• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah suatu usaha untuk memindahkan, menggerakkan, mengangkut atau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah suatu usaha untuk memindahkan, menggerakkan, mengangkut atau"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Sistem Transportasi

II.1.1 Pengertian

Pengertian transportasi merupakan gabungan dari dua defenisi, yaitu sistem dan transportasi. Sistem adalah suatu bentuk keterikatan dan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel lain dalam tatanan yang terstruktur, sedangkan transportasi adalah suatu usaha untuk memindahkan, menggerakkan, mengangkut atau mengalihkan orang ataupun barang dari suatu tempat ke tempat lain, dimana di tempat lain objek tersebut lebih berguna atau dapat berguna untuk tujuan-tujuan tertentu.

Maka, dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, sistem transportasi adalah suatu bentuk keterikatan dan keterkaitan antara berbagai variabel dalam suatu kegiatan atau usaha untuk memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain secara terstruktur untuk tujuan tertentu.

Adapun yang menjadi tujuan perencanaan sistem transportasi adalah :

a. Mencegah masalah yang tidak diinginkan yang diduga akan terjadi pada masa yang akan datang (tindakan preventif).

(2)

c. Melayani kebutuhan transportasi (demand of transport) seoptimum dan seseimbang mungkin.

d. Mempersiapkan tindakan/kebijakan untuk tanggapan pada keadaan di masa depan.

e. Mengoptimalkan penggunaan daya dukung (sumber daya) yang ada, yang juga mencakup penggunaan dan yang terbatas seoptimal mungkin, demi mencapai tujuan atau rencana yang maksimal (daya guna dan hasil guna yang tinggi).

II.1.2 Komponen Sistem Transportasi

Dalam ilmu transportasi, alat pendukung proses perpindahan diistilahkan dengan sistem transportasi mencakup berbagai unsur (subsistem) berupa:

1. Ruang untuk bergerak (jalan).

2. Tempat awal / akhir pergerakan (terminal).

3. Yang bergerak (alat angkut/kenderaan dalam bentuk apapun). 4. Pengelolaan : yang mengkoordinasi ketiga unsur sebelumnya.

Berfungsinya alat pendukung proses perpindahan ini sesuai dengan yang diinginkan, tidaklah terlepas dari kehadiran subsistem tersebut di atas secara serentak. Masing-masing unsur itu tidak bisa hadir beroperasi sendiri-sendiri, kesemuanya harus terintegrasi secara serentak. Seandainya ada salah satu saja komponen yang tidak hadir, maka alat pendukung proses perpindahan (sistem transportasi) tidak dapat bekerja dan berfungsi.

(3)

II.1.3 Peranan Transportasi

Transportasi memiliki peranan penting dan strategi dalam pembangunan nasional, mengingat transportasi merupakan sarana untuk memperlancar roda perekonomian, memperkokoh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan. Pentingnya transportasi sebagai urat nadi kehidupan ekonomi, sosial ekonomi, politik, dan pertahanan keamanan memiliki dua fungsi ganda yaitu sebagai unsur penunjang dan sebagai unsur pendorong. Sebagai unsur penunjang, transportasi berfungsi menyediakan jasa transportasi yang efektif untuk memenuhi kebutuhan berbagai sektor dan menggerakkan pembangunan nasional. Sebagai unsur pendorong, transportasi berfungsi menyediakan jasa transportasi yang efektif untuk membuka daerah-daerah yang terisolasi, melayani daerah terpencil, merangsang pertumbuhan daerah tertinggal dan terbelakang.

Jadi, transportasi memegang peranan yang sangat penting karena melibatkan dan mempengaruhi banyak aspek kehidupan manusia yang saling berkaitan. Semakin lancar transportasi tersebut, maka semakin lancar pula perkembangan pembangunan daerah maupun nasional.

II.1.4 Konsep Perencanaan Transportasi

Ada beberapa konsep perencanaan transportasi yang telah berkembang hingga saat ini dan yang paling populer adalah ‘Model Perencanaan transportasi Empat Tahap (Four Step Models). Keempat model tersebut antara lain (Ofyar Z Tamin, 2000) :

1. Model Bangkitan Pergerakan (Trip Generation Models), yaitu pemodelan transportasi yang berfungsi untuk memperkirakan dan meramalkan

(4)

jumlah (banyaknya) perjalanan yang berasal (meninggalkan) dari suatu zona/kawasan/petak lahan dan jumlah (banyaknya) perjalanan yang datang/tertarik (menuju) ke suatu zona/kawasan/petak lahan pada masa yang akan datang (tahun rencana) per satuan waktu.

2. Model Sebaran Pergerakan (Trip Distribution Models), yaitu pemodelan yang memperlihatkan jumlah (banyaknya) perjalanan/yang bemula dari suatu zona asal yang menyebar ke banyak zona tujuan atau sebaliknya jumlah (banyaknya) perjalanan/yang datang mengumpul ke suatu zona tujuan yang tadinya berasal dari sejumlah zona asal.

3. Model Pemilihan Moda Transportasi (Mode Choice models), yaitu pemodelan atau tahapan proses perencanaan angkutan yang berfungsi untuk menentukan pembebanan perjalanan atau mengetahui jumlah (dalam arti proporsi) orang dan barang yang akan menggunakan atau memilih berbagai moda transportasi yang tersedia untuk melayani suatu titik asal-tujuan tertentu, demi beberapa maksud perjalanan tertentu pula.

4. Model Pemilihan Rute (Trip Assignment Models), yaitu pemodelan yang memperlihatkan dan memprediksi pelaku perjalanan yang memilih berbagai rute dan lalu lintas yang menghubungkan jaringan transportasi tersebut.

Analisa pemilihan moda dapat dilakukan pada tahap yang berbeda-beda dalam proses perencanaan dan pemodelan transportasi. Pendekatan model pemilihan moda sangat bervariasi, tergantung pada tujuan perencanaan transportasi. Salah satu

(5)

menghitung bangkitan pergerakan, disini pergerakan angkutan umum langsung dipisahkan dengan angkutan pribadi. Kemudian, setiap modadianalisa secara terpisah selama tahapan proses pemodelan. Berikut ini beberapa alternatif analisis untuk pemilihan moda

- Model jenis I - Model Jenis II - Model Jenis III Model Jenis IV

G = Bangkitan pergerakan MS = Pemilihan moda

A = Pemilihan rute D = Sebaran pergerakan

Gambar II.1. Alternatif posisi untuk anallisis pemilihan moda

1. Model Jenis I

Dalam model jenis I, pergerakan yang menggunakan angkutan umum dan pribadi dihitung secara terpisah dengan model bangkitan pergerakan, biasanya menggunakan model analisa regresi atau kategori.

G-MS D A G G-MS D A G D-MS A G D MS A

(6)

2. Model Jenis II

Model jenis II sering digunakan untuk perencanaan angkutan jalan raya, bukan untuk angkutan umum. Oleh karena itu, hal yang terbaik yang harus dilakukan mengabaikan pergerakan angkutan umum dalam pemodelan sehingga sebaran pergerakan langsung terkonsentrasi dalam pergerakan angkutan pribadi.

3. Model Jenis III

Model jenis III mengkombinasikan model pemilihan moda dengan model

gravity di sini proses sebaran pergerakan dan pemilihan moda dilakukan secara bersamaan.

4. Model Jenis IV

Model tersebut menggunakan kurva diversi, persamaan regresi, atau variasi model III. Model ini selalu menggunakan nisbah atau selisih hambatan antara 2 moda yang bersaing.

II.2.Keterkaitan Transportasi Antara Bandung Dan Jakarta

Transportasi Bandung-Jakarta

Saat ini, transportasi yang digunakan untuk melayani perjalanan Jakarta-Bandung maupun sebalikya adalah kereta api, bis, dan travel.

1. Kereta Api

Kereta api yang melayani jurusan Bandung-Jakarta adalah KA Argo Parahyangan yang mulai beroperasi pada tanggal 27 April 2010 sebagai hasil

(7)

peleburan antara KA Parahyangan dan KA Argo Gede yang tidak beroperasi sejak tanggal 26 April 2010.

Gambar II.2

KA Argo Parahyangan Melintasi JembatanCikubang Saksaksaat

Gambar II.3

Interior KA Argo Parahyangan Kelas Eksekutif

Peleburan antara KA. Parahyangan dan KA. Argo Gede menjadi KA. Argo Parahyangan disebabkan karena telah diopersaikannya Tol Cipularang pada tahun

(8)

2005 yang mengakibatkan okupansi penumpang KA Bandung-Jakarta rendah dan hanya penuh pada akhir minggu saja.

Data jumlah penumpang kereta api jurusan Jakarta-Bandung dari tahun 2006 sampai dengan 2010 adalah sebagai berikut :

Tabel II.1

Data Volume Penumpang KA Bandung-Jakarta Tahun 2006-2010

Nama KA Kelas

Tahun

2006 2007 2008 2009 2010

Argo Gede Eks 303.700 156.501 257.146 288.812 84.973

Parahyangan Eks 184.384 184.384 138.659 222.687 43.687 Bis 347.005 347.005 360.397 397.467 114.333 Jumlah 835.089 687.890 756.202 908.966 242.993 Argo Parahyangan Eks - - - 201.329 Bis - - - 213.299 Jumlah - - - - 414.628

(9)

Grafik II.1. Grafik Jumlah Penumpang KA Jurusan Bandung-Jakarta Tahun 2006-2010

Frekuensi KA Argo Parahyangan saat ini adalah 16 kali perjalanan Gambir (Jakarta)-Bandung PP. Tarif yang digunakan untuk kelas Eksekutif adalah Rp. 70.000,- s.d. Rp. 90.000,- dan kelas Bisnis adalah Rp. 55.000,-.

