• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model Pembelajaran Mitra Berbasis Problem Solving untuk Pemecahan Masalah Matematika SD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model Pembelajaran Mitra Berbasis Problem Solving untuk Pemecahan Masalah Matematika SD"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

9

Penelitian dan pengembangan atau Research and Devlopment (R&D) model pembelajaran MITRA berbasis problem solving untuk pemecahan masalah matematika Sekolah Dasar (SD), maka teori yang dapat dikaji yaitu: a) hakikat matematika, b) variabel pengembangan: model pembelajaran problem solving, multimedia interaktif, Android, model pembelajaran MITRA berbasis problem solving, c) model pengembangan 4D atau Four D Models, dan d) variabel dampak: hasil belajar matematika. 2.1.1 Hakikat Matematika

2.1.1.1 Pengertian Matematika

Kata “matematika” berasal dari bahasa Yunani Kuno mathema, yang berarti pengkajian. Matematika adalah ilmu yang mengkaji tentang bentuk atau struktur bersifat abstrak yang memerlukan konsep. Melalui pemikiran logis, struktur dan konsep dapat saling terkait. Bermula dari struktur dan konsep yang tidak terdefinisikan, kemudian berkembang hingga dapat mendefinisikannya menjadi suatu unsur, lalu unsur tersebut diyakini kebenarannya tanpa menuntut bukti atau biasa disebut aksioma, hingga akhirnya kebenaran dari unsur tersebut dapat dibuktikan sebagai theorema (A. Ismunamto, 2011: 15-17). Jadi, secara umum matematika merupakan ilmu yang berkenaan dengan penalaran.

(2)

adalah ilmu yang mendominasi perhitungan degan tanpa alasan. Meski demikian, dalam mengerjakan matematika dapat memberi arti dari menemukan dan mengungkap urutan keteraturan (John A. Van de Walle, 2008: 13).

Berdasarkan beberapa ahli, menurut Reys yang dikutip oleh A. Imunanto mengartikan bahwa matematika adalah telaah tentang suatu pola hubungan, suatu pola pikir, suatu bahasa, suatu seni, dan merupakan sebuah alat (2011: 6). Kline di dalam bukunya mengatakan bahwa matematika bukan suatu pengetahuan tersendiri melainkan dapat sempurna jika dapat membantu manusia untuk dapat memahami persoalan social, ekonomi, dan alam (A. Ismunamto, 2011: 3). Menurut Suhendri (2011: 32), matematika merupakan sebuah ilmu yang mempelajari tentang bilangan, bangun, hubungan antarkonsep, dan logika dengan penggunaan simbol atau bahasa lambang dalam menyelesaikan permasalahan kehidupan sehari-hari. Dari beberapa pendapat tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa matematika berkaitan dengan ilmu pasti yang menggunakan logika berdasarkan urutan tertentu dengan pola yang saling berhubungan satu dengan lainnya sehingga berguna untuk kehidupan sehari-hari.

2.1.1.2 Kompetensi Dasar Pembelajaran Matematika SD

(3)

kemampuan, dan kinerja yang menjadi sasaran pengukuran lebih jelas (Burhan Nurgiyantoro 2011: 256).

KD dalam pembelajaran matematika di SD salah satunya yaitu menekankan pada kemampuan peserta didik dalam melakukan dan menggunakan operasi hitung untuk pemecahan masalah matematika. Dokumen Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan 2013, KD Matematika untuk SD Kelas 4 yang berkaitan dengan materi dan sub materi pecahan adalah sebagai berikut:

3.1 Menjelaskan pecahan-pecahan senilai dengan gambar dan model konkret

4.1 Mengidentifikasi pecahan-pecahan senilai dengan gambar dan model konkret

2.1.1.3 Pembelajaran Matematika di SD

Pembelajaran matematika di SD dapat berkembang pesat baik masa lalu, masa sekarang, dan untuk kemungkinannya masa depan untuk membelajarakan peserta didik dalam hal materi dan kegunaannya. Peserta didik dapat diberi kesempatan untuk belajar dengan cara yang mereka senangi. Guru dapat mengajarkan matematika dengan upaya bahwa peserta didik dapat memahami materi yang sedang dipelajari dan memahami kegunaannya dengan baik.

(4)

2.1.1.4 Penilaian Matematika di SD

Penilaian matematika yang digunakan di SD bukan hanya sekedar menilai peserta didik saja melainkan harus dapat bermanfaat untuk meningkatkan produktifitas belajar peserta didik itu sendiri. Tujuan dilakukannya penilaian yaitu agar peserta didik tidak bergantung kepada peserta didik yang lain dan/atau lingkungan sekitar dalam memperoleh hasil belajar yang baik. Guru melakukan penilaian kepada peserta didik secara terus-menerus dengan menggunakan berbagai teknik yang dapat mendukung proses pembelajaran.

2.1.2 Model Pembelajaran 2.1.2.1 Pengertian

Model pembelajaran ialah suatu pola atau perencanaan yang digunakan sebagai pedoman dalam perencanaan pembelajaran di kelas (Darmadi, 2017: 42). Model pembelajaran adalah pendekatan pembelajaran yang akan digunakan memuat: tujuan pembelajaran, tahap pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan pembelajaran (Trianto, 2010: 51). Model pembelajaran merupakan pola pilihan, dimana guru dapat mencapai kompetensi atau tujuan pembelajaran yang diharapkan (Rusman, 2017: 244). Jadi, model pembelajaran adalah pola perancanaan dalam pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru yang memuat tujuan pembelajaran, tahapan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan pembelajaran.

2.1.2.2 Karakteristik

Karakteristik model pembelajaran menurut Rusman (2017: 244-245) yaitu:

(5)

2. Memiliki tujuan.

3. Memiliki bagian: urutan langkah pembelajaran (syntax), adanya prinsip reaksi, ada system social, dan ada system pendukung.

4. Memiliki dampak sebagai akibat terapannya, yaitu: hasil belajar yang dapat diukur dan hasil belajar jangka panjang.

5. Dapat dijadikan pedoman pembelajaran sehingga dapat dipersiapkan sebelum pembelajaran berlangsung. Model pembelajaran menurut Suyanto dan Asep Jihad, (2013: 137) memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Memiliki prosedur sistematis

Model pembelajaran bukan sekedar gabungan fakta yang tersusun sembarangan, namun model pembelajaran memiliki prosedur atau langkah-langkah sistematis agar perilaku peserta didik dapat dimodifikasi dengan asumsi tertentu.

2. Hasil belajar dirumuskan secara khusus

Model pembelajaran harus memiliki tujuan khusus agar dapat dicapai peserta didik. Pencapaian dilaksanakan melalui rincian-rincian kegiatan peserta didik sehingga dapat diamati.

3. Penetapan lingkungan secara khusus

Model pembelajaran secara spesifik menetapkan keadaan lingkungan yang secara spesifik agar peserta didik dapat belajar dengan kondusif.

