1.5.2 Implementasi Kebijakan Publik
1.5.2.2 Model-model Implementasi Kebijakan Publik
Untuk melihat bagaimana proses implementasi kebijakan itu berlangsung secara efektif, maka dapat dilihat dari berbagai model, yaitu :
A. Model Implementasi Van Meter dan Van Horn
Menurut Meter dan Horn ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yaitu:19
1. Standar dan sasaran kebijakan
Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terstruktur sehingga dapat direalisir. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multiinterprestasi dan mudah menimbulkan konflik di antara para agen implementasi. Mengukur kerja implementasi kebijakan tentunya akan menegaskan standar dan sasaran tertentu yang harus dicapai oleh para pelaksana kebijakan, kinerja kebijakan pada dasarnya merupakan penilaian atas tingkat ketercapaian standar dan sasaran tersebut.
2. Sumber daya
Kebijakan perlu dukungan sumber daya baik sumber daya manusia
(human resource) maupun sumber daya non-manusia (non-human resource).Keberhasilan implementasi sangat tergantung dari kemampuan dalam memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia
19
Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik, Konsep, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal 19.
merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Setiap tahap implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang dilimpahkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara politik. Selain sumber daya manusia, sumber daya financial dan waktu menjadi perhitungan penting dalam keberhasilan implementai kebijakan.
3. Komunikasi antar organisasai dan penguatan aktivitas
Dalam berbagai kasus implementasi, sebuah program terkadang perlu dukung dan koordinasi dengan instansi lain agar tercapai keberhasilan kebijakan yang diinginkan.
4. Karakteristik agen pelaksana
Mencakup struktur birokrasi, norma-norma dan pola-pola yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya akan mempengaruhi implementasi suatu program
5. Kondisi sosial, ekonomi dan politik
Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendu kung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan, karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini pub lik yang ada di lingkungan, dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan.
6. Disposisi implementor
Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang penting, yakni:
a) Respons implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan.
b) Kognisi, yaitu pemahamannya terhadap kebijakan.
c) Intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.
Gambar 1
B. Model Implementasi Edward III
Studi implementasi kebijakan adalah krusial bagi public administration
dan public policy.20
Ada empat variabel yang mempengaruhi implementasi kebijakan publik: Implementasi kebijakan adalah pembuatan kebijakan antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mempengaruhi masalah yang merupakan sasaran dari kebijakan, maka kebijakan itu mungkin akan mengalami kegagalan sekali pun kebijakan itu di implementasikan dengan sangat baik. sementara itu, suatu kebijakan yang cemerlang mungkin juga akan mengalami kegagalan jika kebijakan tersebut kurang di implementasikan dengan baik oleh para pelaksana kebijakan.
21
1. Komunikasi (communication)
Dalam menjalankan implementasi kebijakan yang efektif haruslah adanya komunikasi yang baik, akurat dan mudah dimengerti agar mereka yang melaksanakan keputusan mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Secara umum Edwards membahas tiga hal penting dalam proses komunikasi kebijakan, yaitu:
a) Transmisi
Jika penyaluran suatu komunikasi atau informasi yang baik maka akan menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Namun, ada beberapa hambatan yang timbul dalam mentransmisikan perintah-perintah implementasi. Pertama, pertentangan pendapat
20Dwiyanto Indiahono. 2009. Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analisys. Yogyakarta: Gaya Media, hal 32
21
tentang pelaksana dengan pemerintah yang dikeluarkan oleh pengambil kebijakan. Hal ini terjadi karena para pelaksana menggunakan keleluasannya yang tidak dapat mereka elakkan dalam melaksanakan keputusan-keputusan dan perintah-perintah umum. Kedua, informasi melewati berlapis-lapis hierarki. Ketiga, persepsi yang efektif dan ketidakmauan para pelaksana untuk mengetahui persyaratan-persyaratan suatu kebijakan.
