kejadian yang terjadi di Pontianak, Manado, dan Biak pada saat yang bersamaan. Analisis ini dibagi menjadi dua periode, yaitu periode pertama pada tanggal 1 November 2007 sampai dengan 30 Januari 2008 di kota

Pontianak dan Biak. Periode kedua, yaitu pada tanggal 7 Desember 2008 sampai dengan 7 Maret 2009 di kota Pontianak dan Manado. Analisis ini mengamati adanya korelasi pada waktu yang bersamaan di dua kota, yaitu Pontianak dengan Biak dan Pontianak dengan Manado. Analisis jangka pendek difokuskan hanya pada puncak-puncak yang terdapat di tiga kota. Pembagian periode menurut kejadian, bertujuan untuk mengetahui hubungan diantara dua kota seperti disebutkan sebelumnya, seperti terlihat pada (gambar 11).

Gambar 10 Data NCEP reanalysis periode penelitian angin Zonal Januari 2007 sampai dengan Juli 2009 dari NOAA (www.noaa.cdc.gov)

Gambar 11 Puncak-puncak yang terdapat di tiga kota dari data WPR (Wind Profiling Radar) 4.1.2.1 Periode I (1 November 2007 – 30

Januari 2008)

Seperti terlihat pada (gambar 12), terjadi puncak pada sekitar 48 harian dengan periode sekitar 91 hari. Terindikasi bahwa terjadi MJO pada kota Pontianak pada periode ini. Seperti monitoring BMKG terhadap aktivitas MJO. Terkait kondisi gerakan udara vertikal di wilayah Indonesia,

pada awal hingga akhir September 2008 intensitasnya lemah hingga sedang. Sebagai dampaknya, pada awal hingga pertengahan September 2008 pembentukan awan-awan hujan berpeluag terjadi di wilayah Indonesia sekitar dan utara ekuator, sedangkan pada pertengahan hingga akhir September 2008 seluruh wilayah Indonesia dalam kondisi netral (BMKG 2008).

Gambar 12 Wavelet angin zonal (850 mb) di Pontianak dari data WPR (Wind Profiling Radar) periode 1 November 2007 – 30 Januari 2008

17

Gambar 13 Wavelet angin zonal (850 mb) di Biak dari data WPR (Wind Profiling Radar) periode 1 November 2007 – 30 Januari 2008

4.1.2.2 Periode II (7 Desember 2008 – 7 Maret 2009)

Sama halnya dengan periode pertama, kota Pontianak pada periode ini diindikasi juga mengalami MJO. Osilasi

pada periode ini di kota Pontianak sekitar 32 harian.

Gambar 14 Wavelet angin zonal (850 mb) di Pontianak dari data WPR (Wind Profiling Radar) periode 7 Desember 2008 – 7 Maret 2009

Gambar 15 Wavelet angin zonal (850 mb) di Manado dari data WPR (Wind Profiling Radar) periode 7 Desember 2008 – 7 Maret 2009

4.2 Analisis Time Series

Pada analisis ini memperlihatkan fase terhadap waktu baik tiga kota maupun iklim global. Pada (gambar 16) terlihat time series iklim global yang terdiri dari WNPMI, ISMI, dan AUSMI. Terlihat WNPMI dan ISMI dalam satu fase, dikarenakan WNPMI dan ISMI merupakan Monsun Asia. Sedangkan, AUSMI yang merupakan Monsun Australia berbeda fase dengan Monsun Asia.

Fase WNPMI dan ISMI maupun AUSMI mengikuti sinusoida. Namun, Monsun Asia yang terdiri dari WNPMI dan ISMI memiliki indeks positif sekitar bulan Juni sampai dengan Agustus pada tahun 2007, 2008 dan 2009. Indeks negatif Monsun Asia pada periode ini sekitar bulan Desember sampai dengan Februari pada tahun 2007, 2008, dan 2009. Sedangkan Monsun Australia memiliki indeks positif sekitar bulan Desember sampai dengan Februari pada tahun 2007, 2008, dan 2009. Indeks negatif Monsun Australia pada periode ini sekitar bulan Juni sampai dengan Agustus pada tahun 2007, 2008, dan 2009.

