• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model Pembelajaran Mitra Berbasis Problem Solving untuk Pemecahan Masalah Matematika SD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model Pembelajaran Mitra Berbasis Problem Solving untuk Pemecahan Masalah Matematika SD"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

76

Penelitian dan pengembangan model pembelajaran multimedia interaktif android (MITRA) berbasis problem solving untuk pemecahan masalah matematika sekolah dasar (SD) telah dilaksanakan dengan menggunakan metode Research and Development (R&D) yang diadobsi dari Sukmadinata (2016: 164). Model pembelajaran MITRA berbasis

problem solving ini mengadobsi model pengembangan 4D dari Endang Mulyatiningsih (2011: 179-183) yaitu: pendefinisian (define), perancangan (design), pengembangan (develop), dan penyebaran (disseminate). Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model pembelajaran MITRA berbasis problem solving dalam pemecahan masalah matematika SD, mengetahui tingkat validitas produk pengembangan model pembelajaran MITRA berbasis problem solving menurut pendapat ahli, dan mengetahui tingkat efektifitas produk pengembangan model pembelajaran MITRA berbasis problem solving menurut pendapat peserta didik SD. Pada sub bab deskripsi hasil penelitian ini akan disajikan proses pengembangan model pembelajaran MITRA berbasis problem solving.

Rincian waktu dan kegiatan yang dilaksanakan penulis dalam mengembangkan model pembelajaran MITRA berbasis problem solving

dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini. Tabel 4.1

Rincian Waktu dan Kegiatan Pengembangan Media Pembelajaran No. Bulan Kegiatan Nama Hasil yang Diperoleh

1. September 2017 Potensi dan

(2)

No. Bulan Kegiatan Nama Hasil yang Diperoleh 2. September 2017 Pengumpulan

Data Data-data materi ajar matematika yaitu pecahan. 3. Oktober 2017 Desain

Produk Menghasilkan perangkat pembelajaran berupa silabus dan RPP, sebagai dasar untuk membuat model

pembelajaran MITRA berbasis problem solving.

4. November 2017 Validasi

Desain Mengetahui kelebihan dan kekurangan model pembelajaran MITRA

berbasis problem solving oleh dosen pembimbing, ahli materi, dan ahli media. 5. November 2017 Revisi Desain

Produk Model pembelajaran MITRA berbasis problem solving

yang sesuai dengan harapan setelah adanya perbaikan (revisi) berdasarkan penilaian dosen pembimbing, ahli materi, dan ahli media. 6. November 2017 Simulasi Melakukan latihan awal

sebelum uji coba terbatas

Produk - Data peserta didik kelas 4 SD Negeri Tegalrejo 01 Salatiga

- Mempraktikkan model pembelajaran MITRA berbasis problem solving

dalam pembelajaran - Dokumentasi uji coba

(3)

No. Bulan Kegiatan Nama Hasil yang Diperoleh 8. November 2017 s/d

selesai Penulisan Laporan Penelitian

Berikut adalah proses-proses yang dilakukan pada penelitian ini. Proses pertama, penulis melakukan studi pendahuluan yaitu dengan studi pustaka dan survei lapangan. Hasil dari studi pendahuluan yang dilakukan oleh penulis terhadap 6 guru di SD Negeri Tegalrejo 01 Salatiga yaitu bahwa guru: menguasai materi yang akan dibelajarkan kepada peserta didik, memotivasi peserta didik untuk fokus mengikuti pembelajaran matematika, memaksimalkan penggunaan buku teks dan menyertakan sumber-sumber lainnya terkait materi pembelajaran sebagai sumber informasi, memberikan tugas secara terstruktur kepada peserta didik di dalam maupun di luar kelas, memberi respon berupa penghargaan dan/atau sanksi kepada peserta didik, mengoptimalkan penggunaan media pembelajaran, dan menggunakan media teknik informasi dan komunikasi (TIK) sebagai sarana penyampaian informasi kepada peserta didik. Hasil studi pendahuluan tersebut, maka perlu ada langkah-langkah model pembelajaran MITRA berbasis problem solving.

(4)

untuk pemecahan masalah matematika SD, dan membuat rancangan

storyboard MITRA.

Proses ketiga, penulis melaksanakan serangkaian pengembangan produk model pembelajaran MITRA berbasis problem solving. Produk model pembelajaran MITRA berbasis problem solving yang telah berhasil dikembangkan untuk kemudian divalidasi oleh ahli materi dan ahli media. Oleh keduanya, penulis melakukan revisi produk model pembelajaran MITRA berbasis problem solving. Revisi telah dilaksanakan sehingga tampak perbedaan yang lebih baik sesuai dengan masukan ahli materi maupun ahli media. Produk model pembelajaran MITRA berbasis problem solving sudah siap diuji coba terbatas kepada peserta didik SD Negeri Tegalrejo 01 Salatiga. Hasil dari uji coba terbatas tersebut ternyata masih terdapat revisi sehingga penulis melaksanakan revisi ulang. Hasil revisi kedua produk model pembelajaran MITRA berbasis problem solving

akhirnya dapat diuji coba luas dengan peserta didik SD Negeri Tegalrejo 01 Salatiga yang lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan jumlah peserta didik saat uji coba terbatas. Seusai uji coba terbatas, proses pengembangan produk model pembelajaran MITRA berbasis problem solving berarti dinyatakan telah selesai. Berikut ini adalah uraian dari hasil penelitian dan pengembangan produk model pembelajaran MITRA berbasis problem solving.