Tabel II.2

Jadwal Kereta Api Argo Parahyangan Jakarta-Bandung PP Gambir (Berangkat) Bandung (Datang) Bandung (Berangkat) Gambir (Datang) 05:45 09:08 04:00* 07:23 08:30* 11:43 05:00 08:25 09:15 12:38 06:30 10:35 11:30 14:58 08:45** 11:58 13:30** 16:47 12:00 15:50 835.089 687.890 756.202 908.966 657.621 0 100.000 200.000 300.000 400.000 500.000 600.000 700.000 800.000 900.000 1.000.000 2006 2007 2008 2009 2010 Jum la h P enum pa ng Tahun

(10)

16:15 19:39 14:30 17:50

19:00 22:26 16:30 19:52

20:25 23:46 19:00 23:00

Sumber : PT Kereta Api Daop I Jakarta, 2011 * Berjalan setiap hari senin atau setelah libur ** Berjalan setiap hari Jum’at, Sabtu, dan Minggu

Jika dibandingkan dengan frekuensi KA Argo Gede dan KA Parahyangan sebelum dilebur menjadi Argo Parahyangan, frekuensi saat ini dapat dikatakan jauh lebih sedikit karena permintaan angkutan Bandung-Jakarta dengan menggunakan kereta api menurun dan berpindah ke moda lain (bis dan travel). Frekuensi KA Argo Gede adalah 12 kali perjalanan Gambir (Jakarta)-Bandung PP dan KA Parahyangan adalah 14 kali perjalanan Gambir (Jakarta)-Bandung PP.

2. Bis

Angkutan Bis jurusan Jakarta-Bandung memiliki beberapa terminal pemberangkatan di Jakarta dan hanya menuju pada 1 terminal di Bandung, yaitu Terminal Leuwi Panjang. Leuwi Panjang sebagai terminal bus antarkota dan provinsi di kota ini untuk rute barat dan untuk rute timur adalah terminal Cicaheum.

(11)

Gambar II.4

Bis Jurusan Jakarta di Terminal Leuwi Panjang

Gambar II.5 Interior Bis Primajasa

Beberapa terminal yang dijadikan sebagai terminal pemberangkatan di Jakarta adalah sebagai berikut :

a. Terminal Pulo Gadung; b. Terminal Lebak Bulus; c. Terminal Tanjung Priok; d. Terminal Kalideres;

(12)

e. Terminal Kampung Rambutan. Tabel II.3

Jumlah Kendaraan AKAP Jurusan Jakarta-Bandung PP di Terminal Leuwi Panjang

No. Terminal Nama P.O.

Jml Kend.

Fasilitas

1 Pulo Gadung Patriot 21

Non Ekonomi Garuda Kencana 8 Non Ekonomi Gagak Rimang 5 Non Ekonomi Harum BSI 11 Non Ekonomi Mios 10 Ekonomi

2 Lebak Bulus Primajasa 65

Non Ekonomi Jayalangit 5 Non Ekonomi 3 Tanjung Priok Primajasa 6 Non Ekonomi

(13)

4 Kalideres Primajasa 26 Non Ekonomi Arimbi 11 Non Ekonomi Harum Prima 3 Non Ekonomi MGI 5 Non Ekonomi 5 Kp. Rambutan BPS 16 Non Ekonomi BPS tama 24 Non Ekonomi Kramat Djati 23 Non Ekonomi Harum Prima 8 Non Ekonomi Bintang Parahyangan 11 Non Ekonomi Gagak Rimang 11 Non Ekonomi

(14)

Medal S 29 Non Ekonomi Jayalangit 2 Non Ekonomi Gardena 17 Non Ekonomi Parahyangan 15 Non Ekonomi Garuda Kencana 3 Non Ekonomi Sari Harum 7 Non Ekonomi Perkasa 7 Non Ekonomi Waspada 4 Non Ekonomi Persada 3 Non Ekonomi Bintang Kejora 5 Non Ekonomi

(15)

Mios 3

Non Ekonomi

BPS Utama 15 Ekonomi

Harum 21 Ekonomi

Kramat Djati 24 Ekonomi

Sinar Pasundan 29 Ekonomi

Pangarang 9 Ekonomi

Purba Jaya 18 Ekonomi Bintang Parahyangan 5 Ekonomi Parahyangan 28 Ekonomi Mios 10 Ekonomi Medal S 4 Ekonomi

Garuda Kencana 4 Ekonomi

Duta Pangarang 14 Ekonomi

Primas 6 Ekonomi

Agung Makmur 4 Ekonomi

(16)

Taruna Jaya 5 Ekonomi Bintang Parahyangan 16 Ekonomi Aladdin 9 Ekonomi Persada 5 Ekonomi

Sumber : Terminal Bis Leuwi Panjang, 2011

Jumlah penumpang bis di Terminal Leuwi Panjang dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel II.4

Jumlah Penumpang Bis di Terminal Leuwi Panjang Tahun 2006-2010

No. Terminal Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 1 Pulo Gadung 236.698 94.441 75.794 106.847 122.485 2 Lebak Bulus 253.436 237.957 241.139 320.782 366.496 3 Tanjung Priok 73.209 58.729 60.242 92.732 107.398 4 Kalideres 110.299 185.897 219.957 329.672 389.519 5 Kp. Rambutan 578.051 437.833 379.914 399.622 318.481 Jumlah 1.253.699 1.016.864 979.054 1.251.664 1.306.389

(17)

Grafik II.2. Grafik Jumlah Penumpang Bis di Terminal Leuwi Panjang Tahun 2006-2010

Dari Gambar di atas, dapat dilihat bahwa jumlah penumpang Bis menuju ke Terminal Leuwi Panjang (Bandung) menurun sampai tahun 2008 dan meningkat drastic setiap tahunnya dari tahun 2009. Meningkatnya jumlah penumpang disebabkan karena dibangunnya Tol Cipularang pada tahun 2005. Salah satu faktor penyebabnya adalah waktu tempuh yang lebih cepat dari waktu tempuh kereta api. Tetapi pada saat kondisi jalan macet, waktu tempuh bis lebih lama daripada waktu tempuh kereta api.

3. Shuttle Service

Pada awalnya, pasar moda shuttle service ini dikuasai oleh operator 4848 travel yang merupakan perusahaan angkutan yang berpusat di Bandung dan hanya melayani lintas angkutan travel antara Bandung dan Jakarta saja, serta berkonsep transportasi antar jemput dari pintu ke pintu (door to door)

Seiring berkembangnya tren moda transportasi. Konsep antar jemput dari pintu ke pintu mulai bergeser pada konsep satu titik pemberangkatan ke titik tujuan.

1.253.699 1.016.864 979.054 1.251.664 1.306.389 0 200.000 400.000 600.000 800.000 1.000.000 1.200.000 1.400.000 2006 2007 2008 2009 2010 Jum la h P enum pa ng Tahun

(18)

Kehadiran travel point to point (shuttle service) ini telah merubah kebiasaan orang dalam memilih moda transportasi untuk perjalanan Bandung-Jakarta. Cukup banyak perusahaan penyedia layanan shuttle service diantara Cipaganti, Citi Trans, Xtrans, Baraya Travel, DayTrans, dan lain sebagainya.Berikut ini adalah daftar perusahaan penyedia jasa pelayanan shuttle service yang terdaftar resmi di Dinas Perhubungan Kota Bandung.

Angkutan Antar Jemput Antar Provinsi (AJAP) jurusan Jakarta-Bandung atau yang lebih dikenal oleh masyarakat dengan Travel (Shuttle Service) Jakarta-Bandung adalah kendaraan mobil bus kecil yang berkapasitas tempat duduk tidak lebih dari 10 tempat duduk penumpang yang mengantar penumpang dari suatu tempat (pangkalan) di Jakarta menuju ke tempat lain (pangkalan lain) di Bandung dan sebaliknya.

(19)

Gambar II.7

Interior Armada Cipaganti

Jumlah kendaraan yang telah mendapatkan izin trayek sesuai dengan database perizinan angkutan AJAP Direktorat LLAJ adalah sebanyak 647 kendaraan dari 18 perusahaan yang terdaftar pada dasarnya tetap dialokasikan sebagai angkutan AJAP Jakarta-Bandung dengan rincian sebagai berikut :

Tabel II.5

Perusahaan Antar Jemput Antar Provinsi (Travel) Jakarta-Bandung

NO. PERUSAHAAN DOMI SILI JUML AH KEND. KODE NAMA 1 31001 PT. VETIGA NADI DKI Jakarta 68 2 31002 PT. SARANA MARGABHAKTI UTAMA DKI Jakarta 5

(20)

NO. PERUSAHAAN DOMI SILI JUML AH KEND. KODE NAMA

3 32002 PT. BATARA TITIAN KENCANA

Jawa

Barat 60

4 32003 PT. CIPAGANTI CITRA GRAHA

Jawa Barat 198 5 32004 PT. 4848 IRAWAN SARPINGI Jawa Barat 5 6 32005

PT. SINAR JAYA MEGAH LANGGENG

Jawa

Barat 14

7 32009 PT. LINTAS MEDIA KARYA

Jawa Barat 10 8 32011 PT. TRANSPORTASI LINTAS INDONESIA Jawa Barat 16

9 32012 CV. CITRA TIARA TRANSPORT

Jawa

Barat 57

10 32013 PT. NUR RACHMADI Bersama

Jawa

Barat 60

11 32014 CV. PANCA JAYA UTAMA

Jawa

(21)

NO. PERUSAHAAN DOMI SILI JUML AH KEND. KODE NAMA

12 32015 PT. HERI SURYA PUTRA

Jawa

Barat 10

13 32016 PT. PURBAYA PANCASAKTI

Jawa

Barat 28

14 32018 PT. DISA PRATAMA MANDIRI

Jawa Barat 10 15 32025 PT. TELE TRANS Jawa Barat 5 16 32027 PT. MULTIMODA TRAVELATAMA Jawa Barat 9 17 32029 PT. STAR LINE Jawa Barat 12 18 32031 PT. DAY TRANS Jawa Barat 70 JUMLAH 647

Sumber : Direktorat LLAJ, 2011

Terdapat 7 perusahaan dengan 65 kendaraan tidak melaksanakan kewajiban sebagai pemegang izin trayek yaitu :

(22)

a. CV. Safa (PT. Sinar Jaya Megah Langgeng) b. PT. Lintas Media Karya

c. PT. Metromoda Travelatama d. PT. Tele Trans

e. PT. Star Line

f. PT. Heri Surya Putra g. PT. 4848 Irawan Sarpingi

Jumlah armada travel adalah 647 + 65 = 712 kendaraan. Berdasarkan pengamatan di lapangan, diasumsikan bahwa operasional travel memiliki karakteristik perjalanan sebagai berikut :

a. Rata-rata ritase armada adalah 3 rit/ kendaraan b. Rata-rata kapasitas kendaraan adalah 10 orang

c. Total armada yang beroperasi adalah 712 unit (resmi dan tidak resmi) d. Jumlah penumpang = Jumlah armada x Rit x Kapasitas

= 712 x 3 x 10 = 21.360 orang

e. Peak Time terjadi pada hari-hari libur dan saat weekend, yaitu jum’at, sabtu, dan minggu.

