• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIS

2.1. Literasi Informasi

2.1.5. Model Literasi Informasi

Ada berbagai model literasi informasi yang dikembangkan untuk mengajarkan literasi informasi pada bagi siswa. Model-model literasi merupakan cara yang terpola dalam mengajarkan mereka untuk memiliki kemampuan untuk mencari informasi dengan tepat. Beberapa model yang digunakan antara lain adalah Big6™ , Empowering 8, dan The PLUS Model.

a. Big6™

Model ini dikembangkan oleh Mike Eisenberg dan Bob Berkowitz pada tahun 1988. Model ini merupakan model yang paling dikenal dan digunakan dalam mengajarkan keahlian informasi. Banyak orang mengatakan bahwa Big6™ adalah sebuah strategi dan menggunakan teknologi informasi. Big6™ merupakan

13 sebuah model literasi informasi dan teknologi sekaligus merupakan kurikulum. Banyak orang mengatakan bahwa Big6™ adalah sebuah strategi dalam pemecahan masalah sebab dengan menggunakan model ini peserta didik dapat menangani berbagai masalah, pekerjaan rumah, pengambilan keputusan dan tugas sekolah.

Big6™ dapat membantu siswa dalam mengerjakan tugas yang tidak

familiar dan rumit. Dengan menggunakan Big6™ siswa dapat membangun cara berpikir yang memudahkan siswa dalam pengerjaan tugasnya dan siswa juga dapat memahami proses yang dilakukan untuk menemukan dan menggunakan informasi yang didapatkan (Wolf, 2003). Menurut Kumar, Natarajan & Shankar (2005), secara umum, Big6™ meliputi:

a. Pendekatan yang sistematis untuk memecahkan masalah informasi. b. Enam kemampuan umum yang dibutuhkan dalam keberhasilan

memecahkan permasalahan informasi.

c. Kurikulum yang lengkap mencakup keterampilan informasi dan perpustakaan.

Menurut Sudarsono (2007, 21) model literasi informasi terdiri dari 6 langkah utama yang masing-masing mempunyai 2 sub langkah atau komponen.

14 Gambar 1.1 Proses Model Non Liner Big6™

Tabel 1.1 Komponen Big6™

Masing-masing dari setiap langkah utama Big6™ mempunyai 2 sub langkah atau komponen sebagai berikut:

1. Definisi Tugas 1.1 Mendefinisikan masalah informasi 1.2 Mengidentifikasi kebutuhan

informasi 2. Strategi Pencarian

Informasi

2.1 Menetapkan semua sumber yang dapat digunakan

2.2 Menseleksi sumber terbaik

3. Lokasi dan Akses 3.1 Melokasikan sumber-sumber (baik isi maupun fisik)

3.2 Menemukan informasi dalam sumber-sumber yang ada

4. Pemustakaan Informasi 4.1 Menghubung-hubungkan informasi 4.2 Mencari informasi yang relevan

15 5. Sintesa 5.1 Mengorganisasi informasi dari

berbagai sumber

5.2 Mempresentasikan informasi

6. Evaluasi 6.2 Menilai produk yang dihasilkan dari segi produktivitas

6.3 Menilai proses dari segi efisiensi

Menurut, Eisenberg, The Big6™ dapat digunakan siapapun ketika mereka mencari atau mengaplikasikan informasi untuk memecahkan masalah atau membuat keputusan. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa tahapan tersebut tidaklah linear dan setiap tahapan tidak perlu menghabiskan waktu yang lama (lihat gambar 1).

Jadi seseorang bisa memecahkan masalah tanpa harus selalu melalui seluruh tahapan secara berurutan. Namun, dalam sebuah penyelesaian masalah yang sukses, semua tahapan akan dilalui.

b. Empowering 8 (E8™)

Empowering 8 (E8™) adalah sebuah model pemecahan masalah untuk

model pembelajaran berbasis sumber belajar. E8™ dikembangkan pada bulan November 2004 dalam International Workshop on Information Skills for Learning di University of Colombo, Sri Lanka. Kegiatan ini didukung penuh oleh

International Federation of Library Association/Action for Development through Library Programme (IFLA/ALP) dan National Institute of Library and Information Science (NILIS) di University of Colombo. Model literasi informasi

ini dikembangkan oleh orang-orang Asia untuk orang Asia dan dianggap sebagai model yang merefleksikan kondisi orang-orang Asia. Selanjutnya Sudarsono (2007, 25) menyatakan bahwa unsur-unsur yang tercakup dalam E8™ adalah:

16 Gambar 2.1 Proses Non Linear Model E8™

Sumber: Annual National Conference on Library & Information Science organized by the Sri Lanka Library Association 29 Juni 2005.

