• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jumlah Penumpang Travel Bandung-Jakarta

II.7 Model Pemilihan Diskret

Akiva dan Leman (1985) dalam bukunya “Discrete Choice Analysis : Theory and Application to Travel Demand” lebih menekankan model ini pada analisis pilihan konsumen untuk memaksimalkan kepuasannya dalam mengkonsumsi pelayanan yang diberikan oleh suatu moda transportasi pilihan. Sang konsumen, sebagai seorang pembuat keputusan, akan menyeleksi berbagai alternatif dan memutuskan memilih moda transportasi yang memiliki nilai kepuasan tertinggi (highest utility).

Prosedur model ini diawali dengan menentukan nilai-nilai parameter (koefisien regresi) dari sebuah fungsi kepuasan yang dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas. Model ini untuk pertama kali

diterapkan dalam transportasi, disebut sebagai model pilihan biner (binary choice model) (Warner, 1962). Prosedur awal (fungsi kepuasan) dari model ini menurutnya banyak memakai kalibrasi/analisis statistik dan ekonometrik. Sebuah contoh umum fungsi kepuasan dapat dilihat seperti:

Vin = f (Xin)

Atau

Vjn = f (Xjn)

Dimana:

Vin dan Vjn = Nilai kepuasan konsumen yang mencerminkan perilaku konsumen (consumen behavior).

Xin dan Xjn = Variabel yang berpengaruh terhadap perilakunya untuk memaksimalkan kepuasannya.

f = fungsi matematis

Sehingga persamaan regresi fungsi kepuasan dimaksud dapat kita bentuk menjadi :

Vin/U=β1Xin1+β2Xin2+...+βkXink... (2.4)

Dimana:

Vin/U = Nilai kepuasan konsumen memakai moda i (maksimum kepuasan).

Xin1 s/d Xink = Sekelompok variabel bebas yang mempengaruhi kepuasan maksimum.

β1s/d βk = Koefisien regresi/parameter variabel bebas.

Setelah nilai Vin/U didapat juga Vjn/U didapat, maka kita masukkanlah nilai tersebut ke dalam beberapa model pilihan diskret di antaranya:

a. Model Logit Biner

Bentuk model ini adalah sebagai berikut :

P(i) = 𝑒βxin

𝑒βxin+𝑒βxjn

=

1

1+𝑒−β(x𝑖𝑛−𝑥𝑗𝑛) = ... (2.5)

Dimana:

P(i) = Probabilitas (%) peluang moda i untuk dipilih.

βxin,βxjn = Nilai parameter atau nilai kepuasan menggunakan moda i dan moda j.

e = eksponensial.

Model logit biner ini hanya berlaku untuk pilihan 2 moda transportasi alternatif (moda i dan j).

b. Model Probit (Binary Probit)

Juga untuk 2 moda alternatif, tetapi model ini menekankan untuk menyamakan peluang (kemungkinan) individu untuk memilih moda 1,

bukan moda 2 dan berusaha menghubungkan variabel bebas yang mempengaruhi, misalnya biaya (cost) dan variabel ini harus berdistribusi normal. Bentuknya adalah:

P1 = Ǿ (Gk) ... (2.6)

Dimana:

P1 = Peluang moda 1 untuk dipilih Ǿ = Kumulatif standar normal

Gk = Nilai manfaat moda 1

Sedangkan P2, konsekuensinya akan menjadi P2 = 1 – f(Gk).

II.8 Utilitas

Utilitas dapat didefinisikan sebagai ukuran istimewa seseorang dalam menentukan pilihan alternatif terbaiknya atau sesuatu yang dimaksimumkan oleh setiap individu (sesorang). Bentuk fungsi utilitas sulit untuk diasumsikan, oleh karena itu dengan alasan kemudahan dalam perhitungan, maka fungsi utilitas sering dipresentasikan sabagai parameter-parameter linear. Utilitas suatu moda angkutan penumpang bagi individu tertentu jadi dipresentasikan sebagai fungsi atribut-atribut, misalnya waktu perjalanan, biaya ongkos yang dikeluarkan, kenyamanan pelayanan di stasiun, jadwal keberangkatan, waktu menuju stasiun.

Dalam memodelkan pemilihan moda, maka utilitas dari suatu pilihan bagi individu dapat dituliskan sebagai berikut:

Uin1xin1+β2xin2+β3xin3+...βnxinn ... (2.7)

Dimana:

Uin = utilitas alternatif i bagi pembuat keputusan n.

β123n = koefisien-koefisien dari data yang disediakan.

xin1,xin2, xin3, xinn = sejumlah variabel yang menerangkan atribut-atribut bagi pembuat keputusan.

II.8.1 Utilitas Acak

Dasar teori, kerangka, atau paradigma dalam menghasilkan model pemilihan diskret adalah teori utilitas acak. Domenicich, Mcfadden (1975) dan Williams (1997) mengemukakan hal berikut sebagaimana dikutip Tamin (2000) :

1. Individu yang berada dalam suatu populasi secara rasional dan memiliki informasi yang tetap sehingga biasanya dapat menentukan pilihan yang dapat memaksimumkan utilitas individunya masing-masing sesuai dengan batasan hukum, sosial, fisik dan uang.

2. Terdapat unsur parameter A = {A1,A2, . . . , X1) alternatif yang mempengaruhi pemilihan moda yang dirumuskan dalam fungsi pemilihan yang berbentuk fungsi deterministik sebagai berikut:

Apabila nilai utilitas i memberikan harga yang maksimum, maka pilihan akan jatuh pada alternatif i.