4.1.1 Hasil Studi Pendahuluan Model Pembelajaran MITRA Berbasis

Problem Solving

(5)

Berdasarkan hasil observasi dari 6 guru di SD Negeri Tegalrejo 01 Salatiga diperoleh data sebagai berikut: 1) 83,33% guru menyusun rencana pembelajaran yang relevan secara tertulis sebelum pembelajaran matematika berlangsung, 2) 100% guru menguasai materi yang akan dibelajarkan kepada peserta didik, 3) 100% guru memotivasi peserta didik untuk fokus mengikuti pembelajaran matematika, 4) 100% guru memaksimalkan penggunaan buku teks dan menyertakan sumber-sumber lainnya terkait materi pembelajaran sebagai sumber informasi, 5) 100% guru memberikan tugas secara terstruktur kepada peserta didik di dalam maupun di luar kelas, 6) 100% guru memberi respon berupa penghargaan dan/atau sanksi kepada peserta didik, 7) 66,67% guru mengoptimalkan penggunaan media pembelajaran, dan 8) 33,33% guru menggunakan media TIK sebagai sarana penyampaian informasi kepada peserta didik pada pembelajaran matematika.

Berdasarkan hasil observasi terhadap peserta didik kelas 4 SD Negeri Tegalrejo 01 Salatiga diperoleh data sebagai berikut: 1) 100% peserta didik menyatakan bahwa telah menggunakan buku teks dan sumber-sumber lainnya yang terkait materi pembelajaran sebagai sumber informasi, 2) 90% peserta didik menanggapi tugas-tugas yang diberikan oleh guru secara terstruktur kepada peserta didik di dalam maupun di luar kelas, 3) 100% peserta didik mendapatkan respon berupa penghargaan dan/atau sanksi, 4) 75% peserta didik termotivasi untuk fokus mengikuti pembelajaran matematika, 5) 50% peserta didik turut mengoptimalkan penggunaan media pembelajaran, dan 6) 20% peserta didik menggunakan media TIK sebagai sarana penyampaian informasi pada pembelajaran matematika.

(6)

bukan hanya guru saja namun peserta didik dapat turut menikmati media TIK sebagai sarana penyampaian informasi. Penggunaan media TIK sebagai sarana atau alternatif guru dalam menyampaikan informasi kepada peserta didik. Peserta didik dapat memanfaatkan TIK sebagai fasilitas yang dapat membantu menumbuhkan keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS) dalam pembelajaran matematika khususnya pada materi pecahan. Jadi, ketertarikan peserta didik terhadap TIK khususnya smartphone yang saat ini sangat besar dan seakan-akan menjadi ketergantungan yang mungkin dapat dikatakan sulit untuk dihindari, kini guru dapat turut mambantu mengarahkan dalam penggunaannya secara positif.

4.1.2 Hasil Pengembangan Model Pembelajaran MITRA Berbasis

Problem Solving

Model pembelajaran MITRA berbasis problem solving

merupakan perpaduan antara multimedia interaktif, penggunaan

smartphone dengan system operasi Android, dan model pembelajaran

problem solving. Penggunaan model pembelajaran MITRA berbasis

problem solving dalam pembelajaran matematika dapat menjawab kebutuhan peserta didik. Peserta didik ikut terlibat aktif dengan menggunakan media TIK sehingga pemecahan masalah matematika dapat terurai. Selain itu, model pembelajaran MITRA berbasis

problem solving yang dapat menyesuaikan dengan karakteristik dari kompetensi yang diajarkan. Susunan KD dalam materi pecahan pada mata pelajaran matematika masih dapat berubah-ubah, namun secara prinsip konten kompetensi tidak begitu jauh menyimpang. Berikut ini adalah hasil pengembangan model pembelajaran MITRA berbasis

problem solving untuk pemecahan masalah matematika SD.

4.1.2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran MITRA Berbasis

Problem Solving

(7)

pembelajaran yang berisi pemecahan terhadap suatu masalah melalui multimedia interkatif dengan pemanfaatan TIK berupa smartphone sistem operasi Android. Pelajaran ini mencakup proses dengan menggunakan contoh program dengan masalah atau masalah yang dibelajarkan kepada peserta didik. Peserta didik dapat menggunakan proses tersebut untuk mengembangkan solusi.

Model pembelajaran MITRA berbasis problem solving

dikembangkan dengan tujuan pendidikan: yaitu agar setiap peserta didik memiliki pemahaman atas proses pemecahan masalah dan dapat menghargai nilai proses pemecahan masalah apa yang dapat peserta didik lakukan untuk dirinya sendiri. Secara kognitif, peserta didik dapat menjelaskan proses pemecahan masalah dengan menunjukkan penggunaan proses pemecahan masalah. Secara afektif, peserta didik dapat menghargai penggunaan proses pemecahan masalah dengan mengevaluasi keefektifannya dalam mencapai tujuan pembelajaran. Jadi, model pembelajaran MITRA berbasis

problem solving dapat memberikan pengalaman belajar otentik kepada peserta didik sehingga dapat efektif diterapkan dalam proses pembelajaran matematika SD menggunakan

smartphone sistem operasi Android.

