• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Pengelolaan Sumberdaya Air di Wilayah Tangkapan Air Bendungan Sutami dan Sengguruh

S T = free stok air tanah pada tahun terakhir

( )

,

( ) ( ) ( )

, 1 , 2

ijk ijk

y t g t I t I t = variabel-variabel positif

2.6.4 Model Pengelolaan Sumberdaya Air di Wilayah Tangkapan Air Bendungan Sutami dan Sengguruh

Model pengelolaaan sumberdaya di wilayah tangkapan air bendungan Sutami dan Sengguruh yang dikembangkan Dwiastuti (2005) bertujuan (1) menganalisis alokasi optimal intertemporal dari lahan budidaya intensif, (2) mengestimasi nilai ekonomi dampak eksternalitas erosi dari pengelolaan lahan budidaya terhadap ketebalan lapisan tanah dan kapasitas tampungan waduk, dan (3) mengevaluasi dampak perubahan harga komoditas, tingkat bunga dan pengurangan konversi lahan hutan menjadi lahan budidaya intensif terhadap variabel keputusan dan nilai ekonomi dampak eksternalitas erosi. Fungsi tujuannya adalah sebagai berikut:

{ } { }

6 25 5 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 1

Max MSB (Xijk(t), Sik(t), Wol(t), Vkpl(t)) =

( ) * ( )( )(1 ) ( ) 2 1.22 ( ) 3 2.46 ( ) 9.07 ( ) 0.65 ( ) * ( ) jk SD ijk c i i ij i j k X t P t a b R CF t PE Wo t PE Wo t PI Wo t PM Wo t CK Vks t = = = + + + ∗ + +

∑∑∑

(18) dimana:

MSB = net social benefit (Rp juta/tahun) Xijk

P

(t) = luas areal lahan komoditas/pola tanam ke-i pd kemiringan ke-j, sub sub DAS ke-k pada tahun t (ha)

C(t) S

= harga komoditas pada tahun t per ton (Rp juta)

ik(t) CF

= ketebalan lapisan olah dari paket pola tanam ke-i pada sub sub DAS ke-k pada tahun t (cm)

ij

Wo

(t) = biaya usaha tani per ha dari pola tanam ke-i pada kemiringan ke-j pada tahun t (Rp juta/ha)

1(t) = debit outflow operasi bulanan waduk Sengguruh tahun t (m3/detik)

Wo2(t) = debit outflow operasi bulanan waduk Sutami tahun t (m3

PE

/detik).

l

PI = nilai air baku untuk pengairan = harga energi listrik (Rp/kWh)

(Rp/m3 PM = harga air baku untuk sektor industri (Rp/m

) 3 CK = biaya pengerukan (Rp/m ) 3 Vks )

1(t) = volume sedimen yang dikeruk pada tahun t (106 m3 SD = kedalaman lapisan tanah (cm)

)

R = estimasi parameter fungsi respon SD a,b1

i = klasifikasi jenis tanah, 1 = sawah I, 2 = sawah II, 3 = tegal I, 4 = tegal II, 5 = kebon I, dan 6 = kebon II

= koefisien regresi fungsi produksi (ton/ha)

j = paket pola tanam

k = wilayah sub sub DAS, 1 = Bango, 2 = sumber Brantas, 3 = Amprong, 4 = Lasti, dan 5 = Metro

l = jenis waduk/ pembangkit listrik tenaga air,1 = Sengguruh, dan 2 = Sutami

Vkpl(t) = kapasitas waduk ke-l pada tahun t (106 m3

Manfaat air baku dari waduk yang dipertimbangkan dalam model terdiri atas nilai outflow waduk yang dioperasikan untuk (1) pembangkit listrik tenaga air, (2) irigasi atau pengairan, dan (3) sektor industri. Manfaat air untuk pembangkit listrik tenaga air didasarkan pada pendekatan manfaat langsung (direct benefit) air sebagai input utama, yaitu melalui pengukuran manfaat kotor (gross benefit) dari produsen (Unit Pembangkitan Brantas). Pertimbangan pemilihan pendekatan tersebut pertama, dalam praktek perhitungan manfaat langsung dapat dianggap sama dengan manfaat kotor, biaya alternatif dan manfaat bersih (Perusahaan Umum Jasa Tirta I, 2002). Kedua, harga energi listrik di tingkat produsen mencerminkan beberapa komponen biaya, yaitu mulai dari biaya investasi hingga biaya operasi dan pemeliharaan daerah tangkapan air.

