BAB II LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka
3. Model Pembelajaran Problem Based Learning
a. Pengertian Model Pembelajaran Problem Based Learning
Joyce (dalam Trianto, 2012:22) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan yang digunakan untuk pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau tutorial. Arends (dalam Trianto, 2012:25) menyeleksi terdapat enam model pengajaran yang sering digunakan oleh guru, yaitu: presentasi, pengajaran langsung, pengajaran konsep, pembelajaran kooperatif, pengajaran berdasarkan masalah, dan diskusi di kelas.
Sugiyanto (2009:152) menyatakan bahwa model pembelajaran problem based learning adalah strategi pembelajaran yang mengharapkan siswa untuk mengidentifikasi masalah, mencari data, dan menggunakan data untuk mencari solusi. Model pembelajaran fokusnya tidak hanya pada apa yang sedang dikerjakan siswa (perilaku siswa), namun lebih kepada apa yang siswa pikirkan (kognisi siswa) selama siswa mengerjakannya.
Peran guru dalam pembelajaran berbasis masalah ini hanya sebagai fasilitator dan pembimbing sehingga siswa dapat belajar untuk berpikir dan menyelesaikan masalahnya sendiri.
Amir (2009:vii), mengungkapkan problem based learning adalah salah satu pendekatan student centered (berpusat pada siswa) yang melibatkan pemberian masalah pada proses pembelajarannya. Pendidik lebih banyak memfasilitasi ketimbang memberikan materi. Pendidik atau guru berperan untuk merancang sebuah skenario masalah, memberikan clue tentang sumber bacaan tambahan, dan berbagai arahan serta saran yang diperlukan saat pemelajar menjalankan proses.
Jessie dan Tan (2009:3) menjelaskan bahwa problem based learning bersifat kontruktivisme artinya bahwa siswa membangun pengetahuan
14 untuk diri sendiri. Setiap siswa secara individu dan sosial membangun makna sesuai dengan yang siswa pelajari sebagai partisipan aktif dalam belajar daripada penerima pengetahuan pasif. Pendekatan yang diambil dari problem based learning dimulai dengan pengetahuan. Siswa dihadapkan dengan masalah dan siswa perlu untuk bekerja sama dengan orang lain dalam suatu kelompok untuk mendiskusikan makna dan menentukan apa yang perlu dipelajari.
Kesimpulan yang bisa didapatkan dari ketiga pendapat di atas yaitu model pembelajaran problem based learning adalah model pembelajaran berbasis masalah dan lebih berpusat pada siswa. Peran guru dalam model pembelajaran ini hanya sebagai fasilitator yang bertugas untuk merancang proses pembelajaran maupun memberikan clue tentang sumber bacaan dan berbagai arahan serta saran untuk siswa. Model pembelajaran ini memungkinkan untuk siswa belajar secara individu maupun berkelompok.
b. Ciri-ciri Model Pembelajaran Problem Based Learning
Ciri-ciri problem based learning menurut Baron (dalam Rusmono, 2012:74) yaitu (1) menggunakan permasalahan dalam dunia nyata; (2) pembelajaran dipusatkan kepada penyelesaian masalah; (3) tujuan pembelajaran ditentukan oleh siswa; (4) guru berperan sebagai fasilitator.
Masalah yang digunakan harus relevan dengan tujuan pembelajaran, terbaru, dan menarik; berdasarkan informasi yang luas; terbentuk secara konsisten dengan masalah lain; dan termasuk dalam dimensi kemanusiaan.
Tan (dalam Amir, 2009:12) berpendapat bahwa problem based learning memiliki ciri-ciri pembelajaran dimulai dengan “masalah”, masalah yang dipilih memiliki konteks dalam dunia nyata, pembelajaran secara berkelompok aktif merumuskan masalah dan mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan siswa, mempelajari dan mencari sendiri materi yang terkait dengan masalah dan melaporkan solusi dari masalah. Pendidik lebih banyak bertugas untuk memfasilitasi.
