• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL KONSEPTUAL PADA UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP

PENGEMBANGAN MODEL : L4: Membangun model konseptual

5 MODEL KONSEPTUAL PADA UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP

banyaknya rumpon di wilayah perairan dekat pantai, kecenderungan terjadinya peningkatan jumlah kapal dan alat tangkap seiring peningkatan harga jual ikan di PPP Pondokdadap, penurunan ukuran ikan jenis tuna, permainan harga yang dilakukan oleh pengambek pada saat pembelian hasil tangkapan dari nelayan, konflik horisontal diantara nelayan, dan masih kurangnya peran Rukun Jaya dalam masyarakat khususnya nelayan tonda Sendang Biru. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan dan kerjasama secara aktif dari seluruh komponen yang terlibat agar tujuan sistem perikanan yang baik dapat tercapai secara optimal.

5 MODEL KONSEPTUAL PADA UNIT PERIKANAN TONDA

DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP

Pendahuluan

Perikanan sebagai sebuah kesatuan dari berbagai aspek yang dipenuhi dengan kekompleksitasan masalah didalamnya memerlukan suatu tindakan nyata yang mampu menyelesaikan keseluruhan masalah tersebut. Pembahasan pada bab ini bertujuan untuk membuat model konseptual sebagai tindakan penyelesaian terhadap permasalahan yang telah diformulasikan pada bab sebelumnya. Model konseptual merupakan pemikiran secara teoritis terhadap situasi yang terjadi di dunia nyata yang berperan sebagai solusi awal untuk suatu permasalahan. Perumusan model konseptual ini diharapkan dapat memberikan langkah perubahan berupa strategi yang dijalankan untuk memperbaiki sistem.

Pelaksanaan strategi dalam model konseptual harus berdasarkan karakteristik perikanan dan kebutuhan seluruh pihak yang terkait pada suatu wilayah perikanan. Hal ini bertujuan agar seluruh pihak tidak ada yang merasa dirugikan dan tujuan sistem perikanan yang baik dapat tercapai secara optimal. Keterlibatan secara aktif dari seluruh pihak sangat diperlukan untuk menjalankan strategi yang disarankan.

Metode

Pengungkapan permasalahan yang digambarkan dalam rich picture akan dianalisis lebih lanjut dengan root definitions. Checkland (2000) dalam Widjajani

et al. (2009) mengemukakan bahwa root definition dibangun sebagai suatu ekspresi dari aktivitas bertujuan terhadap suatu proses transformasi (T). Root definition dinyatakan dengan spesifikasi yang lebih luas sehingga T dapat dielaborasi dengan mendefinisikan elemen-elemen lain yang membentuk CATWOE (customers, actors, transformation process, weltanschauung, owners, and environmental constraints). Customers merupakan pihak yang menerima dampak proses transformasi; actors adalah orang yang melakukan aktivitas- aktivitas pada proses transformasi; transformation process merupakan proses yang mengubah input menjadi output; weltanschauung adalah sudut pandang, kerangka kerja, atau image yang membuat proses transformasi bermakna; owners

adalah orang yang memiliki kepentingan terbesar terhadap sistem dan dapat menghentikan proses transformasi, dan environmental constraints adalah elemen- elemen diluar sistem yang dapat mempengaruhi tetapi tidak dapat mengendalikan sistem tersebut atau dapat dinyatakan sebagai apa adanya (given). Definisi juga dinyatakan dalam bentuk PQR, yaitu melakukan P dengan menggunakan Q untuk dapat berkontribusi dalam mencapai R.

Model konseptual terhadap sistem perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap dibuat berdasarkan root definitions tersebut. Model tersebut merupakan rekomendasi solusi terhadap permasalahan yang terjadi pada sistem perikanan tonda dengan rumpon. Model konseptual yang diperoleh pada penelitian ini didasarkan pada permasalahan tiap aspek yang diteliti. Tujuannya untuk memudahkan pelaku atau pihak yang terkait untuk memperbaiki sistem perikanan tonda menjadi lebih baik.