Secara teknis, kuantitas produksi daya listrik dari setiap turbin ditentukan berdasarkan rumus berikut:

D = g ∗ η ∗ Wo ∗ Hef dimana:

(19)

D = daya yang dibangkitkan (watt) yang dihasilkan suatu turbin dalam kurun waktu satu detik

Wo = debit pembangkitan (m3 H

/detik)

ef

g = grafitasi (9.8 m

= tinggi jatuh efektif (m) 2

η = efisiensi turbin dan generator /detik)

Dalam pendugaan kuantitas daya yang dibangkitkan oleh setiap turbin, dipergunakan tinggi jatuh efektif (Hef) dan efisiensi (η) pada tingkat tertentu. Hal tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa variasi tinggi jatuh efektif (Hef) sangat berperan terhadap kuantitas daya yang dibangkitkan pada periode (decision stage) bulanan selama kurun waktu (time horizon) satu tahun. Periode keputusan dan kurun waktu yang diterapkan pada penelitian ini adalah tahunan dan selama 17 tahun (2003 hingga 2020). Tinggi jatuh efektif (Hef

Pola operasi Waduk Sengguruh bersifat harian maka pendugan produksi energi listrik dalam kurun waktu satu hari didasarkan pada perkalian antara daya ) pembangkit listrik tenaga air Sengguruh sebesar selisih antara elevasi tertinggi (292.50 m) dan elevasi dasar sungai (264 m); pada pembangkit listrik tenaga air Sutami adalah selisih antara rata-rata tinggi muka air waduk (MAW) selama musim kemarau tahun 2002 sampai dengan musim penghujan tahun 2003 (sebesar 267.31 m) dan menggunakan tail race (TWL) yang diterapkan oleh Perusahaan Umum Jasa Tirta I.

yang dibangkitkan dan waktu yang dipakai untuk operasi. Pendugaan rata-rata waktu yang dipakai untuk operasi harian didasarkan pada waktu operasi sepuluh harian selama kurun waktu dari bulan Juni 2002 hingga Mei 2003. Adapun rata-rata waktu yang dipakai untuk operasi adalah 13.31 jam per hari. Dengan mengaplikasikan persamaan pada efisiensi turbin dan generator (η) sebesar 0.90, maka didapatkan produksi energi listrik setiap turbin pada pembangkit listrik tenaga air Sengguruh selama satu hari sebesar:

q1 = (9.8 ∗ 0.9 ∗ Wo1 ∗ Hef1

Pembangkit listrik tenaga air Sengguruh memiliki dua unit turbin serta tinggi jatuh efektif (H

∗ 13.31) (kWh) (20)

ef

TE

) pembangkit listrik tenaga air Senguruh adalah 28.50 m, sehingga total produksi energi listrik dari waduk Sengguruh dalam periode satu tahun adalah:

1 = (365 ∗ 2 ∗ 3 345.73 ∗ Wo1 = 2 ∗ (1.22 ∗ Wo

) (kWh) (21)

1

Sementara itu, pola operasi waduk Sutami bersifat tahunan sehingga pada pendugaan produksi energi listrik mempertimbangkan fenomena baik debit pada waktu beban puncak (P

) (gWh) (22)

peak) maupun beban dasar (Poff). Berdasarkan data produksi beban puncak (Ppeak) dan beban dasar (Poff

1. Rata-rata produksi beban puncak (operasi lima jam per hari) sebesar 84 persen bila dibandingkan dengan beban puncak potensial (105 MW per detik).