Sugiyanto (2009:157) berpendapat bahwa ciri-ciri problem based learning yaitu (1) Masalah yang diberikan harus dikaitkan dengan
15 pengalaman rill siswa dan bukan dengan prinsip-prinsip disiplin akademis tertentu. (2) Masalah tersebut semestinya tidak jelas atau tidak sederhana sehingga menciptakan misteri dan teka-teki. (3) Masalah yang diberikan seharusnya bermanfaat untuk siswa dan sesuai dengan tingkat intelektual siswa. (4) Masalah yang diberikan memiliki cakupan luas, namun tetap dalam batas-batas pembelajarannya. (5) Masalah yang baik harus mendapat manfaat dari usaha kelompok.
Peneliti menyimpulkan dari ketiga pendapat di atas, bahwa problem based learning memiliki ciri-ciri (1) Model pembelajaran yang berpusat pada penyelesaian masalah; (2) Masalah yang digunakan harus sesuai dengan dunia nyata siswa; (3) Masalah yang diangkat seharusnya tidak jelas dan tidak sederhana, sehingga menimbulkan teka-teki; (4) Masalah yang baik seharusnya memberikan manfaat untuk siswa; (5) Masalah yang diberikan sebaiknya harus relevan dengan tujuan pembelajaran, terbaru, dan menarik; berdasarkan informasi yang luas; terbentuk secara konsisten dengan masalah lain; dan termasuk dalam dimensi kemanusiaan; dan (6) Guru berperan sebagai fasilitator.
c. Langkah-langkah Model Pembelajaran Problem Based Learning
Amir (2009:24) memaparkan langkah-langkah model pembelajaran problem based learning adalah sebagai berikut:
1. Mengklasifikasi istilah dan konsep yang belum jelas.
2. Merumuskan masalah.
3. Menganalisis masalah.
4. Menata gagasan dan menganasis secara dalam.
5. Memformulasikan tujuan pembelajaran.
6. Mencari informasi tambahan dari sumber yang lain.
7. Mensintesis (menggabungkan) dan menguji informasi baru.
Rusmono (2012:81) mengatakan bahwa tahapan pembelajaran dengan strategi problem based learning serta peran guru adalah sebagai berikut:
16 1. Tahap 1: Mengorganisasikan siswa kepada masalah. Guru memberikan informasi tujuan pembelajaran, mendeskripsikan kebutuhan-kebutuhan, serta memotivasi siswa agar terlibat dalam memecahkan masalah.
2. Tahap 2: Mengorganisasikan siswa untuk belajar. Guru membantu siswa untuk menentukan dan mengatur tugas-tugas belajar yang berhubungan dengan masalah.
3. Tahap 3: Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok. Guru memandu siswa untuk mengumpulkan informasi, melaksanakan eksperimen, mencari penjelasan, dan solusi.
4. Tahap 4: Mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya serta pameran. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil karya sesuai dengan laporan, rekaman video, dan model.
5. Tahap 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Guru membantu siswa melakukan refleksi atas penyelidikan dan proses-proses yang mereka gunakan.
Ibrahim (dalam Trianto, 2009:98) menyatakan bahwa sintaks dalam model pembelajaran meliputi 5 tahapan yang harus dilakukan yaitu:
1. Tahap 1: Orientasikan siswa pada masalah. Tahap ini guru berperan untuk memunculkan sebuah permasalahan kepada siswa dan memotivasi siswa untuk menyelesaikan sebuah permaslahan.
2. Tahap 2: Mengorganisasikan siswa untuk belajar. Guru membantu siswa untuk mendefinisikan kalimat-kalimat yang belum dimengerti oleh siswa.
3. Tahap 3: Membimbing penyelidikan individual atau kelompok.
Guru berperan sebagai fasilitator, sehingga guru membantu siswa untuk menemukan informasi yang sesuai untuk mendapatkan penjelasan dan penyelesaian masalah.
