Pembelajaran dapat difenisikan sebagai suatu
sistem atau proses membelajarkan subjek
didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar sbjek didik/pembelajar dapat mencapai kompetensi yang dirumuskan secara efektif dan efisien. (Komalasari,2011).
33
Gunter et al (1990) mendefinisikan model pembelajaran sebagai an instructional model is a step-by-step procedure that leads to specific learning outcomes. Joyce & Weil (1980) mendefinisikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang
digunakan sebagai pedoman dalam melakukan
pembelajaran. Dengan demikian, model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai kompetensi dasar. Jadi model pembelajaran cenderung preskriptif, yang relatif sulit dibedakan dengan strategi pembelajaran. An instructional strategy is a method for delivering instruction that is intended to help students achieve a learning objective (Burden & Byrd, 1999).
Model pembelajaran yang di kembangkan dengan
pendekatan Konstruktivistik adalah Model
pembelajaran berdasarkan Masalah (Problem based Learning) dan pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Model pembelajaran ini mencakup pendekatan pembelajaran luas, dan menyeluruh (Areunds,1997).
A. Pembelajaran kooperatif/Cooperative Learning
Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning)
adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih. Dalam tiap kelompok terdiri dari siswa-siswa berbagai tingkat kemampuan,
34
melakukan berbagai kegiatan belajar untuk
meningkatkan pemahaman mereka tentang materi pelajaran yang sedang dipelajari. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk tidak hanya belajar apa yang diajarkan tetapi juga untuk membantu rekan
belajar, sehingga bersama-sama mencapai
keberhasilan. Semua siswa berusaha sampai semua
anggota kelompok berhasil memahami dan
melengkapinya. Semua siswa berusaha sampai semua
anggota kelompok berhasil memahami dan
melengkapinya. (Lie,2000). Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran yaitu Hasil belajar akademik, penerimaan terhadap perbedaan individu dan pengembangan keterampilan sosial. Prinsip model pembelajaran kooperatif yaitu 1) saling ketergantungan positif; 2) tanggung jawab perseorangan; 3) tatap muka; 4) komunikasi antar anggota; dan 5) evaluasi proses kelompok.
Belajar kooperatif secara teoretik dipandang
mampu mengembangkan bukan saja capaian
akademik, tapi juga capaian non-akademik seperti hubungan interpersonal dan kerjasama kelompok.
Menurut Arends (2007) belajar kooperatif
dikembangkan untuk mencapai paling sedikit tiga tujuan penting; yaitu prestasi akademik, toleransi dan
penerimaan terhadap keanekaragaman, serta
pengembangan keterampilan sosial. Marning dan Lucking (1991) mengatakan bahwa belajar kooperatif selain memberikan kontribusi secara positif terhadap
35
prestasi akademik, juga meningkatkan keterampilan sosial dan self-esteem siswa.
Pembelajaran kooperatif terdiri atas beberapa tipe antara lain :
1. Tipe Jigsaw
Dari sisi etimologi jigsaw berasal dari bahasa inggris yaitu gergaji ukir dan ada juga yang menyebutnya dengan istilah fuzzle, yaitu sebuah teka-teki yang menyusun potongan gambar. Pembelajaran kooperatif model jigsaw ini juga mengambil pola cara bekerja sebuah gergaji (jigsaw), yaitu siswa melakukan sesuatukegiatan belajar dengan cara bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama. Model pemebelajaran kooperatif model jigsaw adalah sebuah model belajar kooperatif yang menitik beratkan kepada kerja kelompok siswa dalam bentuk kelompok kecil bersama. (Lie,2000)
Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah
informasi dan meningkatkan keterampilan
berkomunikasi. (Arends, 2007) 2. Three Minute Review
Model pembelajaran kooperatif tipe three-step review efektif untuk digunakan saat guru berhenti pada saat-saat tertentu selama sebuah diskusi atau presentasi berlangsung, dan mengajak siswa mereviu
36
apa yang telah mereka ungkapkan saat diskusi di dalam kelompok mereka. Siswa-siswa dalam kelompok-kelompok itu dapat bertanya untuk mengklarifikasi kepada anggota lainnya atau menjawab pertanyaan-pertanyaan dari anggota lain. Misalnya setelah diskusi tentang proses-proses kompleks yang terjadi di dalam tubuh manusia misalnya pencernaan makanan, siswa dapat membentuk kelompok-kelompok dan mereviu proses diskusi dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk mengklarifikasi.