Sintaks model pembelajaran MITRA berbasis problem solving. Sintaks tersebut adalah sebagai berikut:

1. Identifikasi Masalah

(8)

2. Terapkan MITRA

Langkah ini diperlukan untuk memilih solusi berdasarkan pertimbangan yang benar sebagai bentuk pemecahan masalah, yaitu dengan menerapkan MITRA.

3. Evaluasi MITRA

Langkah ini mengharuskan peserta didik untuk mengidentifikasi kembali masalah yang dapat dipecahkan dengan cara sama seperti masalah yang telah diberikan, untuk mengetahui efek dari berbagai kondisi dalam masalah tertentu, atau untuk mengevaluasi strategi dari solusi yang diberikan.

Kelebihan model pembelajaran MITRA berbasis

problem solving adalah:

1. Bersifat menyenangkan dan interaktif dapat merangsang peserta didik untuk dapat menumbuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS).

2. Memecahkan topik yang sulit sampai pada potongan informasi yang dapat diatur.

3. Membantu meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap berbagai topik pemecahan masalah.

4. Peserta didik dapat belajar mempraktikkan berbagai keterampilan.

5. Dikembangkan sesuai dengan kurikulum nasional yang berlaku

6. Menggabungkan warna-warni dan pendekatan visual untuk belajar dengan konten sederhana namun informatif sehingga memberikan pengalaman belajar peserta didik yang sangat efektif.

(9)

melakukan kecurangan (supportive), dan kreatif dalam mengatur strategi yang berpengaruh terhadap perilaku peserta didik.

8. Membantu peserta didik terbuka dengan pengalaman-pengalaman baru.

9. Membantu peserta didik mengembangkan tujuan pembelajaran.

10. Meningkatkan harga diri peserta didik dalam memahami dirinya secara utuh.

Pelaksanaan model pembelajaran MITRA berbasis

problem solving untuk pemecahan masalah matematika SD yaitu:

1. Menyusun silabus matematika kelas 4 SD.

2. Memilih danmenentukan kompetensi dasar materi (pecahan).

3. Menyusun RPP yang memuat model pembelajaran MITRA berbasis problem solving. RPP memuat kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir seperti pada Tabel 4.2 berikut

Tabel 4.2

(10)

Kegiatan Akhir

Review/refleksi terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan pada kegiatan inti, pemberian penguatan dan kesimpulan, dan kegiatan penutup

Jadi, pelaksanaan model pembelajaran MITRA berbasis

problem solving untuk pemecahan masalah matematika SD dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut.

Gambar 4.1

Langkah-langkah Pelaksanaan Model Pembelajaran MITRA Berbasis Problem Solving untuk Pemecahan Masalah

Matematika SD

Memilih dan Menentukan Kompetensi Dasar Materi Menyusun Silabus Matematika Kelas 4 SD

Menyusun RPP

Kegiatan Akhir Kegiatan Inti Kegiatan Awal

Evaluasi MITRA Terapkan

MITRA Identifikas

i Masalah

(11)

4.1.2.2 Spesifikasi Produk Model Pembelajaran MITRA Berbasis Problem Solving

Spesifikasi produk model pembelajaran MITRA berbasis problem solving untuk pemecahan masalah matematika SD yaitu:

1. Silabus Matematika Kelas 4 SD.

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

3. Produk model pembelajaran MITRA berbasis problem solving disajikan dalam bentuk aplikasi dengan format .apk

a. Tampilan Pembuka

Gambar 4.2 Tampilan Pembuka b. Tampilan Kompetensi Dasar

Gambar 4.3

(12)

c. Tampilan Input Nama

Gambar 4.4 Tampilan Input Nama d. Tampilan Menu Utama

Gambar 4.5 Tampilan Menu Utama e. Tampilan Konten

1) Menu Utama 1

Gambar 4.6

(13)

Gabar 4.7

Tampilan Menu Utama 1B Pecahan Interaktif 2) Menu Utama 2

Gambar 4.8

Tampilan Menu Utama 2A Pecahan Senilai

Gambar 4.9

(14)

Gambar 4.10

Tampilan Menu Utama 2C Papan Pecahan Interaktif

3) Menu Utama 3

Gambar 4.11

Tampilan Menu Utama 3A Menyederhanakan Pecahan

Gambar 4.12

(15)