Hasil

Aspek Sosial dan Kelembagaan

Root definition dalam aspek ini terdiri dari 2 bentuk, yang pertama lebih menekankan pada permasalahan kekompakan nelayan, pengawasan, dan konflik yang terjadi (Gambar 5.1). Peraturan pemerintah berupa keputusan menteri kelautan dan perikanan KEP.58/MEN/2001 tentang tata cara pelaksanaan sistem pengawasan masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan (DJPSDKP 2013) menjadi acuan untuk pembuatan root definition ini.

Model konseptual pada Gambar 5.3 bertujuan untuk memperkuat peran kelembagaan Rukun Jaya untuk membantu pemerintah dalam mengawasi perairan. Pengawasan tersebut dapat diwujudkan jika hubungan sosial masyarakat nelayan dalam kondisi yang baik. Masyarakat nelayan adalah pihak yang membangun lembaga nelayan, sehingga dengan semakin kuatnya hubungan diantara masyarakat nelayan maka akan menguatkan peran kelembagaan.

Penentuan root definition yang kedua menitikberatkan pada permasalahan perizinan seperti pada Gambar 5.2 dan menghasilkan model konseptual (Gambar 5.4) yang bertujuan untuk menciptakan keteraturan dalam pengoperasian unit

perikanan tonda dengan rumpon di perairan yang digambarkan dalam SOP perizinan yang dibuat oleh pemerintah daerah, dengan memperhatikan kepentingan dari seluruh pihak seperti nelayan, pengusaha, dan pemerintah.

Gambar 5.1 CATWOE dan root definition terhadap permasalahan pengawasan pada unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap

Gambar 5.2 CATWOEdan root definition terhadap permasalahan perizinan pada unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap

CATWOE:

C (Costumers) : Nelayan dan pengusaha perikanan;

A (Actors) : Nelayan, organisasi nelayan Rukun Jaya, pengusaha perikanan dan pemerintah daerah dan pusat (DKP);

T (Transformation) : Pembuatan Standard Operating Procedure (SOP) perizinan dengan jelas;

W (Weltanschauung) : Proses perizinan berjalan dengan efektif dan efisien;

O (Owners) : Pemerintah (DKP);

E (Environmental constraints) : Kebijakan pemerintah daerah

Root definition 2:

Proses perizinan unit perikanan tonda dengan rumpon melalui pembuatan dan penggunaan SOP perizinan oleh pemerintah untuk menciptakan keteraturan dalam pengoperasian unit perikanan tonda dengan rumpon di perairan.

CATWOE:

C (Costumers) : Nelayan tonda Sendang Biru;

A (Actors) : Nelayan Sendang Biru, nelayan jaring luar Sendang Biru, masyarakat nelayan Sendang Biru, dan organisasi nelayan Rukun Jaya;

T (Transformation) : Pembuatan peraturan lokal terhadap pengawasan perairan;

W (Weltanschauung) : Pengawasan perairan dilakukan secara aktif oleh seluruh masyarakat nelayan;

O (Owners) : Organisasi nelayan Rukun Jaya; Root definition 1:

Meningkatkan kekompakan nelayan, pengawasan, dan meminimalisir konflik melalui pembuatan dan pelaksanaan peraturan lokal yang ditetapkan bersama untuk meningkatkan hubungan sosial nelayan dan menjaga wilayah operasi penangkapan dan sumberdaya ikan didalamnya.

Keterangan: : sistem yang diperbaiki/ditambahkan

Gambar 5.3 Model konseptual pembuatan dan pelaksanaan peraturan lokal pengawasan perairan 2

Menentukan pihak yang bertanggungjawab terhadap setiap tindakan pengawasan

4

Pelaksanaan peraturan lokal di lapangan

Monitoring oleh pemerintah, organisasi nelayan Rukun Jaya

dan masyarakat Evaluasi

peraturan

1

Rukun Jaya melakukan diskusi dengan masyarakat nelayan untuk menentukan fokus

tindakan pengawasan dan sanksi pada setiap pelanggaran

3

Menyampaikan program peraturan lokal pada pemerintah terkait dan melakukan diskusi sebagai saran dan kritik terhadap peraturan lokal

