• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. permintaan maupun penawaran. Permintaan sumberdaya air untuk keperluan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA. permintaan maupun penawaran. Permintaan sumberdaya air untuk keperluan"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelangkaan Air

Kelangkaan sumberdaya air terjadi karena berbagai dimensi baik dari segi permintaan maupun penawaran. Permintaan sumberdaya air untuk keperluan rumah tangga, industri dan pertanian semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan ekonomi. Sementara itu, ketersediaan sumberdaya air terutama pada musim kemarau semakin terbatas baik disebabkan oleh menurunnya debit sungai akibat kerusakan lingkungan, perubahan iklim global maupun penurunan kapasitas atau kerusakan sarana penyimpan dan penyaluran air.

Terbatasnya ketersediaan sumberdaya air dapat menjadi salah satu kendala dalam pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Keterbatasan ketersediaan air yang biasa disebut kelangkaan air dapat ditinjau dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Kelangkaan air untuk sektor pertanian dapat mengganggu produksi pertanian yang sebagian besar merupakan sumber pangan. Selanjutnya, bagi sektor domestik dapat mengakibatkan penurunan tingkat kesehatan masyarakat akibat tidak tersedianya air bersih untuk minum dan sanitasi serta kebersihan kota. Untuk sektor industri dimana air merupakan salah satu input bagi proses produksinya dapat mengakibatkan terganggunya proses produksi.

Menghadapi kelangkaan air dan permintaan air yang semakin meningkat, dibutuhkan pengelolaan air yang efisien, agar dicapai alokasi yang optimal baik secara hidrologi maupun ekonomi. Mekanisme alokasi sumberdaya air merupakan konsep ekonomi untuk mengefisiensikan sumberdaya air dengan cara alokasi. Dinar et al. (1997) mengemukakan bahwa ada empat kerangka mekanisme alokasi

(2)

ketersediaan air, yaitu melalui marginal cost pricing (MCP), alokasi publik, water markets dan user-based allocation.

Untuk mengukur kelangkaan air adalah perbandingan antara air yang tersedia dengan yang digunakan. Berbagai perhitungan kelangkaan air telah dilakukan antara lain dengan menggunakan indeks yang digunakan PBB (1997) dan diadopsi Voromarty el al.(2000) bahwa secara umum indeks kelangkaan air adalah (1) kurang dari 0.1 tidak ada kelangkaan, (2) antara 0.1 dan 0.2 adalah rendah, (3) antara 0.2 dan 0.4 adalah moderat, (4) kurang atau sama dengan 0.4 adalah tinggi

Pengukuran kelangkaan sumberdaya air di atas, menunjukkan indeks kelangkaan air yang ada disaluran, bukan air tersisa di waduk. Kelangkaan ini berdasarkan fisik tanpa mempertimbangkan nilai ekonomi air. Perlu diketahui bahwa air adalah sumberdaya yang lebih cepat diperbaharui dan waktu yang digunakan untuk memperbaharui lebih cepat daripada air tanah dan tidak memperhatikan kualitas air yang ada. Dari sisi ekonomi, air tidak dilihat dari sisi fisiknya, tetapi juga dari sisi ekonomi. Hal ini berarti bahwa menghitung cadangan ekonominya dibagi dengan tingkat ekstrasinya. Untuk itu, Fauzi (2004) menyarankan penghitungan dengan menggunakan pengukuran moneter, yaitu dengan salah satu dari cara menghitung harga riil, unit cost, dan rente kelangkaan sumberdaya. Dengan cara rente, kelangkaan dianggap paling baik karena dasarnya menggunakan teori kapital sumberdaya dimana return manfaat yang diperoleh sama dengan biaya oportunitas dari aset yang lain. Makin tinggi rente kelangkaan makin langka sumberdayanya.

(3)

Kondisi Daerah Aliran Sungai aktual menggambarkan tahapan pengembangannya yang berhubungan dengan ketersediaan sumberdaya air dan finansial yang dibutuhkan. Tahapan pengembangan menjadi lebih lengkap dengan adanya pengukuran indeks kelangkaan. Indeks kelangkaan ini menunjukkan apakah wilayah tersebut sudah menghadapi permasalahan kelangkaan sumberdaya air dan sampai sejauh mana kelangkaan tersebut berpengaruh pada pengelolaan sumberdaya air yang ada.