Jumlah penumpang Travel dalam seminggu baik dari Jakarta-Bandung maupun Bandung-Jakarta adalah sebagai berikut :

(23)

Grafik II.3. Jumlah Penumpang Travel Jakarta-Bandung

Jumlah penumpang travel Jakarta-Bandung seperti gambar II.9 di atas dalam seminggu adalah 112.820 penumpang dan dalam setahun adalah 6.386.640 penumpang.

Grafik II.4. Jumlah Penumpang Travel Bandung- Jakarta 10680 13350 16020 18690 21360 21360 21360 0 5000 10000 15000 20000 25000

Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu

Jum la h P enum pa ng Hari

Jumlah Penumpang Travel

Jakarta-Bandung

21360 19224 17088 14952 12816 10680 21360 0 5000 10000 15000 20000 25000

Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu

Jum la h P enum pa ng Hari

Jumlah Penumpang Travel

Bandung-Jakarta

(24)

Jumlah penumpang travel Bandung-Jakarta seperti gambar II.10 di atas dalam seminggu adalah 117.480 penumpang dan dalam setahun adalah 6.108.960 penumpang.

Jumlah penumpang travel Jakarta-Bandung sebesar 6.386.640 penumpang dan Bandung-Jakarta sebesar 6.108.960. Jadi jumlah penumpang travel pada tahun 2010 adalah sebesar 12.495.600 penumpang.

Tarif shuttle service bervariasi untuk Bandung-Jakarta berkisar antara 58.000 s/d 75.000. Jenis mobil yang digunakan diantara Isuzu Elf, Hyuno Dutro, KIA Travello, dan lain sebagainya. Karakterisitik keberangkatan shuttle service bervariasi ada yang on time sesuai jadwal keberangkatan dan ada yang menunggu jumlah minimal penumpang baru shuttle service diberangkatkan.

Tabel II.6

Karakteristik Keberangktan, Tarif, dan Jenis Mobil Yang Digunakan

Nama Travel Tarif

Karakteristik

Keberangkatan Jenis Mobil

X-Trans 75.000 On time Isuzu Elf

Cipaganti 75.000 On time

Isuzu Elf dan KIA Travello

Baraya Travel 58.000 On time Isuzu Elf

(25)

CitiTrans 75.000 On time Hyno Dutro

Kangaroo Travel 60.000 On time KIA Travello

Transporter 60.000 On time KIA Travello

Transline 70.000 On time Isuzu Elf

Teletrans 65.000 On time Isuzu Elf

Safa Trans 60.000 On time Isuzu Elf

Mega Trans 50.000 On time Suzuki AVP

Metro Line 60.000 Minimal 3 orang berangkat Isuzu Elf

4848 Travel 65.000 On time Daihatsu Luxio

Buah Batu

Travell 75.000 On time Isuzu Elf

Bandung Quick 70.000 On time Isuzu Elf

V3 Trans 70.000 On time Isuzu Elf

Farametta 70.000 Minimal 3 orang berangkat Isuzu Elf

Sumber: Survey Primer, 2012

IV.3 Jalan Tol yang Menghubungkan Jakarta-Bandung

Jalan tol yang dilewati untuk melakukan perjalanan Jakarta-Bandung adalah Jalan Tol Jagorawi dan Jalan Tol Purbaleunyi.

(26)

1. Jalan Tol Jagorawi

Jagorawi (Jakarta Bogor Ciawi), merupakan Jalan Tol pertama yang dioperasikan oleh Jasa Marga pada tahun 1978. Jalan Tol dengan total 59 km ini, menghubungkan antara Jakarta, Cibubur, Citeureup, Bogor, serta Ciawi. Pengoperasian Jagorawi menjadi tonggak sejarah kelahiran PT Jasa Marga (Persero) Tbk sebagai perusahaan pengembang dan operator jalan tol di Indonesia.

Saat ini Jalan Tol Jagorawi tersambung dengan berbagai ruas jalan tol lain, yaitu; Jalan Tol Dalam Kota, Jalan tol Lingkar Luar Jakarta, dan Bogor Ring Road. Jagorawi menjadi masterpiece dikarenakan struktur konstruksi yang masih prima serta dan penataan landscape yang hijau yang memberikan suasana segar bagi pengguna jalan tol. Kini Jalan Tol Jagorawi terus mengalami perubahan dalam rangka peningkatan pelayanan kepada pengguna jalan, diantaranya; pelebaran jalan tol, pemindahan Gerbang Tol ke Cimanggis, hingga Penambahan Sarana Tempat Istirahat.

Tabel II.7

Gerbang Tol yang Terdapat di Jalan Tol Jagorawi

No

Gerbang Tol

KM Tujuan

1 Cililitan 2 Jalan tol lingkar dalam Kota Jakarta (arah Jakarta)

2 Taman Mini 4 TMII, Kramat Jati Pondok Gede

3 Dukuh 7

Jalan tol lingkar luar Jakarta

(27)

No

Gerbang Tol

KM Tujuan

5 Cibubur 13 Cisalak, Cileungsi, Cikeas

6 Cibubur

Utama

14 Gerbang awal jalan tol Jagorawi (arah Bogor/ Ciawi) 7 Cimanggis 18 Cimanggis 8 Cimanggis Utama

Gerbang akhir jalan tol Jagorawi (arah Jakarta)

9 Gunung Putri 24 Bekasi dan Kranggan

10 Citeureup 28 Cibinong

11 Sentul 34 Sirkuit Sentui dan Kab. Bogor

12 Sentul Selatan

37 Sentul City dan Jalan tol lingkar luar Bogor

13 Bogor 42 Gerbang akhir jalan tol Jagorawi (ke Bogor

Kota, Tajur, Kebun Raya Bogor) arah Bogor

Gerbang awal jalan tol Jagorawi

14 Ciawi 44 Gerbang akhir jalan tol Jagorawi (ke Ciawi,

Sukabumi, Gadog, Cisarua, Puncak) arah Ciawi

Gerbang awal jalan tol Jagorawi (arah Jakarta/ Bogor)

(28)

Tabel II.8

Pertumbuhan Volume Lalu Lintas di Jalan Tol Jagorawi

No. Tahun Volume Kendaraan Per Tahun Rata-Rata Per Hari/ Kend. 1 2006 116.716.415 319.771 2 2007 116.080.585 318.029 3 2008 115.141.440 315.456 4 2009 120.299.255 329.587 5 2010 125.221.645 343.073 Jumlah 593.459.340 1.625.916 Rata-rata 118.691.868 325.183

Sumber : PT. Jasa Marga (Persero), 2011

Gambar II.8. Rata-Rata Volume Lalu Lintas di Jalan Tol Jagorawi Per Hari/ Kend.

(29)

2. Jalan Tol Purbaleunyi

Jalan Tol Purwakarta-Bandung-Padaleunyi (Purbaleunyi) sepanjang hampir 123 km merupakan jalan tol yang membuat jarak antar Jakarta dan Bandung menjadi sangat dekat. Jalan tol yang dioperasikan oleh Cabang Purbaleunyi ini pada awalnya mengoperasikan jalan tol ruas Padalarang-Cileunyi sepanjang 58,5 km sejak 1991. Pada tahun 2005, diengan dioperasikannya proyek jalan tol Cipulrang sepanjang 64,4 km, maka lengkaplah Jalan Tol Purbaleunyi menjadi salah satu ruas terpanjang yang menghubungkan kota Bandung dan Jakarta melalui Jalan Tol Jakarta-Cikampek.

Jalan Purbaleunyi, terutama ruas Cikampek-Padalarang, merupakan jalan tol panoramic, yang memiliki pemandangan spektakuler. Jalan tol yang melintasi berbagai bukit dan jurang ini selain menjadi jalan penguhubung Jakarta-Bandung juga memiliki nilai pariwisata yang tinggi, sehingga banyak tempat istirahat modern di Jalan tol ini juga menawarkan pemandangan sebagai daya tariknya.