b) Kejelasan
Komunikasi yang diterima oleh pelaksana kebijakan harus jelas dan tidak bersifat ambigu atau membingungkan. Edwards mengidentifikasi ada enam faktor yang menyebabkan ketidakjelasan komunikasi kebijakan. Faktor-faktor tersebut adalah kompleksitas kebijakan agar tidak mengganggu kelompok- kelompok masyarakat, kurangnya konsensistensi mengenai tujuan kebijakan, masalah-masalah dalam memulai tujuan kebijakan, masalah-masalah dalam memulai suatu kebijakan baru, menghindari pertanggungjawaban kebijakan, dan sifat pembuatan kebijakan pengadilan.
c) Konsisten
Jika implementasi ingin berlangsung efektif, makaperintah pelaksanaan harus konsisten atau tidak berubah-ubah dan jelas. Tetapi bila perintah tersebut berubah-ubah dan tidak jelas, maka
perintah akan membingungkan para pelaksana kebijakan dalam menjalankan tugasnya.
2. Sumber daya (Resources)
Sumber daya adalah faktor terpenting untuk implementasi kebijakan agar efektif, tanpa sumber daya kebijakan hanya tinggal dikertas menjadi dokumen saja. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia (SDM), yakni kompetensi implementor, informasi, fasilitas dan sumber daya finansial.Adapun indikator yang dapat digunakan dalam melihat sejauh mana sumber daya mempengaruhi implementasi kebijakan, adalah:
a. Staf, merupakan sumber daya utama dalam pelaksana implementasi kebijakan. Kegagalan yang sering terjadi dalam pelaksanaan implementasi kebijakan, salah satunya disebabkan oleh staf atau pegawai yang tidak cukup berkompeten dalam bidangnya, tidak memadai dan tidak mencukupi.
b. Informasi, mempunyai dua bentuk, yaitu pertama, informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan. Kedua, informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan.
c. Fasilitas, merupakan menjadi faktor yang penting dalam implementasi kebijakan. Para pelaksana kebijakan mungkin mempunyai stau yang mencukupi, kapabel dan kompeten, tetapi
tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan prasana) maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil.
3. Disposisi (Dispositions)
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi dengan baik, maka ia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sifat atau perspektif yang sama dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi efektif.
4. Struktur birokrasi (Bereucratic Structure)
Struktur birokrasi yang mengimplementasikan kebijakan menjadi pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari orginasasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (Standard Operational Procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementasi dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks, ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.
Gambar 2
Model Teori George Edward III
C. Model Merilee S. Grindle
Bahwa keberhasilan implementasi kebijakan ditentukan oleh derajat
implementability dari kebijakan tersebut.22
22
Wibawa Samodra. 1994. Kebijakan Publik Proses dan Analisis. Jakarta : Intermedia, hal 22
Keunikan model Grindle terletak pada pemahaman yang komperehensif akan konteks kebijakan, khususnya yang menyangkut dengan implementor, penerima implementasi, dan arena konflik yang mungkin akan terjadi serta sumber daya yang akan diperlukan selama proses implementasi. Secara konsep dijelaskan bahwa model implementasi kebijakan yang dikemukakan Grindle menuturkan bahwa keberhasilan proses implementasi kebijakan sampai kepada tercapainya hasil, tergantung pada kegiatan program
yang telah dirancang dan pembiyaan cukup, selain dipengaruhi oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya.
Isi kebijakan yang dimaksud meliputi:
1. Kepentingan yang terpenuhi oleh kebijakan (interest offected), Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisasikan. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multi interpretasi dan mudah menimbulkan konflik diantara agen implementasi
2. Jenis manfaat yang dihasilkan (tipe of benefit), implementasi program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain agar tujuan kebijakan dapat tercapai
3. Derajat perubahan yang diinginkan (extent to change envisioned), ini mencakup tiga hal, yakni: (a) respon implementor terhadap kebijakan yang akan dipengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan, (b) kognisi, pemahaman para agen pelaksana terhadap kebijakan, dan (c) intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.
4. Kedudukan pembuat kebijakan (site of decision making), pelaksana mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semua hal tersebut akan mempengaruhi implementasi suatu program.