Bila indeks pengukuran sumberdaya air kelangkaan air menunjukkan telah terjadi kelangkaan air, alokasi bagaimana yang sebaiknya dilakukan dalam pengelolaan sumberdaya air di wilayah tersebut dengan mempertimbangkan aturan alokasi sumberdaya serta mekanisme yang sesuai dengan kondisi yang ada.

2.2 Alokasi Sumberdaya Air

Alokasi sumberdaya air merupakan tindakan ekonomi yang menghasilkan baik benefit maupun biaya. Pengelolaan sumberdaya air khususnya air permukaan yang penggunanya beragam dan wilayahnya sangat luas membutuhkan suatu pemodelan yang dapat digunakan dan menghasilkan benefit yang optimum bagi baik pengguna maupun pengelola.

Alokasi sebagai aktivitas ekonomi menjadi perhatian utama dalam pengelolaan sumberdaya air, terutama jika diperhadapkan pada masalah kelangkaan air suatu wilayah. Alokasi air yang baik ke semua sektor pengguna air guna pencapaian kesejahteraan semua pihak, serta memenuhi kriteria kesejahteraan antara lain: (1) kriteria kesejahteraan kosial, (2) kriteria pemerataan, (3) kriteria manfaat (utilitarian criterion), dan (4) kriteria maksimin.

(4)

Pertama kriteria kesejahteraan sosial adalah kriteria kesejahteraan yang mengasumsikan bahwa baik selera maupun kesejahteraan individu dapat dihitung.

X X Y Y A B OM ON XAM XA N YA M Y A N U1N U2 N U3N U1M U2M U3M Sumber: Pindyck, 2005

Gambar 1. Diagram Kotak Edgeworth Pertukaran

Dari Gambar 1. bila X barang berupa air untuk irigasi dan Y barang berupa air untuk non irigasi, sedangkan M adalah pengguna barang sektor irigasi dan N adalah pengguna barang sektor non irigasi, maka kurva sepanjang OM-ON, merupakan kurva kontrak yang menunjukkan tingkat kepuasan yang dapat diperoleh dari barang X dan Y. Semua titik sepanjang kurva tersebut merupakan titik alokasi barang yang efisien yang memberikan kepuasan optimum bagi M dan N. Di sepanjang kurva kontrak, preferensi individu bersaing satu sama lainnya, yang berarti kesejahteraan yang diperoleh salah satu pihak hanya mungkin tercapai atas pengorbanan pihak lainnya. Kondisi kesejahteraan sosial yang optimum pada alokasi optimum merupakan kondisi Pareto optimum dan disebut alokasi Pareto optimum. Kedua adalah kriteria pemerataan, yang merupakan suatu kriteria berdasarkan pada tingkat kepuasan individu yang terlibat dan bukan

(5)

jumlah barang yang diberikan sama jumlahnya. Jika titik A dipilih, XAN > XAM dan YAN < YAM jumlah barang tidak merupakan ukuran dalam kriteria pemerataan, tetapi tingkat kepuasan yang optimum tiap-tiap individu menjadi tolok ukur utama. Ketiga adalah kriteria manfaat berdasarkan hampir sama dengan kriteria pemerataan dimana alokasi optimum yang dipilih pada saat tingkat utilitas bersamanya mencapai maksimum. Titik di sepanjang kurva kontrak yang dipilih adalah yang memberikan total kepuasan kedua sektor pengguna air yaitu pertanian dan non pertanian (UN + UM

Dalam mengalokasikan sumberdaya, tiga hal pokok yang perlu diperhatikan, yakni: (1) efisiensi konsumsi, (2) efisiensi produksi, dan (3) efisiensi harga.

), misalnya titik B, maksimum. Ketiga kriteria ini sulit untuk dikuantifikasikan dan sangat normatif. Keempat adalah kriteria maksimin yang dikemukakan oleh Rawls (1971), memandang masyarakat seperti pada posisi awal tidak ada yang tahu posisi (dan kepuasannya) akhirnya. Kriteria Rawls pada dasarnya memaksimalkan posisi yang paling lemah, atau dikatakan memaksimumkan mereka yang utilitasnya minimum, sehingga sering disebut kriteria maksimin. Sifat kriteria Rawls, yakni: (1) jika pilihan dilakukan di antara distribusi dengan jumlah konstan, kriteria ini memiliki implikasi egalitarian, semua orang akan menerima jumlah yang sama (distribusi merata), (2) jika pemilihan dilakukan di antara distribusi yang tidak tetap, kriteria Rawls selalu membela orang yang terburuk dan mengorbankan keseluruhan; atau dengan kata lain Rawls tidak konsisten dengan kriteria kompensasi ekonomi yang umum, dan (3) dalam kondisi yang lebih kompleks dengan barang dan individu yang mempunyai cita rasa sangat beragam, kriteria ini tidak dapat diterapkan.