4) Menu Utama 4

Gambar 4.13

Tampilan Menu Utama 4 Menemukan Angka Pecahan

e. Tampilan Kuis

Gambar 4.14 Tampilan Kuis f. Tampilan Soal Interaktif 1

(16)

g. Tampilan Soal Interaktif 2

Gambar 4.16 Tampilan Soal Interaktif 2 h. Tampilan Soal Interaktif 3

Gambar 4.17 Tampilan Soal Interaktif 3 i. Tampilan Pemberitahuan Jawaban Benar

Gambar 4.18

(17)

j. Tampilan Pemberitahuan Jawaban Salah

Gambar 4.19

Tampilan Pemberitahuan Jawaban Salah k. Tampilan Hasil

Gambar 4.20 Tampilan Hasil l. Tampilan Konfirmasi Keluar

Gambar 4.21

(18)

4. Smartphone dengan operating system Android.

5. Gantungan kunci MITRA Pecahan Matematika SD.

Gambar 4.22

Gantungan Kunci MITRA Pecahan Matematika SD 4.1.3 Tingkat Validitas Model Pembelajaran MITRA Berbasis Problem

Solving

Tingkat validitas model pembelajaran MITRA berbasis problem solving untuk pemecahan masalah matematika SD menggunakan 4 orang ahli yaitu: 2 ahli materi dan 2 ahli media. 2 ahli materi yaitu: Indri Anugraheni, S.Pd., M.Pd. (A1) dan Yustinus, M.Pd. (A2) serta 2 ahli media yaitu: Stefanus C. Relmasira, S.Pd., MS.Ed. (A3) dan Gamaliel Septian Airlanda, M.Pd. (A4). Berikut ini adalah hasil tingkat uji validitas model pembelajaran MITRA berbasis problem solving beserta hasil revisiannya.

4.1.3.1 Hasil Uji Tingkat Validitas Model Pembelajaran MITRA Berbasis Problem Solving

(19)

Tabel 4.3

Hasil Validasi Model Pembelajaran MITRA Berbasis

Problem Solving oleh Ahli Materi

Aspek Indikator SKOR

A1 A2 Materi

Pembe-lajaran

1. Kesesuaian judul dengan isi materi

pembelajaran 3 4

2. Kejelasan petunjuk belajar 4 5 3. Kejelasan kerangka isi 3 5 4. Kesesuaian indikator pencapaian

kompetensi dengan KD 4 4

5. Keoperasionalan indikator

pencapaian kompetensi 3 4

6. Kesesuaian indikator pencapaian kompetensi dengan materi pembelajaran

3 4

7. Kejelasan konsep materi

pembelajaran 3 4

8. Kesesuaian ilustrasi dengan materi

pembelajaran 3 4

9. Kejelasan contoh yang diberikan 4 4 10. Kesesuaian kasus argumentatif

dengan materi pembelajaran 4 3

Jumlah 34 41

Total 75

Rata-rata 37.5

(20)

=Skor AktualSkor Ideal x100%

=100 x100%75

= 75%

Berdasarkan skor yang diperoleh di atas, maka kategori materi yang terkandung dalam model pembelajaran MITRA berbasis problem solving tergolong dalam interval 61-80% sehingga termasuk dalam kategori tinggi. Kategori tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran MITRA berbasis

(21)

Tabel 4.4

Hasil Validasi Model Pembelajaran MITRA Berbasis

Problem Solving oleh Ahli Media

Aspek Indikator SKOR

A3 A4

Tampil-an 1. 2. Relevansi konten Tingkat ketertarikan background 5 4 4 3

3. Warna background 4 4

4. Relevansi gambar/foto dngan konten 4 4

5. Kesesuaian teks 4 3

6. Ukuran huruf 3 3

7. Tata letak gambar/foto 4 4 8. Kecukupan ukuran gambar 4 3 9. Ketersediaan multimedia interaktif 5 4 Akses 1. Tingkat kemudahan akses 4 4 2. Tingkat kemudahan pengoperasian 4 4

3. Kesesuaian bahasa 3 4

Inter-aksi 1. 2. Ketersediaan fasilitas interaktifitas Kesesuaian topik atau pokok 4 2 bahasan yang dipelajari 4 4

1. Tingkat ketertarikan peserta didik 4 4

2. Kejelasan tujuan 4 5

3. Kejelasan tugas 4 4

4. Desain materi 4 4

5. Desain tugas 4 4

6. Keterkaitan materi dengan masalah

sehari-hari peserta didik 4 2

7. Kesesuain materi 4 4

8. Fleksibilitas waktu 4 4

Kontrol 1. Kemudahan akses materi 4 4 2. Kemudahan akses tugas 4 4 3. Kemudahan navigasi interaktifitas 3 2 4. Kemudahan navigasi menu utama 4 3

Jumlah 111 103

Total 214

(22)

Analisis dilakukan setelah memperoleh rata-rata skor penilaian ahli media pembelajaran matematika yaitu 107 dengan pernyataan bahwa model pembelajaran MITRA berbasis problem solving telah memenuhi syarat dan layak diujicobakan kepada peserta didik setelah ada perbaikan sesuai masukan atau saran ahli media tersebut dengan menggunakan rumus:

=Skor AktualSkor Ideal x100%

=107140 x100%

= 76.5%

Berdasarkan skor yang diperoleh di atas, maka kategori media yang terkandung dalam model pembelajaran MITRA berbasis problem solving tergolong dalam interval 61-80% sehingga termasuk dalam kategori tinggi. Kategori tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran MITRA berbasis