3. Tipe Group Investigazion
Menurut Winataputra (1992) model GI atau investigasi kelompok telah digunakan dalam berbagai situasi dan dalam berbagai bidang studi dan berbagai tingkat usia. Pada dasarnya model ini dirancang
untuk membimbing para siswa mendefinisikan
masalah, mengeksplorasi berbagai cakrawala mengenai masalah itu, mengumpulkan data yang relevan, mengembangkan dan mengetes hipotesis.
Sifat demokrasi dalam kooperatif tipe GI ditandai oleh keputusan-keputusan yang dikembangkan atau setidaknya diperkuat oleh pengalaman kelompok dalam konteks masalah yang menjadi titik sentral kegiatan belajar. Guru dan murid memiliki status yang sama dihadapan masalah yang dipecahkan dengan peranan yang berbeda. Jadi tanggung jawab utama guru adalah memotivasi siswa untuk bekerja secara kooperatif dan memikirkan masalah sosial yang berlangsung dalam pembelajaran serta membantu siswa mempersiapkan sarana pendukung. Sarana
37
pendukung yang dipergunakan untuk melaksanakan model ini adalah segala sesuatu yang menyentuh kebutuhan para pelajar untuk dapat menggali berbagai
informasi yang sesuai dan diperlukan untuk
melakukan proses pemecahan masalah kelompok. Model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok ini dikembangkan oleh John Dewey dan Herbert A Thelen. (Winataputra, 1992)
4. Think Pair Share (TPS)
TPS merupakan metode yang menempatkan guru sebagai motivator, fasilitator, mediator, evaluator dan
pembimbing, sedangkan siswa dalam kegiatan
pembelajaran di dalam kelas memiliki peran aktif. (Kusuma dan Aisah, 2012)
TPS menghendaki siswa untuk bekerja sendiri danbekerja sama saling membantu dengan siswa lain dalam suatu kelompok kecil. Denganmetode klasikal yang memungkinkan hanya satu siswa yang maju dan membagikan hasilnyauntuk seluruh kelas, teknik Think Pair Share memberi sedikitnya delapan kali kesempatan lebih banyak kepada setiap siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain (Anita Lie, 2008).
Pelaksanaan pembelajaran TPS ini diawali dari berpikir (think) sendiri mengenai pemecahan suatu masalah. Tahap berpikir menuntut siswa untuk lebih tekun dalam belajar dan aktif mencari referensi agar lebih mudah dalam memecahkan masalah atau soal yang diberikan guru. Siswa kemudian diminta untuk mendiskusikan hasil pemikirannya secara berpasangan
38
(pair). Tahap diskusi merupakan tahap menyatukan pendapat masing-masing siswa guna memperdalam pengetahuan mereka. Diskusi dapat mendorong siswa
untuk aktif menyampaikan pendapat dan
mendengarkan pendapat orang lain dalam kelompok, serta mampu bekerja sama dengan orang lain. Setelah
mendiskusikan hasil pemikirannya,
pasangan-pasangan siswa yang ada diminta untuk berbagi (share) hasil pemikiran yang telah dibicarakan bersama pasangannya masing-masing kepada seluruh kelas.
Tahap berbagi menuntut siswa untuk mampu
mengungkapkan pendapatnya secara bertanggung
jawab, serta mampu mempertahankan pendapat yang telah disampaikannnya. (Kusuma dan Aisah, 2012) 5. CIRC (Cooperative Integrated Reading Composition)
Pembelajaran CIRC dikembangkan oleh Stevans, Madden, Slavin dan Farnish. Pembelajaran kooperatif tipe CIRC dari segi bahasa dapat diartikan sebagai
suatu model pembelajaran kooperatif yang
mengintegrasikan suatu bacaan secara menyeluruh
kemudian mengkomposisikannya menjadi
bagian-bagian yang penting.