Setuju Tidak setuju Penyelesaian secara lokal (lingkup masyarakat) Pelaporan Pelaporan Penemuan Dugaan pelanggaran

Masyarakat atau anggota pokmaswas

Aparat pengawas terdekat

TNI AL dan/atau Satpol AIRUD dan/atau kapal inspeksi perikanan Dinas Perikanan Kabupaten/kota dan Provinsi (tembusan: Direktur Jenderal Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan)

Tindak lanjut terhadap pelanggaran

Keterangan: : sistem yang diperbaiki/ditambahkan

Gambar 5.4 Model konseptual pembuatan dan penggunaan SOP perizinan oleh pemerintah daerah

35

Pemilik kapal

Pengumpulan berkas oleh Rukun Jaya Unit Pengelola PPP Pondokdadap - SIUP - SIPI/SIKPI Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur Petugas DKP Tingkat I melakukan cek fisik kapal

Pembayaran biaya pembuatan surat izin oleh pemilik kapal Dinas Perhubungan Laut

(Bagian Kesyahbandaran), dan ahli ukur melakukan

pengukuran

- Surat ukur - Gross akte

- Sertifikat kelaikan - Pas Kecil/Pas besar/Pas

tahunan

Kantor Dishubla di Probolinggo

1

Pemerintah melakukan diskusi dengan melibatkan seluruh pihak seperti Rukun Jaya (perwakilan dari

masyarakat nelayan) dan pengusaha perikanan untuk menentukan SOP perizinan secara jelas

2

Menetapkan sanksi bagi setiap pelanggaran yang dilakukan

3

Mensosialisasikan SOP perizinan kepada seluruh masyarakat perikanan di daerah setempat

4 Pelaksanaan SOP perizinan Monitoring oleh pemerintah dan masyarakat nelayan Evaluasi

Aspek Teknis dan Ekologi

Penentuan root definition pada aspek ini didasari dari adanya pemasangan rumpon yang tidak terkendali di wilayah perairan yang berakibat pada terbatasnya area penangkapan unit perikanan tonda. Peningkatan upaya penangkapan juga terjadi pada wilayah perairan yang menyebabkan perubahan dari sisi ekologi, yaitu penurunan ukuran sumberdaya ikan jenis tuna. Alternatif strategi yang dapat dilaksanakan adalah dengan pengaturan jumlah dan ukuran ikan layak tangkap. (Gambar 5.5). Aspek ini disatukan karena penyebab permasalahan yang terjadi sama pada kedua aspek.

Gambar 5.5 CATWOE dan root definition terhadap permasalahan aspek teknis dan ekologi pada unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap

Model konseptual yang direkomendasikan terhadap permasalahan pada aspek teknis dan ekologi ini adalah pembuatan peraturan operasional penangkapan bagi unit perikanan tonda dengan rumpon untuk mengatur jumlah dan ukuran tangkapan yang layak tangkap sehingga keberlanjutan sumberdaya ikan dapat terjaga (Gambar 5.6). Pelaksanaan aturan tersebut perlu didukung dengan tindakan penanganan hasil tangkapan, baik di kapal maupun saat didaratkan. Perekayasaan alat tangkap dan rumpon dapat dilakukan untuk menjaga sumberdaya ikan yang menjadi target tangkapan sehingga tangkapan yang diperoleh adalah ikan dengan jenis dan ukuran yang layak tangkap serta memiliki kualitas yang baik.

Peraturan yang dibuat sebaiknya merupakan hasil kesepakatan antara nelayan yang dapat diwakili oleh organisasi nelayan Rukun Jaya dan DKP Kabupaten. Hal ini untuk meminimalisir dominansi kepentingan diantara salah satu pihak, dan terciptanya kelancaran pelaksanaan peraturan di lapangan. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan terhadap pelaksanaan aturan dari seluruh pihak terkait.

