• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 METODOLOGI

3.4 Metode Analisis Data

3.4.2 Model pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ

1) Penentuan SDI unggulan

Penentuan jenis SDI unggulan dilakukan dengan teknik comparative performance index (CPI) yang dikembangkan oleh Marimin (2004). Rumus yang digunakan adalah:

(min)

/

100

(min)x

Xij

Xij

Aij

….……… [3.4]

100

(min)

/

)

.

1

(

(

)

.

1

(i

j

X

i

j

Xij

x

A

………[3.5]

AijxPj

Iij

……… [3.6]

)

(Iij

Ii

………. [3.7]

dimana: Aij = nilai alternatif ke-i pada kriteria ke-j

Xij (min) = nilai alternatif ke-i pada kriteria awal minimum ke-j A(i+1.j) = nilai alternatif ke-i+1 pada kriteria ke-j

(X(i+1.j) = nilai alternatif ke-i+1 pada kriteria awal ke-j Pj = bobot kepentingan kriteria ke-j

Iij = indeks alternatif ke-I

Ii = indeks gabungan kriteria pada alternatif ke-I i = 1, 2, 3, ..., n

j = 1, 2, 3, ..., n

Analisis SDI unggulan didasarkan pada empat kriteria, yaitu:

(1) Nilai location quotient (LQ) dari produksi ikan. LQ dianalisis dengan perbandingan produksi dari satu jenis ikan terhadap total produksi ikan di suatu kabupaten dibandingkan dengan perbandingan produksi jenis ikan tersebut terhadap produksi total dari propinsi yang bersangkutan.

(2) Nilai LQ dari nilai produksi ikan. LQ dianalisis dengan perbandingan nilai produksi satu jenis ikan terhadap total nilai produksi ikan di suatu kabupaten dibandingkan dengan perbandingan nilai produksi jenis ikan tersebut terhadap nilai produksi total propinsi yang bersangkutan.

(3) Peluang pasar, penilaian dilakukan berdasarkan peluang pasar dari ikan, yaitu peluang untuk komoditas pasar ekspor dan komoditas pasar lokal. Komoditas pasar lokal dibedakan menjadi dua, yaitu yang bernilai ekonomis tinggi dan ekonomis sedang. Penilaian dilakukan dengan menggunakan skor, yaitu skor 3 untuk jenis ikan yang potensial untuk diekspor, skor 2 untuk jenis ikan ekonomis tinggi, dan skor 1 untuk jenis ikan ekonomis sedang.

(4) Posisi jenis ikan dalam proses makan memakan di dalam rantai makanan, yaitu sebagai produsen primer, konsumen primer (pemakan zooplankton), konsumen I (konsumen sekunder I), konsumen II (konsumen sekunder II), konsumen III (konsumen tertier), dan konsumen tertinggi (quaternary consumer). Penilaian dilakukan dengan menggunakan skor, yaitu skor 4 untuk jenis ikan konsumen primer, skor 3 untuk ikan konsumen sekunder I, skor 2 untuk ikan konsumen II, dan 1 untuk ikan konsumen tertier.

Posisi ikan dalam rantai makanan dilakukan dengan mengacu pada beberapa penelitian, di antaranya effendie (2002) bahwa teri selain memangsa zooplankton dan fitoplankton. Teri juga dimangsa oleh beberapa jenis ikan pemangsa seperti selar, kuwe, dan cumi. Ikan kerapu menurut Nybakken (1992) merupakan hewan karnivor yang memangsa ikan-ikan kecil, kepiting, dan udang- udangan, dan juga bersifat kanibal. Ikan tongkol dan tengiri biasa memakan teri dan cumi-cumi (Laksmi et al. 2004).

Nilai LQ yang dianalisis dengan menggunakan CPI hanya yang memiliki nilai LQ lebih besar dari satu dengan data time series lima tahun. Nilai LQ lebih besar dari satu untuk produksi dan nilai produksi menggambarkan bahwa komoditas ikan tersebut dari sisi produksi dan nilai produksi lebih unggul dibandingkan dengan komoditas ikan lainnya.

