• Tidak ada hasil yang ditemukan

E. Ruang Lingkup Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA

4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS

Pembelajaran kooperatif menempatkan siswa sebagai bagian dari suatu sistem kerja sama yang bertujuan untuk mencapai hasil yang optimal dalam belajar. Mo-del pembelajaran ini berangkat dari asumsi mendasar yang ada dalam kehidupan masyarakat, yaitu meraih hasil yang lebih baik secara bersama-sama. Solihatin dan Raharjo (2007: 5) mengungkapkan bahwa model pembelajaran kooperatif mengetengahkan realita kehidupan di masyarakat yang dirasakan dan dialami oleh siswa dalam pembelajaran di kelas. Model pembelajaran ini memandang bahwa keberhasilan dalam belajar bukan semata-mata harus diperoleh dari guru, melain-kan bisa juga dari pihak lain yang terlibat dalam pembelajaran itu, yakni teman se-baya. Perolehan belajar tersebut akan semakin baik apabila dilakukan dalam ke-lompok belajar yang terstruktur.

Pembelajaran kooperatif telah dikembangkan secara intensif melalui berbagai pe-nelitian, tujuannya untuk meningkatkan kerja sama antar siswa, membentuk hubungan positif, mengembangkan rasa percaya diri, serta meningkatkan kemam-puan akademik melalui aktivitas yang dilakukan di dalam kelompok.

Slavin (dalam Solihatin, 2007: 5) mengatakan bahwa, Cooperative learning ada-lah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang, dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Selanjutnya di-katakan pula eberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada

ke-mampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun kelom-pok.

Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa karakteristik, seperti yang dikemuka-kan Ismail (2003: 18) , yaitu:

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi yang mengutamakan adanya ker-ja sama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelaker-jaran. Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif adalah :

a. Belajar dengan teman. b. Tatap muka antar teman.

c. Mendengarkan di antara anggota.

d. Belajar dari teman sendiri di dalam kelompok. e. Belajar di dalam kelompok kecil.

f. Produktif berbicara atau mengeluarkan pendapat. g. Siswa membuat keputusan.

h. Siswa aktif.

Selanjutnya, Roger dan David Johnson (dalam Lie, 2008: 31) mengatakan bahwa tidak semua kegiatan kerja kelompok bisa dianggap sebagaicooperative learning.

Lima unsur pembelajaran kooperatif diantaranya: a. Saling ketergantungan positif.

b. Tanggung jawab perseorangan. c. Tatap muka.

d. Komunikasi antar anggota. e. Evaluasi proses kelompok.

Dalam pembelajaran kooperatif, terdapat saling ketergantungan positif di antara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Prinsip ketergantungan positif dan tanggung jawab individu adalah dua hal yang tidak dimiliki oleh konsep kerja kelompok biasa, sebab susunan anggota yang ada pada kelompok biasa tidak memperhatikan keheterogenan. Ketergantungan positif memberikan makna bah-wa anggota kelompok dari kelompok itu mempunyai ketergantungan satu sama lain. Metode kooperatif ini digunakan dengan alasan utama dapat mengaktifkan siswa, baik dalam bekerja sama dan menemukan konsep, maupun mencapai pe-mahaman yang diinginkan.

Dalam pembelajaran kooperatif, terdapat bermacam-macam model pembelajaran, diantaranya adalah TSTS atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai Dua Tinggal Dua Tamu. Model pembelajaran ini dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992), model pembelajaran ini bisa diterapkan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.

Lie (2008: 61) mengungkapkan bahwa struktur model pembelajaran kooperatif ti-pe TSTS memberi kesempatan kepada kelompok untuk berbagi hasil dan infor-masi dengan kelompok lain, yang terjadi dalam suatu lingkungan belajar. Ada ba-nyak kegiatan pembelajaran yang pelaksanaannya dilakukan secara individual. Siswa mengerjakan tugasnya sendiri tanpa bekerja sama dengan siswa lain. Pa-dahal dalam kenyataan hidup sehari-hari di lingkungan luar sekolah, manusia sa-ling bergantung satu sama lain.

