• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETERKAITAN ANTAR SEKTOR

KODE SEKTOR

5.4. Interaksi Spasial Intra-Inter Regional

5.4.3. Model Interaksi Spasial

Interaksi antar wilayah (spasial) menggambarkan dinamika yang terjadi di suatu wilayah karena adanya aktivitas yang dilakukan oleh penduduknya, sehingga terjadi mobilitas kerja, migrasi, arus informasi dan komoditas, mobilitas pelajar serta aktivitas ekonomi lainnya, seperti yang tergambar pada pembahasan-pembahasan interaksi spasial sebelumnya di atas.

Tabel 73 Hasil Pendugaan Parameter Interaksi Spasial Inter Regional Jalur Transportasi Laut di Kapet Bima

No. Model Grafitasi k a b c R Sq.

I. Wil Asal (i) : Kapet Bima

1. T1ij = k. m1ia.m1jb. dij-c -32.61 2.99 0.14 -0.51 0.03 2. T1ij = k. m2i a .m2j b . dij -c -31.39 2.84 0.82** -2.68** 0.36** 3. T2ij = k. m1i a .m1j b . dij -c -233.1 18.32 -0.50* -0.002 0.41* 4. T2ij = k. m2ia.m2jb. dij-c -70.46 5.74 -0.31* -0.23 0.39*

II. Wil Tujuan (j) : Kapet Bima

1. T1ij = k. m1i a .m1j b .dij -c 38.27 0.26 -2.18 -0.89 0.08 2. T1ij = k. m2i a .m2j b .dij -c 8.74 0.64** 0.16 -2.31** 0.29** 3. T2ij = k. m1ia.m1jb.dij-c -164.4* -66.15** 39.98** 93.74** 0.76* 4. T2ij = k. m2i a .m2j b .dij -c 37.54 6.58 -6.39 -6.97 0.58 Sumber : Hasil Analisis

*) Signifikan pada taraf α= 0.10 **) Signifikan pada taraf α= 0.05 dimana :

i = Wilayah asal j = Wilayah tujuan

T1ij = Arus penumpang dari wilayah asal ke wilayah tujuan (orang)

T2ij = Arus barang dari wilayah asal ke wilayah tujuan (ton)

m1i = Jumlah penduduk wilayah asal (orang)

m1j = Jumlah penduduk wilayah tujuan (orang)

m2i = Total nilai PDRB wilayah asal (Juta Rupiah)

m2j = Total nilai PDRB wilayah tujuan (Juta Rupiah)

dij = Jarak antara wilayah asal dan tujuan (km)

a,b,c = Koefisien peubah massa (m) wilayah asal, massa wilayah tujuan dan jarak.

Untuk melakukan pendugaan nilai interaksi spasial di Kapet Bima digunakan model grafitasi. Dengan menggunakan data pergerakan orang dan barang melalui jalur transportasi laut antara Kapet Bima dan berbagai daerah di Indonesia maka hasil pendugaan parameter model interaksi spasialnya adalah seperti yang terlihat pada tabel 73.

Berdasarkan model grafitasi melalui jalur transportasi laut terlihat bahwa dinamika interaksi spasial inter regional yang tergambar dari nilai arus penumpang dari Kapet Bima secara sigifikan dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi wilayah daerah tujuan (b = 0.82), dimana setiap kenaikan 1 % PDRB daerah tujuan akan dapat meningkatkan arus penumpang dari Kapet Bima sebesar 0.82 % dan menurun sebesar 2.68 % seiring dengan penambahan jarak antar wilayah sebesar 1 %. Hasil estimasi model (I2) menunjukkan bahwa koefisien determinasi R2 = 0.36, artinya bahwa arus penumpang melalui transportasi laut dari Kapet Bima ke berbagai daerah di Indonesia dapat dijelaskan oleh variabel-variabel dalam model sebesar 36 %, sedangkan sisanya sekitar 64 % dijelaskan oleh variabel lain diluar model.