(6)

2.2.1 Efisiensi Produksi

Produksi akan efisien jika kenaikan output untuk suatu barang berupa air untuk non irigasi, Y mengharuskan penurunan output barang berupa air untuk irigasi, X yang dapat diilustrasikan seperi Gambar 1. tetapi untuk efisiensi produksi. Efisiensi produksi akan terjadi jika MRTS (marginal rate of substitution) antara dua input adalah sama yaitu air dari Waduk Juanda, artinya isokuan harus bersinggungan, misalnya di titik A. Jika isokuan-isokuan tidak bersinggungan, misalnya air untuk irigasi di realokasi untuk non irigasi. Himpunan alokasi input produksi di titik-titik produksi yang efisien seperti A dikenal kurva kontrak produksi (production contract curve).

2.2.2 Efisiensi konsumsi

Seperti dijelaskan dari 2.2 yang pertama bahwa konsumsi akan efisien jika kenaikan kepuasan salah satu konsumen memerlukan penurunan kepuasan konsumen lainnya. Misalnya pengguna air untuk non irigasi memerlukan penurunan kepuasan pengguna air untuk irigasi. Efisiensi konsumsi akan terjadi jika MRTS adalah sama untuk semua pengguna yang meminta air dari Waduk Juanda. Hal ini berarti bahwa kurva-kurva indeferens kedua pengguna air dari irigasi dan non irigasi harus bersinggungan. Himpunan alokasi konsumsi yang efisien dikenal kurva kontrak konsumsi (consumtion contract curve) (Ekivalen Gambar 1 tetapi untuk konsumsi).

2.2.3 Efisiensi harga

Konsumen harus bersedia untuk mengganti barang yang dikonsumsikan tersebut pada tingkat rasio yang sama dimana perekonomiaan tersebut dapat mengubah satu barang untuk barang lainnya. Ini berarti bahwa untuk semua

(7)

konsumen yang membeli kedua barang tersebut, MRS (marginal rate of substitution) barang-barang tersebut harus sama dengan MRT (marginal rate of transformation). Ini berarti bahwa slope kurva-kurva indeferens dari pengguna air untuk irigasi dan non irigasi harus sama dengan slope batas kemungkinan produksi, atau slope di titik F harus sama dengan di titik B. Ini berarti MRT =MRS atau ratio MC Irigasi/MCNonirigasi atau PIrigasi/PNonirigasi harus sama antara di titik F dan di titik B. Hal ini pengelola harus membuat alokasi yang baik mendekati persaiangan sempurna antara pengguna dan pengelola (Pindyck, 2005).

Sumber: Arsyad, 1987

Gambar 2. Marginal Rate of Transformation dan Marginal Rate of

Technical Substitution

2.3 Penentuan Harga Air: Tanpa dan Dengan Eksternalitas

Penentuan harga dapat menggambarkan biaya yang sebenarnya dan akan memberikan sinyal kepada user mengenai nilai air melalui water pricing. Model sumberdaya air yang didasarkan pada water pricing adalah marginal cost pricing.

Mekanisme marginal cost pricing didasarkan pada prinsip ekonomi bahwa alokasi sumberdaya air yang optimal secara sosial, ketika manfaat sosial marjinal

Nonirigasi PIrigasi/PNonirigasi B UB F UA BKP A Irigasi

BKP=Batas Kemungkinan Produksi PIrigasi/PNonirigasi

N*

(8)

yang diperoleh dari konsumsi air setara dengan biaya sosial marjinal yang dikeluarkannya. Manfaat sosial marjinal dicirikan oleh kurva permintaan terhadap air, sementara biaya sosial marjinal tanpa biaya lingkungan yang menggambarkan kurva pasokan air yang menunjukkan biaya yang harus dibayar oleh user sebesar P* untuk memproduksi satu unit tambahan air sebesar Q*.