(23)

4.1.3.2 Revisi Produk Model Pembelajaran MITRA Berbasis

Problem Solving

Berikut ini adalah hasil revisi produk model pembelajaran MITRA berbasis problem solving untuk pemecahan masalah matematika SD:

1. Layout 1

Gambar 4.23 Perlu Perbaikan 1

Pada gambar 4.23 di atas, perlu perbaikan pada judul tampilan yaitu: menyusun pecahan yang seharusnya diganti menjadi mengurutkan pecahan seperti pada Gambar 2.24 berikut:

Gambar 4.24

(24)

2. Layout 2

Gambar 4.25 Perlu Perbaikan 2

Pada gambar 4.25 di atas, perlu perbaikan yaitu: belum terdapat tampilan skor seharusnya diganti menjadi tampilan yang terdapat skor seperti pada Gambar 2.26 berikut:

Gambar 4.26

Layout Hasil Perbaikan 2 3. Layout 3

Gambar 4.27 di berikut adalah hasil perbaikan dimana sebelumnya hanya terdapat pada kuis saja, namun sekarang pada paket ayo mencoba yang terdapat dalam menu utama (lihat Gambar 4.5) sudah tersedian

(25)

Gambar 4.27

Layout Hasil Perbaikan 3 4.1.4 Uji Kualitas Model melalui Uji Coba Lapangan Terbatas

Uji kualitas model pembelajaran MITRA berbasis problem solving dilaksanakan melalui uji coba lapangan terbatas. Uji coba lapangan terbatas dilakukan terhadap peserta didik kelas 4 SD Negeri Tegalrejo 01 Salatiga. Uji coba lapangan terbatas dilakukan untuk mengetahui tingkat efektifitas hasil belajar peserta didik dan melihat hasil uji perbedaan tingkat efektifitas hasil belajar peserta didik. berikut adalah penjabarannya.

4.1.4.1 Deskripsi Uji Tingkat Efektifitas Hasil Belajar Peserta Didik

Tingkat efektifitas hasil belajar peserta didik menggunakan model pembeljaran MITRA berbasis problem solving dilaksanakan dengan mengunakan uji coba terbatas terhadap peserta didik kelas 4 SD Negeri Tegalrejo 01 Salatiga sebagai subjek penelitian. Pada uji coba terbatas ini dilaksanakan oleh guru kelas 4 yaitu Sri Rahayu, S.Pd.SD. dan penulis berperan sebagai pengamat dan pengingat alur implementasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dibantu oleh rekan sejawat. Pelaksanaan uji coba dilakukan pada tanggal 28 November 2017 dengan alokasi waktu 3x35 menit.

(26)

bagian dari produk model pembeljaran MITRA berbasis

problem solving. RPP yang disusun memuat kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Pada kegiatan awal dilakukan dengan adanya apersepsi, motivasi, serta penyampaian kompetensi dan rencana kegiatan. Kegiatan inti dilakukan dengan memberikan pretest dan serangkaian kegiatan pembelajaran menggunakan model pembelajaran MITRA berbasis problem solving serta penggunaan MITRA bagian akhir sebagai posttest. Pada kegiatan akhir dilakukan

review/refleksi terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan pada kegiatan inti, pemberian penguatan dan kesimpulan, serta kegiatan penutup.

Perolehan hasil pretest dan posttest peserta didik kelas 4 SD Negeri Tegalrejo 01 Salatiga dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut.

Tabel 4.5

Hasil Pretest dan Posttest

No. Interval Kelas Freku-Skor Pretest Skor Posttest ensi Persen-tase Freku-ensi Persen-tase

1 ≤20 0 0% 0 0%

Tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa skor pretest dan

(27)

peserta didik dengan persentase 0%, antara 61 sampai 80 terdapat 15 peserta didik dengan persentase 40%, dan antara 81 sampai 100 terdapat terdapat 23 peserta didik dengan persentase 60%. Jika digambarkan dalam diagram dapat dilihat pada Gambar 4.28 berikut.

Gambar 4.28

Kelas Interval Skor Pretest pada Uji Coba Terbatas

(28)

Gambar 4.29

Kelas Interval Skor Posttest pada Uji Coba Terbatas

4.1.4.2 Hasil Uji Perbedaan Tingkat Efektifitas Hasil Belajar Peserta Didik

Hasil uji perbedaan tingkat efektifitas hasil belajar peserta didik dalam uji coba terbatas yaitu dengan melihat hasil output dari Uji Wilcoxon yang menggunakan SPSS

(Statistical Product and Service Solution). Pada Bab III telah dipaparkan bahwa untuk melihat ada dan/atau tidaknya peningkatan hasil belajar peserta didik, khususnya dalam pemecahan masalah matematika SD maka dilaksanakan Uji

Wilcoxon menggunakan bantuan piranti lunak SPSS. Berikut adalah hasil Uji Wilcoxon dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut.