Tabel 2.1 Komponen E8™

Masing-masing dari setiap langkah utama E8™ terbagi menjadi beberapa komponen sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi 1.1 Menentukan topik/subyek

1.2 Menentukan dan memahami siapa target pendegar

1.3 Memilih bentuk yang cocok untuk produk akhir 1.4 Mengidentifikasi kata kunci

1.5 Merencanakan strategi penelusuran

1.6 Mengidentifikasi jenis sumber informasi di mana informasi dapat ditemukan

2. Mengeksplorasi 2.1 Menentukan sumber-sumber yang cocok dengan topik yang dipilih

2.2 Menemukan informasi yang cocok dengan topik yang dipilih

2.3 Melakukan wawancara, karya wisata atau penelitian luar lainnya.

17 3.2 Menentukan informasi mana yang terlalu mudah, terlalu sulit atau biasa saja

3.3 Mencatat informasi yang relevan dengan cara mencatat atau membuat pengaturan visual seperti

chart, grafik atau outline dan sebagainya.

3.4 Menentukan tahapan proses 3.5 Mengumpulkan situasi yang cocok 4. Mengorganisir 4.1 Menyortir informasi

4.2 Membedakan antara fakta, opini dan fiksi 4.3 Memeriksa ketumpangtindihan di atara sumber 4.4 Menyusun informasi dalam susunan yang logis 4.5 Menggunakan visual organizer untuk membandingkan atau menguji informasi

5. Mencipta 5.1 Menyiapkan informasi dalam bahasa yang dibuat sendiri

5.2 Merevisi atau mengedit (sendiri maupun dengan teman)

5.3 Menyelesaikan format bibliografi

6. Mempresentasi 6.1 Melakukan latihan untuk mempresentasikan hasil karya penelitian

6.2 Membagikan informasi kepada pendengar

6.3 Menayangkan informasi dalam bentuk yang tepat sesuai dengan pendengar

6.4 Menyiapkan dan menggunakan perlengkapan dengan semestinya.

7. Menilai 7.1 Menerima masukan dari pendengar

7.2 Menilai penampilan orang lain sebagai respon hasil karya orang lain

7.3 Merefleksikan sudah seberapa baiknya penelitian ini dilakukan

7.4 Mengungkapkan keterampilan baru yang telah dipelajari dalam proses penelitian ini

7.5 Memperhatikan hal-hal apa saja yang dapat dilakukan dengan lebih baik lagi di waktu mendatang

8. Mengaplikasi 8.1 Meninjau ulang masukan dan penelitian yang telah diberikan

8.2 Menggunakan masukan dan penilaian untuk tugas belajar selanjutnya

8.3 Mengusahakan untuk menggunakan pengetahuan baru yang diperoleh di dalam situasi yang beragam 8.4 Menentukan subjek lain apa saja yang dapat menerapkan keterampilan ini

18 Model E8™ digambarkan sebagai suatu model yang dapat digunakan untuk memecahkan setiap masalah informasi secara efektif menggunakan delapan langkah-langkah dengan beberapa sub langkah-langkah di bawah masing-masing komponen. Dalam menjalankan model E8™ tidak perlu melengkapi langkah dalam bentuk linear tetapi seseorang dapat masuk siklus dari setiap titik. (Lihat Gambar 2)

Diantara model The Big6™ dan Empowering 8 mempunyai persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah dari kemampuan mengidentifikasi topik, strategi pencarian informasi, lokasi dan akses pemustakaan informasi, mengorganisasikan informasi dan mengevaluasi informasi. Sedangkan perbedaannya terletak pada kemampuan menciptakan informasi, dan menilai informasi.

c. The PLUS Model

Model PLUS merupakan model keahlian informasi yang sesuai untuk sekolah. Model ini dikembangkan oleh James Herring dalam Sudarsono [et al] (2007, 27), yang mempunyai otoritas dalam keberinformasian di Queen Margaret University College, Edinburgh PLUS merupakan akronim yang mudah diingat oleh peserta didik dan guru.

PLUS membagi keahlian informasi dalam 4 bagian besar seperti terlihat pada tabel.

