• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian dan pengembangan ini menghasilkan produk model pembelajaran MITRA berbasis problem solving untuk pemecahan masalah matematika SD. Tujuannya adalah mengembangkan model pembelajaran MITRA berbasis problem solving dalam pemecahan masalah matematika SD yaitu untuk mengetahui langkah-langkahnya, mengetahui tingkat validitas produk pengembangan model pembelajaran MITRA berbasis

problem solving menurut pendapat ahli, dan mengetahui tingkat efektifitas produk pengembangan model pembelajaran MITRA berbasis problem solving menurut pendapat peserta didik SD. Pembahasan hasil penelitian ini merupakan penjelasan dari deskripsi hasil penelitian. Berikut ini adalah uraian pembahasan hasil penelitiannya.

4.2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran MITRA Berbasis Problem Solving untuk Pemecahan Masalah Matematika SD

Langkah-langkah model pembelajaran MITRA berbasis problem solving untuk pemecahan masalah matematika SD yaitu: 1) identifikasi masalah, 2) terapkan MITRA, dan 3) evaluasi MITRA. Adapun langkah-langkah penerapannya yaitu dengan cara: 1) menyusun silabus matematika kelas 4 SD; 2) memilih dan menentukan KD materi (pecahan), dan 3) menyusun RPP yang memuat model pembelajaran MITRA berbasis problem solving.

Keberhasilan penulis dalam menentukan langkah-langkah tersebut di atas, tidak lain yang pertama karena terdapat teori terdahulu mengenai model pembelajaran. Dimana model pembelajaran menurut pendapat Darmadi (2017: 42), Trianto (2010: 51), dan Rusman (2017: 244) merupakan pola perencanaan dalam pembelajaran yang dapat dilaksanakan oleh guru, memuat: tujuan pembelajaran, tahapan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan. Penulis juga sepakat dengan karakteristik model pembelajaran menurut Suyanto dan Asep Jihad (2013: 137), yaitu: memiliki prosedur sistematis, hasil belajar dirumuskan secara khusus,

penetapan lingkungan secara khusus, ukuran keberhasilan, dan interaksi dengan lingkungan. Sehingga dalam keberhasilannya, model pembelajaran MITRA berbasis problem solving juga memiliki fungsi sesuai dengan fungsi model pembelajaran yang seturut dengan kutipan Suyanto dan Asep Jihad (2013: 137-138) oleh Chauhan yaitu sebagai: pedoman, pengembangan kurikulum, penempatan bahan pembelajaran, dan perbaikan pembelajaran.

Berikutnya yang kedua adalah keberhasilan pengembangan langkah-langkah model pembelajaran MITRA berbasis problem solving tidak lepas dari teori tentang model pembelajaran problem solving. Penulis sepakat dengan Bambang Suteng Sulasmono (2012: 162), Winastwan Gora & Sunarto (2010: 94), Bey dan Asriani (2013: 226), Krulik & Rudnick (2013: 217), serta Hanlie Murray, Alwyn Oliver, dan Piet Human dalam Miftahul Huda (2014: 273-274), dimana model pembelajaran problem solving adalah suatu model pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga dapat merangsang peserta didik untuk praktik dan belajar memecahkan masalah tersebut secara logis. Tujuannya adalah memberikan rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian oleh peserta didik dapat dilakukan pemecahan masalahnya sehingga dapat menambah keterampilan dalam mencapai materi pembelajaran (Darmadi, 2017: 118).

Ketigat, hasil penelitian berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Problem Solving Berbantuan Permainan Snakes And Ladders terhadap Kompetensi Pengetahuan Matematika Siswa” oleh Maretayani tahun 2017 dengan hasil rata-rata 72,77 dengan penerapan model pembelajaran problem solving berbantuan media snakes and ladders, menjadikan penguatan oleh penulis bahwasanya dengan model pembelajaran problem solving berbantuan media dapat menghasilkan penelitian yang dapat divalidasi sehingga praktis diterapkan di SD.