0 5 10 15 20 25 30 35 40

≤20 20-40 41-60 61-80 81-100

Posttest

(29)

Tabel 4.6

Asymp. Sig. (2-tailed) .000 a. Based on negative ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Hasil Uji Wilcoxon seperti Tabel 4.6 di atas menunjukkan bahwa:

1. Negative rank atau selisih negatif antara pretest dengan

posttest adalah 1, artinya adalah 1 data ada penurunan dari hasil pretest ke posttes;

2. Positive ranks atau selisih positif antara pretes adalah 32, artinya ke-32 peserta didik mengalami peningkatan hasil belajar, khususnya dalam pemecahan masalah Matematika SD. Mean rank positif atau rata-rata peningkatan tersebut sebesar 17,33, sedangkan Sum of Ranks atau jumlah ranking sebesar 554,50.

3. Ties, yaitu kesamaan skor pretest dan posttest adalah 5, artinya ada 5 peserta didik yang skornya sama antara

(30)

Pada ouput tentang Test Statistics diketahui bahwa nilai

Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,000 dan nilai Z yaitu -4,903. Dasar pengambilan keputusan Uji Wilcoxon berbantuan program SPSS adalah menggunakan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,000, dimana apabila nilai Asymp. Sig. (2-tailed) < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima, sebaliknya

apabila nilai Asymp. Sig. (2-tailed) > 0,05 maka H0 diterima

dan Ha ditolak.

Jika dirumuskan hipotesis: H0: M-posttest ≤ M-pretest

Median hasil belajar Matematika setelah melakukan pembelajaran menggunakan model pembelajaran MITRA berbasis problem solving

lebih rendah atau sama dengan sebelum pembelajaran.

Ha: M-posttest> M-pretest

Median hasil belajar Matematika setelah melakukan pembelajaran menggunakan model pembelajaran MITRA berbasis problem solving

lebih tinggi dari sebelum pembelajaran.

Tabel 4.6 di atas menunjukkan bahwa hipotesisnya menghendaki uji satu sisi (one-tail) maka nilai probabilitas 0,000 harus dibagi dua, sehingga diperoleh nilai 0,000/2 = 0,000. Nilai 0,000 ini ternyata < 0,05, maka H0 ditolak dan Ha

(31)

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian

Penelitian dan pengembangan ini menghasilkan produk model pembelajaran MITRA berbasis problem solving untuk pemecahan masalah matematika SD. Tujuannya adalah mengembangkan model pembelajaran MITRA berbasis problem solving dalam pemecahan masalah matematika SD yaitu untuk mengetahui langkah-langkahnya, mengetahui tingkat validitas produk pengembangan model pembelajaran MITRA berbasis

problem solving menurut pendapat ahli, dan mengetahui tingkat efektifitas produk pengembangan model pembelajaran MITRA berbasis problem solving menurut pendapat peserta didik SD. Pembahasan hasil penelitian ini merupakan penjelasan dari deskripsi hasil penelitian. Berikut ini adalah uraian pembahasan hasil penelitiannya.

4.2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran MITRA Berbasis Problem Solving untuk Pemecahan Masalah Matematika SD

Langkah-langkah model pembelajaran MITRA berbasis problem solving untuk pemecahan masalah matematika SD yaitu: 1) identifikasi masalah, 2) terapkan MITRA, dan 3) evaluasi MITRA. Adapun langkah-langkah penerapannya yaitu dengan cara: 1) menyusun silabus matematika kelas 4 SD; 2) memilih dan menentukan KD materi (pecahan), dan 3) menyusun RPP yang memuat model pembelajaran MITRA berbasis problem solving.

(32)

penetapan lingkungan secara khusus, ukuran keberhasilan, dan interaksi dengan lingkungan. Sehingga dalam keberhasilannya, model pembelajaran MITRA berbasis problem solving juga memiliki fungsi sesuai dengan fungsi model pembelajaran yang seturut dengan kutipan Suyanto dan Asep Jihad (2013: 137-138) oleh Chauhan yaitu sebagai: pedoman, pengembangan kurikulum, penempatan bahan pembelajaran, dan perbaikan pembelajaran.

Berikutnya yang kedua adalah keberhasilan pengembangan langkah-langkah model pembelajaran MITRA berbasis problem solving tidak lepas dari teori tentang model pembelajaran problem solving. Penulis sepakat dengan Bambang Suteng Sulasmono (2012: 162), Winastwan Gora & Sunarto (2010: 94), Bey dan Asriani (2013: 226), Krulik & Rudnick (2013: 217), serta Hanlie Murray, Alwyn Oliver, dan Piet Human dalam Miftahul Huda (2014: 273-274), dimana model pembelajaran problem solving adalah suatu model pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga dapat merangsang peserta didik untuk praktik dan belajar memecahkan masalah tersebut secara logis. Tujuannya adalah memberikan rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian oleh peserta didik dapat dilakukan pemecahan masalahnya sehingga dapat menambah keterampilan dalam mencapai materi pembelajaran (Darmadi, 2017: 118).