Sumber: Fauzi, 2004

Gambar 3. Alokasi Optimal berdasarkan Marginal Cost Pricing

Ketika terjadi eksternalitas misalnya terjadi erosi atau lingkungan sumberdaya air maka biaya marjinal atas sumberdaya air termasuk biaya pengguna (user cost) yang semula A menjadi B. Jadi untuk memproduksi satu unit tambahan air menjadi sebesar QL maka memerlukan biaya sebesar PL. Dinar et al. (1997) menyatakan bahwa mekanisme marginal cost pricing memiliki beberapa kelebihan, antara lain, mekanisme ini secara teoretis paling efisien dan dapat menghindari underpriced (penilaian di bawah harga) dan penggunaan berlebihan (overuse). Selain itu, marginal cost pricing memiliki beberapa kelemahan, antara

Biaya Marjinal dengan Biaya Lingkunan

Biaya Marjinal tanpa Biaya Lingkungan Manfaat Marjina l Q (kuantitas) (Rp) P L QL Q * P * B A

(9)

lain, aspek kesetaraan (equity), termasuk masyarakat berpenghasilan rendah tidak dapat mengakses sumberdaya air terutama pada musim kemarau ketika air yang tersedia lebih sedikit dan harganya meningkat.

2.4 Permintaan dan Penawaran Air

Terbatasnya ketersediaan sumberdaya air dapat menjadi salah satu kendala dalam pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Keterbatasan ketersediaan air yang biasa disebut kelangkaan air dapat ditinjau dari segi kualitas ataupun kuantitasnya. Kelangkaan air untuk sektor pertanian dapat mengganggu produksi sektor pertanian yang sebagian besar merupakan sumber pangan. Selanjutnya, bagi sektor domestik hal itu dapat mengakibatkan penurunan tingkat kesehatan masyarakat akibat tidak tersedianya air bersih untuk minum dan sanitasi serta kebersihan kota. Untuk sektor industri, air merupakan salah satu input bagi proses produksinya dapat mengakibatkan terganggunya proses produksi.

Dalam menghadapi kelangkaan air dan permintaan air yang semakin meningkat, dibutuhkan pengelolaan air yang efisien agar dicapai alokasi yang optimal baik secara hidrologi maupun ekonomi. Mekanisme alokasi sumberdaya air merupakan konsep ekonomi untuk mengefisienkan sumberdaya air dengan cara alokasi. Dinar et al. (1987) mengemukakan bahwa ada empat kerangka mekanisme alokasi ketersediaan air, yaitu melalui marginal cost pricing, alokasi publik, water markets, dan user-based allocation.

Permintaan air di wilayah ini dapat dibagi dalam 2 kategori besar, yaitu sektor pertanian dan urban. Permintaan air urban terjadi akibat pertumbuhan dan perkembangan wilayah perkotaan yang pesat dan wilayah perkotaan ini

(10)

mengandalkan air dari sistem sungai yang ada sama seperti sektor pertanian. Pemukiman dan industri memberikan valuasi air lebih tinggi dari pada sektor pertanian sehingga menyebabkan terjadinya kompetisi dengan sektor pertanian.

Misalkan, Da menggambarkan permintaan air sektor pertanian, Du permintaan air urban serta Dt merupakan total permintaan keduanya. Jika harga air diatur oleh pemerintah sebesar P, dan jumlah yang diminta sebanyak Wtd lebih kecil dari pada yang ditawarkan Ws, terdapat kelebihan air yang ditawarkan. Ketika permintaan air urban meningkat menjadi Du’, dan total permintaan menjadi Dt’, terlihat adanya kekurangan air pada saat jumlah yang diminta Wtd’ lebih besar dari pada yang ditawarkan Ws (Gambar 4.). Ketika harga ditetapkan pemerintah sebesar P, harga tidak dapat merasionalisasi air yang tersedia pada berbagai variasi pengguna atau dengan kata lain harga tidak dapat merespons tekanan permintaan dan penawaran. Jika pemerintah meningkatkan harga air irigasi, beberapa metode yang rasional mengungkapkan akan terjadi kompetisi antar pengguna.

Sumber: Randall, 1987

Gambar 4. Permintaan dan Penawaran Air

HARGA AIR 0 P Wt d Dt’=Du+Da Da Du Du' S JUMLAH AIR, W Dt=Du+Da Ws Wt’d

(11)

Permintaan air sektor pertanian sebesar Dt, permintaan urban Du’ dan penawaran dan permintaan agregat keduanya sebesar Dt’, jumlah air yang diminta sebesar Wd’, maka terdapat kelebihan air sebesar Ws-Wtd

.

