• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN KUALITATIF ANALISI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "METODOLOGI PENELITIAN KUALITATIF ANALISI INDONESIA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

METODOLOGI PENELITIAN

KUALITATIF ANALISIS WACANA

DI SUSUN OLEH :

1. TONI RAMDANI

: 44112120118

2. IMAM WIDIANATA

: 44112110026

3. DEWI FATMAWATI

: 44115110047

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.1. Latar Belakang

Perbedaan disiplin ilmu ini dapat digambarkan sebagai berikut.Dalam

lapangan sosiologi, wacana menunjuk terutama pada hubungan antara konteks

sosial dari pemakaian bahasa.Dalam pengertian linguistik,wacana adalah unit

bahasa yang lebih besar dari kalimat.Analisis wacana dalam studi linguistik ini

merupakan reaksi dari bentuk linguistik formal yang lebih memperhatikan pada

unit kata,frase,atau kalimat semata tanpa melihat keterkaitan di antara unsur

tersebut.Analisis wacana,kebalikan dari linguistik formal,justru memusatkan

perhatian pada level diatas kalimat seperti hubungan gramatikal yang terbentuk

pada level di atas kalimat seperti hubungan gramatikal yang terbentuk pada level

yang lebih besar dari kalimat.Analisis wacana dalam lapangan psikologi

sosial,diartikan sebagai pembicaraan.Wacana yang dimaksud disini agak mirip

dengan struktur dan bentuk wawancara dan praktik dari pemakaiannya.Sementara

dalam lapangan politik,analisis wacana adalah praktek pemakaian bahasa,terutama

politik bahasa.Karena bahasa adalah aspek sentral dari penggambaran suatu

subjek,dan lewat bahasa ideologi terserap di dalamnya,maka aspek inilah yang

dipelajari dalam analisis wacana.

Istilah analisi wacana adalah istilah umum yang dipakai dalam banyak

disiplin ilmu dan dengan berbagai pengertian.Meskipun ada gradasi yang besar

(3)

dengan studi mengenai bahasa/pemakaian bahasa.Bagaimana bahasa di pandang

dalam analisis wacana?di sini ada beberapa perbedaan pandangan.Mohamad

A.S.Hikam dalam suatu tulisannya telah membahas dengan baik perbedaan

paradigma analisis wacana dalam melihat bahasa ini yang akan diringkas sebagai

berikut.

Paling tidak ada tiga pandangan mengenai bahasa dalam analisis

wacana.Pandangan pertama diwakili oleh kaum positivisme-empiris.Oleh

penganut aliran ini,bahasa dilihat sebagai jembatan antara manusia dengan objek

diluar dirinya.Pengalaman-pengalaman manusia dianggap dapat secara langsung

diekspresikan melalui penggunaan bahasa tanpa ada kendala atau distorsi,sejauh

ia dinyatakan dengan memakai pernyataan-pernyataan yang logis,sintaksi,dan

memiliki hubungan dengan pengalaman empiris.Salah satu ciri dari pemikiran ini

adalah pemisahan antara pemikiran dan realitas.Dalam kaitannya dengan analisis

wacana,konsekuensi logis dari pemahaman ini adalah orang tidak perlu

mengetahui makna-makna subjektif atau nilai yang mendasari

pernyataannya,sebab yang penting adalah apakah pernyataan itu dilontarkan

secara benar menurut kaidah sintaksis dan semantik.Oleh karena itu,tata

bahasa,kebenaran sintaksis adalah bidang utama dari aliran positivisme-empiris

tentang wacana.Analisis wacana dimaksudkan untuk menggambarkan tata aturan

kalimat,bahasa,dan pengertian bersama.Wacana lantas diukur dengan

pertimbangan kebenaran/ketidakbenaran.