Hal tersebut menunjukkan bahwa lima unsur dalam pembelajaran kooperatif dapat terlaksana. Pada saat anggota kelompok bertamu ke kelompok lain, maka akan terjadi proses pertukaran informasi yang bersifat saling melengkapi, dan pada saat kegiatan dilaksanakan, maka akan terjadi proses tatap muka antar siswa yang menyebabkan terjadinya komunikasi, baik dalam kelompok maupun antar kelom-pok sehingga siswa tetap memiliki tanggung jawab perseorangan.

Menurut Lie (2008: 62), tahap-tahap dalam model pembelajaran kooperatif tipe TSTS adalah sebagai berikut:

a. Siswa bekerja sama di dalam kelompok berempat seperti biasa.

b. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok akan meninggal-kan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke kelompok lain.

c. Dua orang yang tinggal di dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.

d. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melapor-kan hasil temuan mereka dari kelompok lain.

e. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.

Berikut ini disajikan skema model pembelajaran kooperatif tipe TSTS yang dila-kukan dalam pembelajaran.

Gambar 2.1 Skema Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS

Keterangan:

: siswa yang bertamu ke kelompok lain

: siswa yang tinggal / tuan rumah dalam kelompok

Dari gambar di atas, dapat dijelaskan bahwa dalam satu kelompok masing-masing beranggotakan empat orang. Setelah menyelesaikan soal atau masalah yang dibe-rikan oleh guru, maka masing-masing kelompok diberi waktu untuk mencari in-formasi atau berbagi hasil dengan kelompok lain. Pada gambar, kelompok 1 ada-lah kelompok Mawar yang terdiri dari A, B, C, dan D. Dari keempat anggota

Mawar A B C D C D Melati K L I J I J Anggrek M N O P O P Tulip E F G H G H

kelompok tersebut, A dan B berperan sebagai tuan rumah atau yang tinggal pada kelompok mereka yang bertanggung jawab untuk membagi hasil kepada tamu yang datang ke kelompok mereka, sedangkan C dan D berperan sebagai tamu pa-da kelompok 2 yaitu kelompok Melati yang bertugas untuk mencari informasi pa-dari kelompok itu yang tidak mereka dapatkan pada kelompok mereka. Begitu pula dan seterusnya dilakukan dengan cara yang sama sampai pada kelompok 4 yaitu kelompok Tulip. Setelah masing-masing kelompok selesai membagikan atau mencari informasi sebanyak-banyaknya dengan kelompok lain, maka anggota ke-lompok kembali ke keke-lompok mereka masing-masing untuk menyampaikan temu-an ytemu-ang mereka dapat dari kelompok lain kepada temu-anggota kelompok ytemu-ang tinggal di kelompok mereka.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran koope-ratif tipe TSTS merupakan model pembelajaran yang memberi kesempatan kepa-da kelompok untuk berbagi hasil kepa-dan informasi dengan kelompok lain. Setiap ke-lompok terdiri dari empat sampai lima siswa yang nantinya dua sampai tiga siswa akan bertamu ke kelompok lain, sedangkan dua siswa lagi tetap tinggal dalam ke-lompok tersebut.

Dalam pelaksanaanya, model pembelajaran kooperatif tipe TSTS mengarahkan siswa untuk berpartisipasi aktif selama pembelajaran berlangsung, yaitu melalui tahapan-tahapan yang terdiri dari kerja kelompok, stay atau stray, dan presentasi hasil kerja kelompok. Dalam seluruh rangkaian kegiatan tersebut, lima unsur pembelajaran kooperatif, yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab per-seorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok yang dikemukakan oleh Roger dan David Johnson (dalam Lie, 2008: 31), dapat

terlaksana. Hal ini berimplikasi pada peningkatan pemahaman konsep matematis siswa sehingga mencapai hasil belajar matematika yang optimal, sesuai dengan pendapat Slavin (dalam Solihatin, 2007: 5) yang mengatakan bahwa keberhasilan pembelajaran dipengaruhi oleh aktivitas yang dilakukan siswa.

Dokumen terkait