Keempat, terakhir dalam mengerucutkan langkah-langkah pembelajaran MITRA berbasis problem solving, penulis mengacu kepada sintaks model pembelajaran problem solving menurut Bey dan Asriani (2013: 226), six step proplem solving process

(www.cls.utk.edu), Darmadi (2017: 235), Deb Russel dalam Miftahul Huda (2014: 274-275), dan Lefudin (2014: 235-236), sehingga penulis dapat menentukan langkah-langkahnya yaitu: 1) identifikasi masalah, 2) terapkan MITRA, dan 3) evaluasi MITRA.

4.2.2 Pembahasan Tingkat Validitas Model Pembelajaran MITRA Berbasis Problem Solving

Pembahasan tingkat validitas model pembelajaran MITRA berbasis problem solving berdasarkan ahli materi dengan skor rata-rata 3,75 dan persentase rata-rata yaitu 75% dan oleh ahli media dengan skor rata-rata 214 dan persentase rata-rata yaitu 76.5%. Sehingga, sesuai persentase pencapaian pada bab III nilai tersebut dapat termasuk pada interpretasi kategori tinggi (Lihat Tabel 3.15). Demikian model pembelajaran MITRA berbasis problem solving

dapat dikatakan berkualitas sebagai bentuk pemecahan masalah untuk pembelajaran matematika SD.

Keberhasilan penulis untuk mendapatkan kategori tinggi dalam proses validasi oleh ahli materi karena terdapat ilmu matematika menurut A. Ismunamto (2011: 15-17), John A. Van de Walle yang diterjemahkan oleh Suyono (2008: 13), dan Suhendri (2011: 32). Selain itu, penulis juga tidak membuat materi sendiri. Penulis berpedoman kepada kompetensi dasar matematika untuk SD yang terdapat dalam Dokumen Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan 2013 sehingga mendapatkan materi dan submateri pecahan.

Keberhasilan penulis dalam memperoleh kategori tinggi pada proses validasi ahli media yaitu mengacu kepada teori multimedia interaktif menurut Munir (2012:2), Dwi Maryani (2014: 19), Reddi & Mishra (2012: 129), serta teori Android menurut Wikipedia yang

dikutip oleh Rahadi (2014: 662), Wicak Hidayat & Sudarma (2011: 192), Solechul Aziz (2012: 5), dan Yuliandi Kusuma (2011: 12).

Hasil penelitian berjudul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika yang Menunjang Pendidikan Karakter Siswa Kelas IV Sekolah Dasar” oleh Layin Fauziyah & Jailani tahun 2014 yang menghasilkan perangkat pembelajaran multimedia interaktif untuk menunjang pendidikan karakter pada materi pecahan yang hasilnya ternyata layak untuk digunakan dengan kategori cukup valid, praktis, dan efektif. Alasan inilah yang menguatkan penulis untuk dapat mengembangkan model pembelajaran MITRA berbasis

problem solving untuk pemecahan masalah matematika SD. Penulis juga mengambil materi dan submateri pecahan sehingga memperoleh hasil validitas pada kategori tinggi.

Hasil penelitian lainnya yaitu penelitian : 1) berjudul “Pengembangan Multimedia Pembelajaran Matematika pada Materi Bilangan Bulat Kelas IV SDN Lempuyangan I Yogyakarta” oleh Fredy tahun 2013 dengan hasil uji Thitung lebih besar dari ttabel (4,034 > 2,01) dan hasil uji n-gain 0,57 > 0,42 dalam artian hasil belajar kelas eksperimen lebih besar dari kelas kontrol, sehingga penggunaan multimedia efektif meningkatkan hasil belajar peserta didik; 2) berjudul “Pengimplementasian Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Interaktif pada Mata Pelajaran Matematika di Sekolah Dasar” oleh Mila C. Paseleng & Rizki Arfiyani dan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran berbasis multimedia interaktif dapat memberi pengaruh positif terhadap pembentukan minat belajar peserta didik; 3) berjudul “Perancangan dan Pengembangan Aplikasi Pembelajaran Matematika tentang Pengukuran Waktu, Panjang dan Berat untuk Sekolah Dasar (SD) Kelas 2” oleh Harry Prima Putra & Wahyu Pujiyono tahun 2014 dan menghasilkan multimedia interaktif pembelajaran matematika tentang pengukuran waktu, panjang dan berat untuk Sekolah Dasar kelas 2