Tabel 3.1 The PLUS Model

P Purpose

(Tujuan)

Dentifying the purpose of an investigation or assigment

(Menetapkan tujuan penyidikan/penelitian atau tugas-tugas sekolah)

L Location

(Lokasi)

Finding relevant information sources related to the purpose

(Menemukan sumber informasi yang cocok dengan tujuan yang telah ditetapkan)

19 (Penggunaan)

reading for information, note-taking and presentation

(Memilih dan memilah informasi dan gagasan, membaca untuk mendapatkan informasi, catatan dan membuat presentasi)

S Self-evaluation

(Evaluasi diri)

How pupils evaluate their performance in applying information skills to the assignment and what they learn for the future

(Bagaimana peserta didik mengevaluasi tampilannya dalam menerapkan keahlian informasi untuk tugas sekolah dan apa yang dipelajari untuk kemudian hari)

Berikut adalah inti keahlian dan kegiatan yang disarankan dalam pelatihan keahlian informasi dengan menggunakan model PLUS:

1. Tujuan (Purpose)

 Menetapkan kebutuhan informasi

 Belajar membuat kerangka pertanyaan penelitian yang realistis

 Menyiapkan diagram penelitian atau menggunakan pokok-pokok penelitian

 Menentukan kata kunci 2. Lokasi (Location)

 Memilih media informasi yang sesuai

 Mencari lokasi informasi menggunakan katalog perpustakaan, indeks, pangkalan data, CD-ROM atau mesin pencari (search engine)

3. Penggunaan (Use)

 Membaca secara cepat untuk menemukan informasi yang dicari  Mengevaluasi kualitas atau kecocokan informasi yang ditemukan  Membuat catatan

 Memaparkan dan mengkomunikasikan informasi  Menyusun bibliografi

20 4. Evaluasi Diri (Self-evaluation)

 Bertolak dari apa yang sudah dipelajari, dapat menarik kesimpulan berdasarkan atas informasi yang ditemukan

 Melakukan penilaian diri sendiri atas keterampilan informasinya  Mengidentifikasikan strategi keterampilan informasi yang berhasil 2.1.6. Standar Literasi Informasi AASL (American Association of School Librarian) bagi pelajar

AASL membuat standar yang menggambarkan sebuah konseptual umum mengenai siswa yang memiliki kemampuan literasi informasi. Sebenarnya standar ini terdiri dari 3 kategori, 9 standar, dan 29 indikator. Namun, kali ini yang akan dibahas hanya Standar Literasi Informasi saja. Standar ini dibuat secara umum sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing pihak.

Dalam penelitian ini, standar literasi informasi AASL dipilih sebagai standar yang digunakan untuk mengidentifikasi penerapan literasi informasi di sekolah rumah. Standar AASL dipilih karena merupakan standar literasi yang cocok digunakan untuk sekolah serta pelajar dapat dengan mudah mengaplikasikannya dalam memecahkan masalah informasi mereka.

Standar-standar literasi informasi menurut AASL, yaitu:

a. Standar 1, mampu mengakses informasi secara efektif dan efisien Indikatornya yaitu:

- Mengetahui kebutuhan informasi

- Mengetahui keakuratan dan komprehensif suatu informasi sebagai dasar pembuatan keputusan

- Membuat pertanyaan berdasarkan kebutuhan informasi - Mengidentifikasi beragamnya sumber informasi

- Mengembangkan suatu strategi pencarian untuk mendapatkan informasi.

b. Standar 2, mampu mengevaluasi informasi secara kritis dan kompeten

Indikatornya yaitu:

- Menentukan keakuratan dan relevansi suatu informasi - Dapat membedakan antara fakta, pandangan serta pendapat - Mengetahui informasi yang tidak akurat dan menyesatkan - Memilih informasi yang sesuai dengan permasalahan.

c. Standar 3, mampu menggunakan informasi secara akurat dan efektif

21 Indikatornya yaitu:

- Dapat menciptakan suatu pengetahuan baru

- Menggunakan informasi untuk memecahkan masalah - Menyajikan informasi/ide dalam format yang sesuai.

2.1.7. Literasi Informasi dan Pembelajaran Sepanjang Hayat

Secara umum, dalam sekolah rumah proses pembelajarannya berdasarkan kegiatan sehari-hari yang ada di sekitarnya. Hal ini berarti kegiatan belajar menjadi tanpa batas, khususnya dalam pendekatan unschooling. Karena belajar sama alaminya dengan bernafas. Dengan demikian belajar menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari dan dilakukan selamanya hingga akhir hayat. Pembelajar sepanjang hayat adalah seseorang yang dapat menyerap (membaurkan) berbagai jenis sudut pandang, menyesuaikan diri dengan perubahan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (American Association of School Librarians, 1998).

