• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model pengembangan taman nasional laut: optimalisasi pengelolaan perikanan tangkap di Taman Nasional Karimunjawa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model pengembangan taman nasional laut: optimalisasi pengelolaan perikanan tangkap di Taman Nasional Karimunjawa"

Copied!
447
0
0

Teks penuh

(1)

DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

RIRIN IRNAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Model Pengembangan Taman Nasional Laut: Optimalisasi Pengelolaan Perikanan Tangkap di Taman Nasional Karimunjawa adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, September 2011

(3)

RIRIN IRNAWATI. 2011. Model of Marine National Park Development: Optimization of Capture Fisheries Management in Karimunjawa National Park.

Supervised by DOMU SIMBOLON, BUDY WIRYAWAN, BAMBANG

MURDIYANTO, and TRI WIJI NURANI.

Karimunjawa National Park (KNP) inhabited mostly by fishery household, surrounds by 111.625 ha of waters. Fishing zone is dedicated for traditional fisheries. Therefore the capture fisheries in KNP should be adjusted to accommodate conservancy and utilization objectives. The objectives of the research are: (1) to design management model of capture fishery in KNP; and (2) to design fishing zone model within traditional fishery zone. To address problems related to the park’s management, a system approach was used in this research. Method for evaluating park’s management effectiveness was multi-criteria analysis (MCA) with bio-physic, social economic, and management aspects, and also economic valuation. Managerial model of capture fisheries was performed by implementing some analyzes: comparative performance index (CPI), bio-economic, linear goal programming (LGP), MCA, feasibility study, and institutional analysis. Model of fishing zone is performed by using geographical information system (GIS). Strategic policy was conducted by using strength weaknesses opportunity and threats (SWOT) and interpretative structural modeling (ISM). Evaluation of park’s management show the value 0,44 on scale 0 to 1 or effectiveness level at 44%. Governance aspect provides the largest contribution in the assessment, followed by economic and biophysical aspects. The economic valuation result Rp. 53.051 million. Fishing activities accounted for the largest value Rp. 30.513 million (58%). The managerial model of capture fisheries named PITASI is composed by the leading fish from reef fish is jack trevallies and anchovy for pelagic fish. Reef fish potency is 149 ton/year and pelagic fish 19.080 ton/year. The optimal number of fishing gear for reef fisheries are hand line 336 units and trap 21 units; for pelagic fish are troll line 336 units, boat lift net 115 units, and gillnet 168 units. Hand line and fish trap for reef fisheries, and troll line, boat lift net, and gillnet for pelagic fisheries, are competent to develop continuously in KNP. The fishing zone is divided to be three areas: (1) 0-3 nautical mil (nm) from coastal line is for reef fisheries (hand line and fish trap); (2) 3-4 nm is for pelagic fisheries (gillnet and boat lift net); and (3) more than 4 nm is for pelagic fisheries with dynamic fishing gear (troll line). Fisheries management strategic includes developing potency of fish resources, increasing institutional capacity, and also monitoring and law enforcement. Strategy of implementation model includes five elements are affected society sector, the main constraints, the measuring standard, required activities, and involved institutional.

(4)

RIRIN IRNAWATI. 2011. Model Pengembangan Taman Nasional Laut: Optimalisasi Pengelolaan Perikanan Tangkap di Taman Nasional Karimunjawa. Dibimbing oleh DOMU SIMBOLON, BUDY WIRYAWAN, BAMBANG MURDIYANTO, dan TRI WIJI NURANI.

Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ) merupakan kawasan prioritas karena fungsi lindung yang dimiliki dan keunikan karakteristik sebagai daerah pelestarian perairan. TNKJ memiliki potensi sumber daya ikan (SDI) yang masih memungkinkan untuk dikelola dan dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta menunjang proses konservasi yang dilakukan. Keunikan TNKJ dan lingkungan yang masih alami merupakan potensi yang mampu meningkatkan nilai dalam pengembangannya. Penetapan Kepulauan Karimunjawa sebagai taman nasional, menyebabkan aktivitas pemanfaatan yang dilakukan oleh mayoritas penduduk yang bermata pencaharian sebagai nelayan harus sesuai dengan sistem zonasi yang berlaku. Meskipun dalam sistem zonasi yang berlaku saat ini telah memberikan ruang yang luas untuk kegiatan perikanan tangkap (93%), namun belum optimal dalam pengelolaannya.

Kewenangan pengelolaan TNKJ ada pada Kementerian Kehutanan (Kemhut) yang dalam hal ini dikelola oleh Balai TNKJ (BTNKJ). Namun kegiatan perikanan di bawah koordinasi dan tanggung jawab Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), sehingga menyebabkan tumpang tindih dalam pengelolaannya. Pengelolaan perikanan berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah juga masih memunculkan kekhawatiran karena diduga hanya akan mementingkan upaya eksploitasi dan mengabaikan aspek kelestariannya.

Penelitian tentang optimalisasi pengelolaan perikanan tangkap dalam di kawasan taman nasional laut (TNL) belum pernah dilakukan di Indonesia. Penelitian bidang perikanan tangkap yang dilakukan di kawasan TNL umumnya masih bersifat parsial, sehingga perbaikan pada suatu bagian tidak diikuti oleh bagian yang lain. Karenanya diperlukan penelitian terpadu dan komprehensif serta berkaitan satu dengan lainnya dalam suatu sistem. Adanya hubungan dan keterkaitan antara satu komponen dengan komponen yang lain dalam pemenuhan kebutuhan akan membuat persoalan semakin kompleks, sehingga dalam pemecahannya perlu dilakukan dengan pendekatan sistem. Pendekatan sistem merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku sistem yang dikaji dan perubahannya pada setiap waktu serta menjelaskan hubungan kompleksitas dari masing-masing aspek. Dengan pendekatan sistem dapat disusun skenario pengembangan perikanan tangkap di TNKJ sesuai dengan yang diharapkan.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) merancang model pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ, dan (2) merancang model penggunaan perairan di dalam zona pemanfaatan perikanan tradisional.

(5)

perairan di zona PPT dilakukan dengan sistem informasi geografis (SIG). Perumusan kebijakan strategis dilakukan dengan metode strength, weaknesses, opportunity, and threat (SWOT), dan strategi penerapan model dilakukan dengan teknik interpretative structural modelling (ISM).

Hasil evaluasi pengelolaan TNKJ berdasarkan analisis MCA menunjukkan nilai 0,44 pada skala 0-1, atau berada pada level 44%. Aspek tata kelola memberikan sumbangan nilai terbesar dalam perhitungan efektivitas, disusul oleh aspek sosial-ekonomi dan biofisik. Manfaat ekonomi keberadaan TNKJ dilihat dari manfaat langsung dan tidak langsung sebesar Rp. 53 M, dimana kegiatan perikanan tangkap memberikan manfaat terbesar, yaitu Rp. 30,5 M.

Kajian perikanan tangkap di TNKJ menghasilkan model PITASI untuk pengelolaan perikanan tangkap di zona PPT. Pengelolaan perikanan tangkap harus memperhatikan ikan komoditas unggulan di TNKJ, yaitu ikan kuwe untuk perikanan karang, dan ikan teri untuk perikanan pelagis. Potensi SDI karang yang dapat diakses masyarakat di Karimunjawa sebesar 149 ton/tahun, dan SDI pelagis sebesar 19.080 ton/tahun. Teknologi untuk memanfaatkan SDI karang adalah pancing ulur dan bubu, serta pancing tonda, gillnet, dan bagan perahu untuk perikanan pelagis. Jumlah unit penangkapan optimal di Karimunjawa adalah pancing ulur dan pancing tonda masing-masing 336 unit, bubu 21 unit, gillnet 168 unit, dan bagan perahu 115 unit.

Pengelolaan dan pengembangan perikanan tangkap menghendaki penerapan terpadu tiga peraturan perundangan dalam pengelolaan TNKJ, yaitu UU No. 5/1990, UU No. 45/2009 dan UU No 32/2004, dengan tetap mempertimbangkan peraturan perundangan yang lainnya. Pengelolaan juga memerlukan dibentuknya kelembagaan bersama yang berperan melakukan pengelolaan perikanan sesuai akomodasi kebijakan.

Model penggunaan perairan di dalam zona PPT difokuskan untuk kegiatan perikanan karang dan perikanan pelagis, dengan pengaturan penggunaan perairan meliputi: (1) perairan 0-3 mil dari garis pantai diperuntukkan untuk kegiatan perikanan karang, yaitu dengan menggunakan alat tangkap bubu dan pancing ulur; (2) perairan > 3-4 mil diperuntukkan untuk alat tangkap perikanan pelagis yang bersifat statis, seperti gillnet dan bagan perahu; dan (3) perairan > 4 mil diperuntukkan bagi alat tangkap perikanan pelagis yang besifat dinamis, seperti pancing tonda.