4. Ukuran keberhasilan

(6)

5. Interaksi dengan lingkungan

Model pembelajaran terdapat cara yang menetap sehingga peserta didik dapat melakukan berbagai interaksi dengan lingkungan-lingkungan belajarnya. 2.1.2.3 Fungsi

Menurut Chauhan yang dikutip oleh Suyanto dan Asep Jihad (2013: 137-138), fungsi model pembelajaran yaitu: 1. Sebagai pedoman

Sebagai pedoman, model pembelajaran harus dapat menjelaskan apa yang dapat dilaksanakan oleh guru di dalam kelas sehingga kegiatan mengajar menjadi suatu yang terencana dan memiliki tujuan tertentu.

2. Sebagai pengembangan kurikulum

Model pembelajaran dapat membantu mengembangkan kurikulum yang sedang berlangsung dalam lingkup kelas, sehingga model pembelajaran juga dapat dilaksanakan di kelas yang berbeda dalam pendidikan.

3. Sebagai penempatan bahan pembelajaran

Model pembelajaran secara rinci menetapkan bahan pembelajaran dalam bentuk-bentuk berbeda sehingga guru dapat membantu mengubah kepribadian peserta didik yang lebih baik lagi.

4. Sebagai perbaikan pembelajaran

(7)

2.1.3 Model Pembelajaran Problem Solving 2.1.3.1 Pengertian

Istilah problem solving jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi pemecahan masalah. Pemecahan masalah dalam bahasa Indonesia juga dapat memiliki makna ganda, yaitu proses memcahkan masalah dan hasil dari upaya memecahkan masalah atau solusi (solution). Secara umum, istilah pemecahan masalah dapat diartikan sebagai bentuk proses untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada atau sedang terjadi (Bambang Suteng Sulasmono, 2012: 162).

Menurut Winastwan Gora & Sunarto (2010: 94), model pembelajaran problem solving yaitu suatu model memecahkan masalah yang memberikan struktur untuk mendukung peserta didik belajar secara logis menuju ke arah solusi atau cara penyelesaian masalah (seperti: melalui diskusi, observasi, klasifikasi, pengukuran, penarika kesimpulan, dan pembuktian hipotesis). Bey dan Asriani menjelaskan bahwa problem solving merupakan pedoman mengajar yang sifatnya teoritis atau konseptual untuk melatih peserta didik memecahkan permasalahan matematika dengan menggunakan berbagai strategi dan langkah-langkah pemecahan masalah yang ada (2013: 226).

(8)

penyelesaiannya namun dengan cara praktiklah masalah dapat diselesaikan oleh peserta didik (2014: 273-274). Jadi, problem solving adalah suatu model pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga dapat merangsang peserta didik untuk praktik dan belajar memecahkan masalah tersebut secara logis.

2.1.3.2 Tujuan

Masalah didefinisikan sebagai suatu persoalan yang rutin dan belum ditemukan secara pasti cara penyelesainnya. Tujuan problem solving adalah mencari atau menemukan cara penyelesaiaan dari masalah-masalah yang dihadapi peserta didik dalam pembelajaran. Menurut Pujiriyanto, pembelajaran problem solving juga mendorong peserta didik dapat bergerak melalui pengetahuan yang terbatas terhadap suatu masalah melalui kolaborasi sebaya, riset, dan konsultasi ahli sehingga pengetahuan peserta didik berkembang dan mengetahui posisi masalah yang dihadapi (2012: 125). Model pembelajaran problem solving dilaksanakan dengan tujuan memberikan rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian oleh peserta didik dapat dilakukan pemecahan masalahnya sehingga dapat menambah keterampilan dalam mencapai materi pembelajaran (Darmadi, 2017: 118).

2.1.3.3 Sintaks

Bey dan Asriani (2013: 226) menjelaskan bahwa langkah-langkah pembelajaran problem solving yaitu:

1. Memahami masalah

2. Perencanaan penyelesaian masalah 3. Melaksanakan perencanaan

(9)

Six step problem solving process 1) Identify and select the problem, 2) Analyze the problem, 3) Generate potential solution, 4) Select and plan the solution, 5) Implement the solution, and 6) Evaluate the solution (www.cls.utk.edu). Jika diterjemahkan secara bebas, model pembelajaran problem solving memiliki enam langkah yaitu: 1) Identifikasi dan pilih masalah, 2) Analisis masalahnya, 3) Kerucutkan potensi dan solusi, 4) Pilih dan rencanakan solusinya, 5) Terapkan solusi, dan 6) Evaluasi solusi.

Langkah-langkah pembelajaran problem solving dapat disarikan sebagai berikut (Darmadi, 2017: 235):

1. Adanya masalah yang dipandang penting. 2. Merumuskan masalah.

3. Menganalis hipotesis. 4. Mengumpulkan data. 5. Menganalisis data. 6. Mengambil keputusan.

7. Mengaplikasikan kesimpulan yang diperoleh.

8. Menilai kembali seluruh proses pemecahan masalah. Menurut Deb Russel yang dikutip oleh Miftahul Huda (2014: 274-275) sintaks dari pembelajaran problem solving meliputi:

1. Clues

a. Membaca masalah dengan sangat hati-hati. b. Menggarisbawahi isyarat yang menjadi masalah. c. Meminta peserta didik menemukan masalah. d. Meminta peserta didik merencanakan kegiatan

yang berkaitan dengan penyelesaian masalah. e. Meminta peserta didik menemukan fakta-fakta

yang mendasari masalah.

(10)

2. Game plan

a. Membuat rencana permainan untuk menyelesaikan masalah.

b. Meminta peserta didik menyesuaikan permainan tersebut dengan masalah yang disajikan.

c. Meminta peserta didik mengidentifikasi kegiatan yang dilaksanakan.

d. Meminta peserta didik menjelaskan strategi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah. e. Meminta peserta didik mengujicoba strategi yang

digunakannya.

f. Apabila strategi yang dipakai tidak bekrja efektif, peserta didik boleh memikirkan ulang strateginya. 3. Solve

a. Meminta peserta didik menggunakan strategi-strateginya dalam menyelesaikan masalah. 4. Reflect

a. Meminta peserta didik melihat kembali strategi yang digunakan.

b. Meminta peserta didik mendiskusikan tentang kemungkinan menggunakan strategi tersebut di masa yang akan datang.

c. Memeriksa apakah strategi yang dipakai peserta didik dapat menjawab masalah yang diajukan. d. Memastikan bahwa strategi tersebut aplikatif dan

(11)

Menurut Lefudin (2014: 235-236) tahapan-tahapan pembelajaran problem solving seperti Tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1

Tahapan-tahapan Pembelajaran Problem Solving

Tahapan Kegiatan Guru

Tahap 1: didik agar terlibat dalam kegiatan pemeblajaran.