Menurut Budiharsono (2005), metode location quotient (LQ) merupakan perbandingan pangsa relatif pendapatan sektor i pada tingkat wilayah terhadap pendapatan total wilayah pada pangsa relatif pendapatan sektor i pada tingkat nasional terhadap pendapatan nasional. Pada penelitian ini, penentuan LQ dengan kriteria pendapatan diganti dengan kriteria produksi dan nilai produksi ikan, sedangkan tingkat kabupaten diganti dengan tingkat kecamatan. Formula penentuan nilai LQ yang digunakan adalah:

Vt

Vi

vt

vi

LQ

……….. [3.8] Keterangan :

vi = pendapatan (produksi atau nilai produksi) sektor ke-i (jenis ikan ke-i) di tingkat kecamatan (Karimunjawa)

vt = pendapatan (produksi atau nilai produksi) total kecamatan (Karimunjawa)

Vi = pendapatan (produksi atau nilai produksi) sektor ke-i (jenis ikan ke-i) di tingkat provinsi (Jawa Tengah)

2) Potensi SDI

Model bioekonomi SDI diduga berdasarkan pada model biologi Schaefer (1975)-Fox dan model ekonomi Gordon (1954). Model bioekonomi disusun dari model parameter biologi, biaya penangkapan, dan harga ikan.

Pemanfaatan SDI oleh alat tangkap yang berbeda menyebabkan perlunya dilakukan standarisasi alat tangkap sebelum dilakukan perhitungan pendugaan potensi SDI. Standarisasi dilakukan berdasarkan produksi hasil tangkapan (catch) dan upaya penangkapan (effort) setiap jenis alat tangkap untuk mendapatkan produktivitasnya (catch per unit effort, CPUE) setiap tahun.

i i i E C CPUE ……….. [3.9]

dimana: CPUEi = CPUE alat tangkap i (kg/unit)

Ci = hasil tangkapan alat tangkap i (kg)

Ei = effort alat tangkap i (unit)

Alat tangkap yang menjadi standar adalah alat tangkap yang memiliki nilai CPUE tertinggi. Kemampuan penangkapan atau fishing power index (FPI) dihitung dengan membandingkan CPUE masing-masing alat tangkap (CPUEi) terhadap CPUE alat tangkap standar (CPUEs).

s i

CPUE CPUE

FPI ………. [3.10]

Standarisasi akan menghasilkan nilai catch gabungan, total effort standar, dan CPUE standar yang akan digunakan dalam menghitung parameter biologi. Nilai catch gabungan merupakan total catch pada waktu yang sama oleh semua alat tangkap yang menangkap ikan yang sejenis. Nilai total effort standar diperoleh dari total nilai masing-masing effort sebelum standarisasi dikalikan dengan FPI-nya, dan nilai CPUE standar diperoleh dari nilai catch gabungan dibagi dengan total effort standar.

Hubungan hasil tangkapan dengan upaya penangkapan dilihat dengan menggunakan metode surplus produksi Schaefer-Fox (Sparre and Venema 1999). Hubungan fungsi tersebut adalah :

Y

x

e

... [3.11]

dimana : Y = peubah tak bebas (CPUE) dalam kg/unit x = peubah bebas (effort) dalam unit kapal

e = simpangan

α,β = parameter regresi penduga nilai a dan b. Kemudian diduga dengan fungsi dugaan, yaitu : Y= a + bx

Nilai a dan b dapat ditentukan menggunakan rumus : n x b y a ………... [3.12] 2 2

)

(

x

n

y

x

xy

n

b

……… [3.13]

Upaya penangkapan optimum dan produksi maksimum lestari ditentukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

(1) Hubungan antara CPUE dengan upaya penangkapan (f),

CPUE

a

bf

(Schaefer) ... [3.14]