yang dapat dijadikan sebagai media pendukung pembelajaran bagi guru maupun peserta didik Sekolah Dasar kelas 2; 4) berjudul “Pembelajaran Matematika Materi Bangun Ruang Balok dengan Aplikasi Multimedia Interaktif di SD Negeri Teguhan Sragen” oleh Agus Hartanto tahun 2013 memperoleh hasil bahwa siswa merasa tertarik sehingga timbul minat belajar yang lebih baik dan terbukti mempermudah siswa dalam memahami materi matematika dengan multimedia interaktif; dan 5) berjudul “Pengembangan Sistem Visualisasi Pembelajaran Matematika Berbasis Multimedia Bagi Siswa SD” oleh Mohamad Saefudin dan Munich Heindari Ekasari tahun 2015 dengan hasil implementasi aplikasi yang dikembangkan sangat membantu siswa dan mendapat tanggapan positif dalam pelajaran matematika dengan bantuan perangkat handphone seperti

smartphone maupun tablet. Kelima penelitian tersebut juga penulis jadikan acuan walaupun kelima penelitian tersebut bukan berpacu pada materi pecahan, namun penulis sepakat dalam pemilihan mata pelajaran matematika, penggunaan multimedia interaktif, dan diterapkan di sekolah dasar, sehingga hasilnya sama layak pakai. 4.2.3 Pembahasan Tingkat Efektifitas Model Pembelajaran MITRA

Berbasis Problem Solving

Pembahasan tingkat efektifitas model pembelajaran MITRA berbasis problem solving dilihat dari hasil pretest dan posttest (Lihat Tabel 4.5). Teknik analisis data yang digunakan penulis yaitu dengan menggunakan Uji Wilcoxon berbantuan piranti lunak SPSS (Statistical Product and Service Solution). Hasil Uji Wilcoxon menunjukkan bahwa model pembelajaran MITRA berbasis problem solving

termasuk dalam nilai Asymp. Sig. (2-tailed) < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima (M-posttest> M-pretest) yaitu: ouput tentang Test Statistics diketahui bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,000 dan nilai Z yaitu -4,903. Maka hasil belajar matematika setelah melakukan

pembelajaran menggunakan model pembelajaran MITRA berbasis

problem solving lebih tinggi dari sebelum pembelajaran.

Kategori yang diperoleh dalam penerapan model pembelajaran MITRA berbasis problem solving yaitu mengacu pada hasil posttest

(3% dalam interval 61-80 dan 97% dalam interval 81-100) yaitu berada pada rata-rata kelas interval 81-100, sehingga sangat efektif.

Keberhasilan penulis dalam memperoleh hasil yang demikian, tidak lepas dari hasil penelitian sebelumnya yaitu kesepuluh kajian hasil penelitian relevan yang terdapat pada bab II. Kesepuluh penelitian tersebut menunjukkan bahwa dengan memanfaatkan media berupa multimedia interaktif, penggunaan smartphone, dan penerapan model pembelajaran problem solving di SD efektif menunjang hasil belajar peserta didik yang lebih baik. Produk-produk yang dihasilkan dikatakan relevan dan layak pakai. Oleh karena itu, model pembelajaran MITRA berbasis problem solving untuk pemecahan masalah matematika SD dapat berhasil pula seperti pada kesepuluh hasil penelitian relevan tersebut.

Jadi, kemampuan pemecahan masalah dan disposisi matematik peserta didik yang memperoleh model pembelajaran MITRA berbasis

problem solving lebih baik daripada yang hanya memakai multimedia interaktif saja atau yang hanya memakai model pembelajaran problem solving saja.

Dokumen terkait