Pandanan kedua,disebut sebagai kontruktivisme.Pandangan ini banyak

(4)

empirisme/positivisme yang memisahkan subjek dan objek bahasa.Dalam

pandangan konstruktivisme,bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk

memahami realitas objektif belaka dan yang dipisahkan dari subjek sebagai

penyampai pernyataan.Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor

sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan-hubungan sosialnya.Dalam hal

ini,seperti dikatakan A.S.Hikam,subjek memiliki kemampuan melakukan kontrol

terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana.Bahasa dipahami dalam

paradigma ini diatur dan di hidupkan oleh pernyataan-pernyataan yang

bertujuan.Setiap pernyataan pada dasarnya adalah tindakan penciptaan

makna,yakni tindakan pembentukan diri serta pengungkapan jati diri dari sang

pembicara.oleh karena itu,analisis wacana dimaksudkan sebagai suatu analisis

untuk membongkar maksud-maksud dan makna-makna tertentu.Wacana adalah

suatu upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari sang subjek yang

mengemukakan suatu pernyataan.Pengungkapan itu dilakukan diantaranya dengan

menempatkan diri pada posisi sang pembicara dengan penafsiran mengikuti

struktur makna dari sang pembicara.

Pandangan ketiga disebut sebagai pandangan kritis.Pandangan ini ingin

mengoreksi pandangan konstruktivisme yang kurang sensitif pada proses produksi

dan reproduksi makna yang terjadi secara historis maupun institusional.Seperti

ditulis A.S Hikam,pandangan konstruktivisme masih belum menganalisis

faktor-faktor hubungan kekuasaan yang inheren dalam setiap wacana,yang pada

gilirannya berperan dalam membentuk jenis-jenis subjek tertentu berikut

(5)

dipusatkan pada kebenaran/ketidakbenaran struktur tata bahasa atau proses

penafsiran seperti pada analisis konstruktivisme.Analisis wacana dalam

paradigma ini menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses

produksi dan reproduksi makna.Individu tidak dianggap sebagai subjek yang

netral yang biasa menafsirkan secara bebas sesuai dengan pikiranya,karena sangat

berhubungan dan dipengaruhi oleh kekuatan sosial yang ada dalam

masyarakat.Bahasa ini tidak dipahami sebagai medium netral yang terletak di luar

diri si pembicara.Bahasa dalam pandangan kritis dipahami sebagai representasi

yang berperan dalam membentuk subjek tertentu,tema-tema,wacana

tertentu,maupun strategi-strategi di dalamnya.Oleh karena itu,analisis wacana

dipakai untuk membongkar kuasa yang ada di dalam setiap proses

bahasa:batasan-batasan apa yang diperkenankan menjadi wacana,perspektif yang mesti

dipakai,topik apa yang dibicarakan.Dengan pandangan semacam ini,wacana

terlihat melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan,terutama dalam

pembentukan subjek,dan berbagai tindakan representasi yang terdapat dalam

masyarakat.Karena memakai perspektif kritis,analisis wacana kategori yang ketiga

itu juga disebut sebagai analisis wacana kritis (Critical Discourse

Analysis/CDA).ini untuk membedakan dengan analisis wacana dalam kategori

yang pertama atau kedua (Discourse Analysis).1

Analisis wacana atau discourse analysis adalah sebuah cara untuk

memahami interaksi sosial dengan menganalisis medium yang dipakainya, yaitu

bahasa. Wacana ini juga bisa diartikan sebagai rekaman kebahasaan yang utuh

(6)

tentang peristiwa komunikasi, biasanya terdiri atas seperangkat kalimat yang

mempunyai hubungan pengertian yang satu dengan yang lain. Pembahasan

wacana dari segi lain adalah membahas bahasa dan tuturan itu harus di dalam

rangkaian kesatuan (unity) situasi penggunaan yang utuh. Di sini, makna suatu

bahasa berada pada rangkaian konteks dan situasi, seperti yang dikemukakan oleh

Firth (Syamsudin, 1992:2), “language as only meaningful in its context of

situation”. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa pembahasan wacana pada

dasarnya merupakan yateks. Pembahasan itu bertujuan menjelaskan hubungan

antara kalimat atau antara ujaran (utterances) yang membentuk wacana. 2

(7)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Wacana Tulis

Wacana yang disampaikan dengan bahasa tulis atau media tulis. Untuk

dapat menerima dan memahami wacana tulis maka sang penerima atau pesapa

harus membacanya. Wacana tulis mulai dikenal setelah ditemukan huruf. Huruf

dibuat untuk mengganti peran bunyi bahasa sehingga biasanya orang mengatakan

bahwa huruf adalah lambang bunyi. Huruf – huruf itu dipelajari manusia dan

kemudian digunakan untuk menyampaikan informasi kepada orang lain yang

tinggal berjauhan.