Tahap 2:

Mengorganisasi peserta didik untuk belajar

Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorgani-sasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah Tahap 3:

Membimbing peserta didik

Guru mendorong peserta didik untuk dapat mengumpulkan informasi, melaksanakan uji coba agar mendapatkan penjelasan dalam memecahkan masalah. Tahap 4:

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu peserta didik merencanakan dan menyiapkan strategi yang digunakan dalam memecahkan masalah.

Tahap 5:

Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu peserta didik melakukan refleksi atau evaluasi terhadap proses yang dilakukan peserta didik.

(12)

Analyze the problem, 3) Generate potential solution, 4) Select and plan the solution, 5) Implement the solution, and 6) Evaluate the solution. Alasannya, karena kompleksitas langkah-langkah yang digunakan sehingga penulis dapat mengandalkan prosedur perspektif yang sudah ada untuk pemechan masalah matematika SD.

2.1.3.4 Kelebihan

Kelebihan pembelajaran problem solving menurut Nur Hamiyah dan Mohammad Jauhar (2014: 130-131), yaitu: 1. Meningkatkan potensi intelektual dari dalam diri

peserta didik.

2. Meningkatkan motivasi interenal dalam diri peserta didik.

3. Materi yang telah dipelajari dapat bertahan lebih lama. 4. Peserta didik dapat mengungkapkan pendapatnya

sehingga dapat menumbuhkan rasa percaya diri. 5. Peserta didik dapat lebih menghargai orang lain. 6. Peserta didik mengembangkan rasa bertanggungjawab. 7. Peserta didik dapat diajak berpikir secara rasional dan

bersifat aktif dan kreatif.

8. Peserta didik dapat mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.

9. Peserta didik dapat menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.

10. Peserta didik dapat memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis.

11. Melihat kemampuan peserta didik yang beragam dalam mendesain suatu permasalahan.

2.1.3.5 Kekurangan

(13)

1. Bagi peserta didik yang kurang memahami, maka model pembelajaran ini dapat menghilangkan semangat belajarnya.

2. Bila guru tidak berhati-hati dalam memilih soal pemecahan maslah atau tidak memahami konsep yang terkandung dalam soal-soal tersebut, fungsinya menjadi latihan.

3. Apabila guru tidak melihat kualitas pendapat yang disampaikan peserta didik, maka penguasaan materi kadang sering diabaikan.

4. Model pembelajaran dapat menyulitkan peserta didik yang malu mengutarakan pendapatnya secara lisan. 5. Memakan waktu lama.

2.1.4 Multimedia Interaktif 2.1.4.1 Pengertian

Multimedia interaktif mengandung dua unsur kata yaitu “multimedia” dan “interaktif”. Dimana kata multimedia berasal dari kata multi dan media. Bahasa Latin, “multi” yaitu nouns yang berarti beragam atau banyak dan “media” yaitu medium berarti sarana atau alat yang berfungsi sebagai penyampai pesan atau informasi dan komunikasi (Munir, 2012: 2). Sedangkan kata “interaktif” berarti interaksi dua arah atau lebih antara pengguna media dengan media itu sendiri (Dwi Maryani, 2014: 19).

(14)

segala bentuk penyampaian informasi yang melibatkan pengguna untuk dapat menggunakan media-media yang dioperasikannya seperti yang dikehendaki.

2.1.4.2 Karakteristik

Menurut Munir (2012: 135-136), karakteristik multimedia interaktif dalam pembelajaran diantaranya adalah:

1. Mempunyai lebih dari satu unsur, misalnya menggabungkan antara unsur audio dan unsur visual. 2. Bersifat interaktif, artinya memiliki kemampuan untuk

mengakomodasi dalam merespon pengguna (user). 3. Bersifat mandiri, artinya memberi kemudahan dan

member kelengkapan isi sehingga pengguna (user) bisa menggunakannya tanpa bimbingan dari orang lain. Menurut Rudi Susilana & Cepi Riyana (2009: 127-130) karakteristik multimedia interaktif yaitu:

1. Self instructional.

Media yang dikembangkan harus memenuhi karakter-karakter berikut ini:

a. terdapat tujuan yang jelas b. materi spesifik

c. terdapat ilustrasi yang mendukung pembelajaran d. terdapat soal-soal atau latihan soal, tugas, dan

sejenisnya yang dapat mengukur penguasaan peserta didik

e. materi kontekstual terkait dengan lingkungan peserta didik

f. bahasa sederhana dan komunikatif g. terdapat rangkuman

(15)

i. instrumen yang digunakan dapat menetapkan kegiatan belajar selanjutnya

j. tersedia informasi tentang rujukan atau referensi dan pengayaan yang mendukung materi pembelajaran yang dimaksud.

2. Self contained.

Seluruh materi yang disajikan dari satu kompetensi atau subkompetensi dapat dipelajari secara utuh. Tujuannya adalah memberi kesempatan kepada peserta didik mempelajari materi secara tuntas. Jika terdapat sajian pemisahan materi maka harus dilakukan dengan hati-hati dan tetap memperhatikan kompetensi atau subkompetensi yang dipilih.

3. Stand alone (berdiri sendiri).

Media yang ditampilkan tidak tergantung dengan bahan ajar yang lainnya. Jika masih bergantung pada bahan ajar yang lain berarti media tersebut belum bisa dikategorikan sebagai media yang dapat berdiri sendiri. 4. Adaptif.

Dikatakan adaptif, pembelajaran dengan menggunakan multimedia interaktif tersebut dapat menyesuaikan dengan TIK serta fleksibel digunakan di berbagai tempat. Materi yang disajikan dapat digunakan dalam kurun waktu tertentu.

5. User friendly.

(16)

sederhana, mudah dimengerti, dan menggunakan istilah umum merupakan bagian dari bentuk user friendly. 6. Representasi isi.

Pembelajaran dengan menggunakan multimedia interaktif tidak hanya sekedar memindahkan materi dari buku atau modul pembelajaran, tetapi dapat diseleksi yang benar-benar representatif untuk disajkan dalam multimedia interaktif berbasis smartphone. Peserta didik tidak hanya membaca teks saja melainkan peserta didik dapat melihat animasi tentang proses yang menyerupai objek nyata sehingga mempermudah pemahaman dengan biaya yang relatif lebih rendah. 7. Visualisasi dengan multimedia.

Media dikemas didalamnya terdapat video, animasi, suara, teks, dan gambar sesuai materi.

8. Menggunakan variasi menarik dan kualitas resolusi tinggi.

Memperbanyak image dan objek sesuai dengan materi untuk meningkatkan ketertarikan peserta didik sehingga tidak membuat jenuh dan bahkan bisa menjadi menyenangkan. Penggunaan banyak warna untuk peserta didik tingkat SD cenderung lebih diminati karena sesuai dengan tingkat perkembangannya.

9. Dapat diterapkan dalam tipe-tipe pembelajaran yang variatif.

Terdapat 4 tipe pembelajaran yang dapat diterapkan pula pada pembelajaran dengan menggunakan smartphone yaitu:

a. tipe pembelajaran tutorial b. tipe pembelajaran simulasi

(17)

d. tipe pembalajaran latihan.