Sumber: Randall, 1987

Gambar 5. Sistem Harga Dual Air

Ketika permintaan urban meningkat dari Du ke Du’, permintaan sektor pertanian tetap pada Da, maka permintaan keduanya menjadi Dt

diminta sebesar W

’, dan jumlah yang t

’d, dan kekurangan air sebesar Wtd’ -Ws (Gambar 5.). Jika pemerintah menetapkan air yang tersedia untuk urban sebesar Su, untuk sektor pertanian sebesar S-Su = Sa

Pada D

, dengan catatan bahwa kondisi ini merupakan keseimbangan.

u

dan Su, terdapat kekurangan air untuk pengguna urban sebesar Wtd” - Wts”(Gambar 6.), pada Da dan Sa terdapat kekurangan air untuk sektor pertanian sebesar Wad (sama dengan (Was + Wad) ─ Wus’ lebih besar dari pada Sa = S-Su. Jika pemerintah tidak mengijinkan Pa untuk naik, maka akan terjadi

HARGA AIR 0 Pa Wt d' Wtd” Dt'=Wu'+Da Dt" =Wu"+Da Da Du Du S Wu Wu Pu JUMLAH AIR, W Ws

(12)

“black market” air irigasi, dan dapat dihindari dengan diijinkannya pengalihan antar user. Dari uraian di atas dapatlah dilihat bahwa alokasi sumberdaya air sangat kompleks dan rumit untuk dilakukan.

Sumber: Randall, 1987

Gambar 6. Sistem Harga Dual Air Rasionalisasi Pengguna Urban

Keempat faktor yaitu kondisi Daerah Aliran Sungai, indeks kelangkaan air, kriteria alokasi sumberdaya air serta mekanisme alokasi sumberdaya air yang telah diuraikan di atas merupakan faktor penting yang tidak dapat diabaikan dalam membentuk model pengelolaan sumberdaya air. Kondisi suatu DAS perlu diketahui terlebih dahulu agar dapat mengindentifikasi keadaan sumberdaya air di wilayah tersebut dan menentukan keputusan yang terbaik dalam pengelolaan sumberdaya air di wilayah tersebut.

Kondisi Daerah Aliran Sungai aktual menggambarkan tahapan pengembangannya yang berhubungan dengan ketersediaan sumberdaya air dan

HARGA AIR 0 Pa Wu s” Ws D'”=Wu s”+Da Da Du" Su St Wu s” Wud” Pu JUMLAH AIR, W +Wa d”

(13)

finansial yang dibutuhkan. Tahapan pengembangan menjadi lebih lengkap dengan adanya pengukuran indeks kelangkaan. Indeks kelangkaan ini menunjukkan apakah wilayah tersebut sudah menghadapi permasalahan kelangkaan sumberdaya air dan sampai sejauh mana kelangkaan tersebut berpengaruh pada pengelolaan sumberdaya air yang ada. Bila indeks kelangkaan air menunjukkan bahwa telah terjadi kelangkaan air, alokasi bagaimana yang sebaiknya dilakukan dalam pengelolaan sumberdaya air di wilayah tersebut dengan mempertimbangkan aturan alokasi sumberdaya serta mekanisme yang sesuai dengan kondisi yang ada. Setelah memahami kondisi yang ada di wilayah yang akan diteliti, konstruksi model pengelolaan sumberdaya air dilakukan berdasarkan faktor-faktor di atas sebagai bahan pertimbangan. Model yang dihasilkan akan benar-benar sesuai dengan gambaran wilayah tersebut, baik ketersediaan airnya maupun sektor-sektor yang terlibat di dalamnya. Keputusan yang diambil merupakan keputusan yang dapat memenuhi kriteria yang telah dikemukakan di atas.