Arus penupang dari Kapet Bima yang dominan adalah menuju Makasar- Sulawesi Selatan yakni mencapai 8,669 orang pada tahun 2003, pada tahun 2004 sebanyak 7,918 orang, pada tahun 2005 sebesar 6,798 orang dan pada tahun 2006 mencapai 7,575 orang. Arus penumpang ini melakukan perjalanan untuk tujuan bisnis/perdagangan, melanjutkan pendidikan dan karena kegiatan kunjungan keluarga/kerabat. Tingginya dinamika dunia pendidikan di Makasar dengan banyaknya alternatif bidang ilmu yang ditawarkan disamping biaya hidup yang cukup murah telah menjadi daya tarik tersendiri bagi pelajar dari Kapet Bima. Begitu pula dengan perkembangan ekonomi dan infrastruktur Kota Makasar, hal tersebut menjadi tarikan besar bagi arus migrasi dari Kapet Bima untuk mencari pekerjaan dan melakukan kegitan perdagangan.

Arus barang dari Kapet Bima secara signifikan ditentukan oleh jumlah penduduk (b = -0.50, dengan nilai R2 = 0.41) dan PDRB wilayah tujuan (b = -0.31, dengan nilai R2 = 0.39), artinya setiap kenaikan jumlah penduduk dan PDRB daerah tujuan sebesar 1 % akan menurunkan arus barang dari Kapet Bima masing-masing sebesar 0,50 % dan 0.31 %.

Arus barang yang paling besar dari Kapet Bima adalah menuju ke berbagai daerah di Propinsi Nusa Tenggara Timur, selain itu juga menuju Makasar, Surabaya, Banjarmasin dan Balikpapan. Pada tahun 2006 saja arus barang menuju ke berbagai Propinsi Nusa Tenggara Timur yakni lebih dari 14,500 ton.

Arus penumpang dari berbagai daerah menuju Kapet Bima ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi wilayah asal (b = 0.64) dan jarak antar wilayah (c = -2.31 , dengan nilai R2 = 0.29, dimana setiap peningkatan nilai PDRB 1 % akan meningkatkan arus penumpang sebesar 0.64 % dan tambahan jarak antar wilayah sebesar 1 % maka arus penumpang yang menuju Kapet Bima akan turun sebesar 2.31 %. Sedangkan arus barang yang menuju Kapet Bima secara siginifikan ditentukan oleh jumlah penduduk Kapet Bima dan daerah asal serta jarak antar wilayah (R2 = 0.76), dimana setiap kenaikan 1 % jumlah penduduk Kapet Bima dan jarak wilayah, maka secara signifikan menaikkan arus barang menuju Kapet Bima masing-masing sebesar 39.98 % dan 93.74 %, namun setiap kenaikan 1 % jumlah penduduk daerah asal, arus barang menuju Kapet Bima menurun sebesar 66.15 %.

Komoditi Kapet Bima yang dikirim keluar daerah pada umumnya berupa hasil alam (komoditi pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan garam) sedangkan komoditi yang masuk ke Kapet Bima meliputi produk hasil industri seperti minyak goreng, tepung terigu, pakan ternak, kayu lapis, semen dan bahan bangunan lainnya, komiditi tersebut dominan berasal dari Surabaya dan Makasar.

Dari model gravitasi di atas terlihat bahwa dinamika interaksi spasial inter regional di Kapet Bima adalah merupakan refleksi dari pertumbuhan penduduk dan perubahan PDRB dari tiap wilayah. Implikasinya adalah searah dengan pertumbuhan penduduk, maka perlu dibangun berbagai infrastruktur pelayanan umum serta yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah di Kapet Bima sesuai dengan keunggulan wilayah.

Pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi oleh pertumbuhan pembangunan infrastruktur yang memadai akan mengakibatkan rendahnya kemampuan pelayanan sosial dan serapan tenaga kerja dalam wilayah yang dapat mendorong penduduk untuk melakukan migrasi ke daerah lain, baik dengan tujuan melanjutkan pendidikan maupun untuk mencari pekerjaan dan kehidupan

yang layak, sehingga pada akhirnya sumber daya manusia khususnya yang memiliki tingkat pengetahuan dan ketrampilan yang baik akan semakin berkurang.

Pembangunan infrastruktur yang sesuai dengan karakter sumber daya lokal akan dapat menggerakkan ekonomi sektor riil. Rendahnya produktivitas ekonomi lokal karena tidak ditunjang oleh infrastruktur usaha yang memadai khususnya bagi kegiatan industri pengolahan sektor-sektor unggulan, sementara disisi lain keterbatasan infrastruktur transportasi dan komunikasi akan meningkatkan biaya transportasi dan transaksi yang dapat menurunkan daya kompetitif suatu komoditi wilayah.