)

exp(c

df

CPUE

(Fox) ...………. [3.15] (2) Hubungan antara hasil tangkapan (C) dengan upaya penangkapan (f),

C

af

bf

2 (Schaefer)... [3.16]

)

exp(

*

c

df

f

C

(Fox) ………... [3.17] (3) Upaya penangkapan optimum (fopt) diperoleh dengan cara menyamakan

turunan pertama hasil tangkapan terhadap upaya penangkapan sama dengan nol sebagai berikut :

b

a

f

2

(Schaefer)... [3.18]

d

f

1

(Fox)... [3.19] (4) Produksi maksimum lestari (MSY) diperoleh dengan cara mensubstitusikan

nilai upaya penangkapan optimum ke dalam persamaan [3.14] dan [3.15].

MSY

a

2

/4b

(Schaefer)... [3.20]

1*exp(c

1)

d

MSY

(Fox) ... [3.21] Penentuan model terpilih dilihat dari nilai koefisien determinasi (R). Nilai R terbesar dari kedua model (Schaefer dan Fox) menunjukkan bahwa model tersebut terpilih untuk digunakan dalam pendugaan potensi SDI.

Berdasarkan asumsi bahwa harga ikan per kg (p) dan biaya penangkapan per unit upaya tangkap (C) adalah konstan, maka total penerimaan nelayan dari usaha penangkapan (TR) dan total biaya penangkapan (TC) adalah :

TR

p.C

... [3.22]

E

c

TC

.

... [3.23]

dimana : P = harga rata-rata ikan hasil survey per kg (Rp)

C = jumlah produksi ikan (kg)

c = total pengeluaran rata-rata unit penangkapan ikan (Rp)

Sehingga keuntungan bersih usaha penangkapan ikan ( ) adalah :

TR

TC

p.Y

c.E

………. [3.24]

p(aE bE2) cE apE bpE2 cE ………. [3.25] Berdasarkan persamaan [3.24], tingkat keuntungan maksimum (maximum economic sustainable yield (EMEY) dapat dicapai pada saat dπ/dE=0, sehingga:

0

2

/dE

ap

bpE

c

d

E

MEY …………..……… [3.26]

Tingkat upaya pada open access (Eoa) terjadi saat keseimbangan bioekonomi (

TR

TC

0

), yaitu: 0 2 cE bpE apE ……….. [3.27]

c

bpE

ap

Eoa

……….. [3.28]

Perhitungan persamaan [3.26] dan [3.28] dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan software Maple 11. Verifikasi model potensi SDI dilakukan dengan konsep biomass yang dikembangkan oleh Garcia et al. (1989), dengan rumus: F M BM MSY 2 2 ………. [3.29] dimana: B = rata-rata biomass ikan

M = kematian alami (natural mortality)

F = kematian akibat penangkapan (fishing mortality)

3) Optimalisasi jumlah alat tangkap

Optimalisasi jumlah alat tangkap dilakukan dengan menggunakan LGP. Model optimalisasi yang digunakan merupakan model regresi yang bersifat linear dengan batasan yang tidak boleh dilampaui. Model optimalisasinya adalah: Fungsi tujuan: minimumkan Z = DA1 + DA2 + DA3 + DA4 + DA5 ………. [3.30] Faktor kendala: DA1 + A11X1 +A12X2 <= B1 ………... [3.31] DA2 + A21X1 +A22X2 <= B2 ... [3.32] DA3 + A31X1 +A32X2 <= B3 ... [3.33] DA4 + A41X1 +A42X2 <= B4 ... [3.34] DA5 + A51X1 +A52X2 <= B5 ... [3.35] Keterangan:

DA1 : simpangan terhadap jumlah produksi saat MEY

DA2 : simpangan terhadap jumlah trip

DA4 : simpangan terhadap jumlah BBM

DA5 : simpangan terhadap jarak pengoperasian alat tangkap di zona PPT

X1 : jumlah alat tangkap pancing ulur

X2 : jumlah alat tangkap bubu

A11 : rata-rata jumlah produktivitas pancing ulur

A12 : rata-rata jumlah produktivitas bubu

A21 : rata-rata jumlah trip yang dilakukan oleh pancing ulur

A22 : rata-rata jumlah trip yang dilakukan oleh bubu

A31 : nilai BEP pancing ulur

A32 : nilai BEP bubu

A41 : rata-rata kebutuhan BBM per trip pancing ulur

A42 : rata-rata kebutuhan BBM per trip bubu

A51 : jarak pengoperasian antar pancing ulur

A52 : jarak pengoperasian antar bubu

B1 : jumlah produksi saat MEY

B2 : jumlah trip pada saat MEY

B3 : penerimaan pada saat MEY

B4 : jumlah BBM yang tersedia

B5 : luas zona PPT yang diuperuntukkan bagi kegiatan perikanan karang

4) Teknologi penangkapan tepat guna

Pemilihan teknologi penangkapan ikan tepat guna dilakukan dengan menggunakan analisis multi-kriteria, yang meliputi aspek biologi, teknis, sosial, dan ekonomi (Tabel 5). Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini dimodifikasi dari Haluan dan Nurani (1988) dan Monintja (2000), serta didasarkan pada kondisi yang ada di lapangan, sehingga diharapkan dapat mewakili gambaran teknologi penangkapan ikan tepat guna di kawasan TNKJ.

5) Kelayakan usaha kegiatan penangkapan ikan

Analisis kelayakan usaha terhadap kegiatan perikanan tangkap dilakukan dengan kriteria keuntungan, analisis imbang penerimaan dan biaya (revenue cost ratio), dan periode pengembalian investasi (payback period) (Hernanto 1989), serta kriteria net present value (NPV), net benefit cost ratio (Net B/C), dan

internal rate of return (IRR) (Kadariah et al. 1999). Kriteria-kriteria tersebut juga dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan teknologi penangkapan ikan tepat guna.

Tabel 5 Aspek bioteknososek yang digunakan dalam pemilihan TPI tepat guna

No. Aspek Kriteria Keterangan Skor

1. Biologi a. Jenis ikan tangkapan

b. Ukuran ikan hasil tangkapan c. Nilai CPUE

d. Dampak terhadap habitat dan biodiversity

e. Komposisi hasil tangkapan f. By-catch

1 = ekonomis rendah, 2 = ekonomis sedang, 3 = ekonomis tinggi

1 = tidak layak secara biologi, 2 = cukup layak, 3 = layak

1 = rendah, 2 = sedang, 3 = tinggi

1 = sangat merusak, 2 = cukup merusak, 3 = tidak merusak

1 = beragam, 2 = kurang beragam, 3 = seragam 1 = tinggi, 2 = sedang, 3 = rendah

2. Teknis a. Lama trip

b. Metode pengoperasian c. Daya jangkau operasi d. Pengaruh faktor oseanografi e. Selektifitas alat tangkap f. Penguasaan dan penggunaan

teknologi dan alat bantu g. Penggunaan bahan bakar

1 = sehari, 2 = 2-4 hari, 3 = seminggu 1 = sulit, 2 = sedang, 3 = mudah

1 = dekat (< 3 mil) , 2 = sedang (3-6 mil), 3 = jauh (> 6 mil)

1 = sangat berpengaruh, 2 = cukup

berpengaruh, 3 = tidak berpengaruh

1 = tidak selektif, 2 = cukup selektif, 3 = sangat selektif

1 = rendah, 2 = sedang, 3 = tinggi 1 = banyak, 2= sedang, 3 = sedikit

3. Sosial a. Peluang konflik

b. Jumlah ABK

c. Penerimaan masyarakat d. Aspek hukum

e. Dampak terhadap nelayan

1 = tinggi, 2 = sedang, 3 = rendah

1 = sedikit (2-4), 2 = sedang (5-10), 3 = banyak (> 11)