Meskipun banyak wacana tulis yang panjang, ada juga wacana tulis yang pendek,

wacana seperti ini banyak dijumpai di iklan, distasiun kereta api, diswalayan, dan

dijalan.

Contoh:

a. Pintu keluar

b. Semua kopi hitam sama

c. Awas! tegangan tinggi!

d. Kocok dulu sebelum diminum

Wacana tulis yang pendek, seperti diatas sangat mirip dengan wacana

lisan,seperti penghilangan bagian tertentu dari wacana itu,penyatuan saat dan

tempat yang sama bagi penulis dan pembaca,dan penggunaan bentuk-bentuk

informal.3

(8)

2.1.2. Wacana Teks

Teks adalah sebuah objek kenikmatan. Sebuah kenikmatan dalam

pembacaan sebuah teks adalah kesenangan kala menyusuri halaman demi halaman

objek yang dibaca. Sebentuk ketertarikan tercipta yang hanya dirasakana oleh si

pembaca sendiri. Kenikmatan pembacaan itu bersifat individual. Kita tak akan

bisa merasakan betapa menariknya seseorang ketika membaca sampai tidak

memperhatikan lagi apa yang ada disekelilingnya bila kita sendiri tidak mencoba

merasakan itu dengan turut membaca tulisan yang sama. Dalam membaca,

seseorang diharapkan untuk melakukan dialog imajinatif dengan pengarangnya,

meskipun antara keduanya hidup dalam kurun waktu serta tempat yang berbeda.

Jika sebuah teks tidak diteliti dan diinterogasi secara kritis, bisa-bisa kesadaran

kognitif kita akan dijajah oleh teks. Pembaca perlu “curiga” atau kritis terhadap

diri sendiri dan terhadap teks, agar wacana yang cerdas dan se-objektif mungkin

antara pihak pembaca dan penulis. Kata “curiga” di sini sengaja diberi tanda

kutip, karena yang dimaksudkan untuk tujuan positif.4

2.1.3. Wacana Konteks

Teks, konteks, dan wacana merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan.

Guy Cook menyebutkan ada tiga hal yang sentral dalam pengertian wacana: teks,

konteks, dan wacana. Cook mengartikan teks sebagai semua bentuk bahasa, bukan

hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi

komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara, citra, dan sebagainya. Konteks

memasukkan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi

(9)

pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi di mana teks tersebut

diproduksi, fungsi yang dimaksudkan, dan sebagainya. Pada dasarnya, konteks

pemakaian bahasa dapat dibedakan menjadi 4 macam, yaitu: (1) konteks fisik

(physical context) yang meliputi tempat terjadinya pemakaian bahasa dalam suatu

komunikasi, objek yang disajikan dalam peristiwa komunikasi itu, dan tindakan

atau perilaku dari para peran dalam peristiwa komunikasi itu; (2) konteks

epistemis (epistemic context) atau latar belakang pengetahuan yang sama-sama

diketahui oleh pembicara maupun pendengar; (3) konteks linguistik (linguistics

context) yang terdiri dari atas kalimat-kalimat yang mendahului satu kalimat

tertentu dalam peristiwa komunikasi; dan (4) konteks sosial (social context) yaitu

relasi sosial dan latar setting yang melengkapi hubungan antara pembicara

(penutur) dengan pendengar. Keempat konteks tersebut jelas mempengaruhi

kelancaran komunikasi. 5

2.1.4 Analisis Wacana Kritis

(10)

