• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan Karakter

C. Model Pembentukanan Karakter Keagamaan

Dalam kamus besar bahasa Indonesia model dapat diartikan sebagai contoh, acuan, pola dari sesuatu yang akan dihasilkan atau dibuat. Kegiatan pembinaan dapat dilakukan dengan menggunakan pembinaan langsung (direct contac) dan pembinaan tidak lansung (indirect contac). Pembinaan langsung terjadi apabila pihak pelatih melakukan pembinaan tatap muka dengan pihak yang dibina.29 Pembinaan lagsung ini dapat dilakukan dengan diskusi, tanya jawab, kunjungan dan lain sebagainya, yaitu dengan mengadakan hubungan langsung dengan individu yang bersangkutan.30 Dengan menggunakan petunjuk, nasihat, tuntunan menyebutkan manfaat dan bahaya-bahayanya

29 Henry Guntur Tarian, Strategi Pengajaran dan Pembelajaran, (Bandung: Angkasa, 1993), hlm 2

Cara-cara pembinaan langsung:31

a. Pembinaan individual (perorangan) yaitu pembinaan yang dilakukan pada seseorang warga pelajar. Teknik yang dapat digunakan antara lain, diskusi, dialog dan peragaan

b. Pembinaan kelompok yaitu pembinaan yang dilakukan secara berkelompok. Teknik pembinaan ini dapat menghemat waktu dan tenaga. Adapun teknik yang dapat digunakan antara lain, diskusi, demonstrasi, pameran dan karyawisata

Sedangkan pembinaan tidak langsung (indirect contac) terjadi apabila pihak yang melakukan upaya pembinaan kepada pihak yang dibina melalui media masa seperti media petunjuk tertulis, korespondensi, penyebaran buletin dan media elektronik seperti radio dan sebagainya. Jadi dengan menggunakan model dan teknik tersebut akan mampu mendukung keberhasilan dalam upaya melakukan pembinaan itu sendiri. Model dan pendektan yang digunakan dalam pembinaan harus sesuai dengan kondisi obyek yang dibina. Dengan demikian proses pembinaan akan mampu memperoleh hasil yang maksimal

Model pembinaan karakter keagamaan di sekolah sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi dimana model itu diterapkan. Menurut Muhaimin, sedikitnya ada 5 model pembinaan karakter di sekolah antara lain Model Struktural, Model Formal, Model Reflektif, Model Mekanik dan Model Organik.

31

a. Model Struktural

Pembinaan pendidikan agama dengan model struktural, yaitu penciptaan suasana religius yang disemangati oleh adanya peraturan-peraturan pembangunan kesan, baik dari dunia luar atas kepemimpinan atau kebijakan suatu lembaga pendidikan atau suatu organisasi. model ini biasanya yang bersifat “top-down”, yakni kegiatan keagamaan yang dibuat atas prakarsa atau instruksi dari pejabat/pimpinan atasan.32

Pengembangan dari model ini adalah diprakarsai oleh para pemimpin dari sekolah seperti kepala sekolah dan guru yang menentukan kegiatan keagamaan yang dicantumkan dalam program harian, mingguan, bulanan, maupun tahunan dari sekolah itu sendiri. Untuk kegiatan keagamaan biasanya berada di bawah susunan program waka kesiswaan, yang nantinya di turunkan pada kerja guru PAI dan lain sebagainya.

Adapun kelebihan model ini adalah lebih mudah diimplementasikan karena segala sesuatu yang berkaitan dengan pembinaan keagamaanya sudah tersusun dan terprogram secara rapi dari pihak sekolah, jadi siswa tiggal mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu proses pembinaan akan lebih mudah dikontrol atau dievaluasi karena memang sudah terprogram secara rapi. Sedangkan kekurangan model ini lebih bersifat agak kaku dan lebih mengikat karena sudah berbentuk peraturan-peratuaran maupun program-program yang

32 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam

harus dilaksanakan, sehingga jika tida ada inisiatif dari pihak sekolah maka proses pembinaan akan sulit dilaksanakan

b. Model Formal

Pembinaan pendidikan agama model formal, yaitu penciptaan suasana religius yang didasari atas pemahaman bahwa pendidikan agama adalah upaya manusia untuk mengajarkan masalah-masalah kehidupan akhirat saja atau kehidupan rohani saja, sehingga pendidikan agama dihadapkan dengan pendidikan non-keagamaan, pendidikan ke-Islam-an dengan non-ke-Islam-an, pendidikan Kristen dengan non-Kristen dan seterusnya. Model penciptaan suasana religius formal tersebut berimplikasi terhadap pengembangan pendidikan agama yang lebih berorientasi pada keakhiratan, sedangkan masalah dunia dianggap tidak penting serta menekankan pada pendalaman ilmu-ilmu keagamaan yang merupakan jalan pintas menuju kebahagiaan akhirat, sementara sains (ilmu pengetahuan) dianggap terpisah dari agama.33

Model ini biasanya menggunakan cara pendekatan yang bersifat keagamaan yang normative, doktriner dan absolutis. Peserta didik diarahkan untuk menjadi pelaku agama yang loyal, memiliki sifat commitment (keberpihakan, dan dedikasi pengabdian yang tinggi

terhadap agama yang dipelajarinya). Sementara itu, kajian-kajian yang bersifat empiris, rasionla, analisis-kritis, dianggap dapat menggoyahkan

33

iman sehingga perlu ditindih oleh pendekatan keagamaan yang bersifat normative dan doktriner.