1 = jelek, 2 = sedang, 3 = baik 1 = ilegal, 2 = modifikasi, 3 = legal 1 = tinggi, 2 = sedang, 3 = rendah

4. Ekonomi a. Tingkat keuntungan

b. Nilai investasi

c. Biaya operasional per trip d. Pendapatan nelayan per bulan e. Pemasaran hasil tangkapan

1 = rendah (< 20 juta), 2 = sedang (20-30 juta), 3 = tinggi (>30 juta)

1 = tinggi (> 40 juta), 2 = sedang (26-40 juta), 3 = rendah (10-25 juta)

1 = tinggi (>1.000.000), 2 = sedang (500.000- 1.000.000), 3 = rendah (<500.000)

1 = rendah (< Rp. 750.000), 2 = sedang (Rp. 750.000-1.000.000), 3 = tinggi (> Rp. 1000.000) 1 = lokal, 2 = nasional, 3 = ekspor

Sumber: dimodifikasi dari Haluan dan Nurani (1988) dan Monintja (2000)

(1) Keuntungan usaha

TC

TR

……… [3.36]

Dimana: = keuntungan

TR = total revenue (total penerimaan) TC = total cost (total biaya)

Jika keuntungan lebih besar dari TC, maka usaha menguntungkan. (2) R/C (Analisis imbang penerimaan dan biaya)

TC

TR

C

R

………. [3.37]

R/C > 1, berarti kegiatan usaha mendapat untung R/C < 1, berarti kegiatan usaha menderita kerugian

(3) Payback period (PP)

Payback period atau periode pengembalian adalah jangka waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal suatu investasi. Jika pengembalian modal kurang dari satu tahun, maka investasi menguntungkan atau layak.

tahun x Keuntungan investasi Nilai PP _ 1_ ……… [3.38]

(4) Net present value (NPV)

NPV merupakan net benefit yang telah didiskon dengan menggunakan

social opportunity cost of capital (SOCC) sebagai discount factor. Rumus untuk menghitung NPV adalah:

n i n i

NB

Ci

Bi

NPV

1 1

)

(

………. [3.39] Keterangan: NB = Net Benefit = Benefit – Cost.

C = biaya investasi dan biaya operasi

Bi = Benefit yang telah di-discount.

Ci = Cost yang di-discount.

i = Discount factor. n = Tahun (waktu).

Apabila dalam perhitungan NPV diperoleh nilai lebih besar dari nol (positif), maka usaha yang dilakukan menghasilkan tingkat keuntungan, sehingga layak diteruskan, dan jika sebaliknya maka akan merugi (ditolak). (5) Netbenefit cost ratio (Net B/C)

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) merupakan angka perbandingan antara

present value dari total penerimaan bersih terhadap present value dari total biaya produksi. Net B/C dapat dihitung dengan rumus:

Cost oduction Total Benefit Net Total C B Net _ Pr _ _ _ / _ ... [3.40] Jika Net B/C > 1 maka usaha dinyatakan layak, jika Net B/C = 1 maka usaha mencapai titik impas, dan jika Net B/C < 1, maka usaha dinyatakan tidak layak untuk dilanjutkan.

(6) Internal rate of return (IRR)

IRR digunakan untuk mengetahui pada tingkat suku bunga (discount rate) berapa usaha tidak untung dan tidak rugi. IRR adalah suatu nilai tingkat bunga yang menunjukkan bahwa nilai sekarang netto (NPV) sama dengan jumlah seluruh ongkos investasi proyek. Dengan perkataan lain, IRR adalah

nilai discount rate sosial yang menghasilkan NPV sama dengan nol. Rumus untuk menghitung IRR adalah:

)

(

2 1 2 1 1 1

x

i

i

NPV

NPV

NPV

i

IRR

Dokumen terkait