Tabel II.9. Gerbang Tol yang Terdapat di Jalan Tol Purbaleunyi

No

Gerbang Tol

KM Tujuan

1 Sadang 79 Purwakarta, Sadang, Subang

2 Jatiluhur 85 Purwakarta, Jatiluhur, Ciganea

3 Cikamuning 115 Cikamuning, Cikalong Wetan, Purwakarta

(30)

No

Gerbang Tol

KM Tujuan

5 Baros 5P* Cimahi, Baros, Leuwigajah

6 Pasteur 1P* Pasteur, Lembang Gegerkalong

7 Pasir Koja 134 Pasir Koja, Leuwi Panjang, Pusat Kota

8 Kopo 136 Kopo, Pusat Kota, Soreang, Ciwidey

9 Mohammad Toha

138 Mohammad Toha, Pusat Kota, Banjaran

10 Buah Batu 141 Buah Batu, Dayeuhkolot

11 Cileunyi 156

Akhir jalan Tol Padaleunyi

Cileunyi Cirebon, Tasikmalaya, Jawa Tengah (lewat jalur selatan)

Tabel II.10

Pertumbuhan Volume Lalu Lintas di Jalan Tol Pubaleunyi

No. Tahun Volume Kendaraan Per Tahun Rata-Rata Per Hari/ Kend. 1 2007 52.555.255 143.987 2 2008 54.364.560 148.944 3 2009 65.259.810 178.794

(31)

4 2010 69.632.875 190.775

Jumlah 241.812.500 662.500

Rata-rata 60.453.125 165.625

Sumber : PT. Jasa Marga (Persero), 2011

Gambar II.9

Rata-Rata Volume Lalu Lintas di Jalan Tol Purbaleunyi Per Hari/ Kend.

II.3. Pilihan Moda Transportasi (Mode Choice)

II.3.1 Pengertian

Tahap pilihan moda merupakan suatu tahapan proses perencanaan angkutan yang bertugas dalam menentukan pembebanan perjalanan atau mengetahui jumlah (dalam arti proporsi) orang dan barang yang akan menggunakan atau memilih berbagai model transportasi yang tersedia untuk melayani suatu titik asal-tujuan tertentu, demi beberapa maksud perjalanan tertentu pula. Sebagai contoh, misalkanlah seorang pelaku perjalanan “A” yang akan melakukan perjalanan dari asal Bandung

(32)

menuju Jakarta dengan maksud perjalanan bisnis/dinas, dan dihadapkan kepada masalah memilih alat angkut apa yang akan dipakainya yang tersedia melayani jalur titik Bandung menuju Jakarta tersebut. Apakah dengan bus umum atau mobil pribadi/dinas, atau dengan jenis kenderaan lainnya barangkali. Hal ini tergantung dengan perilaku si “A” yang dipengaruhi oleh sekumpulan faktor atau variabel.

Adapun hasil analisis tahap pilihan moda ini, sangat bermanfaat sebagai masukan bagi pihak-pihak penyedia jasa yang melayani rute Bandung-Jakarta. Pemilihan moda transportasi dapat dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu:

A. Pengguna Jasa Transportasi/Pelaku Perjalanan (Trip maker)

a) Golongan paksawan (captive), merupakan jumlah terbesar di negara berkembang, yaitu golongan masyarakat yang terpaksa menggunakan angkutan umum karena ketiadaan mobil pribadi. Mereka secara ekonomi adalah golongan masyarakat lapisan menengah ke bawah (miskin atau ekonomi lemah).

b) Golongan pilihwan (choice), merupakan jumlah terbanyak di negara-negara maju, yaitu golongan masyarakat yang mempunyai kemudahan (akses) ke kenderaan pribadi dan dapat memilih untuk menggunakan angkutan umum atau angkutan pribadi. Mereka secara ekonomi adalah golongan masyarakat lapisan menengah ke atas (kaya atau ekonomi

(33)

B. Bentuk Alat (Moda) Transportasi/Jenis Pelayanan Transportasi

Secara umum, ada 2 kelompok besar moda transportasi, yaitu:

a) Kendaraan pribadi (private transportation)

Moda transportasi yang dikhususkan untuk pribadi seseorang dan seseorang itu bebas menggunakannya kemana aja, kapan saja, dan dimana saja yang diinginkan atau tidak menggunakannya sama sekali (mobilnya disimpan di garasi).

b) Kendaraaan umum (public transportation)

Moda transportasi yang diperuntukkan buat bersama (orang banyak), kepentingan bersama, menerima pelayanan bersama, mempunyai arah dan titik tujuan yang sama, serta terikat dengan peraturan trayek yang sudah ditentukan dan jadwal yang sudah ditetapkan dan para pelaku perjalanan harus wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan-ketentuan tersebut apabila angkutan umum ini sudah mereka pilih.

Untuk mendapatkan hasil perhitungan jumlah pelaku perjalanan yang menggunakan dua atau lebih moda transportasi yang betul-betul proporsional, dilakukan beberapa tahapan analisis, yaitu (Fidel, Miro. 2002):

1. Tahap Pertama, pengidentifikasian beberapa faktor (variabel) yang diasumsikan berpengaruh secara berarti terhadap perilaku

(34)

pelaku perjalanan (trip maker behavior) dalam menjatuhkan perilaku alternatif alat angkutan yang dipakai untuk bepergian.

2. Memodelkan nilai kepuasan (utility) si pelaku perjalanan untuk beberapa pilihan alternatif alat angkutan yang dipakai melalui model analisa regresi linear buat mendapatkan angka kepuasan (nilai utilitas) menggunakan masing-masing moda angkutan.

3. Memodelkan peluang (probabilitas/opportunity) masing-masing alternatif pilihan moda angkutan yang akan dipakai melalui beberapa model pilihan moda angkutan seperti “binary model” di antaranya logit biner, probit, multinominal logit, atau Gunarson (Akiva dan Lerman, 1985) dengan cara mengeksponenkan nilai kepuasan masing-masing moda angkutan yang sudah kita dapatkan pada tahapan kedua.

4. Yang terakhir, barulah didapati angka proporsi (dalam %) peluang atau pangsa pasar masing-masing moda angkutan untuk dipilih dari sejumlah calon pengguna moda (user) tertentu sebagai perkiraan (estimation) serta angka mutlaknya.

II.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Moda

Ada 4 (empat) kelompok faktor yang dianggap kuat pengaruhnya terhadap perilaku perjalanan atau calon pengguna (trip maker behavior). Masing-masing faktor ini terbagi lagi menjadi beberapa variabel yang dapat diidentikkan. Variabel-variabel ini dapat dinilai secara kuantitatif

(35)

A.Kelompok faktor karakteristik perjalanan (travel characteristics factor), meliputi variabel :

1. Tujuan perjalanan (trip purpuse), seperti pergi bekerja, sekolah, belanja, dan lain-lain.

2. Waktu perjalanan (time of trip made), seperti pagi hari, siang, sore, malam, hari libur, dan seterusnya.

3. Panjang perjalanan (trip length), merupakan jarak fisik antara asal dengan tujuan, termasuk panjang rute/ruas, waktu perbandingan kalau menggunakan moda moda-moda lain.

B. Kelompok faktor karakteristik si pelaku perjalanan (traveler characteristics factor)

Pada kelompok faktor ini, seluruh variabel ikut serta berkontribusi mempengaruhi perilaku si pelaku perjalanan dalam memilih moda transportasi. Variabel tersebut adalah :

1. Pendapatan (income), berupa daya beli si pelaku perjalanan untuk membiayai perjalanannya, entah dengan mobil pribadi atau angkutan umum.

2. Kepemilikan kendaraan (car ownership), berupa tersedianya kendaraan pribadi sebagai sarana melakukan perjalanan.

3. Kondisi kendaraan pribadi (tua, jelek, baru, dan lain-lain).

(36)

Sosial-ekonomi, seperti struktur dan ukuran keluarga (pasangan muda, punya anak, pensiunan atau bujangan), usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, lokasi pekerjaan, punya lisensi mengemudi (SIM) atau tidak.

Kelompok faktor karakteristik sistem transportasi (transportation system characteristics factor). Semua variabel yang berpengaruh terhadap perilaku si pelaku perjalanan berhubungan dengan kinerja pelayanan sistem transportasi seperti variabel :

1. Waktu relatif (lama) perjalanan (relative travel time) mulai dari lamanya waktu menunggu kendaraan di pemberhentian (terminal), waktu jalan ke terminal (walk to terminal time), dan waktu di atas kendaraan.

2. Biaya relatif perjalanan (relative travel cost), yaitu seluruh biaya yang timbul akibat melakukan perjalanan dari asal ke tujuan untuk semua moda yang berkompetisi seperti tarif tiket, bahan bakar, dan lain-lain.

3. Tingkat pelayanan relatif (relatif level of service), yaitu variabel yang cukup bervariasi dan sulit diukur, contohnya adalah variabel kenyamanan dan kesenangan, yang membuat orang mudah gonta-ganti moda transportasi.

4. Tingkat akses/indeks daya hubung/kemudahan pencapaian tempat tujuan.

(37)

5. Tingkat kehandalan angkutan umum di segi waktu (tepat waktu/reliability), ketersediaan ruang parkir dan tarif.

Ketiga variabel terakhir ini (3, 4, dan 5) merupakan kelompok variabel yang sangat subjektif sehingga sulit diukur (dikuantifikasikan) dan masuk kelompok variabel kualitatif (difficult to quantify).

IV. Kelompok faktor karakteristik kota dan zona (spacial characteristics factor), meliputi :

1. Variabel jarak kediaman dengan tempat kegiatan.

2. Variabel kepadatan penduduk (population density).

II.4 Angkutan Umum

II.4.1 Pengertian

Angkutan dapat dikatakan sebagai sarana untuk memindahkan orang maupun barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan kendaraan sedangkan kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran (langsung maupun tidak langsung). Tujuannya membantu orang atau kelompok orang dalam menjangkau berbagai tempat yang dikehendaki, atau mengirimkan barang dari tempat asalnya ke tempat tujuannya secara baik dan layak. Pemilihan moda/angkutan yang akan digunakan dalam melakukan pergerakan/perjalanan dapat digambarkan seperti gambar di bawah ini (Ofyar Tamin, 2000)

(38)

Dari gambar di bawah dapat diambil asumsi bahwa gambar sebelah kiri mengasumsikan pelaku perjalanan mengambil pilihan antara bergerak dan tidak bergerak. Apabila pelaku perjalanan melakukan pergerakan, maka pertanyaan yang timbul adalah apakah menggunakan angkutan pribadi atau umum? Sedangkan gambar sebelah kanan mengasumsikan bahwa begitu memilih untuk bergerak maka pelaku perjalanan memilih moda yang tersedia.