CATWOE:

C (Costumers) : Nelayan tonda Sendang Biru;

A (Actors) : Nelayan tonda Sendang Biru dan luar daerah, dan

nelayan jaring Sendang Biru;

T (Transformation) : Pengaturan jumlah dan ukuran tangkapan layak

tangkap bagi unit perikanan tonda dengan rumpon;

W (Weltanschauung) : Pengoperasian alat tangkap dilakukan pada wilayah

yang telah diatur dan tangkapan yang diperoleh sesuai dengan standar yang ditetapkan;

O (Owners) : DKP Kabupaten Malang dan Organisasi nelayan

Rukun Jaya; E (Environmental constraints) : Musim ikan

Root definition 3:

Pengaturan jumlah dan ukuran tangkapan layak tangkap bagi unit perikanan tonda dengan rumpon melalui pembuatan dan pelaksanaan peraturan operasional penangkapan yang ditetapkan bersama untuk menjaga keberlanjutan sumberdaya ikan.

Keterangan: : sistem yang diperbaiki/ditambahkan

Gambar 5.6 Model konseptual pembuatan peraturan operasional penangkapan pada unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap

3

Sosialisasi kepada seluruh nelayan

4

Mendiskusikan dan menetapkan sanksi terhadap setiap pelanggaran

5

Pelaksanaan peraturan operasional

Monitoring oleh pemerintah, Rukun Jaya dan masyarakat 2

Pemerintah melakukan sosialisasi kepada Rukun Jaya dan diskusi untuk menetapkan kuota tangkapan per kapal

Peneliti

Penyortiran dan penanganan hasil tangkapan di kapal

Pendaratan hasil tangkapan

Evaluasi peraturan Nelayan menyiapkan perbekalan

di pelabuhan atau fishing base

Melakukan operasi penangkapan di rumpon Pencarian rumpon kelompok

Persiapan operasi penangkapan 1

Perhitungan jumlah dan ukuran

Aspek Ekonomi

Sistem jual beli antara nelayan dan pengambek terhadap hasil tangkapan yang didaratkan dianggap merugikan nelayan, karena adanya ketidaksesuaian harga yang seharusnya diterima oleh nelayan. Hal ini yang mendasari penentuan

root definition pada aspek ekonomi (Gambar 5.7). Root definition tersebut selanjutnya menjadi dasar untuk membuat model konseptual sebagai penyelesaian atas masalah yang terjadi.

Model konseptual yang direkomendasikan pada aspek ekonomi ini adalah pengawasan proses pelelangan di tempat pelelangan ikan PPP Pondokdadap (Gambar 5.8). Model konseptual ini didasarkan pada peraturan pemerintah daerah Kabupaten Malang berupa Perda Kabupaten Malang No. 1 Tahun 2009 tentang penyelenggaraan dan retribusi pelelangan ikan di Tempat Pelelangan Ikan (Ditjen Kemenkumham 2013). Peraturan tersebut menyebutkan bahwa proses pelelangan meliputi penerimaan, penimbangan, pelelangan, dan pembayaran, dimana terdapat retribusi masing-masing sebesar 1.5 persen dari nelayan dan pengambek. Pungutan tersebut merupakan persentasi dari harga transaksi penjualan ikan pada saat lelang yang diperoleh nelayan dan pengambek.

Gambar 5.7 CATWOE dan root definition terhadap permasalahan aspek ekonomi pada unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap

Pelaksanaan model konseptual ini sebaiknya melibatkan seluruh pihak yang terkait, seperti dari nelayan, pengambek, petugas pelelangan dan masyarakat sebagai konsumen. Selain itu, diperlukan pembaharuan informasi harga pasar untuk setiap jenis ikan kepada nelayan secara terus menerus untuk meminimalisir kecurangan dalam penetapan harga jual ikan saat proses lelang berlangsung. Model konseptual ini diharapkan dapat menciptakan kondisi pelelangan yang baik, yaitu adanya harga yang wajar bagi nelayan dan pengambek.