Model pembelajaran CIRC memiliki lima
komponen. Kelima komponen tersebut antara lain: (1)Teams, yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 4 atau 5 siswa; (2)Placement test, misalnya diperoleh dari rata-rata nilai ulangan harian sebelumnya atau berdasarkan nilai rapor agar guru mengetahui kelebihan dan kelemahan siswa pada bidang tertentu;(3) Student creative, melaksanakan
39
tugas dalam suatu kelompok dengan menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya; (4)Team study, yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberikan bantuan kepada kelompok yang membutuhkannya; (5)Team scorer and team recognition, yaitu pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan kriteria penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang dipandang
kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas.
(suyitno,2005)
6. Reciprocal teaching
Tipe pengajaran timbal-balik (reciprocal teaching) merupakan salah satu tipe dari pembelajaran koperatif yang dirancang dengan metode-metode tertentu, sehingga siswa dapat belajar lebih serius dan menumbuhkan rasa tanggung jawab, kerjasama, berfikir kritis, keaktifan dalam bertanya dan keterlibatan dalam proses belajar. Strategi pengajaran
reciprocal teaching adalah salah satu strategi dalam pembelajaran kooperatif, dalam pelaksanaannya, siswa dibentuk kelompok-kelompok yang beranggotakan 4 siswa dengan tugas masing-masing sebagai predictor, clarifier, questioner, dan summarizer, dan dalam proses pembelajaranya siswa dituntut untuk berinteraksi, ketergantungan, dan bekerjasama dengan kelompoknya dalam mengerjakan tugasnya. (http://library.um.ac.id)
40
7. STAD(Student Teams Achievement Divisions).
Salah satu metode pembelajaran kooperatif yang efektif adalah STAD (Student Teams Achievement Divisions). STAD terdiri dari rangkaian pembelajaran yang sederhana, belajar kooperatif dalam memadukan kemampuan kelompok-kelompok dan kuis-kuis disertai
penghargaan yang diberikan kepada
kelompok-kolompok yang anggotanya paling sukses melampaui nilai mereka sendiri sebelumnya.
Kelebihan dalam penggunaan pembelajaran kooperatif metode STAD sebagai berikut:
a. Mengembangkan serta menggunakan keterampilan berpikir secara kritis dan kerja sama kelompok. b. Menyuburkan hubungan antar pribadi yang positif
diantara siswa yang berasal dari ras yang berbeda. c. Menerapkan bimbingan oleh teman.
d. Menciptakan lingkungan yang menghargai nilai-nilai ilmiah.
Kelemahan dalam penggunaan pembelajaran kooperatif metode STAD adalah sebagai berikut:
a. Sejumlah siswa mungkin bingung karena belum terbiasa dengan perlakuan seperti ini.
b. Guru pada permulaan akan membuat kesalahan-kesalahan dalam pengelolaan
kelas. Akan tetapi usaha sungguh-sungguh yang terus menerus akan dapat terampil menerapkan model ini.
Langkah-langkah dalam penerapan pembelajaran kooperatif metode STAD adalah sebagai berikut :
41
a. Guru menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai dengan menggunakan berbagai pilihan dalam cara dalam menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa, antara lain dengan metode penemuan terbimbing, tanya jawab atau metode ceramah. Langkah ini tidak harus dilakukan dalam satu kali pertemuan, tetapi dapat lebih dari satu.
b. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individu sehingga akandiperoleh nilai awal kemampuan siswa.
c. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap
kelompok terdiri dari 4-5 anggota, dimana anggota kelompok mempunyai kemampuan akademik yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah). Jika mungkin, anggota kelompok berasal dari budaya atau suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan gender.
d. Guru memberikan tugas kepada kelompok berkaitan dengan materi yang telah diberikan, mendiskusikan secara bersama-sama, saling membantu antar anggota lain, serta membahas jawaban tugas yang
diberikan guru. Tujuan utamanya adalah
memastikan bahwa setiap kelompok dapat
menguasai konsep dan materi.