Gambar II.10. Proses pemilihan dua moda (angkutan umum dan mobil) Ofyar Tamin, 2000.

Dari gambar diatas dapat diambil asumsi bahwa gambar sebelah kiri mengasumsikan pelaku perjalanan mengambil pilihan antara bergerak dan tidak bergerak. Apabila pelaku perjalanan melakukan pergerakan, maka pertanyaan yang timbul adalah apakah menggunakan angkutan pribadi atau umum? Sedangkan gambar sebelah kanan mengasumsikan bahwa begitu memilih untuk bergerak maka pelaku perjalanan memilih moda yang tersedia.

Total Pergerakan Total Pergerakan

Bergerak Tidak Bergerak Bergerak Tidak Bergerak

Mobil Angkutan Umum Mobil Angkutan

Umum 2 Angkutan Angkutan Angkutan

(39)

II.4.2. Definisi Moda Travel dan Shuttle Service

Istilah Moda “ Travel” (kemudian akan dipakai sebagai salah satu obyek studi), merupakan sebutan bagi angkutan penumpang yang melayani antar jemput sistem door to door (dari rumah ke alamat tujuan penumpang), pool to address (dari pool ke alamat tujuan), ataupun pool to pool, berjadwal, kemudian memberangkatkan penumpang sampai tujuan tetap yaitu dapat berupa pool / shuttle perusahaan tersebut, stasiun kereta bahkan bandar udara kota tujuan.

Pengertian Moda “Travel” ini diambil dari istilah Travel Agent yang berperan sebagai jasa yang mengatur perjalanan penumpang wisatawan yang kemudian berkembang menjadi angkutan penumpang antar kota. Kata Travel itu sendiri diambil diambil dari bahasa Inggris dan mengandung arti perjalanan.

Menurut keputusan Menteri Perhubungan nomor KM. 35 tahun 2003 tentang penyelenggaraan angkutan pemadu moda, maka jenis angkutan penumpang dengan jenis pelayanan seperti tersebut diatas dapat digolongkan sebagai Angkutan Pemadu Moda.

Sementara Shuttle Transportasion Service kemungkinan besar diadaptasi dari tren transportasi di beberapa kota di Amerika dan Eropa yang juga merupakan transportasi antar jemput dari rumah menuju bandara yang dikelola oleh swasta yang merupakan pengembangan dari alat transportsi taxi.

(40)

Shuttle service termasuk jenis pelayanan transportasi yang menggunakan bus kecil atau van untuk menyediakan pergerakan masyarakat. Shuttle Service adalah salah satu bentuk Public Transit.

Definisi Shuttle Service meliputi :

a. Circulating shuttles, mengangkut penumpang untuk jarak pendek sepajang koridor ramai, termasuk kawasan perdagangan, perkantoran, kawasan pendidikan, taman, dan kawasan rekreasi.

Circulating shuttles dapat menghubungkan pusat kegiatan utama, seperti terminal pemberhentian sementara dan pusat perdagangan. Shuttle service dapat disediakan pada permintaan yang tinggi, yang tidak terjadi seperti biasanya, misalnya pada waktu-waktu tertentu dan sebagai solusi dari masalah perpakiran. Beberapa shuttle dapat gratis dan tidak dipungut biaya.

b. Demand-Responses Paratransit, termasuk berbagai bentuk pelayanan transit dengan rute yang dapat disesuaikan menggunakan mini bus, van, atau share taxi. Contoh-contoh tersebut lebih cocok daripada pelayanan transit dengan rute tetap untuk beberapa penggunaan, seperti pelayanan pada waktu sibuk atau pelayanan pada kawasan yang pelayanannya rendah. Personal Rapid Transit (PRT) terdiri dari kendaraan yang kecil dapat digerakkan secara otomatis yang menyediakan permintaan pelayanan transit door to door.

(41)

c. Special Mobility Services adalah paratransit yang merespon permintaan untuk menyediakan pergerakan orang cacat. Pelayanan tersebut menggunakan van dan mini bus yang dirancang untuk mengakomodasi orang-orang yang menggunakan kursi roda atau orang yang memiliki kebutuhan tertentu.

d. Jitney, pelayanan yang menggunakan van atau mini bus untuk menyediakan pelayanan transit yang dibiayai sendiri (privat),

Jitney melintasi koridor yang ramai.

e. Mobility-to-work programs, sering melibatkan shuttle service untuk pulang pergi kerja antar lingkungan berpendapatan rendah dengan pusat pekerjaan di wilayah pinggiran.

f. Beberapa pusat perdagangan utama memiliki zona bebas pelayanan transit.

g. Beberapa perguruan tinggi menawarkan pelayanan shuttle malam hari setelah pelayanan reguler berakhir.

h. Perniagaan, seperti hotel, menawarkan shuttle service untuk pelanggan yang tiba tanpa menggunakan kendaraan pribadi.

Berdasarkan keterangan yang didapat dari bagian manajemen operator Travel “ Citirans” dan “ Cipaganti “, pengertian “ Travel “ adalah angkutan umum yang melayani penumpang secara door to

(42)

door sedangkan “ Shuttle Service” adalah angkutan umum yang melayani penumpang dari point/shuttle to point/shuttle

II.4.3 Pihak yang Berkepentingan dengan Pelayanan Angkutan Umum

Pihak yang berkaitan dalam pengoperasian angkutan umum penumpang diklasifikasikan atas tiga kelompok. Ketiga pihak yang berkepentingan adalah penumpang, operator, dan masyarakat banyak.

• Pihak penumpang menghendaki adanya unsur-unsur berikut ini

1) Ketersedian, yang mengandung arti lokasional dan temporal. Lokasional yaitu dekat dengan pusat-pusat kegiatan dan sistem terminal. Temporal diwujudkan dengan frekuensi pelayanan.

2) Ketepatan waktu, berkaitan dengan penjadwalan pelayanan yang tepat.

3) Kecepatan (waktu perjalanan), merupakan komposisi dari 5 aspek yaitu : akses, menunggu, perpindahan, perjalanan, dan waktu keberangkatan.

4) Tarif, merupakan faktor penting bagi para penumpang, berkaitan dengan kemampuan dan kondisi sosial ekonomi penumpang yang bersangkutan.

(43)

5) Menyenangkan, merupakan konsep yang sukar karena hal ini mencakup banyak faktor yang sifatnya kualitatif dan berkaitan dengan faktor kendaraan yang bersangkutan.

6) Kenyamanan, hal ini berkaitan dengan sistem secara keseluruhan. Konsep kenyamanan ini juga bersifat kualitatif.

• Pihak operator, menghendaki adanya unsur-unsur berikut ini :

1) Cakupan wilayah pelayanan, kawasan potensial, dan aksesibilitas perlu dipertimbangkan dalam lintasan pelayanan

2) Frekuensi pelayanan yang diekspresikan dengan jumlah keberangkatan kendaraan dalam setiap satuan waktu. Headway

yang teratur merupakan elemen penting untuk menarik perjalanan penumpang.

3) Kecepatan perjalanan, pihak operator dalam hal ini memperhatikan faktor kecepatan kendaraan yang dapat mempengaruhi biaya secara keseluruhan, baik terhadap bahan bakar, pemeliharaan penumpang serta untuk menarik penumpang.

4) Biaya. Guna memperoleh keuntungan, pihak operator perlu menekan biaya operasi serendah mungkin dan memperoleh penumpang sebanyak mungkin.

5) Kapasitas, berupa kapasitas jalan dan kapasitas terminal yang memadai untuk keberadaan angkutan umum tersebut.

(44)

6) Keamanan, dalam hal ini pihak operator harus memberikan perhatian besar, tidak hanya untuk kemanan penumpang tapi juga untuk keamanan sistem operasi secara keseluruhan.

• Masyarakat banyak. Persyaratan yang dituntut oleh masyarakat banyak, dapat berpengaruh langsung maupun tidak langsung. Aspek-aspek yang dimiliki meliputi :

1) Tingkat pelayanan dari angkutan umum

2) Keberadaan angkutan umum untuk jangka waktu panjang.

3) Pengaruh terhadap lingkungan

4) Aspek energi dan penghematannya

5) Efisiensi ekonomi

II.5 Pemodelan Transportasi

Model merupakan alat bantu atau media yang dapat digunakan untuk mencerminkan suatu realita (dunia sebenarnya) secara terukur atau penyederhanaan realita untuk tujuan tertentu, yaitu penjelasan dan pengertian yang lebih mendalam serta kepentingan peramalan.

Sebagai ilustrasi, dalam ilmu teknik sipil dengan hanya menggunakan media informasi garis dan angka dalam suatu peta kontur, seseorang (ahli geodesi) dapat langsung membayangkan perkiraan situasi dan kondisi lapangan sebenarnya (realita) tanpa harus ke lapangan, cukup dengan hanya melihat peta kontur tersebut. Foto, sketsa atau peta dapat

(45)

dikategorikan sebagai model karena dapat mempresentasikan realita dengan cara yang lebih sederhana. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin mirip suatu model dengan realitanya, semakin sulit model tersebut dibuat.