Adapun kelebihan dari model ini adalah proses pembinaan keagamaan di sekolah akan lebih mudah dilaksanakan ketika pembelajaran agama di dalam kelas sehingga guru akan lebih mudah menanamkan teori-teori yang bersifat normative, doktriner dan absolut, sehingga jika siswa benar-benar memahami maka siswa akan mempunyai landasan teori keagamaan yang kuat. Sedangkan kekurangan teori ini adalah mempunyai kesan bahwa nilai-nilai agama seakan-akan terpisah dengan mata pelajaran lain, sehingga menjadikan beban guru agama semakin besar karena ia menjadi pusat Pembina keagamaan serta tidak ada kerjasama dengan guru yang lain.

c. Model Reflektif

Pembinaan karakter keagamaan model reflektif yaitu membina karakter keagamaan dengan mengarahkan pada pemahaman terhadap makna dan nilai yang terkandung di balik teori, fakta, fenomena, informasi atau benda yang menjadi obyek dalam membina nilai-nilai karakter. Model ini berusaha mengembangkan nilai-nilai karakter yang akan diperkuat melalui pembelajaran yang ada yang kemudian diperaktekkan nilai-nilai yang sudah dipelajari tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Jadi dari teori nilai-nilai religius itu direfleksikan terhadap perilaku sehari-hari.34

34

Model reflektif lebih menonjolkan pada penggabungan aspek kognitif dan afektif. Setelah siswa diberi pemahaman tentang agama kemudian siswa diajak untuk mengimplementasikannya kedalam kegiatan kehidupan sehari-hari. Namun kekurangan model ini adalah akan lebih sedikit membutuhkan waktu yang lebih lama dalam proses pembinaan karakter keagamaan siswa.

d. Model Mekanik

Model mekanik dalam pembinaan pendidikan agama Islam adalah penciptaan suasana religius yang didasari oleh pemahaman bahwa kehidupan terdiri atas berbagai aspek dan pendidikan dipandang sebagai penanaman dan pengembangan seperangkat nilai kehidupan, yang masing-masing elemen bergerak dan berjalan menurut fungsinya. Masing-masing gerak bagaikan sebuah mesin yang terdiri atas beberapa komponen atau elemen-elemen, yang mana masing-masing menjalankan fungsinya sendiri-sendiri dan antar satu dengan yang lainnya bisa saling berkonsultasi atau tidak dapat berkonsultasi.35

Model mekanik tersebut berimplikasi terhadap pengembangan pendidikan agama yang lebih menonjolkan fungsi moral dan spiritual atau dimensi afektif daripada kognitif dan psikomotorik. Artinya dimensi kognitif dan psikomotor diarahkan untuk pembinaan afektif moral dan spiritual) yang berbeda dengan mata pelajaran lainnya (kegiatan dan

35

kajian-kjian) keagamaan hanya untuk pendalaman agama dan kegiatan spiritual.

Adapun kelebihan model ini adalah pembinaan karakter keagamaan lebih mengedepankan aspek afektif atau akhlak siswa, sehingga akan lebih mudah membentuk siswa yang berakhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari di sekolah. Sedangkan kekurangan model ini adalah siswa terkadang kurang memahami secara teoritis nilai-nilai keagamaan yang bersumber dari al Qur‟an dan Hadist.

e. Model Organik

Pembinaan pendidikan agama dengan model organik, yaitu penciptaan suasana religius yang disemangati oleh adanya pandangan bahwa pendidikan agama adalah kesatuan atau sebagai sistem (yang terdiri atas komponen-komponen yang rumit) yang berusaha mengembangkan pandangan/semangat hidup agamis yang dimanifestasikan dalam sikap hidup dan keterampilan hidup yang religius.

Model pembinaan pendidikan agama organik tersebut berimplikasi terhadap pengembangan pendidikan agama yang dibangun oleh fundamental doctrins dan fundamental values yang tertuang dan terkandung di dalam al Quran dan al Sunnah sebagai sumber pokok. Kemudian bersedia dan mau menerima kontribusi pemikiran dari para ahli serta mempertimbangkan konteks historisitasnya. Karena itu, nilai-nilai ilahi/agama/wahyu didudukkan sebagai nilai-nilai-nilai-nilai insan yang

mempunyai relasi horizontal-lateral atau lateral sekuensial, tetapi harus berhubungan vertical-linear dengan nilai ilahi/agama/wahyu.

Adapun kelebihan model ini adalah dalam pembinaan karakter keagamaan ada keseimbangan antara nilai ketuhanan dan nilai kemanusiaan. Sedangkan kekurangannya adalah harus ada kemampuan dari pihak sekolah untuk menfungsikan seluruh media yang ada di sekolah dalam rangka membina karakter keagamaan siswa.

BAB III

METODE PENELITIAN