Pendekatan kritis memandang bahasa selalu terlibat dalam hubungan

kekuasaan,terutama dalam membentuk Subjek serta berbagai tindakan refresentasi

yang terdapat didalam masyarakat. Oleh sebab itu,analisis wacana kritis yang juga

menggunakan pendekatan kritis menganalisis bahasa tidak saja dari aspek

kebahasaan,tetapi juga menghubungkannya dengan konteks.Konteks yang

dimaksud adalah untuk tujuan dan praktek tertentu 6

Sejalan dengan hal diatas , Fairclough ( dalam Jorgenson ) mengemukakan bahwa

wacana merupakan sebuah praktik sosial. Selanjutnya Jorgensen menjelaskan

konsep Fairclough yang membagi analisis kedalam tiga dimensi yaitu

1. Text , Dimensi Tekstual (Mikrostruktural)

berhubungan dengan linguistik misalnya dengan melihat

kosakata,semantik,dan tata kalimat,juga koherensi dan kohesivitas,serta

bagaimana antara satuan tersebut membentuk suatu pengertian

Setiap teks secara bersamaan memiliki tiga fungsi, yaitu representasi, relasi,

dan identitas. Fungsi representasi berkaitan dengan cara-cara yang dilakukan

untuk menampilkan realitas sosial ke dalam bentuk teks. Analisis dimensi teks

meliputi bentuk-bentuk tradisional analisis linguistik – analisis kosa kata dan

semantik, tata bahasa kalimat dan unit-unit lebih kecil, dan sistem suara

(fonologi) dan sistem tulisan. Fairclough menadai pada semua itu sebagai

‘analisis linguistik’, walaupun hal itu menggunakan istilah dalam pandangan

6 Marianne Jorgensen and louise phillips,discourse Analysis: as Theiry

(11)

yang diperluas. Ada beberapa bentuk atau sifat teks yang dapat dianalisis

dalam membongkar makna melalui dimensi tekstual, diantaranya: 7

a) Kohesi dan Koherensi

Analisis ini ditujukan untuk menunjukkan cara klausa dibentuk hingga menjadi

kalimat, dan cara kalimat dibentuk hingga membentuk satuan yang lebih besar.

Jalinan dalam analisis ini dapat dilihat melalui penggunaan leksikal, pengulangan

kata (repetisi), sinonim, antonim, kata ganti, kata hubung, dan lain-lain

b) Tata Bahasa

Analisis tata bahasa merupakan bagian yang sangat penting dalam analisis wacana

kritis. Analisis tata bahasa dalam analisis kritis lebih ditekankan pada sudut klausa

yang terdapat dalam wacana. Klausa ini dianalisis dari sudut ketransitifan, tema,

dan modalitasnya. Ketransitifan dianalisis untuk mengetahui penggunaan verba

yang mengonstruksi klausa apakah klausa aktif atau klausa pasif, dan bagaimana

signifikasinya jika menggunakan nominalisasi. Penggunaan klausa aktif, pasif,

atau nominalisasi ini berdampak pada pelaku, penegasan sebab, atau alasan-alasan

pertanggungjawaban dan lainnya. Contoh penggunaan klausa aktif senantiasa

menempatkan pelaku utama/subjek sebagai tema di awal klausa. Sementara itu,

penempatan klausa pasif dihilangkan. Pemanfaatan bentuk nominalisasi juga

mampu membiaskan baik pelaku maupun korban, bahkan keduanya

7 Norman Faircluogh,critical discours Analysis : the critical study of

(12)

c) Diksi

Analisis yang dilakukan terhadap kata-kata kunci yang dipilih dan digunakan

dalam teks. Selain itu dilihat juga metafora yang digunakan dalam teks tersebut.