5. Para pelaksana program (program emplementation). Karakteristik agen pelaksana mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola
hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semua hal tersebut akan mempengaruhi implementasi suatu program
6. Sumber daya yang dikerahkan (resources commited)implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber dayamanusia maupun sumber daya non manusia seperti dana yang digunakan untuk mendukung implementasi kebijakan.
Isi dari sebuah kebijakan akan menunjukkan bagaimana posisi dari pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sejumlah besar para pengambil keputusan, tetapi ada kebijakan tertentu yang pengambilan keputusannya dilakukan oleh sejumlah kecil para pengambil keputusan.
Sedangkan konteks implementasi yang dimaksud meliputi: 1. Kekuasaan (power)
2. Kepentingan strategi aktor yang terlibat (interest strategies of actor involved)
3. Karakteristik lembaga dan penguasa (institution and regime characteristic)
Tujuan tercapai?
Tujuan-tujuan kebijaksanaan
Program-program aksi dan proyek- proyek tertentu dirancang dan dibiayai Program-program disampaikan sesuai dengan rancangan Kegiatan-kegiatan implementasi yang dipengaruhi oleh: a. Conten of policy 1. Kepentingan yang dipengaruhi oleh kebijakan
2. Jenis manfaat yang dihasilkan 3. Jangkauan perubahan 4. Letak pengambilan keputusan 5. Pelaksana program 6. Sumber yang disediakan b. Context of implementation 1. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat
2. Karakteristik kelembagaan
3. Konsistensi dan daya tanggap Hasil akhir: a. Dampaknya terhadap masyarakat, perseorangan dan kelompok b. Tingkat perubahan dan penerimaannya PENGUKURAN KEBERHASILAN Gambar 3
Model Teori Merilee S. Grindle
Grindle dalam bukunya yang berjudul Politics and Policy Implementation in The Third Word (1980), mengatakan bahwa dalam mengimplementasikan sebuah kebijakan tergantung pada contentdan context, dan tingkat keberhasilannya tergantung pada kondisi tiga komponen variabel sumberdaya implementasi yang diperlukan. Ketiga komponen ini menyebabkan program nasional menghasilkan variasi outputs dan outcomes yang berbeda di daerah. Ketiga komponen itu adalah:
1. Contents of policy messages
a. Ketersediaan dana dan sumber lain untuk melaksanakan kebijakan; b. Adanya sanksi;
c. Tingkat kesukaran masalah kebijakan. 2. Kredibilitas pesan kebijakan
a. Kejelasan pesan kebijakan; b. Konsistensi kebijakan;
c. Frekuensi pengulangan kebijakan; d. Penerimaan pesan
3. Bentuk kebijakan
a. Efficacy of the policy
b. Partisipasi masyarakat; c. Tipe kebijakan
Implementasi program ditentukan oleh Konten (isi) program/policy dan konteks implementasinya, sebagai berikut :
a. Content of Policy (Isi Kebijakan)
Isi kebijakan atau program akan berpengaruh pada tingkat keberhasilan implementasi. Kebijakan kontroversial, kebijakan- kebijakan yang dipandang tidak populis, kebijakan menghendaki perubahan besar, biasanya akan mendapatkan perlawanan baik dari kelompok sasaran bahkan mungkin dari implementornya sendiri yang mungkin merasa kesulitan melaksanakan kebijakan tersebut atau
merasa dirugikan. Isi kebijakan yang dapat mempengaruhi implementasi menurut Grindle adalah sebagai berikut:
1. Kepentingan yang dipengaruhi oleh adanya program. Apabila kebijakan tersebut tidak menimbulkan kerugian di salah satu pihak, maka implementasinya akan lebih mudah karena tidak akan menimbulkan perlawanan bagi yang kepentingannya dirugikan.
2. Jenis manfaat yang akan dihasilkan. Kebijakan yang memberikan manfaat kolektif atau pada banyak orang akan lebih mudah diimplementasikan karena lebih mudah mendapatkan dukungan dari kelompok sasaran atau masyarakat.