Seperti diketahui bahwa Monsun Asia yang menimbulkan hujan. Karena membawa uap air dari Laut Cina Selatan dan Lautan di sekitar selatan Jepang, sehingga menimbulkan hujan di sebagian wilayah Indonesia dan itu terjadi pada sekitar bulan Desember sampai dengan Februari (DJF). Namun, dalam time series yang ditunjukkan pada (gambar 16), terlihat bahwa pada sekitar bulan Desember sampai dengan Februari indeks Monsun Asia bernilai negatif. Baik ISMI maupun WNPMI, keduanya memiliki nilai indeks yang negatif.

Monsun Australia yang menimbulkan kemarau bagi kawasan Indonesia. Karena melewati gurun di daerah utara Australia dan langsung menuju kawasan Indonesia, sehingga menimbulkan kemarau bagi kawasan Indonesia. Musim kemarau di kawasan Indonesia umumnya terjadi sekitar bulan Juni sampai dengan Agustus (JJA). Namun, indeks Monsun Australia yang ditunjukkan dalam time series pada (gambar 16) menunjukkan nilai negatif pada bulan tersebut.

19

Baik Monsun Asia (WNPMI dan ISMI) maupun Monsun Australia (AUSMI), keduanya saling berlawanan fase. Sehingga, dapat dikatakan bahwa Monsun Asia dan Monsun Australia tidak dapat dikatakan saling menguatkan atau melemahkan. Namun saling menghilangkan, baik Monsun Asia mapun Monsun Australia, sedangkan Monsun Asia sendiri yang terdiri dari WNPMI dan ISMI, keduanya bersifat saling

menguatkan dan saling melemahkan. Karena time series WNPMI dan ISMI memiliki fase yang sama.

Pada time series tiga kota, yaitu Pontianak, Manado, dan Biak memperlihatkan ketiganya dalam satu fase yang sama sejak Januari 2007 sampai dengan Juli 2009. Namun, indeks kota Biak lebih ekstrim dibandingkan dengan kota Pontianak dan Manado. Pada gambar time serie tersebut terlihat tiga puncak yang terjadi pada sekitar bulan Januari dan tiga lembah yang terjadi pada sekitar bulan Agustus.

Maka, time series tiga kota, yaitu Pontianak, Manado, dan Biak serta time

series iklim global, yaitu WNPMI, ISMI, dan AUSMI terdapat kesamaan antara pola fase tiga kota dengan Monsun Australia. Terlihat, baik tiga kota maupun Monsun Australia memiliki puncak pada sekitar bulan Januari dan lembah sekitar bulan Desember. Puncak dan lembah tentu saja mewakili nilai indeks positif dan nilai indeks negatif pada time series tersebut. Hal ini menandakan bahwa, Monsun Australia

menguatkan atau melemahkan tiga kota (Pontianak, Manado, dan Biak) pada periode penelitian ini.

Nilai positif dan negatif pada indeks yang ditunjukkan time series menunjukkan bahwa saat itulah sedang terjadi musim hujan atau musim kering. Pada time series iklim global Monsun Australia memiliki indeks negatif setiap bulan Januari. Hal ini menandakan bahwa sedang terjadi musim kering. Sedangkan Monsun Australia yang berindeks positif menandakan bahwa sedang terjadi musim hujan. Sehingga diketahui bahwa ketika indeks Monsun Australia positif menandakan angin berhembus menuju Benua Australia atau ke Selatan. Gambar 16 Time Series iklim global (ISMI,WNPMI,AUSMI) periode Januari 2007 –

Lain halnya dengan indeks Monsun Asia, yaitu ISMI dan WNPMI. Monsun Asia ketika indeksnya bernilai positif setiap bulan Agustus menandakan bahwa sedang terjadi musim kering. Begitu juga dengan sebaliknya, ketika Monsun Asia bernilai indeks negatif setiap bulan Januari, ini menandakan bahwa sedang terjadi musim

hujan. Ketika indeks Monsun Asia bernilai negatif, hal ini angin berhembus dari Barat yang mengandung uap air. Monsun Asia dan Australia memiliki nilsi indeks yang berlawanan satu dengan lainnya, namun memiliki arti yang sama.