Penggunaan tipe-tipe pembalajaran tersebut dapat dirancang secara terpisah maupun kolaboratif, disesuaikan dengan materi yang akan dibelajarkan kepada peserta didik.

10. Memberikan respon terhadap pembelajaran dan memberikan penguatan terhadap peserta didik.

Pembelajaran dengan menggunakan multimedia interaktif dapat memberi respon kepada peserta didik pada saat pengoperasian. Setiap respon dimungkinkan untuk memberikan penguatan secara otomatis terhadap jawaban benar dan jawaban salah dari peserta didik. Penguatan diberikan untuk memberikan motivasi kepada peserta didik sehingga dapat tertarik kepada penggunaan media.

11. Dapat digunakan secara individual maupun klasikal. Pembelajaran dengan menggunakan multimedia interaktif tidak hanya digunakan peserta didik secara individual dalam setting sekolah tetapi juga di rumah. Selain itu, pembelajaran dengan menggunakan multimedia interaktif secara klasikal maksimal 50 peserta didik di dalam ruang kelas dan dapat pula dipandu oleh guru pengajar.

2.1.4.3 Langkah Penyusunan

Munir (2012: 181-183) dalam menyusun, mengadakan, atau membuat sendiri multimedia interaktif (multimedia by design) perlu melakukan langkah-langkah berikut:

1. Mempelajari kurikulum yang berlaku.

(18)

materi pembelajaran dengan menggunakan multimedia interaktif tersebut.

2. Menganalisis kurikulum.

Perlu menganalisis kurikulum untuk mengetahui hubungan antara kemampuan atau kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik dengan kegiatan pembelajaran yang terdapat dalam multimedia interaktif nantinya.

3. Menentukan alat dan bahan dalam penyusunan dan penggunaan multimedia interaktif.

Alat dan bahan perlu dicek kelengkapannya dari segi jenis, jumlah, dan fungsinya. Alat dan bahan tersebut sebaiknya mudah didapatkan tanpa memberatkan peserta didik sebagai pengguna (user). 4. Merancang multimedia interaktif sesuai kebutuhan.

Membuat pola dasar agar dapat mengembangkan daya khayal (imajinasi), aktivitas, kreativitas, dan minat peserta didik sebagai pengguna (user) sehingga dapat diketahui apakah multimedia interaktif tersebut untuk individu atau kelompok.

5. Membuat multimedia interaktif.

Multimedia interaktif dibuat dengan cara mengaplikasikan pola dasar yang sudah dirancang ke dalam perangkat atau software pembuatan multimedia interaktif.

6. Penggunaan dan pengadaan multimedia.

(19)

berjalan sesuai dengan yang dikehendaki, apabila tidak berjalan sesuai fungsinya maka hendaknya diperbaiki. 7. Memberikan bimbingan dan pengawasan.

Pendidik dapat memberikan bimbingan dan pengawasan terhadap pengguna (user) agar sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Pendidik juga perlu memperhatikan keamanan peserta didik sebagai pengguna (user) selama multimedia interaktif digunakan pada saat pembelajaran berlangsung.

8. Memelihara dan merawat multimedia interaktif.

Memelihara dan merawat multimedia interaktif selama dan sesudah digunakan serta menyimpannya pada tempat yang telah ditentukan.

Menurut Rudi Susilana dan Cepi Riyana (2009: 132-138) prosedur pengembangan multimedia interaktif yaitu: 1. Pembuatan Garis Besar Program Media (GBPM)

GPBM adalah kegiatan melakukan identifikasi terhadap program yang akan dikembangkan. Identifikasi berupa penentuan judul, sasaran, tujuan, dan materipokok yang akan dimasukkan dalam multimedia interaktif.

2. Pembuatan flowchart

Flowchart merupakan suatu alur dari program yang dikembangkan dimulai dari bagian pembuka (start), bagian isi, dan sampai pada keluar program (ext/quit). Skenario multimedia interaktif tergambar jelas pada flowchart yang akan dikembangkan

3. Pembuatan storyboard

(20)

satu kolom dapat mewakili satu tampilan pada layar monitor multimedia interaktif. Jadi, storyboard pada umumnya banyak hingga berlembar-lembar.

4. Pengumpulan bahan-bahan yang dibutuhkan

Pengumpulan bahan-bahan yang dibutuhkan dalam mengembangkan multimedia interaktif yaitu berupa teks, gambar/grafik, audio, video, dan animasi (gambar bergerak).

5. Pemrograman

Prosedur ini dilaksanakan dengan seluruh perangkaian bahan-bahan yang telah terkumpul sesuai dengan naskah dan berakhir dengan dihasilkannya sebuah produk multimedia interaktif.

6. Finishing

Prosedur ini dilaksanakan untuk review dan uji keterbacaan program sesuai dengan target multimedia interaktif yang diharapkan berupa uji coba sempit dan uji coba luas. Pengemasan menjadi akhir dari prosedur finishing.

2.1.4.4 Komponen

Ada lima komponen dalam multimedia interaktif yaitu: teks, grafik, audio, video, dan animasi (Munir, 2012: 130). Menurut Koderi Rukimin (2015: 6-7) terdapat beberapa komponen multimedia interaktif yaitu:

1. Teks

(21)

2. Audio

Audio merupakan suatu komponen yang dapat berupa suara. Audio dapat ditangkap oleh indera pendengaran. Contoh audio ialah: sound effect, narasi, back sound.

3. Video

Video merupakan perpaduan antara komponen gambar dengan komponen suara. Video dapat diperindah dengan memberikan efek pada video tersebut.

4. Image

Image jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia memiliki arti gambar. Image dapat berupa foto.

5. Animasi

Animasi merupakan suatu komponen yang dapat menunjukkan beberapa atau serangkaian dari gambar yang ditampilkan secara cepat dan berturut-turut, sehingga gambar tersebut dapat bergerak. Animasi terdapat dua jenis, yaitu animasi dua dimensi, dan animasi tiga dimensi.

6. Interaktivitas

(22)

2.1.4.5 Keistimewaan

Kemampuan multimedia interaktif dalam pembelajaran menurut Munir (2012: 136) mempunyai beberapa kemampuan yang tidak dimiliki oleh media lain, diantaranya: 1. Multimedia menyediakan proses interaktif dan dapat

memberi kemudahan serta umpan balik.

2. Multimedia dapat memberi kebebasan kepada peserta didik dalam menentukan topik proses pembelajaran. 3. Multimedia dapat memberi kemudahan dalam

mengontrol secara sistematis pada proses pembelajaran. Menurut Munir (2012: 136), keunggulan multimedia interaktif dalam proses pengembangannya perlu mengingat bahwa media ini terdapat:

1. Daya coba tinggi dan latihan.

2. Menumbuhkan kreatifitas peserta didik.

3. Visualisasi informasi/proses yang bersifat abstrak (tidak kasat mata).

Kelebihan menggunakan multimedia interaktif dalam pembelajaran menurut Munir (2012: 132-133) diantaranya: 1. Sistem pembelajaran lebih inovatif dan interaktif. 2. Pendidik dituntut untuk selalu berpikir kreatif dan

inovatif dalam mencari terobosan pada pembelajaran. 3. Mampu menggabungkan antara teks, gambar, audio,

musik, animasi gambar atau video dalam satu kesatuan yang saling mendukung guna tercapainya tujuan pembelajaran.

