• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRUKTUR REASONING DEVICES

2.6.5 Model Framing Model William Gamson dan Andre Modigliani

Secara teknis, tidak mungkin bagi seorang jurnalis untuk men-framing seluruh bagian berita. Artinya, hanya bagian dari kejadian-kejadian (happening) penting dalam sebuah berita saja yang menjadi objek framing jurnalis. Namun, bagian-bagian kejadian penting ini sendiri merupakan salah satu aspek yang sangat ingin diketahui khalayak. Aspek lainnya adalah peristiwa atau ide yang diberitakan.

Gamson dan Modigliani (Nugroho. Eriyanto, Surdiasis, 1999:21-22) menyebut cara pandang itu sebagai kemasan (package) yang mengandung konstruksi makna atas peristiwa yang akan diberitakan. Menurut mereka, frame adalah cara berserita atau gugusan ide-ide yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana.

Pada dasarnya, analisis framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis wacana, khususnya untuk menganalisis teks media. Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955 (Sudibyo, 1999a:23). Mulanya, frame dimaknai sebagai sturktur kenseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik kebijakan, dan wacana, serta yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresisasi realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman pada 1974, yang mengandaikan frame sebagai kepingan kepingan dalam perilaku (stips of behavior) yang membimbing individu dalam membaca realitas. Akhir-akhir ini, konsep framing telah digunakan secara luas dalam literature ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses penseleksian dan penyorotan aspek-aspek khusus sebuah realita oleh media. Dalam ranah studi komunikasi, analisis framing mewakili tradisi yang mengedepankan pendekatan atau perspektif multidisipliner untuk menganalisa fenomena atau aktifitas komunikasi. Konsep tentang framing atau frame sendiri bukan murni konsep ilmu komunikasi, akan tetapi dipinjam dari ilmu kognitif (psikologis). Dalam praktiknya, analisis framing juga membuka peluang bagi implementasi konsep-konsep sosiologis, politik dan cultural untuk menganalisis fenomena komunikasi, sehingga sutu fenomena dapat di apresisai dan dianalisis berdasarkan konteks sosiologis, politis, atau cultural yang melingkupinya (Sudibyo, 1999b:176). Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideology media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti, atau lebih lebih diingat, untuk menggiring interpretasi khalalayk sesuai perspektifnya. Dengan kata lain,

framing adalah pendekatan utnuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oelh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta yang diambil, bagaimana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak dibawa kemena berita tersebut (Nugroho, Eriyanto, Surdiasis, 1999:21). Karenanya, berita menjadi manipulatif dan mbertujuan mendominasi keberadaan subjek sebagai sesuatu yang legitimate, objektif, alamiah, wajar, atau tak terelakkan (Imawan, 2000:66). Gamson dan Modigliani (Nugroho. Eriyanto, Surdiasis, 1999:21-22) menyebut cara pandang itu sebagai kemasan (package) yang mengandung konstruksi makna atas peristiwa yang akan diberitakan.

Menurut mereka, frame adalah cara berserita atau gugusan ide-ide yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana.

Secara teknis sangat tidak mungkin seorang jurnalis memframing seluruh bagian berita, atau dalam kata lain hanyalah berita yang terpenting yang akan menjadi objek framing jurnalis. Framing dalam berita dilakukan dengan empat cara:

1. Identifikasi Masalah

2. Identifikasi Penyebab Masalah 3. Evaluasi Moral

4. Saran Penaggulangan Masalah

Menurut Abrar dalam Sobur (2004) menyebutkan bahwa pada umumnya ada empat teknik memframing berita yang digunaka oleh wartawan 1)Cognitive

Dissonance (ketidaksukaan sikap dan perilaku), 2)empati (membentuk “pribadi khayal”), 3)Packing (daya tarik yang melahirkan ketidakberdayaan), 4)Assosiasi