Model pemilihan moda bertujuan untuk mengetahui proporsi orang yang akan menggunakan setiap moda. Proses ini dilakukan dengan maksud untuk mengkalibrasi model pemilihan moda dengan mengetahui peubah bebas (atribut) yang mempengaruhi pemilihan moda tersebut. Setelah dilakukan proses kalibrasi, model dapat digunakan untuk meramalkan pemilihan moda dengan menggunakan nilai peubah bebas (atribut) untuk masa mendatang. Dalam ilmu transportasi terutama dalam perencanaan, model berperan diantaranya:

1. Sebagai alat bantu (media) untuk memahami cara kerja sistem.

2. Untuk memudahkan dan memungkinkan dilakukannya perkiraan terhadap hasil-hasil atau akibat-akibat dari langkah-langkah/alternatif yang diambil dalam proses dan pemecahan masalah pada masa yang akan datang.

3. Untuk memudahkan kita menggambarkan dan menganalisa realita.

Model dapat dibagi menjadi beberapa jenis, diantaranya :

1. Model fisik, yaitu model yang memperlihatkan dan menjelaskan suatu objek yang sama dengan skala yang lebih kecil sehingga didapatkan gambaran yang lebih jelas dan rinci serta terukur mengenai prilaku objek tersebut jika dibangun dalam skala sebenarnya. Misalnya :

(46)

• Model arsitek (model rumah, perumahan, mall, dan lain-lain)

• Model teknik (model pengembangan wilayah, kota, kawasan, dan lain-lain)

2. Model peta dan diagram, yaitu model yang menggunakan garis (lurus dan lengkung), gambar, warna, dan bentuk sebagai media penyampaian informasi yang memperlihatkan realita objek tersebut. Misalnya, kontur ketinggian, kemiringan tanah, lokasi sungai dan jembatan, gunung, batas administrasi pemerintah, dan lain-lain.

3. Model statistik dan matematik, yaitu model yang menggambarkan keadaan yang ada dalam bentuk persamaan-persamaan dan fungsi matematis sebagai media dalam usaha mencerminkan realita. Misalnya, menerangkan aspek fisik, sosial-ekonomi, dan model transportasi. Keuntungan pemakaian model matematis dalam perencanaan transportasi adalah bahwa sewaktu pembuatan formulasi, kalibrasi serta penggunaannya, para perencana dapat belajar banyak melalui eksperimen, tentang kelakuan dan mekanisme internal dari sistem yang sedang dianalisis.

4. Model deskriptif dan normatif, dimana model deskriptif adalah model yang berusaha menerangkan perilaku sistem yang ada, sedangkan model normatif adalah model yang berusaha menerangkan perilaku sistem yang

(47)

ideal menurut keinginan si pembuat model (standar atau tujuan si pembuat model).

Dalam studi ini, model yang digunakan adalah model statis dan matematik yang mana menggunakan persamaan atau fungsi matematika sebagai media dalam usaha mencerminkan realita. Beberapa keuntungan dalam pemakaian model statis dan matematis dalam perencanaan transportasi adalah bahwa sewaktu pembuatan formulasi, kalibrasi serta penggunaannya, para perencana dapat belajar banyak melalui eksperimen tentang perilaku dan mekanisme internal dari sistem yang sedang dianalisis.

II.6 Pendekatan Model Pemilihan Moda

Model pemilihan moda dalam studi ini berfungsi untuk mengetahui proporsi orang yang akan menggunakan jenis moda transportasi. Proses ini dilakukan dengan maksud untuk mengkalibrasi model pemilihan moda pada tahun dasar dengan mengetahui peubah bebas (atribut) yang mempengaruhi pemilihan moda tersebut. Jika hubungan antara atribut bebas dan atribut terikat sudah didapatkan dari persamaan model, persamaan ini nantinya akan dapat meramalkan pemilihan moda untuk masa yang akan datang dengan hanya mengetahui selisih masing-masing peubaha bebas (atribut) antara kedua bus.

Model pendekatan yang dilakukan dalam studi ini dilakukan dengan pendekatan model diskret (Discrete Choice Model). Menurut Tamin (2000), secara umum model pemilihan diskret dinyatakan sebagai

(48)

peluang setiap individu memilih suatu pilihan merupakan fungsi ciri sosio ekonomi dan daya tarik pilihan tersebut. Hipotesa yang mendukung model pemilihan model diskret adalah berkenaan dengan situasi pilihan, yaitu pilihan individu terhadap setiap alternatif yang dapat dinyatakan dengan ukuran daya tarik atau manfaat. Nilai kepuasan pelaku perjalanan dalam menggunakan moda transportasi alternatif, dipengaruhi oleh variabel-variabel yang dianggap memiliki hubungan yang kuat dengan perilaku pelaku perjalanan.

Bentuk dan hubungannya dapat dilihat melalui fungsi utilitas berikut:

U = f (V1,V2,V3, … , Vn) ... (2.1)

dimana:

U = Nilai kepuasan pelaku perjalanan menggunakan moda transportasi.

V1 - Vn = Variabel-variabel yang dianggap berpengaruh terhadap

nilai kepuasan menggunakan moda transportasi tertentu.

f = Hubungan fungsional.

Untuk merumuskan perilaku individu dalam memilih moda angkutan ke dalam pendekatan model pemilihan moda transportasi, dapat dilakukan dengan beberapa cara pendekatan. Sebenarnya kegiatan menentukan dan mengamati perilaku pelaku perjalanan melalui fungsi

(49)

Pendekatan apa yang kita gunakan sangat menentukan model pilihan probabilita apa yang kita gunakan. Kedua pendekatan tersebut:

1. Pendekatan Agregat

Pendekatan agregat adalah pendekatan yang menganalisis perilaku pelaku perjalanan secara menyeluruh. Menurut Menheim (1979) pendekatan agregat dapat dilakukan dengan 2 (cara) yaitu:

a) Membagi objek pengamatan atas beberapa kelompok yang mempunyai karakteristik elemen yang relatif homogen (sama).

b) Melakukan agregasi dari data-data disagregat, dimana fungsi untuk suatu kelompok tertentu dapat diturunkan dari fungsi utilitas individu sebagai anggota pada kelompok tersebut.

2. Pendekatan Disagregat

Pendekatan disagregat adalah pendekatan yang menganalis perilaku pelaku perjalanan secara individu. Hal ini mencakup bagaimana merumuskan tingkah laku individu ke dalam model kebutuhan transportasi. Pendekatan disagregat dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:

a) Disagregat Deterministik

Pendekatan ini dilakukan kalau pelaku perjalanan mampu mengidentifikasi semua alternatif moda yang ada, dan menggunakan seluruh informasi untuk mengambil keputusan. Bentuk modelnya adalah

(50)

model persamaan linear berganda tanpa unsur kesalahan (error) seperti persamaan berikut ini:

Ui = a + b1T + b2X + b3C ... (2.2)

dimana:

Ui = Nilai kepuasan menggunakan moda i

a = Konstanta

T = Variabel waktu di atas kendaraan

X = Variabel waktu di luar kendaraan

C = Variabel ongkos transportasi

b1 - b3 = Parameter fungsi kepuasan untuk masing-masing variabel

tersebut (koefisien regresi)

b. Disagregat Stokastik

Pada pendekatan ini, nilai kepuasan lebih realistis karena mempertimbangkan unsur-unsur yang tidak teramati yang terjadi di dunia nyata. Jadi ini berbeda dengan pendekatan disagregat deterministik seperti model 2.2 di atas yang terlalu teoritis, yang tidak memasukkan unsur yang tidak teramati. Seluruh unsur yang tidak teramati yang terjadi di dunia nyata, pendekatan ini diwakili oleh unsur error (kesalahan) yang bersifat acak (random) atau bersifat stokastik, sehingga modelnya menjadi:

(51)

dimana:

Um = Nilai fungsi kepuasan menggunakan moda m

tm – vm = idem diatas

β1 - β3 = idem diatas

en = Faktor kesalahan atau unsur stokastik, yaitu variabel random yang mengikuti bentuk distribusi tertentu.

β0 = Konstanta karakteristik nilai kepuasan alternatif, apabila

seluruh variablel tm s/d vm bernilai 0

Peramalan dikatakan relatif tepat, apabila nilai en sekurang-kurangnya mendekati 0 (seminimal mungkin) atau en = 0.

II.7 Model Pemilihan Diskret

Akiva dan Leman (1985) dalam bukunya “Discrete Choice Analysis : Theory and Application to Travel Demand” lebih menekankan model ini pada analisis pilihan konsumen untuk memaksimalkan kepuasannya dalam mengkonsumsi pelayanan yang diberikan oleh suatu moda transportasi pilihan. Sang konsumen, sebagai seorang pembuat keputusan, akan menyeleksi berbagai alternatif dan memutuskan memilih moda transportasi yang memiliki nilai kepuasan tertinggi (highest utility).

Prosedur model ini diawali dengan menentukan nilai-nilai parameter (koefisien regresi) dari sebuah fungsi kepuasan yang dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas. Model ini untuk pertama kali

(52)

diterapkan dalam transportasi, disebut sebagai model pilihan biner (binary choice model) (Warner, 1962). Prosedur awal (fungsi kepuasan) dari model ini menurutnya banyak memakai kalibrasi/analisis statistik dan ekonometrik. Sebuah contoh umum fungsi kepuasan dapat dilihat seperti:

Vin = f (Xin)

Atau

Vjn = f (Xjn)

Dimana:

Vin dan Vjn = Nilai kepuasan konsumen yang mencerminkan

perilaku konsumen (consumen behavior).

Xin dan Xjn = Variabel yang berpengaruh terhadap perilakunya

untuk memaksimalkan kepuasannya.

f = fungsi matematis

Sehingga persamaan regresi fungsi kepuasan dimaksud dapat kita bentuk menjadi :

Vin/U=β1Xin1+β2Xin2+...+βkXink... (2.4)

Dimana:

Vin/U = Nilai kepuasan konsumen memakai moda i (maksimum

(53)

Xin1 s/d Xink = Sekelompok variabel bebas yang mempengaruhi

kepuasan maksimum.