4. Tahap 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Siswa menghasilkan dan mempresentasikan hasil karya.
17 5. Tahap 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Guru membantu siswa untuk mendapatkan sebuah kesimpulan atau evaluasi dalam proses penyelesaian masalah.
Sesuai dengan hasil ketiga pendapat yang telah dipaparkan, peneliti sependapat dengan pendapat Ibrahim (dalam Trianto, 2009:98). Peneliti menyimpulkan bahwa langkah-langkah yang bisa diterapkan dalam proses pembelajaran problem based learning adalah sebagai berikut:
1. Tahap 1: Mengarahkan siswa pada masalah. Guru bertugas untuk memberikan tujuan dan menjelaskan permasalahan yang menjadi topik pembelajaran. Guru memunculkan sebuah permaslaahan dan memotivasi siswa untuk memecahkan permaslahan.
2. Tahap 2: Membangun siswa untuk belajar. Guru membantu siswa untuk mendefinisikan atau mengartikan kalimat-kalimat pada tugas yang berhubungan dengan masalah.
3. Tahap 3: Membimbing penyelidikan berkelompok. Guru membimbing siswa dalam kelompok untuk mengumpulkan informasi untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan dari permasalahan.
4. Tahap 4: Menyajikan hasil karya. Guru membantu siswa untuk merencanakan suatu karya untuk laporan hasil pemecahan masalah, serta meminta siswa untuk mempresentasikannya.
5. Tahap 5: Menganalisis dan mengevaluasi. Guru membantu siswa untuk melakukan kesimpulan dan mengevaluasi proses pemecahan masalah dan proses penyelidikan lainnya.
d. Kelebihan Dan Keunggulan Model Pembelajaran Problem Based Learning
Amir (2009:32) menjelaskan bahwa problem based learning memiliki keunggulan dalam penerapannya, yaitu antara lain:
1. Punya keaslian seperti dalam dunia nyata. Masalah yang diangkat disesuaikan dengan kehidupan siswa, hal itu dapat dijadikan
18 cerminan dalam dunia kerja. Siswa akan siap menghadapi masalah ketika berada di dunia kerja.
2. Dibangun dengan memperhitungkan pengetahuan sebelumnya.
Masalah yang dirancang akan melibatkan pengetahuan siswa sebelumnya. Manfaat yang dapat diambil dari pembelajaran ini adalah selain siswa mendapatkan informasi baru, siswa juga mengasah pengetahuan yang sudah ada.
3. Membangun pemikiran yang metakognitif dan konstruktif. Siswa melakukan pemikiran metakognitif apabila siswa sadar apa yang sedang di pelajari dan merefleksikannya. Siswa mencari pemecahan masalah, mencari dan menemukan informasi yang terkait, maka siswa sedang melakukan pemahaman sebuah pengetahuan secara konstruktif.
4. Meningkatkan minat dan motivasi siswa dalam pembelajaran.
Pembelajaran berbasis masalah yang menantang dan menarik, akan menggugah rasa ingin tahu siswa untuk belajar dan menyelesaikan masalah tersebut. Harapannya siswa yang pasif menjadi aktif.
Sugiyanto (2009:160) berpendapat bahwa pembelajaran berbasis problem based learning dapat membangkitkan rasa ingin tahu dan gairah siswa untuk menyelidiki masalah. Siswa didorong untuk melontarkan pertanyaan dan mencari informasi. Mengembangkan keterampilan kolaborasi diantara siswa karena dalam pembelajaran problem based learning siswa akan dibagi ke dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa belajar untuk menggali informasi untuk mencari solusi.