(menggabungkan kondisi, kebijakan dan objekyang sedang actual dengan focus berita).Dan sekurangnya ada tiga bagian yang menjadi objek framing seorang wartawan, yaitu ; judul berita, focus berita dan up berita. Analisis framing bisa dilakukan dengan bermacam-macam focus dan tujuan. Pendekatan framing di bagi menjadi dua :

a) P e n d e k a t a n K u l t u r a l

Meliputi identifikasi dan kategorisasi terhadap penanggulangan, penempatan, asosiasi, dan penajaman kata, kalimat dan proposisi tertentu dalan suatu wacana.

b) P e n d e k a t a n I n d i v i d u a l

Frame dalam level individu menimbulkan konsekuensi bahwa untuk tujuan tertentu, studi framing tidak bisa hanya dilakukan dengan analisis isi terhadap teks media. Menurut Sudibyo ( 1999:42 ) analisis framing terhadap skemata individu bisa dilakukan dengan polling atau wawancara komprehensif framing terhadap skemata individu bisa dilakukan dengan polling atau wawancara komprehensif.

Didasarkan pada pendekatan konstruksionis yang melihat representasi media, berita dan artikel, terdiri atas Package Interaktif yang mengandung konstruksi makna tertentu. Dalam Package Interaktif terdapat dua struktur :

1. C o r e F r a m e

Merupakan pusat organisasi elemen-elemen ide yang membantu komunikator menunjukkan substansi isu yang dibicarakan.

Memiliki dua struktur framing devices dan reasoning devices. Framing Devices mencakup methapore, exemplar, cathcpharses, deceptions dan

visual image yang menekankan pada bagaimana “melihat” aspek suatu isu

atau berita. Sedangkan Reasoning Devices menekankan aspek pembenaran

terhadap cara “melihat” isu, yakni roots dan appeals to principle. Model

lain dikembangkan William A. Gamson dan Andre Modigliani (Siahaan 2001:81-87). Gamson-ilmuwan yang paling konsisten dalam mengembangkan konsep framing mendefinisikan frame sebagai organissasi gagasasn centrall atau alur cerita yang mengarahkan makna peristiwa-peristiwa yang dihubungkan dengan suatu isu. Frame merupakan inti sebuah unit besar wacana public yang disebut package. Framing analisis yang dikembangkan Gmason dan Modigliani memahami wacana media sebagai satu gugusan perspektif, interpretasi (interpretatif package) saat mengkonstruksi dan member makna suatu isu.

Model ini menganggap frame sebagai cara bercerita atau gugusan ide-ide yang tersusun sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna dari peristiwa yang berkaitan dengan suatu wacana. Cara pandang wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita disebut Gamson dan Modiglani sebagai kemasan (package). Merupakan rangkaian ide yang menunjukkan isu apa yang dibicarakan dan peristiwa mana yang relevan.

Dari pemikiran diatas, model analis framing ini dapat dilihal pada tabel.dibawah ini perangkat framing yang dikemukakan oleh William A Gamson dan Andre Modigliani :

Frame

Central organizing idea for making sense of relevant event, suggesting what is at issues Framing Device (perangkat Framing) Reasoning Device (Perangkat Penalaran) Methapors

Perumpamaan atau pengandaian

Roots

Analisis kausal atau sebab akibat Catchphrases

Frase yang menarik, kontras, menonjol dalam suatu wacana. Ini umumnya berupa jargon atau slogan.

Appeals to Principle

Premis dasar, klaim klaim moral

Exemplar

Mengaitkan bingkai dengan contoh, uraian (bisa berupa teori, perbandingan) yang memperjelas bingkai

Consequences

Efek atau konsekuensi yang didapat dari

Bingkai Depiction

Penggambaran atau pelukisan suatu isu yang bersifat konotatif. Depiction ini umumnya berupa kosakata, leksikon untuk melabeli sesuatu.

Visual Image

Gambar, grafik, citra yang mendukung bingkai secara keseluruhan. Bisa berupa foto, kartun, ataupun grafik untuk menekankan dan mendukung pesan yang ingin disampaikan.