Konsep belajar sepanjang hayat dicetuskan oleh UNESCO pada tahun 1972, hampir berdekatan dengan konsep literasi informasi yang dikemukakan oleh Zurkowsky pada tahun 1974 (Candy, 2002). Konsep pembelajaran sepanjang hayat juga ada dalam konsep literasi informasi, seperti yang disebutkan UNESCO, dalam Progue Declaration yang dideklarasikan dalam Information Literacy

Meeting Experts tahun 2003, disebutkan bahwa literasi informasi mengarahkan

pengetahuan akan kesadaran dan kebutuhan informasi seseorang dan kemampuan untuk mengidentifikasi, menemukan, mengevaluasi, mengorganisasi dan secara efektif menciptakan, menggunakan, mengkomunikasikan informasi untuk mencari solusi atas masalah yang dihadapi juga merupakan persyaratan untuk berpartisipasi dalam masyarakat informasi dan merupakan hak asasi manusia untuk belajar sepanjang hayat. Menurut Bundy (2004), literasi informasi adalah dasar dari pembelajaran mandiri dan pembelajaran sepanjang hayat. Alexandria

Proclamation (2005) yang dideklarasikan dalam High-Level Colloquium on Information Literacy and Lifelong Learning pada tanggal 9 November 2005 di

Alexandria, Mesir, menyatakan bahwa literasi informasi adalah inti dari pembelajaran sepanjang hayat. Literasi informasi memberdayakan seseorang dalam mencari, mengevaluasi, menggunakan dan menciptakan informasi secara

22 efektif untuk mencapai tujuan pribadi, sosial, pekerjaan dan pendidikan. Literasi informasi juga merupakan hak asasi manusia. Pembelajaran sepanjang hayat memungkinkan seseorang, komunitas dan bangsa untuk mencapai tujuan dan berbagi keuntungan serta kesempatan untuk mengembangkan diri di dunia global. Dalam Guidelines on Information Literacy for Lifelong Learning yang diterbitkan oleh IFLA pada tahun 2006, Lau mengemukakan literasi informasi dan pembelajaran sepanjang hayat memiliki hubungan timbal balik yaitu:

a. Keduanya berdiri sendiri, tidak membutuhkan mediasi dari luar tetapi terbuka untuk menerima saran dan bimbingan dari orang lain, misalnya mentor.

b. Literasi informasi dan pembelajaran sepanjang hayat merupakan pemberdayaan diri sendiri. Keduanya ditujukan untuk membantu setiap orang tanpa membedakan status ekonomi, gender, agama dan ras.

c. Keduanya dapat mempengaruhi untuk berbuat sesuatu (memotivasi). Semakin melek informasi dan terbiasa menerapkan literasi informasi dalam hidupnya, maka kemungkinan mendapat pencerahan

(self-enlightenment) pun lebih besar. Khususnya jika ia dapat menerapkan

seumur hidup.

d. Partisipasi yang efektif dengan lingkungan sosial, kebudayaan, dan politik serta mengidentifikasi dan memenuhi aspirasi dan tujuan professional.

Lau juga mengemukakan bahwa literasi informasi dan pembelajaran sepanjang hayat digunakan secara bersamaan maka akan meningkatkan:

a. Kesempatan untuk memilih dari pilihan yang ada maupun yang ditawarkan sebagai individu dalam konteks masalah pribadi, keluarga dan masyarakat.

b. Kualitas dan manfaat penelitian dan pelatihan di sekolah sebelum memasuki dunia kerja dan pelatihan.

c. Prospek dalam mencari dan mempertahankan pekerjaan serta meningkatkan jenjang karir dengan cepat, membuat kebijakan ekonomi dan keputusan bisnis.

Literasi informasi sebagai salah satu bekal kecakapan hidup tentu saja menunjang siswa sekolah rumah dalam hal pembelajaran sepanjang hayat

(lifelong learning). Dalam sekolah rumah, salah satu aspek yang dibina adalah

keterampilan/kecakapan hidup (life skills). Literasi informasi adalah seperangkat keterampilan (skills) yang dapat dipelajari, sedangkan pembelajaran sepanjang

Dokumen terkait