Siswa diajak secara bertahap dan sistematis untuk menggali, mengolah, dan merangkum masalah yang telah diberikan. Masalah yang ada dalam skenario diharapkan mampu memicu dan memacu kemampuan berpikir kritis, analitis, aktif, sekaligus melakukan pembelajaran secara kreatif. Siswa juga belajar untuk bekerja sama (collaborative learning) untuk mengutarakan perspektif yang berbeda tentang suatu permasalahan (Sani, 2018:218).
19 4. Pembelajaran IPA
a. Definisi Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Djojosoediro (2011:17) berpendapat bahwa IPA singkatan dari Ilmu Pengetahuan Alam dikenal juga dengan istilah sains. Kata sains ini berasal dari bahasa Latin yaitu scientia yang berarti “saya tahu”. Dalam bahasa Inggris, kata sains berasal dari kata science yang berarti pengetahuan. IPA merupakan cabang pengetahuan yang berawal dari fenomena alam. IPA didefinisikan sebagai sekumpulan pengetahuan tentang objek dan fenomena alam yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penyelidikan.
Samatowa (2011:3) berpendapat bahwa pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. IPA membahas tentang gelaja-gejala alam yang disusun secara sistematis yang berdasarkan pada hasil percobaan atau pengamatan oleh manusia. Pendapat lain Purnell’s (dalam Djojosoediro, 2011:17) menyatakan bahwa pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam adalah pengetahuan manusia mengenai alam yang didapatkan dengan cara observasi dan eksperimen yang sistematik, serta dijelaskan dengan bantuan aturan-aturan, hukum-hukum, prinsip-prinsip, teori-teori, dan hipotesa-hipotesa. Powler (dalam Samatowa, 2011:3) berpendapat bahwa pembelajaran IPA adalah ilmu yang berhubungan dengan gejala alam dan didasari atas pengamatan yang sistematis.
Kesimpulan yang didapatkan menurut teori di atas pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau biasa disebut science adalah ilmu yang berhubungan dengan alam dan fenomena. IPA diperoleh dari hasil pemikiran dan penyelidikan secara sistematis. IPA bisa dituangkan ke dalam penjelasan dengan bantuan aturan-aturan, hukum-hukum, prinsip-prinsip, teori-teori, dan hipotesa-hipotesa.
b. Materi IPA SD
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah organ pencernaan pada manusia. Materi organ pencernaan terdapat dalam tema
20 3 (Makanan Sehat), subtema 1 (Bagaimana Tubuh Mengolah Makanan?), dan KD 3.3 (Menjelaskan organ pencernaan dan fungsinya pada hewan dan manusia serta cara memelihara kesehatan organ pencernaan manusia). Irnaningtyas (2013:264) memaparkan materi pada organ pencernaan sebagai berikut:
1) Pengertian Organ pencernaan
Pencernaan makanan adalah proses pengolahan makanan menjadi zat-zat makanan yang dapat diserap oleh darah, dan sisa-sisa makanan akan dikeluarkan dari tubuh.
2) Bagian-bagian Organ Pencernaan
a) Mulut berfungsi untuk pencernaan makanan secara mekanis yang dibantu oleh gigi dan secara kimiawi yang dibantu oleh enzim amilase.
b) Kerongkongan (esofagus) berfungsi menggerakkan makanan dari faring ke lambung dengan gerakan peristaltik.
c) Lambung (ventrikulus) berfungsi menyimpan makanan selama 2-5 jam dan menyerap zat-zat makanan termasuk protein.
d) Usus halus berfungsi mencerna makanan dan menyerap nutrisi secara maksimal dengan cara kimiawi yang dibantu oleh enzim-enzim.
e) Usus besar berfungsi untuk membuang kadar air dan garam dari bahan yang tidak tercerna dan membentuk limbah padat yang dapat dikeluarkan melalui anus.
3) Proses Pencernaan Makanan pada Manusia
a) Ingesti: proses memasukkan makanan melalui mulut.
b) Mastikasi: proses pengunyahan makanan menggunakan gigi.
c) Deglutisi: proses menelan makanan di kerongkongan.
d) Digesti: proses pemecahan makanan dari zat yang kompleks menjadi molekul–molekul yang lebih sederhana dengan bantuan enzim yang ada di lambung.