β1s/d βk = Koefisien regresi/parameter variabel bebas.

Setelah nilai Vin/U didapat juga Vjn/U didapat, maka kita

masukkanlah nilai tersebut ke dalam beberapa model pilihan diskret di antaranya:

a. Model Logit Biner

Bentuk model ini adalah sebagai berikut :

P(i) = 𝑒 βxin 𝑒βxin+𝑒βxjn

=

1 1+𝑒−β(x𝑖𝑛−𝑥𝑗𝑛) = ... (2.5) Dimana:

P(i) = Probabilitas (%) peluang moda i untuk dipilih.

βxin,βxjn = Nilai parameter atau nilai kepuasan menggunakan

moda i dan moda j.

e = eksponensial.

Model logit biner ini hanya berlaku untuk pilihan 2 moda transportasi alternatif (moda i dan j).

b. Model Probit (Binary Probit)

Juga untuk 2 moda alternatif, tetapi model ini menekankan untuk menyamakan peluang (kemungkinan) individu untuk memilih moda 1,

(54)

bukan moda 2 dan berusaha menghubungkan variabel bebas yang mempengaruhi, misalnya biaya (cost) dan variabel ini harus berdistribusi normal. Bentuknya adalah:

P1 = Ǿ (Gk) ... (2.6)

Dimana:

P1 = Peluang moda 1 untuk dipilih

Ǿ = Kumulatif standar normal

Gk = Nilai manfaat moda 1

Sedangkan P2, konsekuensinya akan menjadi P2 = 1 – f(Gk).

II.8 Utilitas

Utilitas dapat didefinisikan sebagai ukuran istimewa seseorang dalam menentukan pilihan alternatif terbaiknya atau sesuatu yang dimaksimumkan oleh setiap individu (sesorang). Bentuk fungsi utilitas sulit untuk diasumsikan, oleh karena itu dengan alasan kemudahan dalam perhitungan, maka fungsi utilitas sering dipresentasikan sabagai parameter-parameter linear. Utilitas suatu moda angkutan penumpang bagi individu tertentu jadi dipresentasikan sebagai fungsi atribut-atribut, misalnya waktu perjalanan, biaya ongkos yang dikeluarkan, kenyamanan pelayanan di stasiun, jadwal keberangkatan, waktu menuju stasiun.

Dalam memodelkan pemilihan moda, maka utilitas dari suatu pilihan bagi individu dapat dituliskan sebagai berikut:

(55)

Uin =β1xin1+β2xin2+β3xin3+...βnxinn ... (2.7)

Dimana:

Uin = utilitas alternatif i bagi pembuat keputusan n.

β1,β2,β3,βn = koefisien-koefisien dari data yang disediakan.

xin1,xin2, xin3, xinn = sejumlah variabel yang menerangkan

atribut-atribut bagi pembuat keputusan.

II.8.1 Utilitas Acak

Dasar teori, kerangka, atau paradigma dalam menghasilkan model pemilihan diskret adalah teori utilitas acak. Domenicich, Mcfadden (1975) dan Williams (1997) mengemukakan hal berikut sebagaimana dikutip Tamin (2000) :

1. Individu yang berada dalam suatu populasi secara rasional dan memiliki informasi yang tetap sehingga biasanya dapat menentukan pilihan yang dapat memaksimumkan utilitas individunya masing-masing sesuai dengan batasan hukum, sosial, fisik dan uang.

2. Terdapat unsur parameter A = {A1,A2, . . . , X1) alternatif yang

mempengaruhi pemilihan moda yang dirumuskan dalam fungsi pemilihan yang berbentuk fungsi deterministik sebagai berikut:

(56)

Apabila nilai utilitas i memberikan harga yang maksimum, maka pilihan akan jatuh pada alternatif i.

3. Setiap pilihan mempunyai utilitas U untuk setiap individu n. Pemodelan yang juga merupakan pengamat sistem tersebut tidak mempunyai informasi yang lengkap tentang semua unsur yang dipertimbangkan oleh setiap individu yang menentukan pilihan. Sehingga dalam membuat model diasumsikan bahwa U dapat dinyatakan dalam 2 komponen, yaitu:

• Vin yang terukur sebagai fungsi dari atribut terukur (deterministik).

• Bagian acak єin yang mencerminkan hal tertentu dari setiap

individu termasuk kesalahan yang dilakukan oleh pemodelan.

Uin=Vin+єin ... (2.8)

Dimana:

Uin = Utilitas alternatif i bagi pembuat keputusan n.

Vin = Fungsi deterministik utilitas moda i bagi individu n.

єin = Kesalahan acak (Random error) komponen statistik.

Dalam pemilihan deterministik di atas, nilai utilitas bersifat pasti (constant utility). Hal ini terjadi dengan asumsi si pengambil keputusan mengatahui secara pasti semua atribut yang berpengaruh terhadap utilitas setiap moda alternatif dan pengambilan keputusan tersebut memiliki

(57)

informasi serta kemampuan menghitung nyaris sempurna pada atribut tersebut. Asumsi ini tentunya sulit diterima dalam praktek sehari-hari sehingga penggunanya sangat terbatas.

Masalah di atas diatasi oleh Manski (Ben-Akiva, 1985), dengan adanya konsep utilitas acak (random utility) dimana terdapat 4 hal yang menyababkan terjadinya keacakan tersebut, yaitu:

• Adnya atribut yang tidak teramati

• Adanya variasi cita rasa individu yang teramati

• Adanya kesalahan pengukuran karena informasi dan perhitungan yang tidak sempurna

• Adanya variabel acak yang bersifat instrumental

Untuk persamaan di atas dapat dijelaskan hal-hal yang tidak rasional. Misalnya, ada 2 individu dengan atribut yang sama dan mempunyai set pilihan yang sama mungkin memilih pilihan yang berbeda dan beberapa individu tidak selalu memilih alternatif terbaik.

II.8.2 Model Logit Multinominal/Binomial

Untuk pembahasan model logit binomial dinyatakan sebagai berikut:

Pji=1+𝑒𝑥𝑝𝑈𝑒𝑥𝑝𝑈 ( (𝑥𝑥))dan U(x) =∑ β𝑗𝑛𝑖𝒙jni... (2.9)

U(x) = Nilai kepuasan (Utilitas)

(58)

Βjni= koefisien dari atribut xjni

xjni= atribut ke-n dalam memilih moda-j, bagi individu-i

Model logit binomial/multinomial harus memenuhi aksioma

Independent of Irrelevant Alternatif (IIA) yang dapat ditulis sebagai berikut : PShuttle Service = 𝑒𝑥𝑝𝑈𝑆ℎ𝑢𝑡𝑡𝑙𝑒𝑆𝑒𝑟𝑣𝑖𝑐𝑒 ∑(𝑒𝑥𝑝𝑈𝑆𝐻𝑢𝑡𝑡𝑙𝑒𝑆𝑒𝑟𝑣𝑖𝑐𝑒+𝑒𝑥𝑝𝑈𝐾𝑒𝑟𝑒𝑡𝑎𝐴𝑝𝑖) = exp (𝑈𝑆ℎ𝑢𝑡𝑡𝑙𝑒𝑆𝑒𝑟𝑣𝑖𝑐𝑒−𝑈𝐾𝑒𝑟𝑒𝑡𝑎𝐴𝑝𝑖) 1+exp (𝑈𝑆ℎ𝑢𝑡𝑡𝑙𝑒𝑆𝑒𝑟𝑣𝑖𝑐𝑒−𝑈𝐾𝑒𝑟𝑒𝑡𝑎𝐴𝑝𝑖)... ...(2.10)

PKereta Api= 1 – PShuttle Service ... (2.11)

Probabilitas bahwa individu memilih Shuttle Service (PShuttle Service) adalah fungsi perbedaan utilitas antara kedua moda. Dengan menganggap bahwa fungsi utilitas linear, maka perbedaan utilitas diekspresikan dalam bentuk perbedaan dalam sejumlah atribut n yang relevan diantara kedua moda, dirumuskan sebagai berikut :

UShuttle Service- UKereta Api = a0-a1(X1Shuttle Service–X1Kereta Api) + a2(X2Shuttle Service–X2Kereta Api) + . . . +an(X1Shuttle Service–X1Kereta Api)

(59)

dimana :

UShuttle Service- UKereta Api = Respon individu pernyataan pilihan

a0= Konstanta

a1, a2, . . . , an = Koefisien masing-masing atribut yang ditentukan

multiple linear regresion.

Analisa pengolahan data diperlukan guna mendapatkan bunga kuantitatif antara atribut dan respon yang diekspresikan dalam skala semantik dengan rumusan model seperti pada persamaan diatas. Data yang telah didapat dari hasil survey diolah dengan menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solutions). Dari hasil output program ini akan didapatkan nilai koefisien masing-masing dari atribut yang telah ditentukan.

II.9 Teknik Stated Preference

Stated Preference adalah sebuah pendekatan dengan menyampaikan pernyataan pilihan (option) berupa suatu hipotesa untuk dinilai oleh responden. Dengan metode ini, kita dapat melakukan kontrol eksperimen kehidupan nyata dalam sistem transportasi (Ortuzar and Willumsen, 1994). Teknik Stated Preference dicirikan dengan adanya penggunaan desain eksperimen untuk membangun alternatif hipotesa terhadap situasi, yang kemudian disajikan kepada responden. Selanjutnya responden ditanya mengenai pilihan apa yang mereka inginkan untuk

(60)

melakukan sesuatu atau bagaimana mereka membuat rating/rangking atau pilihan tertentu di dalam satu atau beberapa situasi dugaan.