(23)

5. Mampu menvisualisasikan materi yang selama ini sulit untuk diterangkan hanya sekedar dengan penjelasan atau alat peraga yang konvensional.

6. Melatih peserta didik lebih mandiri dalam mendapatkan ilmu pengetahuan.

2.1.5 Android

2.1.5.1 Pengertian

Menurut wikipedia berbahasa Indonesia yang dikutip oleh Rahadi (2014: 662), Android merupakan suatu sistem operasi berbasis Linux yang dirancang untuk keperluan perangkat seluler layar sentuh (touchscreen) seperti smartphone atau tablet. Menurut Wicak Hidayat & Sudarma S. Android adalah sistem operasi untuk perangkat mobile yang bersifat open source dan dikembangkan berdasarkan kernel Linux. Android mulanya dikembangkan oleh Android Inc., namun sekarang pengembangannya dipimpin oleh Google mulai tahun 2005 (2011: 192).

Menurut Sholecul Aziz (2012: 5), Android adalah sistem operasi untuk smartphone layar sentuh seperti iOS iPhone dan OS Blackberry. Menurut Yuliandi Kusuma, Android dikenal dengan sistem berlambang robot hijau (2011: 9). Android merupakan sistem yang siap pakai untuk keperluan sehari-hari menyesuaikan aktivitas pengguna dengan mudah tanpa perlu mengutak-atik (Yuliandi Kusuma, 2011: 12). Jadi, Android merupakan sistem operasi pada smartphone yang siap dipakai oleh penggunanya.

2.1.5.2 Fitur

Menurut Sholecul Aziz (2012: 11), fitur yang tersedia pada Android adalah sebagai berikut:

(24)

2. Dalvik mesin virtual: dioptimalkan untuk perangkat mobile.

3. Grafik: grafik 2D dan 3D berdasarkan pustaka OpenGL.

4. SQLite: sebagai penyimpanan data.

5. Mendukung media: audio, video, format gambar (seperti: MPEG4, H.264, MP3, AAC, AMR, JPG, PNG, GIF).

6. GSM, Bluetooth, EDGE, 3G, dan Wifi (hardware dependent).

7. Kamera, Global Positioning System (GPS), kompas, dan accelerometer (tergantung hardware).

2.1.5.3 Kelebihan

Menurut Sholecul Aziz (2012: 13), kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh Android adalah:

1. Sistem operasi yang sangat baik, cepat, kuat, serta memiliki antarmuka pengguna intuitif yang dikemas dengan pilihan-pilihan dan fleksibelitas.

2. Bersifat terbuka: open source yang menjadikan penggunanya bebas melakukan apapun perihal aplikasinya dan bisa dikembangkan oleh siapa saja. 3. Akses mudah: dengan Google Android App Market,

pengguna dapat mengunduh berbagai aplikasi dengan gratis.

4. Sistem operasi yang merakyat, artinya Android memiliki banyak produsen.

5. Fasilitas penuh Universal Serial Bus (USB): pengguna dapat mengganti baterai, mass storage, diskdrive, dan USB tathering.

(25)

terbaru dari Really Simple Sindication (RSS) Reader, serta tidak akan terlewat dalam hal miscall sekalipun. 7. Mendukung semua layanan Google.

2.1.5.4 Kekurangan

Menurut Sholecul Aziz (2012: 14), Android juga memiliki kelemahan-kelemahan diantaranya:

1. Memerlukan koneksi internet yang aktif, agar siap pakai untuk online sesuai dengan kebutuhan.

2. Terkadang pihak perusahaan lambat mengeluarkan versi resmi.

3. Android Market kurang mengontrol sehingga seringkali terdapat malware.

4. Sebagai penyedia layanan langsung, terkadang sebagai pengguna sulit terhubung dengan pihak Google.

5. Terdapat iklan sehingga terkadang secara tampilan dapat mengganggu kinerja aplikasi yang sedang dijalankan.

(26)

2.1.6 Model Pembelajaran MITRA berbasis Problem Solving

Model pembelajaran MITRA (Multimedia Interaktif Android) berbasis problem solving adalah model pembelajaran yang berisi pemecahan terhadap suatu masalah melalui multimedia interkatif dengan pemanfaatan TIK berupa smartphone sistem operasi Android. Pelajaran ini mencakup proses dengan menggunakan contoh program dengan masalah atau masalah yang dibelajarkan kepada peserta didik. Peserta didik dapat menggunakan proses tersebut untuk mengembangkan solusi.

Model pembelajaran MITRA berbasis problem solving dikembangkan dengan tujuan pendidikan: yaitu agar setiap peserta didik memiliki pemahaman atas proses pemecahan masalah dan dapat menghargai nilai proses pemecahan masalah apa yang dapat peserta didik lakukan untuk dirinya sendiri. Secara kognitif, peserta didik dapat menjelaskan proses pemecahan masalah dengan menunjukkan penggunaan proses pemecahan masalah. Secara afektif, peserta didik dapat menghargai penggunaan proses pemecahan masalah dengan mengevaluasi keefektifannya dalam mencapai tujuan pembelajaran. Jadi, model pembelajaran MITRA berbasis problem solving dapat memberikan pengalaman belajar otentik kepada peserta didik sehingga dapat efektif diterapkan dalam proses pembelajaran matematika SD menggunakan smartphone sistem operasi Android.

(27)
(28)

Tabel 2.2 di atas adalah hasil modifikasi data tabel dari sintaks MITRA dan sintaks problem solving sehingga menghasilkan primary key yang membentuk sintaks baru yaitu sintaks model pembelajaran MITRA berbasis problem solving. Sintaks tersebut adalah sebagai berikut:

1. Identifikasi Masalah

Langkah ini mengharuskan peserta didik untuk mengidentifikasi informasi yang tidak relevan atau tidak memadai dalam pemecahan masalah, atau untuk mengidentifikasi pertanyaan yang dapat dijawab dengan menggunakan peraturan yang diberikan oleh guru.

2. Terapkan MITRA

Langkah ini diperlukan untuk memilih solusi berdasarkan pertimbangan yang benar sebagai bentuk pemecahan masalah, yaitu dengan menerapkan MITRA.