Pilihan kosakata yang dipaaki terutama berhubungan dengan bagaimana peristiwa,

seseorang, kelompok, atau kegiatan tertentu dalam satu set tertentu. Kosakata ini

akan sangat menentukan karena berhubungan dengan pertanyaan bagaimana

realitas ditandakan dalam bahasa dan bagaimana bahasa pada akhirnya

mengonstruksi realitas tertentu. Misalnya pemilihan penggunaan kata untuk

miskin, tidak mampu, kurang mampu, marjinal, terpinggirkan, tertindas, dan

lain-lain

2. Discourse practice, Dimensi Kewacanan (Mesostruktural)

merupakan dimensi yang berhubungan dengan proses produksi dan konsumsi

teks,misalnya pola kerja,bagan kerja,dan rutinitas saat menghasilkan berita.

Dimensi kedua yang dalam kerangka analisis wacana kritis Norman

Fairclough ialah dimensi kewacanaan (discourse practice). Dalam analisis

dimensi ini, penafsiran dilakukan terhadap pemrosesan wacana yang meliputi

aspek penghasilan, penyebaran, dan penggunaan teks. Beberapa dari

aspek-aspek itu memiliki karakter yang lebih institusi, sedangkan yang lain berupa

proses penggunaan dan penyebaran wacana. Berkenaan dengan

proses-proses institusional, Fairclough merujuk rutinitas institusi seperti

prosedur-prosedur editor yang dilibatkan dalam penghasilan teks-teks media. Praktik

(13)

berkaitan dengan wartawan itu sendiri selaku pribadi; sifat jaringan kerja

wartawan dengan sesama pekerja media lainnya; pola kerja media sebagai

institusi, seperti cara meliput berita, menulis berita, sampai menjadi berita di

dalam media. Fairclough mengemukakan bahwa analisis kewacananan

berfungsi untuk mengetahui proses produksi, penyebaran, dan penggunaan

teks. Dengan demikian, ketiga tahapan tersebut mesti dilakukan dalam

menganalisis dimensi kewacanan. 8

Pada tahap ini dianalisis pihak-pihak yang terlibat dalam proses produksi teks itu

sendiri (siapa yang memproduksi teks). Analisis dilakukan terhadap pihak pada

level terkecil hingga bahkan dapat juga pada level kelembagaan pemilik modal.

Contoh pada kasus wacana media perlu dilakukan analisis yang mendalam

mengenai organisasi media itu sendiri (latar belakang wartawan redaktur,

pimpinan media, pemilik modal, dll). Hal ini mengingat kerja redaksi adalah kerja

kolektif yang tiap bagian memiliki kepentingan dan organisasi yang berbeda-beda

sehingga teks berita yang muncul sesungguhnya tidak lahir dengan sendirinya,

tetapi merupakan hasil negosiasi dalam ruang redaksi.

1. Penyebaran Teks

Pada tahap ini dianalisis bagaimana dan media apa yang digunakan dalam

penyebaran teks yang diproduksi sebelumnya. Apakah menggunakan media cetak

atau elektronik, apakah media cetak koran, dan lain-lain. Perbedaan ini perlu

(14)

dikaji karena memberikan dampak yang berbeda pada efek wacana itu sendiri

mengingat setiap media memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Contoh: pada kasus wacana media wacana yang disebarkan melalui televisi dan

koran memberi efek/dampak yang berbeda terhadap kekuatan teks itu sendiri.

Televisi melengkapi dirinya dengan gambar dan suara, namun memiliki

keterbatasan waktu. Sementara itu koran tidak memiliki kekuatan gambar dan

suara, tapi memiliki kekekalan waktu yang lebih baik dibandingkan televisi.

2. Konsumsi Teks

Dianalisis pihak-pihak yang menjadi sasaran penerima/pengonsumsi teks. Contoh

pada kasus wacana media perlu dilakukan analisis yang mendalam mengenai

siapa saja pengonsumsi media itu sendiri. setiap media pada umumnya telah

menentukan “pangsa pasar”nya masing-masing.