Kebijakan strategis pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ meliputi: (1) optimalisasi pemanfaatan potensi SDI; (2) peningkatan kapasitas kelembagaan (koordinasi) untuk meningkatkan kualitas lembaga perikanan; dan (3) pengawasan dan penegakan hukum untuk mengurangi kegiatan pelanggaran. Strategi implementasi model meliputi lima elemen pengembangan yang meliputi (1) elemen sektor masyarakat, dengan elemen kunci nelayan; (2) elemen kendala utama, dengan kunci elemen konflik kepentingan pemanfaatan perairan; (3) elemen tolok ukur dengan elemen kunci keberlanjutan SDI, berkurangnya konflik, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan; (4) elemen aktivitas, dengan elemen kunci koordinasi antar sektor, dan pembuatan rencana kerja pengelolaan zonasi dan SDI; dan (5) elemen lembaga yang terlibat, dengan elemen kunci DKP provinsi dan DKP kabupaten.

(6)

© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilimiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

(7)

DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

RIRIN IRNAWATI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup : 1. Dr. Mustaruddin, S.TP

2. Dr. Ir. Muhammad Imron, M.Si

(9)

JudulDisertasi

Nama

Mahasiswa

NRP

Mayor

Prof.

Dr. lr. Bambanq

Murdivanto.

M.Sc

Anggota

: Model Pengembangan Taman Nasional Laut:

Optimalisasi

Pengelolaan

Perikanan

Tangkap

di Taman

Nasional

Karimunjawa

: Ririn lrnawati

: C462080061

: Sistem

dan Pemodelan

Perikanan

Tangkap

Disetujui,

Komisi

Pembimbino

Mayor

SPT

Ketua.

Diketahui,

,,:',!:': ' ' : ; l l " ' ' r ' "

1 4 S t P 2 0 l i

Ketua

Anggota

Anggota

Dr. lr3udy Wryawan,

M.Sc

(10)

Penulis dilahirkan di Kendal Jawa Tengah pada tanggal 11 September

1983 dari ayah H. Muslimin dan ibu Hj. Muta’adiyah. Penulis merupakan putri

ketiga dari tiga bersaudara.

Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro, lulus pada tahun 2006. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Program Studi Teknologi Kelautan Program Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 2008. Pada tahun 2008, penulis kembali melanjutkan ke Program Doktor pada Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap Pascasarjana IPB.

(11)

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi dengan judul “Model Pengembangan Taman Nasional Laut: Optimalisasi Pengelolaan Perikanan Tangkap di Taman Nasional Karimunjawa” ini dengan baik.

Kepulauan Karimunjawa merupakan daerah konservasi perairan, yang diresmikan menjadi taman nasional sejak tahun 1999. Pengelolaan perikanan tangkap di Karimunjawa tidak terlepas dari sistem zonasi yang berlaku dan peraturan konservasi yang mengikat. Karenanya penelitian ini bertujuan untuk membuat model pengelolaan yang efektif dan keberlanjutan, untuk pengelolaan perikanan tangkap yang optimal di kawasan TNKJ.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada Bapak Dr. Ir. Domu Simbolon, MSi, Bapak Dr. Ir. Budy Wiryawan, MSc, Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Murdiyanto, MSc, dan Ibu Dr.Ir. Tri Wiji Nurani, MSi atas kesediaannya untuk membimbing penulis. Terima kasih pula kepada Bapak Dr. Mustaruddin, STP dan Dr. Ir. Muhammad Imron, MSi sebagai penguji luar pada ujian tertutup, serta Bapak Dr. Agus Suherman, SPi, MSi, dan Bapak Dr. Ir. M. Fedi A. Sondita, MSc sebagai penguji luar pada ujian terbuka, yang telah memberikan banyak masukan untuk penyempurnaan disertasi ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada nelayan-nelayan di Karimunjawa, DKP Provinsi Jawa Tengah, DKP Kab. Jepara, BTNKJ, Bappeda Jepara, PPP Karimunjawa, Dishidros TNI-AL, dan semua pihak yang telah membantu dalam penelitian. Penghargaan dan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang tua dan keluarga atas segala bantuan, doa, kesabaran, dorongan, dan pengertian yang telah diberikan secara tulus dan ikhlas selama penulis menempuh pendidikan.

Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga kritik dan saran konstruktif sangat diharapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan disertasi ini.

Semoga disertasi ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 2011

(12)

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

DAFTAR ISTILAH ... xxi

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

1.5 Kerangka Pemikiran ... 8

1.6 Novelty ... 10

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Pengelolaan Pulau-pulau Kecil ... 11

2.2 Taman Nasional Laut ... 13

2.3 Pengelolaan Perikanan Tangkap sebagai Sebuah Sistem ... 15

2.3.1 Subsistem SDI dan habitatnya ... 16

2.3.2 Subsistem sumber daya manusia dan kegiatannya ... 16

2.3.3 Subsistem kebijakan dan kelembagaan ... 17

2.4 Pendekatan Sistem ... 18

2.5 Model ... 19

2.6 Efektivitas Pengelolaan ... 21

2.7 Optimalisasi Pengelolaan Perikanan Tangkap ... 22

2.8 Model Penggunaan Zona ... 30

2.9 Kebijakan Strategis Pengelolaan Perikanan Tangkap ... 31

2.10 Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 34

3 METODOLOGI... 37

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 37

3.2 Pendekatan Penelitian ... 37

3.3 Tahap Penelitian ... 42

3.4 Metode Analisis Data ... 44

3.4.1 Tingkat efektivitas pengelolaan TNKJ ... 44

3.4.2 Model pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ ... 47

3.4.3 Model penggunaan zona PPT ... 55

3.4.4 Kebijakan strategis pengelolaan perikanan tangkap ... 57

4 PROFIL LOKASI PENELITIAN ... 63

4.1 Keadaan Wilayah ... 63

4.1.1 Kondisi geografis dan administrasi ... 63

4.1.2 Topografi ... 66

4.1.3 Iklim ... 66

4.1.4 Kondisi oseanografi ... 67

4.1.5 Kondisi sosio-demografi ... 70

4.1.6 Ekosistem atau habitat di TNKJ ... 72

4.2 Profil Perikanan Tangkap ... 75

(13)

5 HASIL PENELITIAN ... 81

5.1 Pengelolaan TNKJ ... 81

5.1.1 Efektivitas pengelolaan TNKJ ... 81

5.1.2 Valuasi ekonomi TNKJ ... 82

5.2 Deskripsi Sistem Perikanan Tangkap di TNKJ ... 86

5.2.1 Kerangka pendekatan sistem ... 86

5.3 Pengelolaan Perikanan Tangkap di TNKJ ... 93

5.3.1 Sumberdaya ikan unggulan ... 93

5.3.2 Sistem perikanan tangkap ... 94

5.3.3 Pemodelan sistem perikanan tangkap ... 108

5.4 Model Penggunaan Perairan di Zona PPT ... 113

5.5 Kebijakan Strategis Pengelolaan Perikanan Tangkap di TNKJ ... 118

5.5.1 Strategi pengembangan perikanan tangkap di TNKJ ... 118

5.5.2 Strategi implementasi model pengelolaan perikanan tangkap .. 119

6 PEMBAHASAN ... 131

6.1 Pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa ... 131

6.2 Pengelolaan perikanan tangkap di Kawasan Konservasi Perairan ... 144

6.2.1 Model pengelolaan perikanan tangkap ... 149

6.2.2 Model penggunaan perairan ... 170

6.3 Strategi Pengelolaan Perikanan Tangkap di Karimunjawa ... 175

6.3.1 Optimalisasi pemanfaatan potensi SDI ... 178

6.3.2 Peningkatan kapasitas kelembagaan ... 179

6.3.3 Pengawasan dan penegakan hukum ... 181

7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 185

7.1 Kesimpulan ... 185

7.2 Saran ... 186

DAFTAR PUSTAKA ... 187

(14)

1 Sistem zonasi, luas, dan lokasi masing-masing zona di TNKJ ... 1

2 Teknik analisis, kebutuhan data dan hasil yang diharapkan ... 40

3 Parameter biofisik yang digunakan dalam evaluasi pengelolaan ... 45

4 Parameter sosial ekonomi yang digunakan untuk kajian efektifitas ... 45

5 Aspek bioteknososek yang digunakan dalam pemilihan TPI tepat guna ... 52

6 Jalur penangkapan ikan di Indonesia ... 56

7 Pulau-pulau di Kepulauan Karimunjawa ... 63

8 Keadaan jumlah kapal perikanan menurut ukuran di Karimunjawa tahun 2005-2009 ... 75

9 Keadaan jumlah dan jenis alat tangkap di Karimunjawa tahun 2005-2009 76 10 Keadaan jumlah produksi jenis ikan (kg) di Karimunjawa 2005-2009 ... 79