CATWOE:

C (Costumers) : Nelayan tonda Sendang Biru;

A (Actors) : Nelayan tonda Sendang Biru, pengambek, dan

koperasi unit desa (KUD) Mina Jaya; T (Transformation) : Perbaikan sistem jual beli;

W (Weltanschauung) : Terjadinya harga yang wajar bagi pengambek dan

nelayan;

O (Owners) : Organisasi nelayan Rukun Jaya dan KUD Mina

Jaya;

E (Environmental constraints) : Inflasi dan ketersediaan stok ikan yang dipasarkan

Root definition 4:

Perbaikan sistem jual beli antara nelayan dengan pengambek melalui pengawasan proses pelelangan di tempat pelelangan ikan untuk mencapai harga yang wajar bagi nelayan dan pengambek

Keterangan: : sistem yang diperbaiki/ditambahkan

Gambar 5.8 Model konseptualpengawasan proses pelelangan di tempat pelelangan ikan PPP Pondokdadap

39

Nelayan menerima informasi harga pasar per jenis ikan yang akan dilelang dari petugas lelang

Penerimaan hasil tangkapan oleh petugas lelang

Penimbangan hasil tangkapan oleh petugas lelang dan pengambek

Pelelangan hasil tangkapan yang diikuti oleh pengambek dan pembeli (pengusaha/pedagang

kecil)

Pembayaran hasil lelang oleh pengusaha pada petugas lelang (KUD Mina Jaya)

Nelayan menyerahkan hasil tangkapan kepada pengambek

Pembayaran hasil lelang kepada pengambek Pembayaran hasil lelang kepada nelayan

Tidak ada perbaikan 1

KUD Mina Jaya dan Rukun Jaya melakukan diskusi dengan masyarakat nelayan untuk merumuskan tindakan pengawasan dan sanksi

terhadap setiap pelanggaran

2

Menentukan pihak yang bertanggungjawab pada tindakan pengawasan dan pemberian sanksi

3

Menyampaikan rumusan tindakan pengawasan pada DKP kabupaten melalui UPPPP Pondokdadap dan melakukan diskusi sebagai saran dan kritik terhadap tindakan pengawasan

Evaluasi

Monitoring oleh KUD Mina Jaya, organisasi nelayan Rukun Jaya dan

masyarakat 4

Pelaksanaan pengawasan

Pembahasan

Pembuatan peraturan operasional penangkapan bagi unit perikanan tonda dengan rumpon diharapkan dapat menjadi solusi awal terhadap permasalahan teknis dan ekologi pada sistem perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap. Langkah untuk meminimalisir masalah teknis dan ekologi berupa persaingan wilayah penangkapan dan penurunan ukuran ikan yang diperoleh nelayan adalah dengan mengatur jumlah dan ukuran tangkapan yang diperbolehkan, yang didukung dengan penanganan hasil tangkapan yang sesuai prosedur. Hal ini untuk meningkatkan kualitas ikan yang akan dijual, yang juga akan mempengaruhi harga jual ikan tersebut. Kualitas hasil tangkapan diperoleh jika kesegaran hasil tangkapan tetap terjaga hingga didaratkan dan dijual di tempat pelelangan. Penanganan hasil tangkapan dapat dilakukan dengan cara mengawetkan hasil tangkapan dengan menggunakan es seperti yang dilakukan nelayan di Indonesia pada umumnya. Ismanto et al. (2013) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa sistem pendingin dengan coolbox yang berisi es kering dengan silika gel mampu mempertahankan suhu rendah dalam waktu yang lebih lama namun tidak stabil dibandingkan dengan coolbox yang berisi es basah seperti es batu atau es curah. Lama waktu yang mampu dipertahankan es kering dan silika gel selama 138 jam 30 menit, sedangkan es basah hanya 35 jam. Penanganan lainnya yang dapat dilakukan adalah dengan mengawetkan ikan menggunakan freezer seperti yang dilakukan nelayan purse seine di PPP Bojomulyo. Pengawetan ikan dengan freezer lebih baik jika dibandingkan dengan pengawetan menggunakan es (Hastrini et al. 2013). Tindakan penanganan hasil tangkapan yang paling mendasar yang harus diperhatikan oleh nelayan adalah mencegah kontaminasi langsung antara tangan dan kaki dengan ikan, meminimalisir cahaya matahari langsung yang mengenai tubuh ikan, dan meletakkan serta menyimpan ikan pada wadah yang telah dibersihkan.