3. Evaluasi MITRA

Langkah ini mengharuskan peserta didik untuk mengidentifikasi kembali masalah yang dapat dipecahkan dengan cara sama seperti masalah yang telah diberikan, untuk mengetahui efek dari berbagai kondisi dalam masalah tertentu, atau untuk mengevaluasi strategi dari solusi yang diberikan. Tahap-tahap implementasi model pembelajaran MITRA berbasis problem solving dapat dilihat pada Tabel 2.3 yaitu:

Tabel 2.3

Implementasi Model Pembelajaran MITRA Berbasis Problem Solving Tahapan Kegiatan Guru Kegiatan Peserta Didik Tahap 1:

Identifikasi Masalah

1. Menyiapkan fisik dan psikis peserta didik

(29)

Tahapan Kegiatan Guru Kegiatan Peserta Didik 2. Memotivasi

peserta didik agar terlibat dalam pembelajaran

2. Termotivasi untuk terlibat dalam

3. Menerima informasi yang tidak relevan atau tidak memadai atau

4. Mengikuti prosedur pembelajaran

5. Menjelaskan tujuan pembelajaran

5. Memahami tujuan pembelajaran 6. Menyiapkan materi

pokok pembelajaran

6. Menerima materi pokok pembelajaran

7. Melihat representasi visual atau tugas yang akan dikerjakan

8. Menjelaskan konsep atau keterampilan baru pada MITRA

(30)

Tahapan Kegiatan Guru Kegiatan Peserta Didik Tahap 3:

Evaluasi MITRA

9. Mendorong peserta didik

10. Menerima umpan balik atas perasaan yang

12. Memahami keputusan yang akan diambil

Kelebihan model pembelajaran MITRA berbasis problem solving adalah:

1. Bersifat menyenangkan dan interaktif dapat merangsang peserta didik untuk dapat menumbuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS).

2. Memecahkan topik yang sulit sampai pada potongan informasi yang dapat diatur.

(31)

4. Peserta didik dapat belajar mempraktikkan berbagai keterampilan.

5. Dikembangkan sesuai dengan kurikulum nasional yang berlaku 6. Menggabungkan warna-warni dan pendekatan visual untuk

belajar dengan konten sederhana namun informatif sehingga memberikan pengalaman belajar peserta didik yang sangat efektif.

7. Memuat evauasi teori yang dapat membantu peserta didik reflek berpikir cepat, mengontrol emosi, tidak melakukan kecurangan (supportive), dan kreatif dalam mengatur strategi yang berpengaruh terhadap perilaku peserta didik.

8. Membantu peserta didik terbuka dengan pengalaman-pengalaman baru.

9. Membantu peserta didik mengembangkan tujuan pembelajaran. 10. Meningkatkan harga diri peserta didik dalam memahami dirinya

secara utuh. 2.1.7 Model Pengembangan

Model-model pengembangan biasanya digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan penelitian dan pengembangan atau (R&D). Model penegmbangan diperlukan karena adanya prosedur atau langkah-langkah dalam pengerjaannya. Jenis model-model pengembangan yaitu: model ADDIE, model ASSURE, model Hannafin and Peck, model Gagne and Briggs, model Dick and Carry, model Borg and Gall, dan model 4D atau Four D Models (Kukuh Andri Aka, 2013). Model pengembangan yang akan digunakan oleh penulis adalah model 4D atau Four D Models.

(32)

1. Tahap pendefinisian (define)

Tahap pendefinisian dilaksanakan dengan cara analisis konsep dan analisis tugas yang semula paralel kemudian diubah menjadi berurutan yaitu dari analisis konsep ke analisis tugas. Kondisi ini dilakukan karena dalam pelajaran utamanya matematika, materinya dapat terstruktur sehingga urutan tugas-tugas akan bergantung pada urutan konsep yang ada.

2. Tahap perancangan (design)

Istilah analisis konsep diubah dengan analisis materi yang memiliki cakupan lebih luas dari konsep.

3. Tahap pengembangan (develop)

Pada tahapan pengembangan dilakukan uji keterbacaan dan audio-visual. Hal tersebut dilakukan karena yang dikembangkan adalah media berbasis video, sehingga uji komponen video diperlukan untuk mengetahui apakah peserta didik tertarik dan memahami isi video tersebut.

Menurut Endang Mulyatiningsih (2011: 179-183) model 4D ini terdapat empat tahap utama yang terdiri atas:

1. Define (Pendefinisian)

Tahap pendefinisian (define) adalah tahapan yang berguna untuk mendefinisikan, menjabarkan, dan menentukan kebutuhan-kebutuhan yang ada dalam proses pembelajaran dan mengumpulkan informasi-informasi berkaitan dengan pengembangan bahan ajar atau materi pembelajaran. Tahap ini dilakukan untuk mendefinisikan syarat-syarat pengembangan sebagai analisis kebutuhan. Ada 5 kegiatan analisis kebutuhan yaitu:

(33)

langkah-langkah berikutnya dalam pengembangannya sesuai kebutuhan peserta didik.

b. Learner analysis: guru mempelajari karakteristik peserta didik yang dimilikinya. Cara yang dapat ditempuh yaitu dengan mempertimbangkan ciri-ciri, kemampuan, dan pengalaman peserta didik baik karakteristik dalam usia, akademik, dan motivasi peserta didik terhadap mata pelajaran.

c. Task analysis: guru menganalisis tugas pokok yang harus dikuasai oleh peserta didik untuk mencapai kompetensi. Analisis tugas dilaksanakan guna mengetahui tugas-tugas utama peserta didik yang mengacu pada KD dan materi yang akan disajikan dalam pengembangan.

d. Concept analysis: guru menganalisis konsep yang akan diajarkan kepada peserta didik dan menyusun langkah-langkah yang akan dilakukan secara rasional. Analisis konsep dilaksanakan guna mengetahui konten atau isi materi yang relevan dalam pengembangan

e. Specifying instructional objectives: guru menulis tujuan pembelajaran dan apa saja perubahan perilaku yang diharapkan setelah belajar dengan kata kerja operasional (KKO).

Selain itu, dalam konteks pengembangan bahan ajar atau materi pembelajaran (seperti: modul, buku, LKS), tahap pendefinisian dapat dilakukan dengan cara:

a. Analisis kurikulum

(34)

b. Analisis karakteristik peserta didik

Analisis karakter peserta didik dilakukan karena semua proses pembelajaran harus disesuaikan dapat dengan karakteristik peserta didik itu sendiri dianaranya: karakteristik fisik, motivasi belajar, kemampuan akademik individu, kemampuan bekerja secara kelompok, latar belakang ekonomi dan sosial, serta pengalaman belajar. Terkait dengan pengembangan bahan ajar atau materi pembelajaran, karakteristik peserta didik perlu diketahui yakni untuk proses penyusunannya agar sesuai dengan kemampuan akademiknya.

c. Analisis materi

Analisis materi dilakukan yakni dengan cara mengidentifikasi materi utama yang perlu diajarkan, mengumpulkan dan memilih materi yang relevan, dan menyusunnya kembali secara sistematis

d. Merumuskan tujuan

Sebelum menulis atau membuat bahan ajar, tujuan pembelajaran dan kompetensi yang hendak diajarkkan dan dicapai perlu dirumuskan terlebih dahulu. Hal ini berguna untuk membatasi peneliti supaya tidak menyimpang dari tujuan semula.

