• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model pembelajaran MITRA (Multimedia Interaktif Android) berbasis problem solving adalah model pembelajaran yang berisi pemecahan terhadap suatu masalah melalui multimedia interkatif dengan pemanfaatan TIK berupa smartphone sistem operasi Android. Pelajaran ini mencakup proses dengan menggunakan contoh program dengan masalah atau masalah yang dibelajarkan kepada peserta didik. Peserta didik dapat menggunakan proses tersebut untuk mengembangkan solusi.

Model pembelajaran MITRA berbasis problem solving dikembangkan dengan tujuan pendidikan: yaitu agar setiap peserta didik memiliki pemahaman atas proses pemecahan masalah dan dapat menghargai nilai proses pemecahan masalah apa yang dapat peserta didik lakukan untuk dirinya sendiri. Secara kognitif, peserta didik dapat menjelaskan proses pemecahan masalah dengan menunjukkan penggunaan proses pemecahan masalah. Secara afektif, peserta didik dapat menghargai penggunaan proses pemecahan masalah dengan mengevaluasi keefektifannya dalam mencapai tujuan pembelajaran. Jadi, model pembelajaran MITRA berbasis problem solving dapat memberikan pengalaman belajar otentik kepada peserta didik sehingga dapat efektif diterapkan dalam proses pembelajaran matematika SD menggunakan smartphone sistem operasi Android.

Sintaks model pembelajaran MITRA berbasis problem solving yang diadobsi dari six step problem solving process (www.cls.utk.edu) dan prosedur pengembangan multimedia interaktif (Rudi Susilana dan Cepi Riyana, 2009: 132-138) dapat dilihat dari melalui Tabel 2.2 berikut.

35 Ta be l 2.2 abun gan Sintaks MI TRA d en gan Sintaks M odel Pembela jar an Problem Solv ing Problem solving Multimedia Interaktif Android (MITRA) Pembuatan Garis Besar Program Media (GBPM) Pembuatan flowchart Pembuatan storyboard Pengumpulan bahanbahan yang dibutuhkan Pemrograman Finishing Identifikasi dan pilih masalah * Analisis masalahnya * Kerucutkan potensi dan solusi * Pilih dan rencanakan solusinya * Terapkan solusinya * * Evaluasi solusi *

Tabel 2.2 di atas adalah hasil modifikasi data tabel dari sintaks MITRA dan sintaks problem solving sehingga menghasilkan primary key yang membentuk sintaks baru yaitu sintaks model pembelajaran MITRA berbasis problem solving. Sintaks tersebut adalah sebagai berikut:

1. Identifikasi Masalah

Langkah ini mengharuskan peserta didik untuk mengidentifikasi informasi yang tidak relevan atau tidak memadai dalam pemecahan masalah, atau untuk mengidentifikasi pertanyaan yang dapat dijawab dengan menggunakan peraturan yang diberikan oleh guru.

2. Terapkan MITRA

Langkah ini diperlukan untuk memilih solusi berdasarkan pertimbangan yang benar sebagai bentuk pemecahan masalah, yaitu dengan menerapkan MITRA.

3. Evaluasi MITRA

Langkah ini mengharuskan peserta didik untuk mengidentifikasi kembali masalah yang dapat dipecahkan dengan cara sama seperti masalah yang telah diberikan, untuk mengetahui efek dari berbagai kondisi dalam masalah tertentu, atau untuk mengevaluasi strategi dari solusi yang diberikan. Tahap-tahap implementasi model pembelajaran MITRA berbasis problem solving dapat dilihat pada Tabel 2.3 yaitu:

Tabel 2.3

Implementasi Model Pembelajaran MITRA Berbasis Problem Solving Tahapan Kegiatan Guru Kegiatan Peserta Didik Tahap 1:

Identifikasi Masalah

1. Menyiapkan fisik dan psikis peserta didik

1. Siap secara fisik dan psikis

Tahapan Kegiatan Guru Kegiatan Peserta Didik 2. Memotivasi

peserta didik agar terlibat dalam pembelajaran 2. Termotivasi untuk terlibat dalam pembelajaran 3. Memberikan informasi yang tidak relevan atau tidak memadai atau memberikan pertanyaan dengan menggunakan peraturan tertentu 3. Menerima informasi yang tidak relevan atau tidak memadai atau menjawab pertanyaan dengan menggunakan peraturan tertentu 4. Menentukan prosedur pembelajaran 4. Mengikuti prosedur pembelajaran 5. Menjelaskan tujuan pembelajaran 5. Memahami tujuan pembelajaran 6. Menyiapkan materi pokok pembelajaran 6. Menerima materi pokok pembelajaran Tahap 2: Terapkan MITRA 7. Menyajikan representasi visual atau tugas yang diberikan