3. Jangkauan perubahan yang diinginkan. Semakin luas dan besar perubahan yang diinginkan melalui kebijakan tersebut, biasanya akan semakin sulit pula dilaksanakan. Kredibilitas pesan kebijakan tidak terpenuhi karena isi kebijakan yang mengatur tentang adanya sangsi tidakdijalankan dengan konsisten.
4. Kedudukan pengambil keputusan. Semakin tersebar kedudukan pengambil keputusan dalam kebijakan (baik secara geografis ataupun organisatoris), akan semakin sulit pula implementasinya. Kasus demikian banyak terjadi pada
kebijakan-kebijakan yang implementasinya melibatkan banyak instansi.
5. Pelaksanaan program. Manakala pelaksana program memiliki kemampuan dan dukungan yang dibutuhkan oleh kebijakan, maka tingkat keberhasilannya juga akan tinggi. Sumber daya yang disediakan. Tersedianya sumberdaya yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan kebijakan, dengan sendirinya akan mempermudah pelaksanaannya. Sumberdaya ini berupa tenaga kerja, keahlian, dana, sarana.
6. Sumber-sumber yang dapat dikerahkan. Pelaksanaan kebijakan harus didukung oleh sumber daya yang mendukung agar pelaksanaannya berjalan dengan baik dan diharapkan jauuh dari kendala. Sumber-sumber yang dapat dikerahkan berupa sumber daya manusia maupun sumber daya non manusia.
b. Context of Implementation (Konteks Implementasi)
Konteks dimana dan oleh siapa kebijakan tersebut diimplemetasikan juga akan berpengaruh pada tingkat keberhasilannya, karena seberapapun baik dan mudahnya kebijakan dan seberapapun dukungan kelompok sasaran, hasil implementasi tetap bergantung pada implementornya. Karakter dari pelaksanaakanmempengaruhi tindakan-tindakan pelaksana dalammengimplementasikan kebijakan karena pelaksana adalah individu yang tidakmungkin bebas dari kepercayaan, aspirasi dan kepentingan pribadi yang ingin mereka
capai. Dalam mengimplementasikan suatu kebijakan terdapat suatu kemungkinan dari pelaksana untuk membelokkan apa yang sudah ditentukan demi kepentingan pribadinya, sehingga dapat menjauhkan tujuan dari kebijakan sebenarnya. Konteks kebijakan yang dapat mempengaruhi implementasi menurut Grindle adalah sebagai berikut: 1. Kekuasaan, kepentingan, dan strategi-strategi dari para aktor yang
terlibat. Kekuasaan, yang terlibat guna memperlancar jalannya pelaksanaan suatu implementasi kebijakan. Kepentingan- kepentingan publik yang harus diutamakan daripada kepentingan golongan. Strategi dari aktor yang terlihat yaitu pimpinan yang berkuasa pada saat ini. Bila hal ini tidak diperhitungkan dengan matang maka pelaksanaan perizinan trayek angkutan umum, sangat besar kemungkinan program yang hendak diimplementasikan
2. Karakteristik kelembagaan.Lingkungan dimana suatu kebijakan tersebut dilaksanakanjuga berpengaruh terhadap keberhasilannya, maka pada bagian ini ingin dijelaskan karakteristik dari suatu lembaga yang akan turut mempengaruhi suatu kebijakan, Karakteristik lembaga dan rezim yang sedang berkuasa melakukan pengubahan dimana pelayanan perizinan agar lebih baik, setiap rezim yang sedang berkuasa harus melayani publik sebaik mungkin, rutinitas, maksud setiap aparatur harus melaksanakan tugas secara rutinitas agar pelayanan perizinan
tidak terganggu, rezim yang sedang berkuasa harus mengatur maksudnya agar publik taat.
3. Konsistensi dan daya tanggap.Hal lain yang dirasa penting dalam proses pelaksanaan suatu kebijakan adalah konsistensi dan daya tanggap dari para pelaksana, maka yang hendak dijelaskan pada poin ini adalah sejauhmana konsistensi dan daya tanggap baik dari pelaksana kebijakan maupun yang menerima kebijakan.