21 e) Absorpsi: proses penyerapan sari–sari makanan yang terjadi di
usus halus.
f) Defekasi: proses pengeluaran sisa–sisa makanan yang sudah tidak diperlukan oleh tubuh melalui organ anus.
4) Gangguan pada Organ Pencernaan
a) Diare bisa disebabkan oleh beberapa hal, seperti infeksi bakteri disentri, zat-zat beracun, atau makanan yang "salah" pada kolon (usus besar). Hal-hal ini yang pada akhirnya menyebabkan gangguan pada penyerapan air, sehingga sisa makanan yang ada di dalam tubuh masih banyak mengandung air.
b) Sembelit atau konstipasi adalah gangguan pada organ pencernaan yang disebabkan oleh penyerapan air yang berlebihan.
c) Apendiksitis merupakan peradangan dan pembengkakan yang terjadi pada usus buntu (umbai cacing).
d) Gastritis atau maag adalah radang kronis yang terjadi pada lapisan mukosa dinding lambung.
e) Sariawan merupakan gangguan sistem pencernaan yang biasanya muncul di sekitar mulut.
f) Gizi buruk atau malnutrisi terjadi karena pembentukan enzim mengalami gangguan.
g) Keracunan biasanya disebabkan karena salah mengkonsumsi makanan. Dimana keracunan biasanya terjadi karena pengaruh bakteri seperti bakteri Salmonela, yang mana akan menyebabkan penyakit tipus dan paratipus.
h) Cacingan merupakan penyakit yang menyerang sistem pencernaan manusia.
B. Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2018) yang berjudul
“Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Pada Siswa Kelas V SDN
22 Purwasari III Kabupaten Karawang”. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan model Kemmis dan Mc Taggart. Hasil penelitian menunjukkan pembelajaran IPA dengan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa sekolah dasar. Hal ini terbukti dari hasil tindakan siklus I sampai siklus II. Dari hasil tes siklus I, diperoleh data rata-rata hasil belajar IPA di kelas V sebesar 73,33 dengan persentase 54% nilai siswa telah mencapai KKM. Sedangkan di siklus II mengalami peningkatan sebesar 7.3 menjadi 80,9 dengan persentase 87% sehingga hasil belajar IPA siswa kelas V ini berada dalam kategori baik. Kesimpulan yang didapatkan, bahwa penerapan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V SDN Purwasari III.
Penelitian Ismiani, dkk (2017) dengan judul “Pengaruh Penerapan Metode Problem Based Learning Terhadap Sikap Ilmiah Dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas VII MTs NW 01 Kembang Kerang”. Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimen semu (quasi experiment). Quasi experiment digunakan karena pada penelitian ini mempunyai kelompok kontrol dengan manusia sebagai subjek penelitian sehingga tidak sepenuhnya dapat dikendalikan oleh peneliti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh metode problem based learning terhadap sikap ilmiah siswa kelas VII MTs NW 01 Kembang Kerang tahun pelajaran 2014/2015.
Hal ini ditunjukan dari lembar observasi yang diperoleh sebanyak 86,6%
kategori tinggi kelas eksperimen dan 47,2% kategori rendah kelas kontrol.
Hasil belajar siswa juga menunjukkan bahwa pada kelas eksperimen lebih tinggi saat dilakukan posttest, skor tertinggi 82 dan terendah 40. Rata-rata nilai posttest 70,25 untuk kelas eksperimen lebih tinggi dari nilai pretest 36,66 serta melebihi KKM 70 dan untuk kelas kontrol nilai rata-rata postest 55,57 jauh lebih tinggi dari nilai pretest 46 namun belum mencapai target KKM 70. Peneliti menyimpulkan bahwa metode problem based learning berpengaruh terhadap sikap ilmiah serta dapat meningkatkan hasil belajar
23 siswa, sehingga dapat digunakan sebagai salah satu alternatif metode pembelajaran biologi di sekolah.