7. Melihat representasi visual atau tugas yang akan dikerjakan 8. Menjelaskan konsep

atau keterampilan baru pada MITRA

Tahapan Kegiatan Guru Kegiatan Peserta Didik Tahap 3: Evaluasi MITRA 9. Mendorong peserta didik mengungkapkan perasaannya 9. Mengungkapkan perasaan secara bebas

10. Menerima dan mengapresiasi perasaan peserta didik

10. Menerima umpan balik atas perasaan yang telah diungkapkan 11. Mengarahkan peserta didik merencanakan rangkaian proses pengambilan keputusan 11. Mengidentifikasi kembali masalah yang dapat dipecahkan

12. Menjelaskan keputusan yang akan diambil

12. Memahami keputusan yang akan diambil

Kelebihan model pembelajaran MITRA berbasis problem solving adalah:

1. Bersifat menyenangkan dan interaktif dapat merangsang peserta didik untuk dapat menumbuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS).

2. Memecahkan topik yang sulit sampai pada potongan informasi yang dapat diatur.

3. Membantu meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap berbagai topik pemecahan masalah.

4. Peserta didik dapat belajar mempraktikkan berbagai keterampilan.

5. Dikembangkan sesuai dengan kurikulum nasional yang berlaku 6. Menggabungkan warna-warni dan pendekatan visual untuk

belajar dengan konten sederhana namun informatif sehingga memberikan pengalaman belajar peserta didik yang sangat efektif.

7. Memuat evauasi teori yang dapat membantu peserta didik reflek berpikir cepat, mengontrol emosi, tidak melakukan kecurangan (supportive), dan kreatif dalam mengatur strategi yang berpengaruh terhadap perilaku peserta didik.

8. Membantu peserta didik terbuka dengan pengalaman-pengalaman baru.

9. Membantu peserta didik mengembangkan tujuan pembelajaran. 10. Meningkatkan harga diri peserta didik dalam memahami dirinya

secara utuh. 2.1.7 Model Pengembangan

Model-model pengembangan biasanya digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan penelitian dan pengembangan atau (R&D). Model penegmbangan diperlukan karena adanya prosedur atau langkah-langkah dalam pengerjaannya. Jenis model-model pengembangan yaitu: model ADDIE, model ASSURE, model Hannafin and Peck, model Gagne and Briggs, model Dick and Carry, model Borg and Gall, dan model 4D atau Four D Models (Kukuh Andri Aka, 2013). Model pengembangan yang akan digunakan oleh penulis adalah model 4D atau Four D Models.

Menurut Bito (2009: 56), Four D Models memiliki tahapan yakni: pendefinisian (define), perancangan (design), dan pengembangan (develop). Tahap penyebaran (disseminate) tidak dilakukan karena tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan media pembelajaran yang baik. Berikut adalah tahapan 4D.

1. Tahap pendefinisian (define)

Tahap pendefinisian dilaksanakan dengan cara analisis konsep dan analisis tugas yang semula paralel kemudian diubah menjadi berurutan yaitu dari analisis konsep ke analisis tugas. Kondisi ini dilakukan karena dalam pelajaran utamanya matematika, materinya dapat terstruktur sehingga urutan tugas-tugas akan bergantung pada urutan konsep yang ada.

2. Tahap perancangan (design)

Istilah analisis konsep diubah dengan analisis materi yang memiliki cakupan lebih luas dari konsep.

3. Tahap pengembangan (develop)

Pada tahapan pengembangan dilakukan uji keterbacaan dan audio-visual. Hal tersebut dilakukan karena yang dikembangkan adalah media berbasis video, sehingga uji komponen video diperlukan untuk mengetahui apakah peserta didik tertarik dan memahami isi video tersebut.

Menurut Endang Mulyatiningsih (2011: 179-183) model 4D ini terdapat empat tahap utama yang terdiri atas:

1. Define (Pendefinisian)

Tahap pendefinisian (define) adalah tahapan yang berguna untuk mendefinisikan, menjabarkan, dan menentukan kebutuhan-kebutuhan yang ada dalam proses pembelajaran dan mengumpulkan informasi-informasi berkaitan dengan pengembangan bahan ajar atau materi pembelajaran. Tahap ini dilakukan untuk mendefinisikan syarat-syarat pengembangan sebagai analisis kebutuhan. Ada 5 kegiatan analisis kebutuhan yaitu:

a. Front and analysis: guru melakukan diagnosis awal untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pada pembelajaran. Fakta-fakta dimunculkan dan akan menjadi alternatif penyelesaian masalah sehingga dapat mempermudah

langkah-langkah berikutnya dalam pengembangannya sesuai kebutuhan peserta didik.