(33)

Keempat, terakhir dalam mengerucutkan langkah-langkah pembelajaran MITRA berbasis problem solving, penulis mengacu kepada sintaks model pembelajaran problem solving menurut Bey dan Asriani (2013: 226), six step proplem solving process

(www.cls.utk.edu), Darmadi (2017: 235), Deb Russel dalam Miftahul Huda (2014: 274-275), dan Lefudin (2014: 235-236), sehingga penulis dapat menentukan langkah-langkahnya yaitu: 1) identifikasi masalah, 2) terapkan MITRA, dan 3) evaluasi MITRA.

4.2.2 Pembahasan Tingkat Validitas Model Pembelajaran MITRA Berbasis Problem Solving

Pembahasan tingkat validitas model pembelajaran MITRA berbasis problem solving berdasarkan ahli materi dengan skor rata-rata 3,75 dan persentase rata-rata yaitu 75% dan oleh ahli media dengan skor rata-rata 214 dan persentase rata-rata yaitu 76.5%. Sehingga, sesuai persentase pencapaian pada bab III nilai tersebut dapat termasuk pada interpretasi kategori tinggi (Lihat Tabel 3.15). Demikian model pembelajaran MITRA berbasis problem solving

dapat dikatakan berkualitas sebagai bentuk pemecahan masalah untuk pembelajaran matematika SD.

Keberhasilan penulis untuk mendapatkan kategori tinggi dalam proses validasi oleh ahli materi karena terdapat ilmu matematika menurut A. Ismunamto (2011: 15-17), John A. Van de Walle yang diterjemahkan oleh Suyono (2008: 13), dan Suhendri (2011: 32). Selain itu, penulis juga tidak membuat materi sendiri. Penulis berpedoman kepada kompetensi dasar matematika untuk SD yang terdapat dalam Dokumen Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan 2013 sehingga mendapatkan materi dan submateri pecahan.

(34)

dikutip oleh Rahadi (2014: 662), Wicak Hidayat & Sudarma (2011: 192), Solechul Aziz (2012: 5), dan Yuliandi Kusuma (2011: 12).

Hasil penelitian berjudul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika yang Menunjang Pendidikan Karakter Siswa Kelas IV Sekolah Dasar” oleh Layin Fauziyah & Jailani tahun 2014 yang menghasilkan perangkat pembelajaran multimedia interaktif untuk menunjang pendidikan karakter pada materi pecahan yang hasilnya ternyata layak untuk digunakan dengan kategori cukup valid, praktis, dan efektif. Alasan inilah yang menguatkan penulis untuk dapat mengembangkan model pembelajaran MITRA berbasis

problem solving untuk pemecahan masalah matematika SD. Penulis juga mengambil materi dan submateri pecahan sehingga memperoleh hasil validitas pada kategori tinggi.

Hasil penelitian lainnya yaitu penelitian : 1) berjudul “Pengembangan Multimedia Pembelajaran Matematika pada Materi Bilangan Bulat Kelas IV SDN Lempuyangan I Yogyakarta” oleh Fredy tahun 2013 dengan hasil uji Thitung lebih besar dari ttabel (4,034

(35)

yang dapat dijadikan sebagai media pendukung pembelajaran bagi guru maupun peserta didik Sekolah Dasar kelas 2; 4) berjudul “Pembelajaran Matematika Materi Bangun Ruang Balok dengan Aplikasi Multimedia Interaktif di SD Negeri Teguhan Sragen” oleh Agus Hartanto tahun 2013 memperoleh hasil bahwa siswa merasa tertarik sehingga timbul minat belajar yang lebih baik dan terbukti mempermudah siswa dalam memahami materi matematika dengan multimedia interaktif; dan 5) berjudul “Pengembangan Sistem Visualisasi Pembelajaran Matematika Berbasis Multimedia Bagi Siswa SD” oleh Mohamad Saefudin dan Munich Heindari Ekasari tahun 2015 dengan hasil implementasi aplikasi yang dikembangkan sangat membantu siswa dan mendapat tanggapan positif dalam pelajaran matematika dengan bantuan perangkat handphone seperti

smartphone maupun tablet. Kelima penelitian tersebut juga penulis jadikan acuan walaupun kelima penelitian tersebut bukan berpacu pada materi pecahan, namun penulis sepakat dalam pemilihan mata pelajaran matematika, penggunaan multimedia interaktif, dan diterapkan di sekolah dasar, sehingga hasilnya sama layak pakai. 4.2.3 Pembahasan Tingkat Efektifitas Model Pembelajaran MITRA

Berbasis Problem Solving

Pembahasan tingkat efektifitas model pembelajaran MITRA berbasis problem solving dilihat dari hasil pretest dan posttest (Lihat Tabel 4.5). Teknik analisis data yang digunakan penulis yaitu dengan menggunakan Uji Wilcoxon berbantuan piranti lunak SPSS (Statistical Product and Service Solution). Hasil Uji Wilcoxon menunjukkan bahwa model pembelajaran MITRA berbasis problem solving

termasuk dalam nilai Asymp. Sig. (2-tailed) < 0,05 maka H0 ditolak

(36)

pembelajaran menggunakan model pembelajaran MITRA berbasis

problem solving lebih tinggi dari sebelum pembelajaran.