D. Model Mazmanian dan Sabatier (1983)
Model ini disebut sebagai model kerangka analisis implementasi. proses implementasi kebijakan kedalam tiga variabel, yaitu:23
1. Karakteristik dari masalah (tracbility of the problems) sering disebut dengan variabel independen. Indikatornya adalah:
a. Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan.
Dalam hal ini dilihat bagaimana permasalahan yang terjadi, apakah termasuk permasalahan social yang secara teknis mudah diselesaikan atau masuk kategori masalah social yang secara teknis sulit untuk dipecahkan.
b. Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran.
Hal ini menyangkut kelompok sasaran dari pembuatan suatu kebijakan atau dapat dikatakan masyarakat setempat yang dapat bersifat homogeny ataupun heterogen. Kondisi masyarakat yang homogen tentunya akan lebih memudahkan suatu program ataupun
23
kebijakan diimplementasikan, sementara itu dengan kondisi masyarkat yang lebih heterogen akan lebih menyulitkan ataupun mendapat lebih banyak tantangan dalam pengimplementasiaannya. c. Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi.
Dalam artian bahwa suatu program atau kebijakan akan lebih mudah diimplementasikan ketika sasarannya hanyalah sekelompok orang tertentu atau hanya sebagian kecil dari semua populasi yang ada ketimbang kelompok sasarannya menyangkut seluruh populasi itu sendiri.
d. Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan.
Hal ini menyangkut akan hal bagaimana perubahan perilaku dari kelompok sasaran yang diharapkan dengan program yang ada. Sebuah kebijakan atau program akan lebih mudah diimplementasikan ketika program tersebut lebih bersifat kognitif dan memberikan pengetahuan. Sementara itu, program yang bersifat merubah sikap atau perilaku masyarakat cenderung cukup sulit untuk diimplementasikan.
2. Karakteristik kebijakan/undang-undang (ability of statute to structure implementation)sering disebut dengan istilah variabel intervening. Indikatornya adalah:
a. Kejelasan isi kebijakan.
Sebuah kebijakan yang diambil oleh pembuat kebijakan haruslah mengandung konten yang jelas dan konsisten. Kebijakan dengan
isi yang jelas akan memudahkan sebuah kebijakan dan akan menghindarkan distorsi atau penyimpangan dalam pengimplementasiannya. Hal ini dikarenakan jika suatu kebijakan sudah memiliki isi yang jelas maka kemungkinan penafsiran yang salah oleh implementor akan dapat dihindari dan sebaliknya jika isi suatu kebijakan masih belum jelas atau mengambang, potensi untuk distorsi ataupun kesalahpahaman akan besar.
b. Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis.
Dukungan teoritis akan lebih memantapkan suatu aturan atau kebijakan yang dibuat karena tentunya sudah teruji. Namun, karena konteks dalam pembuatan kebijakan adalah menyangkut masalah social yang meski secara umum terlihat sama disetiap daerah, akan tetapi sebenarnya terdapat hal-hal yang sedikit banyak berbeda sehingga untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan modifikasi saja. c. Besarnya alokasi sumberdaya finansial terhadap kebijakan tersebut.
Hal yang tak dapat dipungkiri dalam mendukung pengimplementasian suatu kebijakan adalah masalah keuangan/modal. Setiap program tentu memerlukan staff untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan administrasi dan teknis, memonitor program, dan mengelola sumberdaya lainnya yang kesemua itu memerlukan modal.
d. Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai institusi pelaksana.
Suatu program akan dengan sukses diimplementasikan jika terjadi koordinasi yang baik yang dilakukan antar berbagai instansi terkait baik secara vertical maupun horizontal.
e. Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana. Badan pelaksana atau implementor sebuah kebijakan harus diberikan kejelasan aturan serta konsistensi agar tidak terjadi kerancuan yang menyebabkab kegagalan pengimplementasian f. Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan.