11 Manfaat ekonomi langsung dari kegiatan perikanan tangkap menurut alat tangkap di TNKJ ... 83

12 Komponen biaya perjalanan pengunjung TNKJ tahun 2009/2010 ... 83

13 Willing to pay wisatawan terhadap karcis masuk TNKJ tahun 2009 ... 84

14 Nilai ekonomi ekosistem TNKJ tahun 2009 ... 84

15 Pelaku dan kebutuhan dari pelaku pengembangan perikanan tangkap di Karimunjawa ... 87

16 Analisis stakeholder perikanan tangkap di TNKJ... 88

17 Nilai CPI jenis-jenis ikan hasil tangkapan di TNKJ ... 94

18 Penilaian gabungan pemilihan teknologi penangkapan tepat guna ... 99

19 Kelayakan usaha perikanan tangkap ... 100

20 Nilai optimal jumlah alat tangkap di Karimunjawa ... 101

21 Matriks penggunaan alat tangkap di Karimunjawa ... 101

22 Peraturan perundangan pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ ... 103

23 Kelembagaan perikanan tangkap di Karimunjawa ... 107

24 Matriks SWOT strategi pengembangan perikanan tangkap di TNKJ ... 119

(15)

1 Kerangka pemikiran penelitian ... 10

2 Tahap penelitian model pengembangan taman nasional laut ... 43

3 Contoh zona penyangga untuk taman dan cagar (IUCN 1990) ... 56

4 Jumlah penduduk (%) berdasarkan jenis kelamin dan desa (Sumber: Kantor Kecamatan Karimunjawa 2010) ... 70

5 Jumlah penduduk (%) berdasarkan tingkat pendidikan (Sumber: Kantor Kecamatan Karimunjawa 2010) ... 71

6 Jumlah penduduk (%) berdasarkan jenis pekerjaan (Sumber: Kantor Kecamatan Karimunjawa 2010) ... 71

7 Keadaan produksi ikan (ton) di Karimunjawa tahun 2005-2009 (Sumber: PPP Karimunjawa 2010) ... 78

8 Keadaan jumlah nelayan (orang) di Karimunjawa tahun 2005-2009 (Sumber: DKP Jepara 2010) ... 80

9 Persentase aspek pengelolaan TNKJ ... 81

10 Persentase nilai manfaat ekonomi TNKJ ... 85

11 Diagram sebab akibat sistem pengelolaan perikanan tangkap ... 91

12 Diagram input output sistem pengelolaan perikanan tangkap ... 92

13 Struktur sistem perikanan tangkap di TNKJ ... 93

14 Hubungan hasil tangkapan dan CPUE dengan upaya penangkapan ikan karang di perairan Kepulauan Karimunjawa ... 95

15 Keseimbangan bioekonomi Gordon Schaefer untuk pengelolaan ikan karang di Kepulauan Karimunjawa ... 96

16 Hubungan hasil tangkapan dan CPUE dengan upaya penangkapan ikan pelagis di perairan utara Jawa Tengah ... 97

17 Keseimbangan bioekonomi Gordon Schaefer untuk pengelolaan ikan pelagis di perairan utara Jawa Tengah... 98

18 Skenario kebijakan pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ ... 106

19 Model pengelolaan perikanan tangkap di Karimunjawa (PITASI) ... 112

20 Model penggunaan perairan untuk kegiatan perikanan tangkap di zona PPT ... 115

21 Diagram penentuan matriks grand strategi perikanan tangkap ... 118

22 Diagram model struktural dari elemen sektor masyarakat yang terpengaruh pada pengembangan perikanan tangkap di TNKJ ... 121

23 Matriks driver power dependence untuk elemen sektor masyarakat yang terpengaruh dari pengembangan perikanan tangkap di TNKJ ... 122

24 Diagram model struktural dari elemen kendala utama dalam pengembangan perikanan tangkap di TNKJ ... 123

25 Matriks driver power dependence untuk elemen kendala dalam pengembangan perikanan tangkap di TNKJ ... 124

26 Diagram model struktural dari elemen tolok ukur untuk pengembangan perikanan tangkap di TNKJ ... 125

(16)

perencanaan tindakan dalam pengembangan perikanan tangkap ... 128 30 Diagram model struktural dari elemen lembaga yang terlibat dalam

pengembangan perikanan tangkap di TNKJ ... 128 31 Matriks driver power dependence elemen lembaga yang terlibat dalam

(17)

1 Lokasi penelitian ... 199

2 Responden yang terlibat dalam penelitian... 200

3 Kedalaman dan pola arus perairan di Kepulauan Karimunjawa ... 201

4 Unit penangkapan pancing di Kepulauan Karimunjawa ... 205

5 Unit penangkapan bubu di Kepulauan Karimunjawa ... 206

6 Unit penangkapan gillnet di Kepulauan Karimunjawa ... 207

7 Unit penangkapan bagan perahu di Kepulauan Karimunjawa ... 209

8 Perhitungan aspek biofisik, sosial-ekonomi, dan tata kelola ... 210

9 Perhitungan manfaat ekonomi TNKJ ... 212

10 Perhitungan CPI... 215

11 Hasil perhitungan potensi SDI ... 216

12 Pemilihan teknologi penangkapan ikan tepat guna ... 224

13 Kelayakan usaha perikanan tangkap di TNKJ ... 227

14 Hasil analisis LGP dengan LINDO ... 231

15 Kebijakan dan kelembagaan perikanan tangkap di TNKJ ... 234

(18)

laju pemanfaatan harus lebih kecil atau sama dengan laju pemulihan sumber daya tersebut.

Biodiversity Keanekaragaman hayati yang ada di dalam suatu habitat yang menunjukkan produktivitas suatu perairan.

Bioekonomi Pendekatan ekonomi dalam pengelolaan sumber daya ikan.

Cagar Alam Suatu kawasan suaka alam (KSA) karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami.

Comparative Performance Index

(CPI)

Teknik perbandingan indeks kinerja, merupakan indeks gabungan (composite index) yang dapat digunakan untuk menentukan penilaian atau peringkat dari berbagai alternatif berdasarkan beberapa kriteria.

EMEY Upaya penangkapan optimal pada saat keuntungan

maksimal.

EMSY Upaya penangkapan optimal pada kondisi lestari.

EOA Upaya penangkapan pada saat akses terbuka.

Ekosistem Suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik yang tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya.

Internal Rate of Return (IRR)

Suatu tingkat discount rate yang menghasilkan net present value sama dengan nol.

Interpretative Structural Modeling

(ISM)

Teknik pemodelan interpretasi struktural, adalah proses pengkajian kelompok dimana model-model struktural dihasilkan untuk memotret perihal kompleks dari suatu sistem, melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis dan kalimat.

Habitat lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang secara alami.

Kawasan

Pelestarian Alam (KPA)

(19)

satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.

Kebijakan Arah kegiatan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan; atau intervensi pemerintah (dan publik) untuk mencari pemecahan masalah dalam pembangunan dan mendukung proses pembangunan yang lebih baik.

Kelembagaan Kumpulan orang yang tergabung dalam suatu wadah yang disatukan untuk bekerjasama mencapai suatu tujuan.

Komoditas Unggulan

Suatu jenis komoditas yang paling diminati dan memiliki nilai jual tinggi serta diharapkan mampu memberikan pemasukan yang besar dibandingkan dengan jenis yang lainnya.

Konservasi Perlindungan dan pemakaian sumber daya alam (SDA) menurut prinsip yang menjamin keuntungan ekonomi sosial yang tertinggi secara lestari.

Konservasi SDA Pengelolaan SDA yang menjamin pemanfaatannya secara bijaksana bagi sumber daya terbaharui dan menjamin kesinambungan persediaan dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya.

Konservasi

Sumber Daya Ikan (SDI)

Upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan SDI, termasuk ekosistem, jenis, dan genetik untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman SDI.

Masyarakat Nelayan

Orang yang memiliki ketergantungan yang cukup tinggi dengan potensi dan kondisi SDI.

Model Abstraksi dari kondisi yang sesungguhnya di lapangan.

MEY Keuntungan maksimum dalam usaha penangkapan.

MSY Hasil tangkapan maksimum lestari.

Nelayan Orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan atau binatang air lainnya atau tanaman air.

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

Perbandingan antara total penerimaan bersih dan total biaya produksi.

Net Present Value

(NPV)

(20)

tidak menguntungkan bagi nelayan, karena besarnya biaya yang dikeluarkan untuk melaut sama dengan penerimaan yang diperoleh (breakevent point).

Pakar (expert) Seseorang yang mempunyai pengalaman yang luas dan pengetahuan yang intuitive tentang suatu domain tertentu.

Pendekatan Sistem

Suatu pendekatan analisis organisatoris yang menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak analisis.

Pengelolaan Perikanan

Semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi SDA, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumber daya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati.

Pengembangan Usaha perubahan dari suatu nilai yang kurang kepada sesuatu yang lebih baik; proses yang menuju pada suatu kemajuan.

Perikanan Semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan SDI dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.

Perikanan Tangkap

Kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.

Pulau Kecil Pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 beserta kesatuan ekosistemnya.

Pulau-pulau Kecil Kumpulan beberapa pulau kecil yang membentuk kesatuan ekosistem dengan perairan di sekitarnya.

Sistem Sekumpulan elemen-elemen yang saling berhubungan

melalui berbagai bentuk interaksi dan bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan yang berguna.

Sistem Informasi Geografis (SIG)

(21)

Sumber Daya Ikan (SDI)

Potensi semua jenis ikan.