B. Model Pembelajaran Berbasis Masalah/ Problem Based Learning
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) atau
42
penelitian Barrow and Tamblyn (1980, Barret, 2005) dan pertama kali diimplementasikan pada sekolah kedokteran di McMaster University Kanda pada tahun 60-an. PBM sebagai sebuah pendekatan pembelajaran diterapkan dengan alasan bahwa PBM sangat efektif
untuk sekolah kedokteran dimana mahasiswa
dihadapkan pada permasalahan kemudian dituntut untuk memecahkannya. PBM lebih tepat dilaksanakan
dibandingkan dengan pendekatan pembelajaran
tradisional. Hal ini dapat dimengerti bahwa para dokter yang nanti bertugas pada kenyataannya selalu dihadapkan pada masalah pasiennya sehingga harus
mampu menyelesaikannya. Walaupun pertama
dikembangkan dalam pembelajaran ilmu kedokteran tetapi pada perkembangan selanjutnya diterapkan dalan pembelajaran ilmu yang lain.
Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. PBM adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah (Ward, 2002; Stepien, dkk.,1993). Lebih lanjut Boud dan felleti, (1997), Fogarty(1997) menyatakan bahwa PBM adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada pebelajar (siswa/mahasiswa) dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured, atau open
43
ended melalui stimulus dalam belajar. PBM memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut: (1) belajar dimulai dengan suatu masalah, (2) memastikan bahwa masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia
nyata siswa/mahasiswa, (3) mengorganisasikan
pelajaran diseputar masalah, bukan diseputar disiplin ilmu, (4) memberikan tanggung jawab yang besar kepada pebelajar dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri, (5) menggunakan kelompok kecil, dan (6) menuntut pebelajar untuk mendemontrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk suatu produk atau kinerja. (Fogarty,1997).
Berdasarkan penjelasan tentang PBM tampak jelas bahwa pembelajaran dengan model PBM dimulai oleh adanya masalah (dapat dimunculkan oleh siswa
atau guru), kemudian siswa memperdalam
pengetahuannya tentang apa yang mereka telah ketahui dan apa yang mereka perlu ketahui untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa dapat memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan sehingga mereka terdorong berperan aktif dalam belajar.
C. Program Pembelajaran Individual
Istilah Program Pembelajaran individual (PPI) merupakan terjemahan dari Individualized Educaional Program (IEP). Mercer and Mercer (1989) dalam Rochyadi dan Alimin (2003), mengemukakan bahwa program individual merujuk kepada suatu program
44
pengajaran dimana siswa bekerja dengan tugas –tugas yang sesuai dengan kondisi dan motivasiya.
Lynch (1994), menyatakan bahwa IEP merupakan suatu kurikulum atau merupakan suatu kurikulum
atau merupakan suatu program belajar yang
didasarkan kepada gaya, kekuatan dan kebutuhan-kebutuhan khusus anak dalam belajar. Dengan
demikian pada dasarnya Program Pembelajaran
Individual (PPI) merupakan suatu program yang didasarkan kepada kebutuhan setiap individu.
Program Pembelajaran Individual (PPI) disusun pada hakekatnya adalah mengacu pada pandangan bahwa inividu itu unik bahkan tidak ada seorang manusiapun yang akan sama sekalipun kembar. (Triani dan Amir,2013). Dengan demikian setiap anak memiliki potensi masing-masing yang perlu dikembangkan sehingga dapat mengaktualisasikan dirinya. Begitu juga dengan kebutuhannya, setiap peserta didik tentunya memiliki kebutuhan masing-masing yang mungkin akan berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Dalam Program Pembelajaran Individual (PPI) terdapat prosedur dalam penyusunannya menurut Rochyadi dan Alimin (2003) yang menyebutkan bahwa Program Pembelajaran Individual disusun dengan maksud untuk memenuhi kebutuhan tiap peserta didik. Prosedur ideal dalam pengembangan Program Pembelajaran Individual dikemukakan Kitano dan Kirby (1986) memiliki lima aspek yaitu :pembentukan
tim PPI, menilai kebutuhan khusus anak,
45
pendek, meancang metode dan prosedur pembelajaran dan menentukan evaluasi kemajuan anak.