4.3 Analisis Statistika

Pada analisis statistik ini digunakan korelasi silang antara iklim global dengan tiga kota, namun dibagi dalam dua periode seperti pada analisis Spectral. Periode pertama, yaitu pada 1 November 2007 sampai dengan 30 Januari 2008. Seperti terlihat pada tabel 2, korelasi Pontianak dengan iklim global (WNPMI, ISMI, dan AUSMI) dan Biak dengan iklim global (WNPMI, ISMI, dan AUSMI). Terlihat

besar nilai CCF antara iklim global dan Pontianak serta Biak tidak lebih dari 0.6. Pada hubungan iklim global dengan Pontianak, nilai terbesar yaitu 0.486 antara Pontianak dan AUSMI (Monsun Australia). Sedangkan Pontianak dan WNPMI memiliki nilai 0.406. Namun, antara Pontianak dan ISMI bernilai -0.355.

Pada tabel 2 iklim global yang dominan mempengaruhi Pontianak dan Biak adalah AUSMI pada periode 1 November 2007 sampai dengan 30 Januari 2008. Pengaruh Monsun Asia pada periode ini lebih kecil dari pengaruh Monsun Australia terhadap kota Pontianak dan Biak pada periode 1 November 2007 sampai dengan 30 Januari 2008. Jika diamati kembali time series pada (gambar 14 dan gambar 15), maka terlihat adanya kesamaan fase antara tiga kota (Pontianak, Manado, dan Biak) dengan Monsun Australia yaitu AUSMI. Hal ini menandakan bahwa Monsun Australia (AUSMI) mempengaruhi kota Pontianak dan kota Biak pada periode 1 November 2007 sampai dengan 30 Januari 2008. ..

Gambar 17 Time Series tiga kota (Pontianak, Manado, dan Biak) periode Januari 2007 – Juli 2009 dari data Wind Profiling Radar (WPR)

21

Tabel 2 Periode 1 November 2007 – 30 Januari 2008

Kota Cross Correlation Fungtion

ISMI (Lag) WNPMI (Lag) AUSMI (Lag)

Pontianak -0.355 (5) 0.406 (0) 0.486 (0)

Biak -0.248 (4) 0.253 (4) 0.599 (1)

Pada periode kedua, seperti terlihat pada tabel 3. Dominasi pengaruh Monsun Australia terhadap Pontianak masih terjadi pada periode ini. Pada periode ini Monsun Asia baik ISMI maupun WNPMI bernilai negatif terhadap kota Pontianak. Namun berbeda dengan kota Manado, Monsun Asia (WNPMI dan ISMI) tidak bernilai negatif. Pada tabel 3 terlihat bahwa korelasi terbesar kota Pontianak dipengaruhi oleh AUSMI dengan nilai korelasi 0.210. Sedangkan pada kota Manado, dipengaruhi oleh ISMI yang merupakan Monsun Asia dengan nilai korelasi 0.419.

Tabel 2 dan tabel 3 menunjukkan

kekuatan antara satu kota dengan masing-masing iklim global yaitu ISMI, WNPMI, dan AUSMI. Sedangkan model yang didapat dengan menggunakan software SPSS 17 dibagi dalam dua periode, sama dengan dua tabel di atas. Model yang ditunjukkan

memperlihatkan pengaruh iklim global secara bersamaan (kombinasi pengaruh iklim global) terhadap suatu kota. Berikut merupakan model yang digunakan:

U(850 mb) =

a(ISMI)+b(WNPMI) + c(AUSMI)+error Model tersebut menjelaskan seberapa besar indeks iklim global mempengaruhi angin zonal di kota Pontianak, Manado, dan Biak. Perbedaan fase antara Monsun Asia dengan Monsun Australia menunjukkan bahwa ketika Monsun Asia menguat maka Monsun

Australia meredam kekuatannya. Begitu juga sebaliknya, ketika Monsun Australia Menguat maka Monsun Asia meredam kekuatannya. Nilai variabel a, b, dan c merupakan nilai yang dihasilkan dari regresi linier berganda.

Periode panjang (seluruh data), 1 Januari 2007 sampai dengan 31 Juli 2009 Biak (850 mb) = -0.281(ISMI) + 0.098(WNPMI) + 0.327(AUSMI) + 1.090 Manado (850 mb) = -0.061(ISMI) + 0.048(WNPMI) + 0.172(AUSMI) + 1.230 Pontianak (850 mb) = -0.06(ISMI) + 0.053(WNPMI) + 0.29(AUSMI) + 2.53 Periode pertama, 1 November 2007 sampai dengan 30 Januari 2008

Biak (U 850) = -0.288 (ISMI) + 0.329 (WNPMI) + 0.455 (AUSMI) + 2.352 Pontianak (U 850) = -0.039 (ISMI) + 0.311(WNPMI) + 0.815 (AUSMI) + 2.88