Sumber Daya Perikanan

Terdiri dari SDI, sumber daya lingkungan serta sumber

daya buatan manusia yang digunakan untuk

memanfaatkan SDI.

Taman Nasional Kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi, berupa zona inti, zona pemanfaatan dan zona lainnya sesuai dengan keperluan.

Taman Nasional Laut (perairan)

Kawasan pelestarian alam perairan yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, pengkajian, ilmu pengetahuan, pendidikan, kegiatan perikanan, wisata bahari, dan rekreasi.

Unit Penangkapan Ikan

Satu kesatuan teknis dalam suatu operasi penangkapan ikan yang terdiri dari kapal perikanan, alat tangkap, dan nelayan.

Zona Wilayah yang dibedakan menurut fungsi dan kondisi

ekologis, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat.

Zona Inti (core zone)

Zona yang mutlak dilindungi, karena di dalamnya tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktivitas manusia.

Zona pemanfaatan Zona yang masih memiliki nilai konservasi tertentu, tetapi dapat mentolerir berbagai tipe pemanfaatan oleh manusia, dan layak bagi beragam kegiatan eksploitasi yang diijinkan dalam suatu kawasan konservasi.

Zona perlindungan (preservation zone)

Zona yang diperuntukkan untuk melindungi zona inti, yang merupakan areal untuk mendukung upaya perlindungan spesies, pengembangbiakan alami jenis-jenis satwa liar, termasuk satwa migran serta proses-proses ekologis alami yang terjadi di dalamnya.

Zona rehabilitasi (rehabilitation zone)

Zona yang diperuntukkan untuk kepentingan pemulihan kondisi ekosistem terumbu karang yang telah mengalami kerusakan sekitar 75%.

Zonasi Proses pengaturan yang menbagi suatu wilayah secara geografis ke dalam sub-sub wilayah, dimana setiap sub wilayah dirancang untuk penggunaan khusus.

(22)

1.1 Latar Belakang

Karimunjawa merupakan gugusan 27 pulau yang terletak di utara Provinsi Jawa Tengah. Pada tahun 1986 ditetapkan sebagai cagar alam laut berdasarkan surat keputusan (SK) Menteri Kehutanan No. 123/Kpts-II/1986. Pada tahun 1988 dirubah statusnya menjadi taman nasional laut (TNL) berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 161/Menhut-II/1988. Pada tahun 1999 dirubah menjadi taman nasional dengan nama Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ) berdasarkan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 78/Kpts-II/1999.

Karimunjawa sebagai taman nasional, pengelolaannya dilakukan dengan sistem zonasi. TNKJ saat ini dibagi menjadi tujuh zona berdasarkan SK Dirjen PHKA No. 79/IV/set-3/2005 (Tabel 1).

Tabel 1 Tipe zonasi, luas, dan lokasi masing-masing zona di TNKJ

No. Zona Luas Lokasi

(ha) (%)

1 Inti 444,63 0,40 Sebagian perairan Pulau Kumbang, Taka

Menyawakan, Taka Malang, dan Tanjung Bomang.

2 Perlindungan 2.587,71 2,32 Hutan tropis dataran rendah di Pulau

Karimunjawa, dan hutan mangrove. Perairan Pulau Geleang, Pulau Burung, Tanjung Gelam, Pulau Sintok, Pulau Cemara Kecil, Pulau Katang, Gosong Selikur, dan Gosong Tengah.

3 Pemanfaatan

Pariwisata

1.226,53 1,10 Perairan Pulau Menjangan Besar, Pulau Menjangan Kecil, Pulau Menyawakan, Pulau Kembar, Pulau Tengah, sebelah timur Pulau Kumbang, Pulau Bengkoang, Indonor, dan Karang Kapal.

4 Pemukiman 2.571,55 2,30 Pulau Karimunjawa, Pulau Kemujan,

Pulau Parang, dan Pulau Nyamuk.

5 Rehabilitasi 122,51 0,11 Perairan sebelah timur Pulau Parang,

sebelah timur Pulau Nyamuk, sebelah barat Pulau Kemujan, dan sebelah barat Pulau Karimunjawa.

6 Budidaya 788,21 0,71 Perairan Pulau Karimunjawa, Pulau

Kemujan, Pulau Menjangan Besar, Pulau Parang, dan Pulau Nyamuk.

7 Pemanfaatan

Perikanan Tradisional

103.883,86 93,07 Seluruh perairan di luar zona yang telah

ditetapkan yang berada di dalam

kawasan TNKJ.

Jumlah 111.625,00 100,00 Kawasan TNKJ

(23)

Sistem zonasi yang diterapkan saat ini, menempatkan kegiatan perikanan tangkap di zona pemanfaatan perikanan tradisional (PPT) (Tabel 1). Walaupun luas zona PPT mencapai 93%, namun kondisi perikanan tangkap di Karimunjawa belum dilakukan dengan sepenuhnya memperhatikan aspek konservasi dan keberlanjutan SDI. Produksi ikan di Karimunjawa berdasarkan data dari Pelabuhan Perikanan Pantai Karimunjawa (PPP Karimunjawa) terus mengalami peningkatan sejak tahun 2006 sebanyak 124 ton dan terus meningkat hingga 629 ton pada tahun 2008, meskipun kemudian mengalami penurunan pada tahun 2009 menjadi 370 ton. Namun jika dilihat dari jenis ikan yang mengalami peningkatan signifikan sejak tahun 2006-2008, maka produksi ekor kuning mengalami peningkatan tertinggi. Peningkatan produksi ekor kuning di Karimunjawa disebabkan penggunaan alat tangkap muroami selama periode 2006-2008 masih aktif, padahal alat tangkap tersebut bersifat destruktif dan merupakan suatu indikasi bahwa pengelolaan yang dilakukan belum optimal. Pemanfaatan perairan di zona PPT sesuai UU No. 5/1990 diperuntukkan bagi kegiatan perikanan tangkap yang sudah ada sejak sebelum Kepulauan Karimunjawa ditetapkan sebagai taman nasional, bukan dengan alat tangkap dari luar Karimunjawa, sedangkan muroami merupakan alat tangkap yang dibawa masuk ke dalam TNKJ oleh nelayan-nelayan dari Kepulauan Seribu.

Penurunan kegiatan perikanan tangkap juga terjadi seperti terlihat dari keberadaan PPP Karimunjawa yang tidak lagi melakukan kegiatan pelelangan ikan sejak 2006 dan pabrik es yang tidak beroperasi lagi. Banyaknya perahu-perahu nelayan yang hanya bersandar saja di sepanjang dermaga pelabuhan karena bahan bakar minyak (BBM) yang semakin langka dan sulit diperoleh untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan juga menunjukkan kondisi penurunan aktivitas perikanan tangkap di Karimunjawa.

(24)

daerah yang melakukan operasi penangkapan ikan di dalam kawasan TNKJ. Maraknya penggunaan muroami yang dilakukan oleh nelayan-nelayan dari Kepulauan Seribu di TNKJ merupakan bukti bahwa pengawasan belum efektif dan penggunaan zona PPT belum diatur dengan baik.

Pengelolaan taman nasional dilakukan berdasarkan UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSAHE), yang menempatkan pemerintah sebagai aktor utama dan sentral dalam pengelolaan taman nasional. Pasal 29 ayat 2 menyebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan pelestarian alam dan penetapan wilayah yang berbatasan dengannya sebagai daerah penyangga diatur dengan peraturan pemerintah. Pasal 34 menyebutkan bahwa pengelolaan taman nasional dilaksanakan oleh pemerintah. Permasalahannya dalam penjelasan pasal-pasal tersebut atau pasal-pasal lain dalam UU ini sama sekali tidak menyebutkan tentang hak penduduk asli, jika wilayah tradisional mereka dijadikan sebagai taman nasional. UU ini menurut Sangaji (2002) cenderung menganggap wilayah konservasi sebagai wilayah tak bertuan, sehingga dalam pengelolaannya cenderung masih mengabaikan keberadaan penduduk.

Kewenangan pengelolaan TNL juga menuai tumpang tindih antara Kementerian Kehutanan dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Pengelolaan TNL mengacu pada UU No. 5 Tahun 1990 tentang KSAHE, yang ditangani oleh Kementerian Kehutanan. Meski demikian, UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan juga mengamanatkan KKP untuk mengelola kawasan konservasi laut, termasuk di antaranya TNL. Perbedaan peraturan dalam bidang perikanan dan konservasi juga menyebabkan konflik yang belum terpecahkan. Belum ada analisis bagaimana cara melaksanakan peraturan perundang-undangan dan menyelaraskan perbedaan interpretasi yang ada. Pihak Kementerian Kehutanan menginginkan agar TNL sebagai kawasan konservasi dikeluarkan dari lokasi perikanan umum. Hal ini sangat tidak logis karena jauh sebelum ditetapkan sebagai TNL, masyarakat setempat telah melakukan kegiatan perikanan secara turun temurun.