Kategori yang diperoleh dalam penerapan model pembelajaran MITRA berbasis problem solving yaitu mengacu pada hasil posttest

(3% dalam interval 61-80 dan 97% dalam interval 81-100) yaitu berada pada rata-rata kelas interval 81-100, sehingga sangat efektif.

Keberhasilan penulis dalam memperoleh hasil yang demikian, tidak lepas dari hasil penelitian sebelumnya yaitu kesepuluh kajian hasil penelitian relevan yang terdapat pada bab II. Kesepuluh penelitian tersebut menunjukkan bahwa dengan memanfaatkan media berupa multimedia interaktif, penggunaan smartphone, dan penerapan model pembelajaran problem solving di SD efektif menunjang hasil belajar peserta didik yang lebih baik. Produk-produk yang dihasilkan dikatakan relevan dan layak pakai. Oleh karena itu, model pembelajaran MITRA berbasis problem solving untuk pemecahan masalah matematika SD dapat berhasil pula seperti pada kesepuluh hasil penelitian relevan tersebut.

Jadi, kemampuan pemecahan masalah dan disposisi matematik peserta didik yang memperoleh model pembelajaran MITRA berbasis

problem solving lebih baik daripada yang hanya memakai multimedia interaktif saja atau yang hanya memakai model pembelajaran problem solving saja.

4.3 Keterbatasan Penelitian

Penelitian dan pengembangan model pembelajaran MITRA berbasis

problem solving tentunya memiliki keterbatasan. Keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian ini di antaranya adalah:

1. Keterbatasan Tempat Penelitian

(37)

penelitian ini apabila dilaksanakan di tempat lainatau SD lain, dimungkinkan hasilnya akan berbeda.

2. Keterbatasan Waktu Penelitian

Penelitian dan pengembangan model pembelajaran MITRA berbasis problem solving yang penulis laksanakan selama pembuatan tugas akhir skripsi, waktu yang tergolong singkat inilah yang dapat mempersempit ruang gerak pada penelitian sehingga dapat berpengaruh terhadap hasil penelitian yang penulis laksanakan.

3. Keterbatasan Jumlah Peserta Didik

Penelitian dan pengembangan model pembelajaran MITRA berbasis problem solving yang penulis laksanakan dengan jumlah peserta didik yang diobservasi dan diteliti hanya 38 peserta didik kelas 4 SD Negeri Tegalrejo 01 Salatiga. Hal ini dilaksanakan guna memanfaatkan waktu, tenaga, dan biaya secara efisien. Demikian dilaksanakan karena bagi penulis pengambilan sampel secara random, maka 20 peserta didik ini dapat mewakili seluruh populasi.

4. Keterbatasan Objek Penelitian

Penelitian dan pengembangan model pembelajaran MITRA berbasis problem solving yang penulis laksanakan terbatas pada tingkat validitas dan tingkat efektifitas model pembelajaran MITRA berbasis problem solving untuk pemecahan masalah matematika SD, khususnya pada kelas 4 dengan materi pecahan sehingga dapat dijadikan objek dalam penelitian ini.

5. Keterbatasan dalam Melihat Kondisi Psikologis Peserta Didik

Penelitian dan pengembangan model pembelajaran MITRA berbasis problem solving yang penulis laksanakan dengan melihat kondisi psikologis peserta didik yang tidak diamati secara khusus, sehingga dapat dimungkinkan peserta didik kurang berkonsentrasi dalam mengikuti penerapan model pembelajaran MITRA berbasis

(38)

mengarahkan peserta didik untuk dapat kembali pada rules yang seharusnya. Sehingga, kondisi psikologis peserta didik bagi penulis dapat dieliminasi mengingat waktu yang sangat terbatas.

Gambar

Tabel 4.1 Rincian Waktu dan Kegiatan Pengembangan Media Pembelajaran
Tabel 4.2 Uraian Singkat Kegiatan Pembelajaran pada RPP
Gambar 4.1 Langkah-langkah Pelaksanaan Model Pembelajaran MITRA
Gambar 4.2 Tampilan Pembuka
+7

Referensi

Dokumen terkait

Konsentrasi nitrat di

memberikan proses kegiatan pelayanan kepada masyarakat berlangsung mengalami ketidak sesuaian, diantaranya staf yang berwenang untuk mengurus keperluan masyarakat

Kita akan mencoba melihat peranan Soeharto yang sangat dominan dalam setiap perumusan kebijakan luar negeri Indonesia serta membahas seberapa besar pengaruh militer dan tujuan

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran di

Lembaga keuangan di luar Bank memiliki tingkat suku bunga yang lebih tinggi. serta persyaratan kredit yang dianggap memberatkan, dan akad kredit

Analisis wacana kritis melihat bahasa sebagai faktor penting, yakni bagaimana. bahasa digunakan untuk melihat ketimpangan kekuasaan dalam

Penulis juga menyadari bahwa apapun metodologinya tetap memiliki keterbatasan, seperti yang dinyatakan Dedy Mulyana (2000:18) bahwa Suatu persepektif bersifat

Terdiri dari pengaruh return on equity, current ratio, dan price to book value terhadap return saham secara parsial. Variabel dependen dalam pengujian ini adalah return saham,