b. Learner analysis: guru mempelajari karakteristik peserta didik yang dimilikinya. Cara yang dapat ditempuh yaitu dengan mempertimbangkan ciri-ciri, kemampuan, dan pengalaman peserta didik baik karakteristik dalam usia, akademik, dan motivasi peserta didik terhadap mata pelajaran.

c. Task analysis: guru menganalisis tugas pokok yang harus dikuasai oleh peserta didik untuk mencapai kompetensi. Analisis tugas dilaksanakan guna mengetahui tugas-tugas utama peserta didik yang mengacu pada KD dan materi yang akan disajikan dalam pengembangan.

d. Concept analysis: guru menganalisis konsep yang akan diajarkan kepada peserta didik dan menyusun langkah-langkah yang akan dilakukan secara rasional. Analisis konsep dilaksanakan guna mengetahui konten atau isi materi yang relevan dalam pengembangan

e. Specifying instructional objectives: guru menulis tujuan pembelajaran dan apa saja perubahan perilaku yang diharapkan setelah belajar dengan kata kerja operasional (KKO).

Selain itu, dalam konteks pengembangan bahan ajar atau materi pembelajaran (seperti: modul, buku, LKS), tahap pendefinisian dapat dilakukan dengan cara:

a. Analisis kurikulum

Analisis kurikulum berguna untuk menetapkan kompetensi yang ingin dicapai pada kurikulum yang berlaku. Hal ini dilakukan karena ada kemungkinan bahwa tidak semua kompetensi yang ada dalam kurikulum tersebut dapat disediakan bahan ajarnya.

b. Analisis karakteristik peserta didik

Analisis karakter peserta didik dilakukan karena semua proses pembelajaran harus disesuaikan dapat dengan karakteristik peserta didik itu sendiri dianaranya: karakteristik fisik, motivasi belajar, kemampuan akademik individu, kemampuan bekerja secara kelompok, latar belakang ekonomi dan sosial, serta pengalaman belajar. Terkait dengan pengembangan bahan ajar atau materi pembelajaran, karakteristik peserta didik perlu diketahui yakni untuk proses penyusunannya agar sesuai dengan kemampuan akademiknya.

c. Analisis materi

Analisis materi dilakukan yakni dengan cara mengidentifikasi materi utama yang perlu diajarkan, mengumpulkan dan memilih materi yang relevan, dan menyusunnya kembali secara sistematis

d. Merumuskan tujuan

Sebelum menulis atau membuat bahan ajar, tujuan pembelajaran dan kompetensi yang hendak diajarkkan dan dicapai perlu dirumuskan terlebih dahulu. Hal ini berguna untuk membatasi peneliti supaya tidak menyimpang dari tujuan semula.

2. Design (Perancangan)

Tahap perancangan (design) adalah tahapan yang dilakukan setelah mendapatkan definisi-definisi dan analisis berbagai permasalahan yang ada. Tahap ini juga bertujuan untuk merancang pengembangan yang meliputi:

a. Menyusun kriteria tes, sebagai bentuk tindakan yang pertama yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal peserta didik serta sebagai alat evaluasi setelah implementasi kegiatan.

b. Memilih media pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran dan karakteristik peserta didik.

c. Pemilihan bentuk penyajian pembelajaran disesuaikan dengan media pembelajaran yang digunakan. Apabila guru menggunakan media audio visual pada saat pembelajaran, maka peserta didik diminta untuk melihat dan mengapresiasi tayangan media audio visual tersebut. d. Mensimulasikan penyajian materi dengan media beserta

langkah-langkah pembelajaran yang telah dirancang. Saat simulasi pembelajaran berlangsung maka ada penilaian dari teman sejawat

Tahap perancangan ini, penulis sudah dapat membuat produk awal (prototype) atau rancangan produk seperti kerangka isi hasil analisis kurikulum dan materi atau dapat juga berisi kegiatan untuk menyiapkan kerangka konseptual model dan perangkat pembelajaran (materi, media, dan alat evaluasi). Baru setelah itu mensimulasikan penggunaan model dan perangkat pembelajaran tersebut ke dalam lingkup kecil. Langkah berikutnya yaitu memvalidasi rancangan produk tersebut yang dapat dilakukan oleh teman sejawat seperti dosen atau guru dari bidang studi/bidang keahlian yang sama. Berdasarkan dari hasil validasi tersebut, maka dimungkinkan rancangan produk tersebut masih perlu diperbaiki sesuai dengan saran validator. 3. Development (Pengembangan)