2. Design (Perancangan)

Tahap perancangan (design) adalah tahapan yang dilakukan setelah mendapatkan definisi-definisi dan analisis berbagai permasalahan yang ada. Tahap ini juga bertujuan untuk merancang pengembangan yang meliputi:

(35)

b. Memilih media pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran dan karakteristik peserta didik.

c. Pemilihan bentuk penyajian pembelajaran disesuaikan dengan media pembelajaran yang digunakan. Apabila guru menggunakan media audio visual pada saat pembelajaran, maka peserta didik diminta untuk melihat dan mengapresiasi tayangan media audio visual tersebut. d. Mensimulasikan penyajian materi dengan media beserta

langkah-langkah pembelajaran yang telah dirancang. Saat simulasi pembelajaran berlangsung maka ada penilaian dari teman sejawat

Tahap perancangan ini, penulis sudah dapat membuat produk awal (prototype) atau rancangan produk seperti kerangka isi hasil analisis kurikulum dan materi atau dapat juga berisi kegiatan untuk menyiapkan kerangka konseptual model dan perangkat pembelajaran (materi, media, dan alat evaluasi). Baru setelah itu mensimulasikan penggunaan model dan perangkat pembelajaran tersebut ke dalam lingkup kecil. Langkah berikutnya yaitu memvalidasi rancangan produk tersebut yang dapat dilakukan oleh teman sejawat seperti dosen atau guru dari bidang studi/bidang keahlian yang sama. Berdasarkan dari hasil validasi tersebut, maka dimungkinkan rancangan produk tersebut masih perlu diperbaiki sesuai dengan saran validator. 3. Development (Pengembangan)

(36)

kegiatan uji coba rancangan produk pada sasaran subjek yang sesungguhnya untuk mencari data respon, reaksi atau komentar dari sasaran pengguna model. Hasil uji coba digunakan untuk memperbaiki produk. Setelah produk diperbaiki kemudian diujikan kembali sampai memperoleh hasil yang paling efektif.

Selanjutnya, dalam konteks pengembangan bahan ajar atau materi pembelajaran tahap pengembangan dapat dilakukan dengan cara menguji isi dan keterbacaan produk tersebut kepada pakar yang terlibat pada saat validasi rancangan dan peserta didik yang akan menggunakannya. Hasil pengujian kemudian digunakan untuk revisi sehingga produk benar-benar telah memenuhi kebutuhan pengguna. Cara mengetahui efektivitas produk bahan ajar tersebut dalam meningkatkan hasil belajar, yaitu melalui kegiatan dengan memberi soal-soal latihan yang materinya diambil dari buku ajar atau materi pembelajaran yang dikembangkan.

Berikutnya, dalam konteks pengembangan model pembelajaran, kegiatan pengembangan (develop) dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.

a. Validasi model pembelajaran yang dilakukan oleh ahli/pakar. Validasi ahli berguna untuk menyortir konten materi yang terdapat di dalamnya. Hal-hal yang dapat divalidasi yaitu meliputi panduan penggunaan model dengan perangkat model pembelajaran. Tim ahli yang dilibatkan dalam proses validasi terdiri dari: pakar bidang studi pada mata pelajaran yang sama, pakar teknologi pembelajaran, dan pakar evaluasi hasil belajar.

b. Revisi model pembelajaran berdasarkan masukan dari pakar pada saat validasi.

(37)

d. Revisi model berdasarkan hasil uji coba.

e. Implementasi model pada wilayah yang lebih luas. 4. Disseminate (Penyebaran)

Tahap penyebaran (disseminate) bertujuan untuk dapat menyebarluaskan produk yang memuat 3 kegiatan yaitu: validation testing, packaging, dan diffusion and adoption. Pada tahap validation testing, produk yang sudah direvisi pada tahap pengembangan kemudian diimplementasikan pada sasaran sesungguhnya. Saat implementasi dilakukan pengukuran ketercapaian tujuan untuk mengetahui efektivitas produk yang dikembangkan. Setelah produk diimplementasikan, pengembang perlu melihat hasil pencapaian tujuan. Tujuan yang belum dapat tercapai perlu dijelaskan kembali solusinya sehingga tidak terulang lagi kesalahan yang sama setelah produk disebarluaskan. Kegiatan terakhir dari tahap pengembangan adalah melakukan packaging (pengemasan) dan diffusion and adoption. Tahap ini dilaksanakan supaya produk dapat dimanfaatkan oleh orang lain. Pengemasan produk dilakukan dengan mencetak buku panduan penerapan model pembelajaran. Setelah buku dicetak, buku tersebut disebarluaskan supaya dapat diserap (diffusi) atau dipahami orang lain dan digunakan (diadopsi) pada kelas mereka.

(38)

Penulis memilih model 4D ini bertujuan agar dapat menghasilkan produk berupa model pembelajaran MITRA berbasis problem solving. Produk yang dikembangkan untuk kemudian diuji kelayakannya. Validitas dan uji coba produk dilaksanakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat validitas produk model pembelajaran MITRA berbasis problem solving. menurut pendapat ahli materi, ahli madia, dan pengguna.

2.1.8 Hasil Belajar Matematika 2.1.8.1 Pengertian

Salah satu kompetensi yang dilakukan oleh guru mata pelajaran diantaranya adalah dalam mengembangkan instrument penilaian hasil belajar. Agar pembuatan instrumen penilaian berkualitas maka diperlukan persiapan. Persiapan itu berupa analisis dari Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) serta indikator pencapaian kompetensi. Jadi, hasil belajar matematika merupakan suatu kegiatan untuk mencermati tujuan mata pelajaran matematika yang akan dicapai dalam karakteristik kompetensi dasarnya. 2.1.8.2 Pengukuran

(39)

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian pengembangan yang dilakukukan menggunakan sepuluh macam hasil penelitian yang relevan sebagai berikut.

1. Penelitian berjudul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika yang Menunjang Pendidikan Karakter Siswa Kelas IV Sekolah Dasar” oleh Layin Fauziyah & Jailani tahun 2014 yang menghasilkan perangkat pembelajaran multimedia interaktif untuk menunjang pendidikan karakter pada materi pecahan. Hasil validasi perangkat pembelajaran tersebut ternyata layak untuk digunakan dengan kategori cukup valid, praktis, dan efektif.

2. Penelitian berjudul “Pengembangan Multimedia Pembelajaran Matematika pada Materi Bilangan Bulat Kelas IV SDN Lempuyangan I Yogyakarta” oleh Fredy tahun 2013 dengan hasil uji Thitung lebih besar dari ttabel (4,034 > 2,01) dan hasil uji n-gain 0,57 > 0,42 dalam artian hasil belajar kelas eksperimen lebih besar dari kelas kontrol, sehingga penggunaan multimedia efektif meningkatkan hasil belajar peserta didik.