Kota Cross Correlation Fungtion

ISMI (Lag) WNPMI (Lag) AUSMI (Lag)

Pontianak -0.251 (7) -0.203 (7) 0.21 (6)

Manado 0.419 (1) 0.277 (1) 0.301 (1)

Gambar 18 Time Series perbandingan angin Zonal data observasi dengan data model pada kota Biak pada periode 1 November 2007 – 30 Januari 2008

Gambar 19 Time Series perbandingan angin Zonal data observasi dengan data model pada kota Pontianak periode 1 November 2007 – 30 Januari 2008

Periode kedua, 7 Desember 2008 sampai dengan 7 Maret 2009

Manado (U 850) = 0.814 (ISMI) + 0.152 (WNPMI) + 0.305 (AUSMI) + 8.282 Pontianak (U 850) = 0.634 (ISMI) – 0.192 (WNPMI) + 0.208 (AUSMI) + 6.374

23

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

 Data indeks Monsun global mempengaruhi kuat angin Zonal di kawasan Indonesia yang diwakili oleh kota Pontianak, Manado, dan Biak

 Hasil analisis hubungan WPR dengan iklim global yang dilakukan, menunjukkan bahwa AUSMI dominan mempengaruhi kawasan Indonesia yang diwakili oleh kota Pontianak, Manado, dan Biak

 Didapatkan model regresi linier berganda untuk kawasan Pontiaak, Manado, dan Biak. model yang dihasilkan merupakan cerminan data pada periode tersebut

5.2 Saran

 Perlu adanya penggunaan data angin dan iklim global yang lebih panjang dalam penelitian selanjutnya untuk mendapatkan model yang lebih baik.

 Masih diperlukannya penelitian lebih lanjut terkait Indeks Monsun Indonesia, agar hasilnya lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Azteria V. 2009. Pemanfaatan Data EAR (Equatorial Atmosphere Radar) dalam Mengkaji Terjadinya Monsun di Kawasan Barat Indonesia. Bogor : Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB.

Budiyono A. 2009. Riset Atmosfer dan Iklim. Bandung: Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

Freeman W H. 1982. Understanding our atmospheric environment Terjemahan: memahami lingkungan atmosfer kita oleh Ardina Purbo. Bandung: Penerbit ITB

Hermawan E, Visa J, Trismidianto, Krismianto, dan Fathrio I . 2010. Pengembangan Ekspert Sistem Berbasis Indeks ENSO, DMI, Monsun, dan MJO untuk Penentuan Awal

Musim. Laporan akhir Program Riset Intensif DIKTI. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional.

Hermawan E. 2002. Perbandingan antara Radar Atmosfer Khatulistiwa dengan Middle and Upper Atmosphere Radar dalam pemantauan Angin Zonal dan Meridional. Warta LAPAN 4, No 1:8-16.

Hermawan E. 2010. Kondisi Iklim Indonesia Saat ini da Prediksinya dalam Beberapa Bulan Mendatang Berbasis Hasil Analisis Data Iklim Global. Prosiding Seminar nasional Fisika 2010. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional.

Hermawan, E. Peran EAR dan WPR dalam Menganalisis Perbedaan Perilaku Curah Hujan yang Terjadi di Atas Kototabang, Pontianak, dan Biak. Jurnal Elektronik. Vol 10. 2010 Krisnawati. 2007. Transformasi Fourier dan

Transformasi Wavelet pada Citra. Yogyakarta:STMIK AMIKOM Noviyanti E K. 2010. Analisis Perilaku Angin

di Lapisan 850 hPa Hasil Observasi Data WPR Dikaitkan dengan Perilaku Data Indeks Monsun Global di Indonesia. Bandung : Departemen Meteorologi FITB ITB.

Nuryanto D E. Analisis Aktivitas Konvektif di Atas Benua Maritim Indonesia Menggunakan Complex Empirical Orthogonal Function. Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.

Surbakti P BR. 2010. Pengembangan Model Prediksi Monsun Indonesia Berbasis Hasil Analisis Data Iklim Global. Departemen Geofisika dan Meteorologi. FMIPA, IPB.

Trewartha G T dan Hom L H. 1980. An introduction to climate Terjemahan: pengantar iklim oleh Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta: Gadjah Mada University

WPR (WIND PROFILE RADAR)

Dokumen terkait