Salah satu faktor utama kesuksesan implementasi sebuah kebijakan adalah adanya komitmen yang kuat dari aparatur dalam melaksanakan tugasnya. Komitmen mencakup keseriusan dan kesungguhan agar penerapan suatu peraturan ataupun kebijakan bisa berjalan dengan baik dan diterima serta dipatuhi oleh sasaran dari kebijakan tersebut.
g. Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi dalam implementasi kebijakan.
Sebuah program akan mendapat dukungan yang banyak ketika kelompok-kelompok luar, dalam artian diluar pihak pembuat kebijakan seperti masyarakat ikut terlibat dalam kebijakan tersebut dan tidak hanya menjadikan mereka sebagai penonton tentang adanya suatu kebijakan ataupun program di wilayah mereka.
3. Variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting implementation)
a. Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi
Kondisi sosial ekonomi masyarakat menyangkut akan hal keadaan suatu masyarakat secara umum, mulai dari pendidikan, keadaan ekonomi, dan kondisi sosialnya yang secara sederhana dapat dikatakan kepada masyarakat yang sudah terbuka dan modern dengan masyarakat yang tertutup dan tradisional. Masyarakat yang sudah terbuka akan lebih mudah menerima program-program pembaharuan daripada masyarakat yang masih tertutup dan tradisional. Sementara itu, teknologi sendiri adalah sebagai pembantu untuk mempermudah pengimplementasian sebuah program. Teknologi yang semakin modern tentu akan semakin mempermudah.
b. Dukungan publik terhadap sebuah kebijakan
Dukungan publik akan cenderung besar ketika kebijakan yang dikeluarkan memberikan insentif ataupun kemudahan. Sebaliknya, dukungan akan semakin sedikit ketika kebijakan tersebut malah bersifat disinsentif.
c. Sikap dari kelompok pemilih (constituency groups)
Kelompok pemilih yang ada dalam masyarakat dapat mempengaruhi implementasi kebijakan melalui berbagai cara, seperti; 1) kelompok pemilih dapat melakukan intervensi terhadap keputusan yang dibuat badan-badan pelaksana melalui berbagai
komentar dengan maksud untuk mengubmah kebijakan, 2) kelompok pemilih dapat memiliki kemampuan untuk mempengaruhi badan-badan pelaksana secara tidak langsung melalui kritik yang dipublikasikan terhadap kinerja badan-badan pelaksana, dan membuat pernyataan yang ditujukan kepada badan legislatif.
d. Tingkat komitmen dan keterampilan dari aparat dan implementor Komitmen aparat pelaksana untuk merealisasikan tujuan yang telah tertuang dalam kebijakan adalah variabel yang paling krusial. Aparat badan pelaksana harus memiliki keterampilan dalam membuat prioritas tujuan dan selanjutnya merealisasikan prioritas tujuan tersebut.
A. Mudah tidaknya masalah dikendalikan
1. Kesukaran-kesukaran teknis
2. Keragaman perilaku kelompok sasaran 3. Presentase kelompok sasaran dibadning
jumlah penduduk
4. Ruang lingkup perubahan perilaku yang diinginkan
B. Kemampuan kebijaksanaan untuk menstrukturkan proses implementasi
1. Kejelasan dan kosistensi tujuan 2. Digunakan teori kausal yang
memadai
3. Ketepatan alokasi sumber dana 4. Keterpaduan hierarki dalam dan
diantara lembaga pelaksana 5. Aturan-aturan keputusan dari
badan pelaksana
6. Rekruitmen pejabat pelaksana 7. Akses formal pihak luar
C. Variabel di luar kebijaksaan yang mempengaruhi proses implementasi
1. Kondisi sosial ekonomi dan teknologi
2. Dukungan publik
3. Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok 4. Dukungan dari pejabat atasan 5. Komitmen dan kemampuan
kepemimpinan pejabat-pejabat pelaksana
D. Tahap-tahap dalm proses implementasi (variabel tergantung)
Output kebijaksanaan badan-badan pelaksana Kesediaan kelompok sasaran mematuhi output kebijaksanaan Dampak nyata output kebijaksanaan Dampak output kebijaksanaan sebagai dipersepsi Perbaikan mendasar dalam undang- undang Gambar 4