Dengan meggunakan teknik stated preference ini, peneliti dapat mengontrol secara penuh faktor-faktor yang ada pada situasi yang dihipotesis. Data stated preference yang diperoleh dari responden selanjutnya dianalisa untuk mendapatkan suatu model berupa formulasi yang mencerminkan utilitas individu dalam perjalanannya.

Stated Preference survey memiliki sifat-sifat utama yaitu antara lain :

1) Didasarkan pada pertanyaan pendapat responden tentang bagaimana respon mereka terhadap beberapa alternatif hipotesa.

2) Setiap pilihan dipresentasikan sebagai “paket” dari atribut yang berbeda seperti waktu, ongkos, headway, reability, dan lain-lain.

3) Peneliti membuat alternatif hipotesa sedemikian rupa sehingga pengaruh individu pada setiap atribut dapat diestimasi ; ini diperoleh dengan teknik design eksperimen (experimental design)

4) Alat interview (questionare) harus memberikan alternatif hipotesa yang dapat dimengerti oleh responden, tersusun rapi dan masuk akal.

5) Responden menyatakan pendapatnya pada setiap pilihan (option) dengan melakukan ranking, rating, dan choice pendapat

(61)

6) Respon sebagai jawaban yang diberikan oleh individu dianalisa untuk mendapatkan ukuran kuantitatif mengenai hal yang penting pada setiap atribut.

Kemampuan penggunaan stated preference terletak pada kebebasan membuat desain eksperimen dalam upaya menemukan variasi yang luas bagi keperluan penelitian. Kemampuan ini harus diimbangi oleh keperluan untuk memastikan bahwa respon yang diberikan cukup realistis.

Untuk membangun keseimbangan dalam penggunaan Stated Preference, dibuat tahap-tahap berikut :

1. Identifikasi atribut kunci dari setiap alternatif dan buat “paket” yang mengandung pilihan; seluruh atribut penting harus dipresentasikan dan pilihan harus dapat diterima dan realistis.

2. Cara yang digunakan di dalam memilih akan disampaikan pada responden dan responden diperkenankan untuk mengekspresikan apa yang lebih disukainya. Bentuk penyampaian alternatif harus mudah dimengerti, dalam konteks pengalaman responden dan dibatasi.

3. Strategi sampel harus dilakukan untuk menjamin perolehan data yang representatif.

(62)

Dalam identifikasi pilihan ini akan dilihat bagaimana responden mengekspresikan preference terbaiknya terhadap setiap pilihan yang ditawarkan padanya. Ada terdapat 3 cara utama untuk mengetahui dan mengumpulkan informasi mengenai preference responden terhadap alternatif pilihan yang ditawarkan kepadanya :

1. ‘Ranking Responses (Conjoint Measurement)’

Pendekatan ini dilakukan dengan cara menyampaikan seluruh pilihan pendapat kepada responden. Kemudian responden diminta untuk merankingnya kedalam pilihan lain yang secara tidak langsung merupakan nilai hirarki dari utilitas. Dalam pendekatan ini seluruh pilihan dipresentasikan tetapi jumlah alternatif pilihan harus dibatasi agar tidak melelahkan.

2. Rating Techniques (Functional Measurement)

Dalam kasus ini, reponden ditanya untuk mengekspresikan derajat pilihan terbaiknya, menggunakan aturan skala, sering berada antar 1 sampai 10, dengan disertai label spesifik sebagai angka kunci, untuk contoh 1 = ‘sangat tidak suka’, 5 = ‘tidak disukai’, atau 10 = ‘sangat disukai’. Skor yang diberikan dapat ditransformasikan menjadi probabilitas yang masuk akal dari pilihan-pilihan tersebut.

3. Eksperimen Pilihan (Choice Experiment)

Dalam kasus ini individu hanya ditanya untuk memilih pilihan preferencenya dari beberapa alternatif (dua atau lebih) dari sekumpulan

(63)

pilihan kemudian memperkenankan responden untuk mengekspresikan derajat keyakinannya kedalam pernyataan pilihan.

II.9.2 Analisa Data Stated Preference

Fungsi utilitas adalah mengukur daya tarik setiap pilihan (skenario hipotesa) yang diberikan pada responden. Fungsi ini merefleksikan pengaruh pilihan responden pada seluruh atribut yang termasuk dalam stated preference.

Umumnya fungsi utilitas berbentuk linear, sebagai berikut :

Uj = a+b1x1+b2x2+.. . + bnxn... (2.13) dimana : Uj = utilitas pilihan j a = konstanta regresi b1,. . .,bn= parameter model x1, x2, . . . , xn= nilai atribut

Tujuan analisa adalah menentukan estimasi nilai sampai dimana nilai-nilai tersebut disebut sebagai bobot pilihan atau komponen utilitas. Dari nilai parameter model dapat efek relatif setiap atribut pada seluruh utilitas. Setelah komponen utilitas dapat diestimasi, maka selanjutnya dapat digunakan untuk berbagai tujuan seperti menentukan kepentingan

(64)

relatif dari atribut yang termasuk dalam eksperimen dan menentukan fungsi utilitas untuk peramalan model.

II.9.3 Estimasi Parameter Stated Preference

Ada beberapa cara yang secara keseluruhan dapat menentukan komponen utilitas. Empat teknik analisa stated preference antara lain :

1. Native atau Metode Grafik

Native atau metode grafik sangat sederhana digunakan dengan pendekatan yang didasarkan pada prinsip bahwa tiap level dari atribut sering muncul sama-sama dalam desain eksperimen tertentu. Oleh karena itu, beberapa ciri utilitas dari pasangan level atribut tersebut bisa ditentukan dengan menghitung rata-rata (mean) nilai ranking, rating, dan choice setiap pilihan yatersebut dan membandingkannya dengan rata-rata (mean) yang sama untuk level dan atribut yang lain.

2. Non-Metric Scaling

Metode ini menggunakan Analisa Monotonic Variance (MONANOVA) yaitu pendekatan yang digunakan untuk skala non-metric, dengan menggunakan seluruh urutan ranking pilihan yang diperoleh dalam eksperimen stated preference. Metode ini memperkirakan komponen utilitas melalui cara iterasi, yaitu perkiraan nilai utilitas menyesuaikan pada setiap alternatif.

(65)

Komponen utilitas yang pertama dihasilkan menggunakan metode Naïve, jika komponen utilitas naïve mampu menghasilkan urutan ranking secara pasti, proses iterasi selesai. Jika metode Naïve menghasilkan urutan ranking yang tidak sama dengan yang dihasilkan oleh responden, komponen utilitas secara sistematik divariasikan dalam suatu urutan untuk diperbaiki, yaitu dengan menyesuaikan antara ramalan dan urutan ranking yang diobservasi sampai dicapai nilai optimum.

Metode ini diterapkan pada setiap responden secara terpisah dan tidak memberikan secara keseluruhan goodness of fit statistic mengenai ketepatan model. Oleh karena itu, teknik ini menjadi kurang popular dalam studi pengembangaan transportasi sekarang ini.

3. Metode Regresi

Metode regresi secara luas digunakan dalam pemodelan transportasi. Dalam penggunaan analisa stated preference, teknik regresi digunakan pada pilihan rating. Pengolahan data dilakukan untuk mendapatkan hubungan kuantitatif antara sekumpulan atribut dan responden.

Hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk persamaan linear y= y = a+b1x1+b2x2+.. . + bnxn... (2.14)

dimana :

y = respon individu

(66)

a = konstanta regresi

b1, b2,…,bn= parameter model

Nilai rumusan ini didapatkan dari pengerjaan dengan menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) yang merupakan suatu program statistika yang berfungsi untuk menganalisis suatu data. Dari program inilah akan didapatkan suatu bentuk pemodelan dalam pemilihan moda transportasi.

4. Analisa Logit

Teknik estimasi pilihan diskrit seperti logit diperlukan teknik statistik yang lebih maju dalam analisis data stated preference. Meskipun pada mulanya dimaksudkan untuk menganalisa choice data diskret, tipe lain dalam mengukur pilihan seperti rating dan ranking dapat juga dianalisa sebagai data choice data. Estimasi yang dilakukan didasarkan pada prinsip statistik maksimum likehood.

Gambar

Gambar II.1.  Alternatif posisi untuk anallisis pemilihan moda
Gambar II.2
Tabel II.1
Grafik II.1. Grafik Jumlah Penumpang KA Jurusan Bandung-Jakarta  Tahun 2006-2010
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sasaran Program PP dan PL dalam Rencana Aksi Kegiatan BTKLPP Kelas I Batam sebagai implementasi dari Indikator Kinerja Program, Indikator Kinerja Kegiatan

Pada akhirnya kebencian tersebut memupuk kebencian pada agama mereka juga.Berikut analisis terhadap literatur keislaman berupa buku-buku dalam mengiatkan nilai-nilai antar iman

Kesimpulan dari penelitian ini adalah akses, kualitas pelayanan, dan tingkat pendidikan berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan peserta BPJS di

Misalnya dalam penelitian yang dilakukan oleh Young (1985) bahwa senjangan anggaran terjadi ketika bawahan yang ikut berpartisipasi dalam penyusunan anggaran memberikan informasi

Teknik merupakan suatu upaya pelaksanaan suatu gerak secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam setiap permainan, pengenalan teknik sangat penting.

Pengguna jasa Terminal Petikemas Semarang pada merasa puas pada faktor Kepastian Jadwal Pelayanan. Sedangkan yang masuk dalam kategori cukup puas terdapat pada

Pada komposit hibrid yang tidak menggunakan penyerasi MAPP, terjadi penurunan sifat kekuatan tarik seiring dengan bertambahnya komposisi pengisi alami yang

Berdasarkan hasil uji statistik terhadap volume perdagangan saham untuk ISRA tahun 2009 menunjukan adanya perbedaan antara sebelum dan setelah tanggal pengumuman