3. Social practice ,Dimensi Praktis Sosial-Budaya (Makrostruktural)

Dimensi ketiga adalah analisis praktik sosiobudaya media dalam analisis wacana

kritis Norman Fairclough merupakan analisis tingkat makro yang didasarkan pada

pendapat bahwa konteks sosial yang ada di luar media sesungguhnya

memengaruhi bagaimana wacana yang ada ada dalam media. Ruang redaksi atau

wartawan bukanlah bidang atau ruang kosong yang steril, tetapi juga sangat

ditentukan oleh faktor-faktor di luar media itu sendiri. Praktik sosial-budaya

menganalisis tiga hal yaitu ekonomi, politik (khususnya berkaitan dengan isu-isu

(15)

identitas) yang juga mempengaruhi istitusi media, dan wacananya. Pembahasan

praktik sosial budaya meliputi tiga tingkatan Tingkat situasional, berkaitan dengan

produksi dan konteks situasinya Tingkat institusional, berkaitan dengan pengaruh

institusi secara internal maupun eksternal. Tingkat sosial, berkaitan dengan situasi

yang lebih makro, seperti sistem politik, sistem ekonomi, dan sistem budaya

masyarakat secara keseluruhan. Tiga level analisis sosiocultural practice ini

antara lain: 9

1. Situasional

Setiap teks yang lahir pada umumnya lahir pada sebuah kondisi (lebih mengacu

pada waktu) atau suasana khas dan unik. Atau dengan kata lain, aspek situasional

lebih melihat konteks peristiwa yang terjadi saat berita dimuat.

2. Institusional

Level ini melihat bagaimana persisnya sebuah pengaruh dari institusi organisasi

pada praktik ketika sebuah wacana diproduksi. Institusi ini bisa berasal dari

kekuatan institusional aparat dan pemerintah juga bisa dijadikan salah satu hal

yang mempengaruhi isi sebuah teks.

3. Sosial

Aspek sosial melihat lebih pada aspek mikro seperti sistem ekonomi, sistem

politik, atau sistem budaya masyarakat keseluruhan. Dengan demikian, melalui

(16)

analisis wacana model ini, kita dapat mengetahui inti sebuah teks dengan

membongkar teks tersebut sampai ke hal-hal yang mendalam. Ternyata, sebuah

teks pun mengandung ideologi tertentu yang dititipkan penulisnya agar

masyarakat dapat mengikuti alur keinginan penulis teks tersebut. Namun, ketika

melakukan analisis menggunakan model ini kita pun harus berhati-hati jangan

sampai apa yang kita lakukan malah menimbulkan fitnah karena tidak

berdasarkan sumber yang jelas.

Pendekatan Umum Dalam Analisis Wacana Kritis

Analisis wacana Kritis terutama berutang budi kepada beberapa intelektual dan

pemikir ,Michel focoult,Antonio Gramisci,sekolah frankfrut dan louis Althousser.

Gramsci berperan besar terutama dengan teorinya mengenai hegemoni,hal

tersebut memberikan kemungkinan penjelasan bagaimana wacana yang

dikembangkan mampu mempengaruhi khalayak,bukan dengan kekerasan

melainkan secara halus dan diterima sebagai suatu kebenaran. Althusser melihat

ideologi sebagai praktik melalui pemosisisan seorang dalam posisi tertentu dalam

hubungan sosialnya .

Analisis wacana kritis dibangun oleh sekelompok pengajar di Universitas East

Anglia pada tahun 1970-an,pendekatan wacana yang digunakan banyak

dipengaruhi oelh teori tentang bahasa yang diperkenakan oleh Halliday

Analisis bahasa kritis lebih konkrit dengan melihat bagaimana gramatika bahasa

mebawa posisi dan makna ideologi tertentu,ideologi tersebut ada dalam taraf yang

(17)

publik dan bagaimana kelompok lain berusaha dimarginalkan melalui pemakaian

bahasa dan struktur gramatika tertentu. 10

Bahasa kritis memusatkan analisis wacana pada bahasa dan menghubungkannya

dngan ideologi,perbedaannya kalau dalam pecheuk, aspek kebahasaan didekati

dengan teori yang abstrak mengenai formasi wacana

1. Karakteristik Analisis Wacana Kritis

Analisis wacana kritis melihat bahasa sebagai faktor penting, yakni bagaimana

bahasa digunakan untuk melihat ketimpangan kekuasaan dalam masyarakat

terjadi. Mengutip Fairclough dan Wodak (Badara, 2012:29), analisis wacana kritis

menyelidiki bagaimana penggunaan bahasa kelompok sosial yang ada saling

bertarung dan mengajukan versinya masing-masing. Berikut ini disajikan

karakteristik penting dari analisis wacana kritis yang disarikannya oleh Eriyanto