3. Setiap pilihan mempunyai utilitas U untuk setiap individu n. Pemodelan yang juga merupakan pengamat sistem tersebut tidak mempunyai informasi yang lengkap tentang semua unsur yang dipertimbangkan oleh setiap individu yang menentukan pilihan. Sehingga dalam membuat model diasumsikan bahwa U dapat dinyatakan dalam 2 komponen, yaitu:

• Vin yang terukur sebagai fungsi dari atribut terukur (deterministik).

• Bagian acak єin yang mencerminkan hal tertentu dari setiap individu termasuk kesalahan yang dilakukan oleh pemodelan.

Uin=Vinin ... (2.8)

Dimana:

Uin = Utilitas alternatif i bagi pembuat keputusan n.

Vin = Fungsi deterministik utilitas moda i bagi individu n.

єin = Kesalahan acak (Random error) komponen statistik.

Dalam pemilihan deterministik di atas, nilai utilitas bersifat pasti (constant utility). Hal ini terjadi dengan asumsi si pengambil keputusan mengatahui secara pasti semua atribut yang berpengaruh terhadap utilitas setiap moda alternatif dan pengambilan keputusan tersebut memiliki

informasi serta kemampuan menghitung nyaris sempurna pada atribut tersebut. Asumsi ini tentunya sulit diterima dalam praktek sehari-hari sehingga penggunanya sangat terbatas.

Masalah di atas diatasi oleh Manski (Ben-Akiva, 1985), dengan adanya konsep utilitas acak (random utility) dimana terdapat 4 hal yang menyababkan terjadinya keacakan tersebut, yaitu:

• Adnya atribut yang tidak teramati

• Adanya variasi cita rasa individu yang teramati

• Adanya kesalahan pengukuran karena informasi dan perhitungan yang tidak sempurna

• Adanya variabel acak yang bersifat instrumental

Untuk persamaan di atas dapat dijelaskan hal-hal yang tidak rasional. Misalnya, ada 2 individu dengan atribut yang sama dan mempunyai set pilihan yang sama mungkin memilih pilihan yang berbeda dan beberapa individu tidak selalu memilih alternatif terbaik.

II.8.2 Model Logit Multinominal/Binomial

Untuk pembahasan model logit binomial dinyatakan sebagai berikut:

Pji= 𝑒𝑥𝑝𝑈 (𝑥)

1+𝑒𝑥𝑝𝑈 (𝑥)dan U(x) =∑ β𝑗𝑛𝑖𝒙jni... (2.9)

U(x) = Nilai kepuasan (Utilitas)

Βjni = koefisien dari atribut xjni

xjni = atribut ke-n dalam memilih moda-j, bagi individu-i

Model logit binomial/multinomial harus memenuhi aksioma Independent of Irrelevant Alternatif (IIA) yang dapat ditulis sebagai berikut : PShuttle Service = 𝑒𝑥𝑝𝑈𝑆ℎ𝑢𝑡𝑡𝑙𝑒 𝑆𝑒𝑟𝑣𝑖𝑐𝑒 ∑(𝑒𝑥𝑝𝑈𝑆𝐻𝑢𝑡𝑡𝑙𝑒 𝑆𝑒𝑟𝑣𝑖𝑐𝑒+𝑒𝑥𝑝𝑈𝐾𝑒𝑟𝑒𝑡𝑎 𝐴𝑝𝑖) = exp (𝑈 𝑆ℎ𝑢𝑡𝑡𝑙𝑒 𝑆𝑒𝑟𝑣𝑖𝑐𝑒−𝑈 𝐾𝑒𝑟𝑒𝑡𝑎 𝐴𝑝𝑖) 1+exp (𝑈 𝑆ℎ𝑢𝑡𝑡𝑙𝑒 𝑆𝑒𝑟𝑣𝑖𝑐𝑒−𝑈 𝐾𝑒𝑟𝑒𝑡𝑎 𝐴𝑝𝑖)... ...(2.10)

PKereta Api= 1 – PShuttle Service ... (2.11)

Probabilitas bahwa individu memilih Shuttle Service (PShuttle Service) adalah fungsi perbedaan utilitas antara kedua moda. Dengan menganggap bahwa fungsi utilitas linear, maka perbedaan utilitas diekspresikan dalam bentuk perbedaan dalam sejumlah atribut n yang relevan diantara kedua moda, dirumuskan sebagai berikut :

UShuttle Service- UKereta Api = a0-a1(X1Shuttle Service–X1Kereta Api) + a2(X2Shuttle Service–X2Kereta Api) + . . . +an(X1Shuttle Service–X1Kereta Api) ... (2.12)

dimana :

UShuttle Service- UKereta Api = Respon individu pernyataan pilihan

a0 = Konstanta

a1, a2, . . . , an = Koefisien masing-masing atribut yang ditentukan multiple linear regresion.

Analisa pengolahan data diperlukan guna mendapatkan bunga kuantitatif antara atribut dan respon yang diekspresikan dalam skala semantik dengan rumusan model seperti pada persamaan diatas. Data yang telah didapat dari hasil survey diolah dengan menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solutions). Dari hasil output program ini akan didapatkan nilai koefisien masing-masing dari atribut yang telah ditentukan.

Dokumen terkait