(25)

pemegang kewenangan di tingkat lokal saat ini belum mampu mengelola taman nasional dengan optimal karena keterbatasan anggaran. Konflik pengelolaan yang terjadi antara Kementerian Kehutanan, pemerintah daerah dan KKP dalam mengelola taman nasional masih belum menemukan titik temu sampai sekarang.

Pengelolaan kawasan konservasi saat ini menurut Sutono (2005) telah mengalami pergeseran menjadi kawasan yang berfungsi untuk mendukung kepentingan ekologis, ekonomi, dan sosial budaya, sehingga memberikan akses bagi masyarakat untuk menerima manfaat sekaligus bertanggung jawab dalam melestarikan dan menjaga manfaat tersebut. Namun pada kenyataannya pengelolaan tersebut belum berjalan secara optimal di wilayah konservasi laut. Masalah kesejahteraan masyarakat nelayan yang masih kurang baik di dalam TNL merupakan akar permasalahan yang perlu ditanggulangi. Bagaimana cara atau upaya memberdayakan dan mengakomodasi kebutuhan masyarakat nelayan di sekitar kawasan konservasi, sehingga mampu membalikkan posisi masyarakat. Masyarakat nelayan yang tadinya dianggap sebagai ancaman terhadap keberlanjutan kawasan konservasi menjadi faktor pendukung melalui kemitraan yang saling menguntungkan semua pihak.

Lemahnya keterlibatan pihak-pihak yang berkepentingan dalam kegiatan pengelolaan dan pengembangan TNKJ terutama kegiatan perikanan tangkap juga merupakan masalah penting yang harus diselesaikan. Munculnya masalah tersebut akibat lemahnya sistem dan tata cara koordinasi antar stakeholder

maupun antar instansi karena belum didukung dengan sistem hukum yang jelas. Lemahnya kualitas sumberdaya manusia (SDM) juga mempengaruhi proses pengelolaan yang partisipasif menjadi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini sering berdampak pada munculnya ketidaksepahaman dan konflik dalam penggunaan perairan atau sumberdaya antar stakeholder karena kurangnya komunikasi dan koordinasi.

(26)

Yusuf (2007) yang meneliti tentang “Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Kawasan TNKJ Secara Berkelanjutan”. Penelitian Suryanto berfokus pada nilai IKL dalam penataan zonasi, sedangkan penelitian Yusuf terfokus pada kesesuaian lahan terutama untuk kegiatan wisata dan budidaya. Penelitian Suryanto dan Yusuf belum mengakomodasikan peran zonasi terhadap kegiatan pemanfaatan perikanan yang ada, keterbatasan kajian SDI, faktor-faktor kemampuan daya dukung lingkungan, dinamika dan kompleksitas ekosistem.

Purwanti (2008) meneliti tentang “Konsep Co-Management di TNKJ”.

Kajian kebijakan dan kelembagaan yang dilakukan menunjukkan bahwa (1) peraturan pengelolaan kawasan konservasi lebih mengkonsentrasikan kewenangan pada pemerintah; (2) terdapat ketidakharmonisan peraturan dalam hal kewenangan pengelolaan antara Dephut, DKP dan pemerintah daerah sehingga cenderung timbul konflik institusional karena peraturan sulit diterapkan lintas sektor. Sementara pengaturan kolaborasi dalam permenhut juga sulit dilaksanakan karena belum ada kesepakatan dan kesepahaman tertulis antar

stakeholders.

Penelitian tentang bidang perikanan tangkap di antaranya dilakukan oleh Irnawati (2008) yang meneliti tentang “Pengembangan Perikanan Tangkap di Kawasan TNKJ Jawa Tengah”, dan Yanuar et al. (2008) yang meneliti tentang

“Optimalisasi Kegiatan Nelayan Sebagai Instrumen Pendukung Keberlanjutan TNKJ”. Penelitian Irnawati dan Yanuar et al. terfokus pada kegiatan perikanan yang dapat dikembangkan di TNKJ.

Berdasarkan uraian di atas, maka diperlukan suatu penelitian terpadu dan komprehensif serta berkaitan satu dengan lainnya dalam suatu sistem. Adanya hubungan dan keterkaitan antara satu komponen dengan komponen yang lain dalam pemenuhan kebutuhan akan membuat persoalan semakin kompleks, sehingga dalam pemecahannya perlu dilakukan dengan pendekatan sistem (Eriyatno 2003; Marimin 2005). Pendekatan sistem merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku sistem yang dikaji dan perubahannya pada setiap waktu serta menjelaskan hubungan kompleksitas dari masing-masing aspek. Dengan pendekatan sistem dapat disusun skenario pengembangan TNKJ sesuai dengan yang diharapkan.

(27)

Dalam model pengelolaan dengan fokus pada optimalisasi pengelolaan perikanan tangkap di zona PPT TNKJ ini perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain: (1) komoditas unggulan; banyaknya jenis komoditas perikanan, sehingga jumlah rataan tiap komoditas menjadi relatif kecil dan kegiatan pengelolaan belum mengakomodasikan SDI yang ada; (2) jenis dan jumlah alat tangkap; perlu pengaturan alokasi jumlah alat tangkap di TNKJ dan terdapat berbagai macam teknologi penangkapan ikan (TPI), tetapi terdapat keterbatasan dalam pengusahaannya, di antaranya permodalan, kualitas sumber daya manusia (SDM) nelayan, dan peluang pasar; (3) keuntungan usaha; pelaksanaan studi mengenai kelayakan yang menyangkut biaya dan laba (cost-benefit) pada berbagai jenis usaha perikanan tangkap sehingga prospek dan risiko usaha penangkapan dapat diperhitungkan dengan lebih baik; dan (4) penggunaan perairan untuk kegiatan perikanan tangkap di TNKJ meskipun sudah diatur dalam sistem zonasi, namun dalam kenyataannya masih belum sepenuhnya bisa dioptimalkan untuk kegiatan perikanan tangkap, sehingga perlu studi mengenai lokasi yang sesuai untuk kegiatan operasi penangkapan ikan yang berkelanjutan.

1.2 Perumusan Masalah

Beberapa permasalahan yang timbul dalam pengelolaan TNKJ di antaranya adalah kondisi sosial ekonomi masyarakat nelayan setempat yang masih rendah, sehingga seringkali kurang mendukung dan memahami terhadap kawasan konservasi. Ada sebagian nelayan yang belum mengerti sepenuhnya terhadap pola pengelolaan yang dilakukan di dalam wilayah TNKJ dan manfaat dari keberadaan TNKJ.

(28)

Sistem kelembagaan dan peraturan perundangan yang belum terintegrasi dalam pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ menyebabkan pengelolaan menjadi tidak optimal. Pengawasan yang dilakukan belum efektif dan peraturan khusus di bidang perikanan dalam wilayah taman nasional belum ada. Pengelolaan masih bersifat sektoral, dimana masing-masing instansi memiliki tujuan dan kepentingan yang berbeda dalam mengelola TNKJ. Kegiatan pemanfaatan yang ada di TNKJ masih ada yang belum sinergi dengan kegiatan konservasi. Peranan lembaga atau institusi pemerintahan yang terkait dengan upaya pengelolaan TNKJ belum optimal. Purwanti (2008) menyatakan terdapat ketidakharmonisan dalam peraturan dan kewenangan pengelolaan TNKJ, yang menyebabkan timbulnya konflik institusional.

Taman Nasional Karimunjawa, meskipun telah dikelola berdasarkan sistem zonasi, dan kegiatan perikanan tangkap dialokasikan pada zona pemanfaatan perikanan tangkap yang memiliki luasan zona sangat luas (104 ha; 93%), namun dalam pengelolaannya belum efektif. Hal ini karena masih adanya tumpang tindih kepentingan dalam pengelolaan perikanan antara Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) dengan BTNKJ, serta kebijakan pemerintah daerah dalam pengembangan wilayah. Pengelolaan perikanan tangkap juga melibatkan banyak stakeholder, yang berarti antar stakeholder memiliki kepentingan yang beragam.

Taman Nasional Karimunjawa dikelola dengan sistem zonasi. Saat ini telah ditetapkan pembagian zona TNKJ menjadi tujuh zona. Di antara zona-zona tersebut terdapat zona pemanfaatan perikanan tradisional (PPT). Di dalam zona PPT sampai saat ini belum dilakukan pengaturan dalam pemanfaatannya. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dirumuskan permasalahan sebagai berikut: apakah dapat dibuat suatu model pengelolaan perikanan tangkap untuk mengatur zona PPT sehingga dapat dicapai pemanfaatan perikanan tangkap di zona PPT yang optimal dan berkelanjutan.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan membuat model pengembangan TNL dengan fokus pada pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ, yang meliputi kegiatan:

(1) Merancang model pengelolaan perikanan tangkap yang optimal dan berkelanjutan di kawasan TNKJ.

(29)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa:

(1) Kontribusi pemikiran dalam aplikasi metode pendekatan sistem untuk pengembangan taman nasional laut (TNL).

(2) Kontribusi ilmiah dalam pengembangan dan aplikasi metode penelitian untuk memecahkan masalah dalam bidang pengelolaan perikanan tangkap di suatu kawasan TNL.