Cara lainnya adalah dengan merekayasa pancing dan rumpon yang digunakan saat operasi penangkapan, misalnya dengan mengganti ukuran mata pancing sehingga peluang untuk menangkap ikan dengan ukuran layak tangkap menjadi lebih besar. Nugroho (2002) dalam penelitiannya menyatakan bahwa mata pancing tonda dengan ukuran nomor 5 dapat menangkap ikan lebih banyak dengan presentase kegagalan yang lebih sedikit. Alatas (2004) menyarankan agar menggunakan umpan tiruan untuk menangkap ikan dengan lebih efektif, yaitu menggunakan kombinasi umpan warna biru-putih untuk ikan cakalang, warna merah-putih untuk menangkap ikan madidihang, kombinasi warna biru-putih dan merah-putih untuk menangkap ikan albakora, serta kombinasi ketiga jenis umpan untuk menangkap ikan tongkol. Perekayasaan pancing dalam pengoperasiannya dimaksudkan untuk menjaga sumberdaya ikan yang menjadi target tangkapan unit perikanan tonda dengan rumpon agar tetap lestari, baik secara ekologi maupun ekonomi.

Aspek teknis dan ekologi yang tidak berjalan baik akan mempengaruhi aspek ekonomi. Permasalahan ekonomi yang dihadapi nelayan tonda di PPP Pondokdadap saat ini adalah masih adanya kecurangan yang dilakukan pengambek saat proses pelelangan sehingga menyebabkan nelayan tidak mendapatkan harga yang wajar dari penjualan hasil tangkapan. Kondisi ini terjadi karena keinginan untuk memanfaatkan nilai ekonomi secara lebih besar dari hasil

tangkapan yang dijual dan adanya kesempatan untuk melakukan kecurangan tersebut. Kurang akuratnya timbangan yang digunakan pada proses pelelangan menjadi awal penyebabnya. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan pada proses pelelangan di tempat pelelangan ikan PPP Pondokdadap agar nelayan, pengambek, dan pengusaha memperoleh keuntungan yang sesuai. Selain itu juga perlu dilakukan pembaharuan informasi harga pasar kepada nelayan untuk setiap jenis ikan secara terus menerus dan penerapan sanksi yang tegas terhadap pihak yang melakukan kecurangan pada saat proses pemasaran atau pelelangan.

Permasalahan teknis, ekologi, dan ekonomi tersebut dapat diminimalisir jika hubungan sosial diantara seluruh pihak yang terlibat dalam sistem berjalan dengan baik. Namun, kenyataannya hubungan sosial seperti kekompakan antar nelayan masih belum baik, yang dibuktikan dengan masih adanya penjarahan rumpon dan konflik yang masih terjadi dengan nelayan luar daerah. Penyelesaian terhadap permasalahan sosial ini dapat dilakukan dengan membuat dan melaksanakan peraturan lokal terhadap pengawasan perairan yang merupakan hasil kesepakatan diantara seluruh elemen masyarakat. Hasil penelitian Martin dan Irmayanti (2011) menunjukkan bahwa masyarakat nelayan Sendang Biru