) pada musim kemarau tahun 2002 dan musim penghujan tahun 2003 dapat diperoleh informasi bahwa:

2. Rata-rata produksi beban dasar (operasi 19 jam per hari) sebesar 25 persen beban puncak potensial (105 MW per detik).

Persentase tersebut lebih lanjut dipergunakan sebagai dasar perumusan pendugaan produksi energi listrik dari pembangkit listrik tenaga air Sutami yang mempertimbangkan fenomena baik debit pada waktu beban puncak (Ppeak) maupun beban dasar (Poff

Berdasarkan persamaan di atas dan η = 0.90, maka didapatkan pendugaan total energi dari setiap turbin dalam satu hari sebesar:

). q2 = (9.80 ∗ 0.90 ∗ 5 ∗ 0.84 ∗ Wo2 ∗ Hef2 (9.80 ∗ 0.90 ∗ 19 ∗ 0.25 ∗ Wo ) + 2 ∗ Hef2 = (9.80 ∗ 0.90 ∗ 8.95 ∗ Wo ) 2 ∗ Hef2 = (78.94 ∗ Wo ) 2 ∗ Hef2

Pada pembangkit listrik tenaga air Sutami terdapat tiga unit turbin dan rata-rata tinggi muka air waduk (MAW) selama musim kemarau tahun 2002 sampai dengan musim penghujan tahun 2003 sebesar 267.31 meter. Tinggi jatuh efektif (H

) (kWh) (23)

ef

TE

) pembangkit listrik tenaga air Sutami sebesar 85.41, dengan menggunakan tail race (TWL) setinggi 181.90 m sehingga Nilai Produk Total (TVP = Total Value Product) energi listrik waduk Sutami dalam satu tahun sebesar:

2 = 3 ∗37 ∗ (78.94 ∗ Wo2 = 3 ∗ (2.46 ∗ Wo

∗ 85.41) (kWh)

2

Manfaat air baku yang lain dari waduk adalah nilai untuk pengairan dan sektor industri. Karena Iuran Pengelolaan Air Irigasi (IPAIR) yang ditetapkan

) (gWh) (24)

Pemerintah Daerah Tingkat II kurang mencerminkan harga air baku untuk irigasi, penentuan nilai air baku untuk pengairan dikembangkan dari factor income method (FIM) sebagaimana yang diuraikan oleh Chutubtim (2001). Metode tersebut dipergunakan untuk mengestimasi dampak proyek sebagai input dari produksi sehingga nilai air irigasi didekati dengan tambahan penerimaan (incremental income earned). Dengan demikian, harga air baku untuk pengairan dalam penelitian ini diduga berdasarkan rumus sebagai berikut:

( tp/ p) p Pk Y Y hp A = (25) dimana:

hp = harga air air baku untuk pengairan (Rp/m3 P

)

k

Y

= harga komoditas padi (Rp ribu/ton)

tp/Yp A

= proporsi perbedaan produktivitas antara pengairan dan tanpa pengairan (ton/ha)

p = volume kebutuhan air irigasi tanaman padi (m3

Nilai satuan air untuk irigasi tersebut dianggap telah mencerminkan manfaat dari investasi sekaligus biaya operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana pengairan. Proporsi perbedaan produktivitas antara padi dengan pengairan dan tanpa pengairan didekati dengan rasio antara produktivitas padi sawah dan padi tegal. Hal tersebut dilakukan karena hasil kajian secara spesifik tentang perbedaan produktivitas dengan pengairan dan tanpa pengairan relatif sulit didapatkan.

/ha)

Manfaat air baku untuk pengairan merupakan hasil kali antara harga air persatuan dan kuantitas air waduk yang dipergunakan untuk pengairan. Volume air untuk pengairan didekati dengan besarnya sumbangan outflow Sutami terhadap air baku untuk pengairan.

Sementara itu, pendugaan manfaat air baku Waduk Sutami untuk sektor industri sebesar hasil kali antara harga air sektor industri dan sumbangan outflow Waduk Sutami terhadap alokasi air baku untuk sektor industri. Harga air baku yang didistribusikan untuk sektor industri didasarkan pada tarif yang merupakan hasil kesepakan antara pihak otorita dengan pengguna, yaitu sebesar Rp60 per m3

2.6.5 Model Pengelolaan Sumberdaya Air Dalam Kompetisi Antar Sektor

Dokumen terkait