Sumber : Eriyanto (2002)

Dalam pendekatan model Gamson dan Modigliani ada dua aspek penting yang mendukung ide sentral atau gagasan sentral bisa diterjemahkan kedalam sebuah realitas. Pertama framing devices (perangkat framing), yang terdiri dari methapors, catcphrase, exemplar, depiction, dan visual image. Perangkat ini

berhubungan langsung pada penekanan bingkai dalam sebuah realitas dalam teks yang berkaitan dengan isu tertentu.

Kedua adalah Perangkat penalaran ( reasoning devices), yang terdiri dari root, appeals to principle dan consequence. Perangkat penalaran ini berhubungan dengan kohesi dan koherensi dari realitas dalam teks suatu isu tertentu.

Methapors adalah sebuah cara memindahkan makna dengan menghubungkan (merelasikan) dua fakta analogi, atau menggunakan kiasan dengan memakai kata-kata (ibarat,bak, sebagai,perumpamaan, dan laksana). Methapors mempunyai arti atau peran yang ganda, yaitu sebagai perangkat diskursif, dan ekspresi mental. Serta berasosiasi dengan penilaian dan memaksa realitas dalam teks dan dialog untuk membuat sense tertentu.

Catchphrases adalah bentuk kata atau istilah (frase) yang mencerminkan sebuah fakta yang merujuk pada pemikiran atau semangat sosial demi mendukung kekuasan tertentu. Dalam sebuah teks atau dialog, wujudnya berupa slogan, jargon, atau semboyan yang ditonjolkan.

Exemplaar adalah cara mengemas atau menguraikan sebuah fakta tertentu secara mendalam, supaya memiliki makna yang lebih untuk dijadikan rujukan. Dalam exemplaar posisinya sebagai pelengkap dalam kesatuan wacana atau bingkai pada sebuah teks atau dialog mengenai isu tertentu. Tujuannya untuk memperoleh pembenaran isu sosial yang sedang diangkat, bisa berupa contoh, uraian, teori, dan perbandingan yang bisa memperjelas bingkai.

Depictions adalah cara menggambarkan sebuah fakta atau isu tertentu yang berupa kalimat konotatif, istilah, kata, leksikon, untuk melabeli sesuatu supaya khalayak terarah ke citra tertentu. Dengan tujuan menguatkan harapan,

ketakutan, posisi moral, dan perubahan. Serta pemakaian kata khusus diniatkan untuk membangkitkan prasangka, sehingga mampu menempatkan seseorang atau pihak tertentu pada posisi tidak berdaya karena kekuatan konotasinya mampu melakukan kekerasan simbolik.

Visual image adalah perangkat yang dalam bentuk gambar, grafik, diagram, tabel, dan kartun dan sejenisnya juga citra tententu untuk mendukung dan menekankan pesan yang ingin ditojolkan atau disampaikan bingkai secara keseluruhan. Misalnya perhatian, penegasan, atau penolakan terhadap isu tertentu. Sifatnya natural, sangat mewakili realitas atau isu tertentu dan erat dengan ideologi pesan terhadap khalayak.

Root adalah pemberatan isu tertentu dengan menghubungkan suatu objek yang dianggap menjadi penyebab timbulnya hal yang lain. Tujuannya untuk memberikan alasan pembenaran dalam penyimpulan fakta berdasarkan hubungan kausal atau seba akibat yang digambarkan atau dijabarkan.

Appeals to principle adalah upaya memberikan alasan tentang kebenaran suatu isu dengan menggunakan logika dan klaim moral, pemikiran,dan prinsip untuk mengkonstruksi suatu realitas. Berupa pepatah, mitos, doktrin, cerita rakyat, ajaran dan sejenisnya. Tujuannya manipulasi emosi supaya khalayak mengarah kepada waktu,tempat, sifat, dan cara tertentu.

Consequences adalah konsekuensi yang didapat pada akhir pembingkaian tentang suatu isu tertentu dalam teks atau dialog dalam media yang sudah terangkum pada efek atau konsekuensi dalam bingkai.

BAB III