a. Membentuk Tim PPI
Tim PPI bertugas merencanakan dan menyusun program pembelajaran. Anggota tim sebaiknya terdiri dari berbagai disiplin ilmu, seperti guru kelas atau guru mata pelajaran, kepala sekolah, orang tua dan tim ahli (jika memungkinkan). Tim ahli yang dimaksu adalah tim ahli yang terkait dengan masalah yang dihadapi atau pengembangan dari potensi peserta didik seperti : konselor, instruktur orientasi mobilitas, speech therapist, fisio therapist, pediatris atau psikolog. Namun jika sekolah belum memungkinkan menyertakan tim ahli, maka tim PPI tetap dapat terbentuk dengan melibatkan guru atau kepala sekolah dan orang tua.
Tim PPI ini akan duduk bersama mendiskusikan tentang rancangan program pembelajaran yang akn diberikan kepada peserta didik. Dengan demikian antara pihak sekolah dengan pihak orang tua memiliki persepsi yang sama tentang program yang akan dilaksankan. Dengan demikian orang tua dan pihak sekolah sama-sama aktif dalam memberikan informasi atau melakukan treatment atau program-program pembelajaran yang dianggap perlu.
b. Menilai Kebutuhan Khusus Anak
Menentukan kebutuhan khusus apa yang peserta didik perlukan, terlebih dahulu tim PPI melihat informasi yang dperoleh dari hasil assesmen
kekuatan-46
kekuatan yang dimiliki peserta didik. Berdasarkan dari data atau informasi tersebut tim baru memutuskan kebutuhan khsus seorang peserta didik.
c. Mengembangkan Tujuan Pembelajaran Jangka Panjang dan Jangka Pendek
Tujuan pembelajaran dilakukan dengan
melakukan penyelarasan antara target yang diharapkan dari kurikulum dengan kemampuan yag dimiliki peserta didik berdasarkan hasil assesmen yang telah dilakukan. Tujuan pembelajaran jangka panjang adalah tujuan yang hendak dicapai pada waktu yang relatif lama, seperti capaian yang tertera pada SK (Standar Kompetensi). Sedangkan tujuan pembelajaran jangka pendek adalah tujuan yang hendak dicapai dalam waktu yang relatif singkat, seperti capaian pada KD (Kompetensi
Dasar). Untuk mempermudah pengukuran
kebehasilannya, satu kompetensi dasar tentunya disusun menjadi indikator-indikator dengan menggunakan kata kerja operasional dalam penyusunannya.
d. Menyusun Metode dan Prosedur
Pembelajaran
Metode dan Prosedur Pembelajaran yang
dirancang dalam Program Pembelajaran Individual ini, tentunya disusun secara jelas dan sistematis sehingga memudahkan dalam proses penilaiannya. Proses pembelajaran dapat dirancang secara
47
individual. Banyak metode dan pendekatan yang dapat dilakukan seorang guru dengan berprinsip pada Pembelajaran yang Aktif Inovatif Kreatif dan
menyenangkan (PAIKEM). Dengan demikian
pembelajaran lebih bermakna bagi peserta didik. e. Menentukan Evaluasi Kemajuan Anak Evaluasi kemajuan belajar anak henaknya dapat mengukur derajat pencapaian tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Dalam melakukan evaluasi sedapat mungkin mampu menggambarkan kondisi peserta didik bukan membandingkan dengan peserta didik yang lain yang ada dikelasnya. Karena
ketuntasan belajar yang dimaksud adalah
ketuntasan belajar individual sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
Banyak ragam jenis evaluasi, tentunya jenis dna bentuk tes yang diberikan disesuaikan dengan kondisi anak serta tujuan dari pelaksanaan evaluasi itu sendiri. Dalam pelaksanaan evaluasi ini sebaiknya dilakukan baik evaluasi proses maupun product atau hasil. Dengan demikian dapat diperoleh informasi tentang kemajuan peserta didik baik dalam proses pelaksanaan pembelajarannya serta tingkat pencapaian keberhasilan tujuan pembelajaran.