3. Penelitian berjudul “Perancangan dan Implementasi Pembelajaran Perkalian dan Pembagian Bilangan untuk Sekolah Dasar Kelas 2” yang dilakukan oleh Agung Dwi Hariyanto tahun 2013 dengan hasil bahwa produk multimedia interaktif tersebut dapat memudahkan proses belajar mengajar sehingga meningkatkan kualitas prestasi belajar peserta didik.

4. Penelitian berjudul “Pengimplementasian Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Interaktif pada Mata Pelajaran Matematika di Sekolah Dasar” oleh Mila C. Paseleng & Rizki Arfiyani dan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran berbasis multimedia interaktif dapat memberi pengaruh positif terhadap pembentukan minat belajar peserta didik.

(40)

Berat untuk Sekolah Dasar (SD) Kelas 2” oleh Harry Prima Putra & Wahyu Pujiyono tahun 2014 dan menghasilkan multimedia interaktif pembelajaran matematika tentang pengukuran waktu, panjang dan berat untuk Sekolah Dasar kelas 2 yang dapat dijadikan sebagai media pendukung pembelajaran bagi guru maupun peserta didik Sekolah Dasar kelas 2.

6. Penelitian berjudul “Implementation of Android Based Mobile Learning Application as a Flexible Learning Media” oleh Kurniawan Teguh Martono dan Oky Dwi Nurhayati tahun 2014 dengan hasil bahwa 95% pengguna merasa senang saat belajar menggunakan produk multimedia interaktif dan 5% sisanya kurang menikmati. Jadi, dapat dikatakan bahwa penggunaan multimedia interaktif dapat dilakukan dalam proses pembelajaran sehingga lebih fleksibel.

7. Penelitian berjudul “Pembelajaran Matematika Materi Bangun Ruang Balok dengan Aplikasi Multimedia Interaktif di SD Negeri Teguhan Sragen” oleh Agus Hartanto tahun 2013 memperoleh hasil bahwa siswa merasa tertarik sehingga timbul minat belajar yang lebih baik dan terbukti mempermudah siswa dalam memahami materi matematika dengan multimedia interaktif.

8. Penelitian berjudul “Strategi Pembelajaran Efektif Berbasis Mobile Learning pada Sekolah Dasar” oleh Muhammad Irwan Padli Nasution tahun 2016 dengan hasil bahwa multimedia interaktif yang dihasilkan sangat berguna untuk mendukung proses pembelajaran dan dapat meningkatkan fleksibilitas dalam kegiatan belajar mengajar.

9. Penelitian berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Problem Solving Berbantuan Permainan Snakes And Ladders terhadap Kompetensi Pengetahuan Matematika Siswa” oleh Maretayani tahun 2017 dengan hasil rata-rata 72,77 dengan penerapan model pembelajaran problem solving berbantuan media snakes and ladders.

(41)

Saefudin dan Munich Heindari Ekasari tahun 2015 dengan hasil implementasi aplikasi yang dikembangkan sangat membantu siswa dan mendapat tanggapan positif dalam pelajaran matematika dengan bantuan perangkat handphone seperti smartphone maupun tablet. Kesepuluh penelitian tersebut di atas menunjukkan bahwa dengan memanfaatkan media berupa multimedia interaktif, penggunaan smartphone, dan penerapan model pembelajaran problem solving di SD efektif menunjang hasil belajar peserta didik yang lebih baik. Produk-produk yang dihasilkan dikatakan relevan dan layak pakai. Oleh karena itu, penulis optimis bahwa produk model pembelajaran MITRA berbasis problem solving untuk pemecahan masalah matematika SD dapat berhasil pula seperti pada kesepuluh hasil penelitian relevan di atas.

2.3 Kerangka Pikir

Kerangka pikir dalam penelitian pengembangan model pembelajaran MITRA berbasis problem solving untuk pemecahan masalah matematika SD ini yaitu dinyatakan bahwa kondisi awal peserta didik selama proses pembelajaran dapat menghafal konsep yang dibelajarkan oleh guru. Namun peserta didik kurang memaksimalkan penggunaan konsep tersebut jika menemui kendala atau permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga peserta didik kurang memahami masalah yang sedang dihadapi dan kurang mampu merumuskannya.

(42)

Selanjutnya peserta didik dapat menggunakan MITRA berdasarkan pertimbangan yang benar sebagai bentuk pemecahan masalah. Terakhir adalah jika evaluasi terhadap MITRA dilakukan, maka peserta didik dapat mengidentifikasi kembali masalah yang dapat dipecahkan dengan cara sama seperti masalah yang telah diberikan, untuk mengetahui efek dari berbagai kondisi dalam masalah tertentu, atau untuk mengevaluasi strategi dari solusi yang diberikan terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika melalui materi pecahan. Semua ini sebagai gambaran paradigma penelitian dan selanjutnya dapat disajikan dalam Gambar 2.1 berikut ini.

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Multimedia Interaktif

Android (MITRA) Model Pembelajaran Problem Solving

Disposisi Kemampuan Disposisi Pemecahan

Masalah Matematik

Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematik

Apakah kemempuan pemecahan masalah dan disposisi matematik peserta didik yang memperoleh model pembelajaran MITRA berbasis problem solving lebih baik daripada yang hanya memakai multimedia

interaktif atau model pembelajaran problem solving saja? Materi Pelajaran Matematika:

(43)

2.4 Produk Hipotetik

Hipotesis penelitian ini yaitu dengan menggunakan model pembelajaran MITRA berbasis problem solving untuk pemecahan masalah matematika SD. Berikut adalah kerangka produknya.

Gambar 2.2 Produk Hipotetik

Prosedur 3 Evaluasi MITRA

Keluar Ayo Belajar

Ayo Mencoba Prosedur 2

Terapkan MITRA

Tampilan Awal

Masukkan Nama

Tampilan Menu Tampilan Kompetensi Dasar

Gambar

gambar dan model konkret
Tabel 2.1
gambar dengan
Tabel 2.2
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dengan dibuatnya aplikasi multimedia player ini pemakai tidak perlu membutuhkan 2 player untuk menjalankan file audio dan file video dengan berbagai macam jenis file yang

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran di

Analisis wacana kritis melihat bahasa sebagai faktor penting, yakni bagaimana. bahasa digunakan untuk melihat ketimpangan kekuasaan dalam

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Current Ratio memiliki pengaruh positif tidak signifikan terhadap Return Saham, artinya pengujian ini menunjukkan bahwa

Penulis juga menyadari bahwa apapun metodologinya tetap memiliki keterbatasan, seperti yang dinyatakan Dedy Mulyana (2000:18) bahwa Suatu persepektif bersifat

Tujuan dari penelitian ini adalah 1) untuk menguji dan menganalisa perubahan kinerja keuangan Pengakuisisi sebelum dan sesudah merger dan akuisisi yang diukur dengan

Konsentrasi nitrat di

• Reduce shipment time & cost • Better supply chain planning. • Expanding seaports