memiliki tradisi yang dikenal dengan nama “ritual petik laut”, yang dilaksanakan setiap tahun pada tanggal 27 September. Ritual ini memiliki fungsi dan pesan yang berkaitan dengan pembinaan solidaritas antar masyarakat nelayan dalam bekerja dan kearifan lokal dalam menjaga lingkungan perairan dan sumberdaya perikanan. Kenyataannya, kegiatan ini tidak terlalu memberi pengaruh terhadap kondisi ekologi dan hubungan sosial masyarakat. Tindakan atau kebijakan pendukung yang bersifat lokal lainnya yang dapat dilakukan, seperti pola kearifan lokal masyarakat Aceh dalam pengelolaan perikanan yang dikenal dengan hukom adat laot. Sulaiman (2010) menyatakan bahwa pola hukom adat laot ini sudah berkembang di Aceh sejak tahun 1607, pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Hukom adat laot secara implisit menerangkan bahwa terdapat kewenangan untuk mengatur dan mengawasi sumberdaya perikanan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan. Pola kearifan hukom adat laot ini ditegakkan oleh lembaga adat panglima laot yang berfungsi untuk membantu pemerintah dalam pembangunan perikanan. Pada pelaksanaannya, panglima laut berwenang untuk mengawasi setiap usaha penangkapan ikan di laut, menyelesaikan perselisihan, mengurus dan menyelenggarakan upacara adat laot, dan menjadi penghubung antara nelayan dengan pemerintah dan panglima laot satu dengan panglima laot lainnya. Keberadaan panglima laot dalam mengawasi perikanan didukung dengan adanya peraturan dan sanksi yang sudah dipatuhi oleh nelayan, keberadaannya sangat didukung oleh pemerintah daerah setempat.

Cara lain yang dapat dilakukan adalah pembentukan kelompok masyarakat pengawas perikanan atau yang dikenal dengan pokmaswas. Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) telah membentuk satuan kerja (satker) pengawas sumberdaya kelautan sejak tahun 2007, dimana kemudian satker membentuk pokmaswas yang keanggotaannya terdiri dari unsur aparat desa, tokoh adat dan agama, dan nelayan, seperti yang terdapat di Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Partisipasi pokmaswas dalam mengawasi perairan dapat diukur dari jumlah pelanggaran yang berhasil diamati, dilaporkan secara tertulis, dan jumlah pelaku yang berhasil ditangkap. Pemahaman baik mengenai kepentingan kelestarian sumberdaya perikanan sangat diperlukan dalam hal ini (Yuliana dan Winata 2012). Peran aktif masyarakat

nelayan di beberapa wilayah pesisir pada awalnya dianggap sangat membantu kinerja pemerintah. Namun, ternyata masih memiliki kekurangan, salah satunya dikarenakan adanya persaingan pada masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada. Alains et al. (2009) menyebutkan bahwa salah satu solusi untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan memadukan peran pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama yang dikenal dengan Co-Management. Tujuannya adalah untuk menghindari peran dominan yang berlebihan dari satu pihak dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. Pembagian tanggungjawab dan wewenang antar pihak dapat terjadi dalam berbagai pola, bergantung pada kemampuan sumberdaya manusia dan institusi yang ada. Pelaksanaan Co- Management ini dalam jangka panjang diyakini akan memberikan perubahan salah satunya meningkatkan kesadaran dan pendapatan masyarakat dengan bentuk pemanfaatan yang lestari dan berkelanjutan.

Penguatan kelembagaan nelayan tersebut akan mendukung pelaksanaan model konseptual dalam hal perizinan, yaitu pembuatan dan penggunaan SOP perizinan oleh pemerintah perikanan yang mengurusi surat izin pengoperasian unit perikanan dan rumpon. Pelaksanaan SOP secara benar oleh pemerintah dan nelayan secara bersamaan akan membantu kelancaran proses perizinan, dan tujuan yang diinginkan dari pelaksanaan model konseptual ini dapat tercapai. Pembenahan perizinan untuk unit perikanan khususnya unit perikanan tonda dengan rumpon diharapkan dapat meminimalisir dampak negatif dari pengoperasian unit perikanan dalam suatu kawasan perairan. Keaktifan dari seluruh pihak terkait seperti nelayan, organisasi nelayan, dan pemerintah sangat diperlukan dalam hal ini.

Kesimpulan

Model konseptual yang direkomendasikan pada penelitian ini terdiri atas 4, yaitu (1) Model konseptual pembuatan dan pelaksanaan peraturan lokal

Dokumen terkait