Terdapat 2 kegiatan yakni: expert appraisal dan developmental testing. Expert appraisal adalah teknik untuk memvalidasi atau menilai kelayakan rancangan sebuah produk. Kegiatan ini dilaksanakanlah sebuah evaluasi oleh ahli dalam bidangnya. Saran-saran yang diberikan oleh ahli tersebut digunakan untuk memperbaiki materi dan rancangan pembelajaran yang telah disusun. Developmental testing adalah

kegiatan uji coba rancangan produk pada sasaran subjek yang sesungguhnya untuk mencari data respon, reaksi atau komentar dari sasaran pengguna model. Hasil uji coba digunakan untuk memperbaiki produk. Setelah produk diperbaiki kemudian diujikan kembali sampai memperoleh hasil yang paling efektif.

Selanjutnya, dalam konteks pengembangan bahan ajar atau materi pembelajaran tahap pengembangan dapat dilakukan dengan cara menguji isi dan keterbacaan produk tersebut kepada pakar yang terlibat pada saat validasi rancangan dan peserta didik yang akan menggunakannya. Hasil pengujian kemudian digunakan untuk revisi sehingga produk benar-benar telah memenuhi kebutuhan pengguna. Cara mengetahui efektivitas produk bahan ajar tersebut dalam meningkatkan hasil belajar, yaitu melalui kegiatan dengan memberi soal-soal latihan yang materinya diambil dari buku ajar atau materi pembelajaran yang dikembangkan.

Berikutnya, dalam konteks pengembangan model pembelajaran, kegiatan pengembangan (develop) dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.

a. Validasi model pembelajaran yang dilakukan oleh ahli/pakar. Validasi ahli berguna untuk menyortir konten materi yang terdapat di dalamnya. Hal-hal yang dapat divalidasi yaitu meliputi panduan penggunaan model dengan perangkat model pembelajaran. Tim ahli yang dilibatkan dalam proses validasi terdiri dari: pakar bidang studi pada mata pelajaran yang sama, pakar teknologi pembelajaran, dan pakar evaluasi hasil belajar.

b. Revisi model pembelajaran berdasarkan masukan dari pakar pada saat validasi.

c. Uji coba terbatas dalam pembelajaran di kelas, sesuai situasi nyata yang akan dihadapi.

d. Revisi model berdasarkan hasil uji coba.

e. Implementasi model pada wilayah yang lebih luas. 4. Disseminate (Penyebaran)

Tahap penyebaran (disseminate) bertujuan untuk dapat menyebarluaskan produk yang memuat 3 kegiatan yaitu: validation testing, packaging, dan diffusion and adoption. Pada tahap validation testing, produk yang sudah direvisi pada tahap pengembangan kemudian diimplementasikan pada sasaran sesungguhnya. Saat implementasi dilakukan pengukuran ketercapaian tujuan untuk mengetahui efektivitas produk yang dikembangkan. Setelah produk diimplementasikan, pengembang perlu melihat hasil pencapaian tujuan. Tujuan yang belum dapat tercapai perlu dijelaskan kembali solusinya sehingga tidak terulang lagi kesalahan yang sama setelah produk disebarluaskan. Kegiatan terakhir dari tahap pengembangan adalah melakukan packaging (pengemasan) dan diffusion and adoption. Tahap ini dilaksanakan supaya produk dapat dimanfaatkan oleh orang lain. Pengemasan produk dilakukan dengan mencetak buku panduan penerapan model pembelajaran. Setelah buku dicetak, buku tersebut disebarluaskan supaya dapat diserap (diffusi) atau dipahami orang lain dan digunakan (diadopsi) pada kelas mereka.

Pada konteks pengembangan bahan ajar, tahap dissemination dilakukan dengan cara mensosialisasikan bahan ajar melalui pendistribusian dalam jumlah terbatas kepada guru dan peserta didik. Pendistribusian ini dimaksudkan untuk memperoleh respons dan umpan balik terhadap bahan ajar yang telah dikembangkan. Apabila respon sasaran penggunaan bahan ajar sudah dikatakan baik, maka dapat dilakukan pencetakan dalam jumlah banyak dan pemasaran supaya bahan ajar itu digunakan oleh sasaran yang lebih luas.

Penulis memilih model 4D ini bertujuan agar dapat menghasilkan produk berupa model pembelajaran MITRA berbasis problem solving. Produk yang dikembangkan untuk kemudian diuji kelayakannya. Validitas dan uji coba produk dilaksanakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat validitas produk model pembelajaran MITRA berbasis problem solving. menurut pendapat ahli materi, ahli madia, dan pengguna.

2.1.8 Hasil Belajar Matematika

Dokumen terkait