Penelitian Agustina, dkk (2017) yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan Sikap Ilmiah Dan Prestasi Belajar Siswa Pada Materi Sistem Koloid Kelas XI MIA SMA Negeri I Sukoharjo Tahun Pelajaran 2015/2016”. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus, setiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran problem based learning pada materi koloid kelas XI MIA 1 SMA Negeri I Sukoharjo tahun pelajaran 2015/2016 dapat meningkatkan sikap ilmiah dan prestasi belajar siswa. Hal tersebut dapat dilihat pada uji pratindakan sebanyak 27,5% siswa dalam kategori sikap ilmiah tinggi, pada siklus I meningkat menjadi 72,5% siswa memiliki kategori sikap ilmiah tinggi, dan pada siklus II meningkat lagi menjadi 97,5% siswa memiliki kategori sikap ilmiah tinggi. Prestasi belajar siswa aspek pengetahuan siklus I sebesar 52,5%, meningkat menjadi pada siklus II 95%. Berdasarkan data tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa model pembelajaran problem based learning pada materi koloid dapat meningkatkan sikap ilmiah dan prestasi belajar siswa kelas XI MIA 1 SMA Negeri I Sukoharjo Tahun Pelajaran 2015/2016.
Ketiga penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran problem based learning dapat meningatkan sikap ilmiah dan hasil belajar. Penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2010) menunjukkan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran problem based learning. Penelitian Ismiani, dkk (2017) dan Agustina, dkk (2017) juga menunjukkan bahwa model pembelajaran problem based learning efektif untuk meningkatkan sikap ilmiah dan hasil belajar siswa. Hal tersebut relevan dengan penelitian yang dilakukan bahwa model pembelajaran problem based learning dapat menjadi solusi meningkatkan sikap ilmiah dan hasil belajar siswa. Kekhususan penelitian ini dibandingkan
24 dengan ketiga penelitian di atas terletak pada materi yang diberikan.
Penelitian ini menggunakan mata pelajaran IPA materi organ pencernaan manusia di kelas V SD. Penelitian ini menggunakan media poster, kliping, mind map, dan kartu domino. Berikut ini bagan literatur dari beberapa penelitian yang relevan:
Gambar 2.1 Bagan Literatur Penelitian yang Relevan
C. Kerangka Berpikir
Pembelajaran ilmu pengetahuan alam sangat penting diajarkan kepada siswa sedini mungkin. Pada materi organ pencernaan manusia, siswa kelas V SD BOPKRI Demangan III mengalami kesulitan. Saat pembelajaran berlangsung terlihat bahwa sikap ilmiah yaitu sikap berpikir kritis dan sikap bekerja sama siswa kelas V dapat dikatakan rendah. Rendahnya sikap berpikir kritis dan sikap bekerja sama ternyata berdampak pada hasil belajar siswa. Sikap ilmiah berkaitan erat dengan ilmu pengetahuan, sehingga dalam kehidupan nyata, sikap ilmiah sangat penting untuk dimiliki oleh setiap siswa. Sikap ilmiah perlu diajarkan sedini mungkin agar nantinya siswa terbiasa untuk menghadapi permasalahan yang nyata. Pengajaran yang efektif didalamnya terdapat rencana pembelajaran yang telah disiapkan.