(3) Kontribusi pemikiran tentang pelaksanaan penangkapan ikan bagi pelaku perikanan tangkap.

1.5 Kerangka Pemikiran

Kepulauan Karimunjawa telah ditetapkan sebagai taman nasional melalui SK Menteri Kehutanan No.78/Kpts-II/1999, yang berdasarkan SK Dirjen PHKA No. 79/IV/set-3/2005 dibagi menjadi tujuh zona dalam pengelolaannya (Tabel 1). Pengelolaan TNKJ pada dasarnya merupakan perpaduan antara kegiatan konservasi (perlindungan) dan kegiatan pemanfaatan. Salah satu kegiatan pemanfaatan yang ada di TNKJ adalah kegiatan perikanan tangkap. Sistem zonasi yang berlaku saat ini membagi kawasan TNKJ menjadi tujuh zona dan menempatkan kegiatan perikanan tangkap di zona PPT (Tabel 1). Meskipun luasan zona PPT mencapai 93% dari luasan total TNKJ dan mayoritas penduduk Karimunjawa bekerja sebagai nelayan, namun pengelolaannya belum optimal sehingga kondisi perikanan justru mengalami penurunan.

Permasalahan dalam pengelolaan perikanan tangkap di zona PPT adalah karena belum ada pengaturan pemanfaatan zona PPT. Pemanfaatan zona PPT yang belum diatur menyebabkan jumlah dan jenis alat tangkap yang beroperasi tidak terdata dengan baik. Karenanya perlu dibuat model pengelolaan perikanan tangkap di zona PPT yang sesuai dengan prinsip konservasi.

Pengelolaan perikanan tangkap melibatkan banyak pihak (stakeholders) yang memiliki beragam kepentingan atau kebutuhan. Kebutuhan antar

stakeholders ada yang sama, namun ada pula yang saling bersinggungan sehingga rawan menimbulkan konflik. Upaya pemenuhan kebutuhan antar

(30)

Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan output berupa model pengelolaan perikanan tangkap dan model penggunaan perairan di zona PPT TNKJ. Tujuan pembuatan model pengelolaan perikanan tangkap adalah untuk memperoleh cara pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ yang efektif, efisien, dan berkelanjutan, dengan memandang perikanan tangkap sebagai suatu sistem yang mengakomodasikan subsistem-subsistem di dalamnya. Dalam kajian ini sistem perikanan tangkap mengacu pada Charles (2001) yang dibagi menjadi tiga subsistem yaitu subsistem SDI dan lingkungannya; subsistem SDM dan kegiatannya; dan subsistem manajemen (kebijakan dan kelembagaan). Integrasi ketiganya dalam sistem perikanan tangkap diharapkan dapat mengatasi permasalahan pengelolaan perikanan tangkap yang selama ini masih belum optimal di TNKJ. Untuk menghasilkan output tersebut, dilakukan serangkaian analisis. Analisis yang dilakukan untuk menghasilkan output model pengelolaan perikanan tangkap di antaranya analisis bioekonomi pada subsistem SDI; analisis multi-kriteria untuk pemilihan TPI tepat guna, analisis finansial, dan teknik linear goal programming (LGP) pada subsistem usaha; dan analisis kebijakan untuk menentukan kebijakan dan kelembagaan perikanan tangkap pada subsistem kebijakan dan kelembagaan.

(31)

permasalahan konflik perikanan tangkap dan konservasi yang ada. Kedua peraturan tersebut masih mengacu pada bentuk pengelolaan taman nasional untuk wilayah daratan, namun harus juga disadari bahwa pengelolaan daratan dengan pengelolaan perairan tidak bisa dilakukan secara sama, karena perairan memiliki kondisi dan ruang yang kompleks.

Kepentingan mengefektifkan pelaksanaan pengelolaan zona PPT TNKJ juga membutuhkan bahasan tentang aspek legalitas atau perangkat peraturan perundangan dengan melibatkan stakeholders terkait. Dengan dilaksanakannya kajian tentang hal tersebut diharapkan pengelolaan SDI di TNKJ akan lebih optimal sesuai dengan kondisi pengelolaan Karimunjawa saat ini sebagai TNL, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat di kawasan Kepulauan Karimunjawa. Kerangka pemikiran penelitian disajikan dalam Gambar 1.

Permasalahan:

Pemanfaatan zona PPT belum diatur dengan baik

Model Pengelolaan Perikanan Tangkap

Taman Nasional Karimunjawa

Perikanan Tangkap

Model Penggunaan Perairan Zona PPT Pendekatan Sistem

Sistem Perikanan Tangkap Input

Proses

Output Subsistem

SDI

Subsistem MANAJEMEN Subsistem

USAHA

Penggunaan Perairan Zona PPT

SIG

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.

1.6 Novelty

(32)

2.1 Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil

Pulau kecil menurut UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (PWP3K), Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) No. 18 Tahun 2008 tentang Akreditasi terhadap Program PWP3K, dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No. 16 Tahun 2008 tentang Perencanaan PWP3K, adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 beserta kesatuan ekosistemnya. Pulau-pulau kecil adalah kumpulan beberapa Pulau-pulau kecil yang membentuk kesatuan ekosistem dengan perairan di sekitarnya.

Karakteristik pulau kecil menurut Penjelasan UU No. 27 Tahun 2007 adalah terpisah dari pulau besar, sangat rentan terhadap perubahan yang disebabkan oleh alam dan atau manusia, memiliki keterbatasan daya dukung pulau, apabila berpenghuni, penduduknya mempunyai kondisi sosial dan budaya yang khas, dan ketergantungan ekonomi lokal pada perkembangan ekonomi luar pulau, baik pulau induk maupun pulau kontinen.

Pemanfaatan pulau-pulau kecil menurut Permen KP No. 20/MEN/2008 tentang Pemanfaatan Pulau-pulau Kecil dan Perairan di sekitarnya, harus dilakukan untuk kepentingan pembangunan di bidang sosial, ekonomi dan budaya dengan berbasis masyarakat dan secara berkelanjutan. Pemanfaatan pulau-pulau kecil tersebut harus memperhatikan aspek:

1) Keterpaduan antara kegiatan pemerintah dengan pemerintah daerah, antar pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat dalam perencanaan dan pemanfaatan ruang pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya.

2) Kepekaan atau kerentanan ekosistem suatu kawasan yang berupa daya dukung lingkungan, dan sistem tata air suatu pulau kecil.

3) Ekologis yang mencakup fungsi perlindungan dan konservasi. 4) Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat.

5) Politik yang mencakup fungsi pertahanan, keamanan, dan kedaulatan NKRI. 6) Teknologi ramah lingkungan.

7) Budaya dan hak masyarakat adat, masyarakat lokal dan tradisional.

(33)

1) menambang terumbu karang yang menimbulkan kerusakan ekosistem terumbu karang,

2) mengambil terumbu karang di kawasan konservasi,

3) menggunakan bahan peledak, bahan beracun, dan/atau bahan lain yang merusak ekosistem terumbu karang,

4) menggunakan peralatan, cara, dan metode lain yang merusak ekosistem terumbu karang,

5) menggunakan cara dan metode yang merusak ekosistem mangrove yang tidak sesuai dengan karakteristik wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, 6) melakukan konversi ekosistem mangrove di kawasan atau zona budidaya

yang tidak memperhitungkan keberlanjutan fungsi ekologis pesisir dan pulau-pulau kecil,

7) menebang mangrove di kawasan konservasi untuk kegiatan industri, pemukiman, dan/atau kegiatan lain,

8) menggunakan cara dan metode yang merusak padang lamun,

9) melakukan penambangan pasir pada wilayah yang apabila secara teknis, ekologis, sosial, dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya,

10) melakukan penambangan minyak dan gas pada wilayah yang apabila secara teknis, ekologis, sosial, dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya,

11) melakukan penambangan mineral pada wilayah yang apabila secara teknis, ekologis, sosial, dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan, dan/atau pencemaran lingkungan, dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya, dan

12) melakukan pembangunan fisik yang menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya.

(34)

tahap-tahap kegiatan yang melibatkan berbagai unsur kepentingan didalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah atau daerah dalam jangka waktu tertentu.

Prinsip perencanaan PWP3K menurut Permen KP No. 16/MEN/2008 tentang Perencanaan PWP3K, adalah:

1) Merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan atau komponen dari sistem perencanaan pembangunan daerah.

2) Mengintegrasikan kegiatan antara pemerintah dengan pemerintah daerah, antar sektor; antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat; antara ekosistem darat dan ekosistem laut; dan antara ilmu pengetahuan dan prinsip-prinsip manajemen.

3) Dilakukan sesuai dengan kondisi biogeofisik dan potensi yang dimiliki masing-masing daerah, serta dinamika perkembangan sosial budaya daerah dan nasional.

4) Melibatkan peran serta masyarakat setempat dan stakeholder lainnya.