dari tulisan Van Dijk, Fairclough, dan Wodak: 11

1. Tindakan

Prinsip pertama, wacana dipahami sebagai sebuah tindakan. Dengan pemahaman

semacam itu wacana diasosiasikan sebagai bentuk interaksi. Wacana bukan

10 Eriyanto,Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media,

( Yogyakarta: LKIS Yogyakarta,2001),H.15

11 Norman Fairclough Dan Wodak , “Critical Discourse Analysis”, Dalam Teun

(18)

ditempatkan seperti dalam ruang tertutup dan internal. Wacana dipandang sebagai

sesuatu yang bertujuan, apakah untuk memengaruhi, mendebat, membujuk,

menyanggah, bereaksi, dan sebagainya. Seseorang berbicara atau menulis

mempunyai maksud tertentu, baik besar maupun kecil. Selain itu, wacana juga

dipahami sebagai sesuatu yang diekspresikan secara sadar, terkontrol, bukan

sesuatu yang di luar kendali atau diekspresikan di luar kesadaran.

2. Konteks

Analisis wacana kritis mempertimbangkan konteks wacana, seperti latar, situasi,

peristiwa, dan kondisi. Wacana dalam hal ini diproduksi, dimengerti, dan

dianalisis pada suatu konteks tertentu. Merujuk pada pandangan Cook (Badara,

2012:30), analisis wacana juga memeriksa konteks dari komunikasi: siapa yang

mengomunikasikan dengan siapa dan mengapa; dalam jenis khalayak dan situasi

apa; melalui medium apa; bagaimana perbedaan tipe dari perkembangan

komunikasi; dan hubungan untuk setiap masing-masing. Studi mengenai bahasa di

sini memasukkan konteks, karena bahasa selalu berada dalam konteks dan tidak

ada tindakan komunikasi tanpa partisipan, interteks, situasi, dan sebagainya.

Meskipun demikian, tidak semua konteks dimasukkan dalam analisis, hanya yang

relevan dan berpengaruh atas produksi dan penafsiran teks yang dimasukkan ke

dalam analisis.

(19)

Menempatkan wacana dalam konteks sosial tertentu berarti wacana diproduksi

dalam konteks tertentu dan tidak dapat dimengerti tanpa menyertakan konteks

yang menyertainya. Salah satu aspek yang penting untuk bisa mengerti suatu teks

ialah dnegan menempatkan wacana tersebut dalam konteks historis tertentu.

Misalnya, kita melakukan analisis wacana teks selebaran mahasiswa yang

menentang Suharto. Pemahaman mengenai wacana teks tersebut hanya dapat

diperoleh apabila kita dapat memberikan konteks historis di mana teks tersebut

dibuat; misalnya, situasi sosial politik, suasana pada saat itu.

4. Kekuasaan

Di dalam analisis wacana kritis juga dipertimbangkan elemen kekuasaan di dalam

analisisnya. Setiap wacana yang muncul, dalam bentuk teks, percakapan atau apa

pun, tidak dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, wajar, dan netral tetapi

merupakan bentuk pertarungan kekuasaan. Konsep kekuasaan adalah salah satu

kunci hubungan antara wacana dan masyarakat. Misalnya, kekuasaan laki-laki

dalam wacana mengenai seksisme atau kekuasaan perusahaan yang berbentuk

dominasi pengusaha kelas atas kepada bawahan.