Susanti (2018)
Penelitian ini berjudul: Peningkatan Sikap Ilmiah Dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V Menggunakan Model Pembelajaran Problem Based Learning
Ismiani, dkk (2017)
“Pengaruh Penerapan Metode Problem Based
Learning Terhadap Sikap Ilmiah Dan Hasil
Belajar Biologi Siswa Ilmiah Dan Prestasi Belajar
Siswa Pada Materi Sistem Koloid Kelas XI MIA SMA
Negeri I Sukoharjo Tahun Pelajaran 2015/2016”
25 Model pembelajaran yang cocok diterapkan dalam meningkatkan sikap ilmiah (sikap berpikir kritis dan sikap bekerja sama) adalah model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Keunggulan model pembelajaran problem based learning adalah model pembelajaran ini didasari pada pemberian masalah. Siswa diberikan sebuah masalah dan siswa diminta untuk mencari solusi dari masalah tersebut. Sehingga dengan pemberian sebuah masalah tersebut, siswa dilatih untuk berpikir kritis. Keunggulan lainnya, model pembelajaran problem based learning adalah model pembelajaran yang pembelajarannya berupa diskusi kelompok, hal tersebut baik untuk mengasah sikap bekerja sama untuk siswa. Model pembelajaran ini lebih kepada student cantered atau berpusat pada siswa sehingga sangat cocok untuk melatih sikap bekerja sama pada siswa. Guru hanya berperan sebagai fasilitator yang memberikan arahan serta saran-saran agar siswa tidak keluar dari konteks permasalahan. Dengan meningkatnya sikap berpikir kritis dan bekerja sama, hasil belajar siswa juga dapat meningkat saat ulangan harian.
Model pembelajaran problem based learning mengarahkan siswa untuk belajar dengan pemberian masalah sesuai dengan kehidupan siswa, sehingga pembelajaran siswa menjadi bermakna. Siswa lebih lama untuk mengingat materi yang diajarkan dan meningkatkan hasil belajar siswa.
D. Hipotesis Tindakan
1. Upaya peningkatan sikap ilmiah dan hasil belajar IPA siswa kelas V menggunakan model pembelajaran problem based learning dapat dilaksanakan melalui langkah-langkah: a. Mengarahkan siswa pada masalah, b. Membangun siswa untuk belajar, c. Membimbing penyelidikan berkelompok, d. Menyajikan hasil karya, dan e. Menganalisis dan mengevaluasi.
2. Model pembelajaran problem based learning dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa kelas V.
26 3. Model pembelajaran problem based learning dapat meningkatkan hasil
belajar siswa kelas V.
27 BAB III
METODE PENELITIAN
Bab III ini membahas mengenai metode penelitian. Metode penelitian mengulas tentang jenis penelitian, setting penelitian, rencana tindakan setiap siklus, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik pengujian instrumen, teknik analisis data, indikator keberhasilan, dan jadwal penelitian.
A. Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan pendekatan Classroom Action Research atau yang sering disebut dengan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas adalah proses pengkajian masalah pembelajaran di dalam kelas melalui refleksi diri untuk memecahkan masalah dengan cara melakukan berbagai tindakan yang terencana dalam situasi nyata serta menganalisis setiap pengaruh dari perlakuan tersebut (Sanjaya, 2011:26). Arikunto (2014:3) berpendapat bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama.
Penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang dilakukan guna memperbaiki praktik-praktik dalam pendidikan di dalam kelas. Penelitian tindakan kelas dilakukan dengan maksud memperbaiki mutu pembelajaran, sehingga berfokus pada proses dan hasil belajar siswa di kelas. Dalam penelitian tindakan kelas, terdapat suatu proses untuk mencari solusi dalam memecahkan permasalahan yang ada di dalam kelas. Guru kemudian melakukan tindakan
Penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang dilakukan guna memperbaiki praktik-praktik dalam pendidikan di dalam kelas. Penelitian tindakan kelas dilakukan dengan maksud memperbaiki mutu pembelajaran, sehingga berfokus pada proses dan hasil belajar siswa di kelas. Dalam penelitian tindakan kelas, terdapat suatu proses untuk mencari solusi dalam memecahkan permasalahan yang ada di dalam kelas. Guru kemudian melakukan tindakan