2.2 Taman Nasional Laut

Kawasan konservasi menurut PP No. 28 Tahun 2011 dibagi menjadi dua, yaitu kawasan suaka alam (KSA) dan kawasan pelestarian alam (KPA). KSA adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. KSA terdiri dari cagar alam dan suaka margasatwa. Cagar alam adalah KSA yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Suaka margasatwa adalah KSA yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.

(35)

alam dan taman nasional. Taman hutan raya adalah KPA untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami dan bukan alami, jenis asli dan atau bukan jenis asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman wisata alam adalah KPA dengan tujuan utama pemanfaatan untuk kepentingan pariwisata dan rekreasi alam. Taman nasional adalah KPA yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi, yang dimanfaatkan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.

Taman nasional laut (TNL), berdasarkan definisi dalam UU No.5/1990 dan PP No. 28/2011, dapat diartikan sebagai kawasan dengan ciri spesifik di suatu perairan yang mempunyai fungsi lindung, pengawetan dan pemanfaatan yang lestari. Pasal 30 UU No. 5/1990 menyebutkan bahwa pengelolaan taman nasional adalah tercapainya tiga fungsi, yaitu: (1) perlindungan terhadap ekosistem kehidupan, (2) pengawetan sumber plasma nutfah dan ekosistemnya, dan (3) pemanfaatan yang lestari. Selain ketiga fungsi tersebut, taman nasional dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung melalui kegiatan pemanfaatan yang lestari. Sebagian wilayah taman nasional selama ini menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat melalui berbagai kegiatan, antara lain kegiatan perikanan tangkap. Seperti di TNKJ, sebagaimana diungkapkan oleh Irnawati (2008), dimana mayoritas penduduknya sangat tergantung pada SDI, atau dengan menjadi nelayan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pengelolaan taman nasional berdasarkan Pasal 32 UU No. 5/1990 dilakukan dengan sistem zonasi. Zonasi taman nasional menurut Permen No. 56/2006 adalah suatu proses pengaturan ruang dalam taman nasional menjadi zona-zona, yang mencakup kegiatan tahap persiapan, pengumpulan dan analisis data, penyusunan draft rancangan zonasi, konsultasi publik, perancangan, tata batas dan penetapan, dengan mempertimbangkan kajian-kajian dari aspek-aspek ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Zona taman nasional adalah wilayah di dalam kawasan taman nasional yang dibedakan menurut fungsi dan kondisi ekologis, sosek, dan budaya masyarakat.

(36)

pada areal atau daerah tertentu, (2) penentuan perlindungan bagi spesies tertentu dengan melindungi hewan kritis atau habitat yang memungkinkan kehidupannya, (3) pemanfaatan sumber daya yang berkelanjutan, (4) mereduksi atau mengeliminasi potensi konflik, dan (5) meningkatkan dukungan masyarakat lokal bagi keberadaan kawasan laut yang dilindungi dengan menempatkan aturan atau regulasi spesifik tentang aktifitas pemanfaatan pada setiap zona, yang dapat diterima oleh masyarakat setempat.

Sistem zonasi yang berlaku saat ini di TNKJ berdasarkan SK Dirjen PHKA No. 79/IV/set-3/2005 membagi TNKJ menjadi tujuh zona (Tabel 1). TNKJ telah mengalami dua kali revisi dalam penerapan sistem zonasi. Pada tahun 1998, TNKJ untuk pertama kalinya setelah ditetapkan sebagai taman nasional, dibagi menjadi empat zona, yaitu inti, perlindungan, pemanfaatan, dan penyangga. Pada tahun 2001 dilakukan revisi terhadap sistem zonasi menjadi delapan zona, yaitu inti, rimba, pemanfaatan wisata, pemanfaatan tradisional, pemanfaatan pelagis, penelitian dan pendidikan, pemukiman tradisional, dan penyangga. Pada tahun 2005 dilakukan revisi kembali, di mana sistem zonasi TNKJ dilakukan pengurangan jumlah zona yang ada menjadi tujuh zona, yaitu inti, perlindungan, pemanfaatan pariwisata, rehabilitasi, budidaya, pemukiman, dan pemanfaatan perikanan tradisional.

2.3 Pengelolaan Perikanan Tangkap sebagai Sebuah Sistem

(37)

2.3.1 Subsistem SDI dan habitatnya

Subsistem SDI dan lingkungannya meliputi tiga komponen, yaitu ikan, ekosistem, dan lingkungan biofisiknya. Sumber daya ikan (SDI) menurut UU No. 31 Tahun 2004 adalah potensi semua jenis ikan. Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan.

Jenis SDI yang ada di dalam TNKJ adalah ikan-ikan karang, invertebrata, mamalia laut, dan reptilia (WCS 2009). Jenis ikan karang seperti Pomacentridae

(71 spesies), Labridae (52 spesies), Scaridae (27 spesies), Chaetodontidae (25 spesies), Serranidae (24 spesies), Acanthuridae (16 spesies), Nemiptheridae (16 spesies), Siganidae (13 spesies), Apogonidae (11 spesies), Lutjanidae (9 spesies), and famili lainnya (89 spesies). Angka yang cukup fantastis untuk area di mana tekanan antropogenik dari manusia (dekat dengan pulau Jawa) sangat tinggi namun masih memiliki jumlah spesies yang masih banyak.

Terdapat beberapa famili fauna laut non-karang dan non-ikan karang yang tercatat di Karimunjawa (WCS 2009). Kelompok mamalia laut terdapat Tursiops aduncus dari famili Delphinidae dengan nama lokal lumba-lumba hidung botol yang termasuk fauna yang dilindungi di Karimunjawa. Kelompok reptilia terdapat 3 spesies dari famili Cheloniidae, antara lain penyu lekang atau tempayan (Caretta caretta), penyu hijau (Chelonia mydas), dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata). Ketiga spesies penyu tersebut termasuk dalam status dilindungi.

Taman Nasional Karimunjawa juga memiliki biota laut lain yang dilindungi. Biota laut tersebut dilindungi karena keberadaannya di alam sudah semakin terancam, antara lain kepala kambing (Cassis comuta), triton terompet (Charonia tritonis), nautilus berongga (Nautilus pompilius), batu laga (Turbo marmoratus), akar bahar (Antipathes Sp.), lola (Trochus niloticus), kima raksasa (Tridacna gigas), kima selatan (Tridacna derasa), kima pasir (Hippopus hippopus), kima lubang (Tridacna crocea), kima besar (Tridacna maxima), kima sisik (Tridacna squamosa) (WCS 2009).

2.3.2 Subsistem sumber daya manusia dan kegiatannya

(38)

nelayan untuk memanfaatkan potensi SDI yang ada, selanjutnya dilakukan proses penanganan, pendistribusian dan pemasaran, dengan tujuan akhir adalah memperoleh nilai manfaat dan keuntungan. Terselenggaranya kegiatan untuk menghasilkan produksi ikan memerlukan berbagai sarana seperti kapal, alat tangkap dan perlengkapan lainnya. Kegiatan usaha perikanan tangkap terkait antara SDI, manusia, teknologi, modal dan sumber daya informasi, yang masing-masing komponennya perlu dikelola dengan baik agar tujuan untuk mencapai keuntungan usaha dapat tercapai (Nurani 2010).

Letak Kepulauan Karimunjawa yang sangat strategis merupakan tujuan kapal-kapal ikan yang berlalu lalang mencari daerah penangkapan (fishing ground) di Laut Jawa (DKP Jateng 2004b). Karimunjawa menjadi tujuan tempat bersinggah terutama untuk berlindung pada saat terjadi musim yang tidak bersahabat, di samping sebagai tempat transit bagi kapal-kapal ikan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan atau melakukan perbaikan mesin kapal.

2.3.3 Subsistem kebijakan dan kelembagaan

Kebijakan atau policy, merupakan course of actions atau arah kegiatan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Purwaka 2008). Kebijakan merupakan intervensi pemerintah (dan publik) untuk mencari cara pemecahan masalah dalam pembangunan dan mendukung proses pembangunan yang lebih baik. Kebijakan adalah upaya, cara dan pendekatan pemerintah untuk mencapai tujuan pembangunan yang sudah dirumuskan. Kebijakan bisa juga merupakan upaya pemerintah memperkenalkan model pembangunan baru berdasarkan masalah lama. Kebijakan juga merupakan upaya mengatasi kegagalan dalam proses pembangunan (Nurani 2010).

Kelembagaan merupakan proses melembaganya nilai-nilai kemanusiaan (humanity), kebenaran (righteousness), kesopanan (civility), kearifan (wisdom), kepencayaan (trust) dan perdamaian (peace). Kelembagaan diadakan untuk menciptakan, menumbuhkan, mengembangkan, dan mengubah kehidupan yang senantiasa lebih baik dari hari ke hari. Kelembagaan menghasilkan learning civilization: bangsa yang senantiasa belajar, membuka diri, mau mengubah diri, berkomunikasi, berdialog, dan mengakui keberadaan pihak lain (Purwaka 2008).