Kenyataan diatas juga mengimplikasikan bahwa analisis wacana kritis tidak

membatasi diri pada detail teks atau struktur wacana saja tetapi juga

menghubungkannya dengan kekuatan dan kondisi sosial,politik ekonomi,dan

budaya tertentu,percakapan antara buruh dan majiaka adalah bukan percakapan

yang alamiah,karena disitu terdapat dominasi kekuasaan majikan terhadap buruh

(20)

tersembunyi,jangan- jangan apa yang dikatakan buru tadi hanya untuk

menyenangkan atasannya,bukan saja pada isi wacana yang digunakan melainkan

bisa juga struktur wacana karena ucapan seorang buruh dapat berupa seemikian

rupa agar tidak menyinggung atasan atau agar tampak sopan,hal sebaliknya tidak

dilakukan oleh majikan terhadap buruh

5. Ideologi

Ideologi memiliki dua pengertian yang bertolak belakang. Secara positif, ideologi

dipersepsi sebagai suatu pandangan dunia yang menyatakan nilai kelompok sosial

tertentu untuk membela dan memajukan kepentingan-kepentingan mereka.

Adapun secara negatif, ideologi dilihat sebagai suatu kesadaran palsu, yaitu suatu

kebutuhan untuk melakukan penipuan dengan cara memutarbalikkan pemahaman

orang mengenai realitas sosial. Sebuah teks tidak pernah lepas dari ideologi dan

memiliki kemampuan untuk memanipulasi pembaca ke arah suatu ideologi. 12

BAB III

KESIMPULAN

12 jorge larrain di dalam alex subur,analisis teks media: suatu pengantar untuk

(21)

Wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan

untuk berkomunikasi dalam konteks sosial. Satuan bahasa itu dapat berupa

rangkaian kalimat atau ujaran. Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis dan dapat

bersifat transaksional atau interaksional. Dalam peristiwa komunikasi secara lisan,

dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses komunikasi antarpenyapa dan pesapa,

sedangkan dalam komunikasi secara tulis, wacana terlihat sebagai hasil dari

pengungkapan ide/gagasan penyapa. Disiplin ilmu yang mempelajari wacana

disebut dengan analisis wacana. Analisis wacana merupakan suatu kajian yang

meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam

bentuk tulis maupun lisan. Sedangkan yang dimaksud dengan kohesi dn koherensi

adalah

Istilah kohesi mengacu pada hubungan antarbagian dalam sebuah teks yang

ditandai oleh penggunaan unsur bahasa sebagai pengikatnya. Kohesi merupakan

salah satu unsur pembentuk koherensi. Oleh sebab itu, dalam sebuah teks

koherensi lebih penting.Koherensi adalah kepaduan gagasan antarbagian dalam

wacana. Kohesi merupakan salah satu cara untuk membentuk koherensi.

subordinatif. Penataan koordinatif berarti menata ide yang sejajar secara

beruntun.13

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi yang berjudul: Pertimbangan Hakim Dalam Menerima Dispensasi Kawin Di Beberapa Pengadilan Agama, ditulis oleh Taufik Rahman, telah diujikan dalam Sidang Tim Penguji

Peningkatan keterampilan menceritakan hasil pengamatan/kunjungan siswa dapat dilihat dari meningkatnya nilai rata-rata penilaian berbicara yang ditunjukkan dengan

Menurut penulis, berdasarkan hasil wawancara dengan para narasumber, penulis sependapat bahwasanya upaya penanggulangan tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dalam

a) Proses Produksi, meliputi program efisiensi produksi, penggunaan material input, energi, air, teknologi proses, produk, dan sumber daya manusia. b) Pengelolaan Lingkungan

TEACHER’S PERFORMANCE IN TEACHING ESP: A CASE STUDY OF AN SMK TEACHER.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Berdasarkan data yang dihasilkan tipe pemijahan kerang simping yang terdapat di perairan Barat Sulawesi Selatan, dapat dikategorikan dalam tipe pemijahan partial spawner atau

20.000.000,00 BANTUAN SOSIAL UNTUK BEASISWA S1 KEPADA ZAHRATUS SYIFA M DENGAN

Analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul. Kegiatan dalam analisis data adalah: mengelompokkan data