(39)

kapasitas potensial (potential capacity), kapasitas daya dukung (carrying capacity), dan kapasitas daya tampung atau daya lentur (absorptive capacity). Kinerja dari suatu kelembagaan merupakan fungsi dari tata kelembagaan, mekanisme, dan kapasitas kelembagaan yang dimilikinya (Purwaka 2003).

Kelembagaan menurut Nurani (2010) dapat diartikan sebagai kelembagaan sebagai institusi, yang merupakan organisasi berbadan hukum untuk mengelola suatu kegiatan, dan kelembagaan sebagai pelembagaan nilai (institutionalized). Kelembagaan sebagai organisasi merupakan kumpulan orang yang tergabung dalam suatu wadah yang disatukan untuk bekerjasama mencapai suatu tujuan. Kelembagaan sebagai organisasi mencakup beberapa komponen, yaitu: (1) orang, sebagai pelaksana tugas; (2) teknologi, yang digunakan untuk melaksanakan tugas; (3) informasi, sebagai pengetahuan untuk melaksanakan tugas; (4) struktur, merupakan peraturan dan pembagian tugas; dan (5) tujuan, merupakan alasan dan tujuan dari pelaksanaan tugas organisasi.

Kelembagaan dalam konsep pengelolaan SDI merupakan faktor penting yang menggerakkan kinerja dari pengelolaan (Nurani 2010). Kelembagaan sebagai aturan main (rule of the game) mencakup himpunan aturan mengenai tata hubungan di antara orang-orang yang terlibat dalam pengelolaan. Kelembagaan memberikan ketentuan terhadap anggotanya mengenai hak, kewajiban dan tanggung jawab. Kelembagaan memberikan suatu kondisi, setiap anggota menerima apa yang telah menjadi ketentuan, merasa aman, dan hidup sewajarnya.

2.4 Pendekatan Sistem

(40)

dikendalikan. Definisi tersebut menunjukkan bahwa sistem sebagai gugus dari elemen-elemen yang saling berinteraksi secara teratur dalam rangka mencapai tujuan atau subtujuan.

Pendekatan sistem adalah suatu pendekatan analisis organisatoris yang menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak analisis (Marimin 2005). Permasalahan yang menggunakan pendekatan sistem dalam pengkajiannya harus memiliki tiga karakteristik: (1) kompleks, (2) dinamis dan (3) probabilistik. Terdapat tiga pola pikir dalam menganalisis permasalahan dengan pendekatan sistem, yaitu: (1) sibernetik (cybernetic), artinya berorientasi kepada tujuan; (2) holistik (holistic), yaitu cara pandang yang utuh terhadap keutuhan sistem, dan (3) efektif (effectiveness), yaitu prinsip yang lebih mementingkan hasil guna yang operasional serta dapat melaksanakan daripada pendalaman teoritis untuk mencapai efisiensi keputusan (Eriyatno 2003; Marimin 2005).

Pengkajian dengan menggunakan metode pendekatan sistem mencakup empat tahap, yaitu: (1) analisis sistem, (2) pemodelan sistem, (3) implementasi sistem, dan (4) operasi sistem (Simatupang 1995; Eriyatno 2003). Kompleksitas dan kedinamisan pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ melibatkan banyak pihak (stakeholder) di dalamnya. Pengelolaan dan pengembangan perikanan tangkap harus dilakukan dengan pendekatan sistem agar kebutuhan masing-masing pihak atau pelaku dapat terakomodasi dengan baik dan meminimalkan permasalahan-permasalahan yang timbul antar pelaku.

2.5 Model

Model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari suatu objek atau situasi aktual. Karena model adalah suatu abstraksi dari realitas, maka wujudnya kurang kompleks dari pada realitas itu sendiri (Eriyatno 2003). Muhammadi et al. (2001) menyatakan model sebagai suatu bentuk yang dibuat untuk menirukan suatu gejala atau proses. Model merupakan simplifikasi dari sistem yang dihadapi. Model dapat dikategorikan menurut jenis, fungsi, tujuan pokok pengkajian atau derajat keabstrakan.

(41)

sehingga model merupakan alat yang sangat berguna dalam mengevaluasi keadaan ataupun mendasari pengambilan keputusan.

Model menurut Seijo et al. (1998) berisi hubungan antara subsistem dan jika akurat dapat menjadi alat yang ampuh untuk mengevaluasi dampak bioekonomi alternatif strategi manajemen dan untuk membuat percobaan simulasi. Kosasi (2002) menyatakan model sebagai suatu tiruan dari kondisi yang sebenarnya, atau sebagai representasi atau formulasi dalam suatu sistem nyata, atau penyederhanaan (abstraksi) dari sistem yang nyata dari sebuah kejadian atau objek tertentu. Turban and Aronson (1998) menyatakan bahwa yang mendorong orang untuk membuat model adalah kenyataan bahwa hanya sebagian saja dari komponen-komponen pada suatu sistem nyata yang benar-benar dapat menentukan perilaku sistem untuk suatu persoalan yang sedang teramati. Hal ini mengisyaratkan bahwa penggunaan model merupakan suatu penyederhanaan masalah dengan tetap mempertahankan validitasnya. Model secara umum digunakan untuk memberikan sebuah gambaran, penjelasan dan perkiraan dari realitas yang diselidiki. Pendekatan penggunaan model biasanya dikenal dengan istilah simulasi.

Jenis model pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi tiga (Eriyatno 2003), yaitu: (1) model ikonik (fisik), adalah perwakilan fisik dari beberapa hal, baik dalam bentuk ideal maupun dalam skala yang berbeda, mempunyai karakteristik yang sama dengan hal yang diwakili, dan amat sesuai untuk menerangkan kejadian pada waktu yang spesifik. Model ikonik dapat berdimensi dua (foto, peta, cetak biru) atau berdimensi tiga (prototip mesin, alat); (2) model analog (diagramatik), yaitu keadaan berubah menurut waktu. Model analog banyak berkesesuaian dengan penjabaran hubungan kuantitatif antara sifat dan klas-klas yang berbeda. Contoh dari model analog ini adalah kurva permintaan, kurva distribusi frekuensi pada statistik dan diagram alir. Model analog dipakai karena kesederhanaan namun efektif pada situasi yang khas; dan (3) model simbolik (matematik), format model simbolik dapat berupa bentuk angka, simbol dan rumus. Jenis model simbolik yang umum dipakai adalah suatu persamaan.

(42)

2.6 Efektivitas Pengelolaan

Keefektifan pengelolaan adalah tingkat sejauh mana upaya pengelolaan mencapai tujuan (Hockings et al. 2000). Pada suatu kawasan perlindungan laut (KPL) atau TNL, beragam hal seperti faktor-faktor biofisik, tata-kelola dan sosio-ekonomi dapat secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kinerja pengelolaan secara menyeluruh, dan tingkat dimana KPL yang sedang dikelola, pada akhirnya, dapat mempengaruhi perubahan pada beberapa atau semua faktor terkait (Parks et al. 2006). Jadi, proses untuk mengevaluasi keefektifan pengelolaan perlu melibatkan evaluasi terhadap tiga faktor yang mempengaruhi pengelolaan kawasan tersebut.

Aspek ekologi meliputi parameter ekologi dan biologi yang dijadikan indikator pengukuran efektifitas. Aspek ekologi merupakan aspek dampak ekologi dari keberadaan TKNJ yang diukur secara insitu dengan menggunakan teknik-t

Gambar

Tabel 2  Teknik analisis, kebutuhan data dan hasil yang diharapkan
Tabel 2  (Lanjutan)
Gambar 2  Tahap penelitian model pengembangan taman nasional laut.
Tabel 3  Parameter biofisik yang digunakan dalam evaluasi pengelolaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pendaftaran haji pada halaman admin ini dilakukan karena masih ada pendaftar haji yang melakukan sistem manual, yaitu mengisi formulir SPPH (Surat Pendaftaran

Beberapa faktor mempengaruhi prestasi siswa, baik akademik maupun non-akademik yaitu lama pendidikan orangtua, aktivitas siswa, gaya pengasuhan penolakan dan pola

3) Pihak lain yang bukan direktur utama/pimpinan perusahan/ pengurus koperasi yang namanya tidak tercantum dalam akta pendirian/anggaran dsar, sepanjang pihak lain

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: perbedaan pengunaan metode psikotes yang diterapkan yaitu menggunakan sistem aplikasi mobile psychotest dan psikotes

2016 ALASAN KASASI ODITUR MILITER DAN PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG DALAM MEMUTUS PERKARA DENGAN SENGAJA DAN TERBUKA MELANGGAR KESUSILAAN (Studi Putusan

Dalam penelitian ini analisis data menggunakan metode deskriptif kuantitatif, dengan menggunakan analisis regresi linear sederhana untuk menganalisis variabel independen yaitu

Asam empedu sekunder (asam deoksikolat, ursodeoksikolat dan asam litokolat), yang merupakan 20% asam empedu, berasal dari pemecahan asam empedu primer oleh bakteri di dalam

Berdasarkan data pada item sub variabel kinerja yang terdiri dari loyalitas dengan indikator tanggungjawab terhadap pekerjaan yaitu 3,24 yang didominasi oleh kategori