2.5 Penentuan Harga Air

Mekanisme pricing dan charging dapat dilakukan melalui volumetric pricing, output pricing, area pricing, tiered dan two part tariff pricing, serta water markets. Mekanisme pricing dan charging seringkali diistilahkan sebagai valuasi air, yaitu valuasi air dibedakan menurut sektor yaitu sektor pertanian dan nonpertanian. Dalam menghitung valuasi air yang digunakan sektor pertanian, pendekatan yang dilakukan menggunakan fungsi produksi sektor pertanian yaitu air diperlakukan sebagai input-nya. Valuasi untuk sektor nonpertanian meliputi permintaan air untuk rumah tangga, industri, air minum, pembangkit tenaga

(14)

listrik, pertambangan dan pabrik, serta rekreasi dan lingkungan. Terdapat dua cara penentuan valuasi air sektor nonpertanian, yaitu berdasarkan pasar dan nonpasar. Valuasi berdasarkan pasar karena air merupakan barang nilai tambah, sebagai salah satu usaha untuk memberikan nilai kepada sumberdaya. Valuasi berdasarkan nonpasar karena air termasuk salah satu sumberdaya yang pengelolaannya cukup unik, air sulit diperlakukan sebagai barang yang diperdagangkan.

Pada bagian sebelumnya telah diuraikan bahwa penentuan harga air dan alokasinya merupakan dua hal yang sangat berkaitan erat, yaitu untuk memperoleh suatu alokasi air yang optimal dilakukan melalui penentuan harga air. Penentuan harga air dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi pengguna (user) dan sisi penyalur atau pengelola.

Pengelola sumberdaya air dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu pengelolaan secara publik yang dilaksanakan oleh pemerintah dan pengelolaan secara komersial oleh suatu badan usaha. Kelompok pengelola ini sangat penting artinya karena mempunyai dampak yang berbeda secara ekonomi terutama terhadap pengguna. Pengelola publik tidak berorientasi pada profit karena investasi dan biaya ditanggung oleh pemerintah dan pengguna tidak dibebani biaya pengambilan air. Pengelola komersial akan memperhitungkan investasi dan semua biaya yang dikeluarkannya dan membebankannya pada pengguna. Perbedaan kelompok pengelola ini akan menghasilkan perbedaan pada penentuan harga air.

Selain pengelola, pengguna yang beragam dengan pandangan yang berbeda dalam memberikan valuasi terhadap sumberdaya air, memerlukan pendekatan dari berbagai bidang agar dapat dibangun suatu model yang

(15)

terintegrasi dan mencakup semua bidang yang berperan dalam pengelolaan sumberdaya air. Pengguna sumberdaya air dapat dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu yang memperlakukan sumberdaya air sebagai barang publik (sektor pertanian) dan sebagai barang ekonomi (sektor nonpertanian atau urban).

Penentuan harga air dari sisi pengguna, yaitu sumberdaya air diperlakukan sebagai input untuk penentuan harga air oleh pengelalola sumberdaya air dianggap sebagai output. Penentuan harga air oleh pengelola yang bersifat badan usaha dan kelompok pengguna sektor nonpertanian jauh lebih mudah dibandingkan dengan apabila penggunanya sektor pertanian. Sektor pertanian, selain jumlah penggunanya yang banyak, luasan lahan serta jarak dengan saluran induk sangat bervariasi merupakan kendala dalam penghitungan harga air.

Penetapan harga air bertujuan untuk mengembalikan baik biaya pengelolaan, infrastruktur, maupun penghematan penggunaan air per unit output yang dihasilkan. Kunci utama untuk pencapaian tujuan tersebut, yaitu merancang mekanisme penetapan harga yang efektif yang disesuaikan dengan kondisi setempat, serta membangun strategi agar mendapat tingkat pengumpulan dana setempat, serta membangun strategi agar mendapat tingkat pengumpulan dana yang tinggi.

Terdapat empat metode penetapan harga air, yaitu: (1) berdasarkan areal, (2) volume, (3) keseimbangan pasar, dan (4) full cost recovery. Metode pertama dan kedua serta kombinasi keduanya telah banyak digunakan dan dikembangkan di berbagai belahan dunia. Metode penetapan harga air di setiap wilayah akan berbeda, sesuai dengan kondisi wilayah, petani, pengelola, dan kebijakan pemerintah.

(16)

2.5.1 Penetapan Harga Air Berdasarkan Areal

Pembayaraan berdasarkan areal merupakan pembayaran tetap, berdasarkan pada luas areal yang diairi. Keterbatasan metode ini, biaya operasi dan pemeliharaan biasanya jarang diperhitungkan, dengan membagi total biaya operasi dan pemeliharaan dengan total luas areal yang diairi. Padahal, kedua biaya ini sebaiknya diperhitungkan agar petani lebih hemat dalam menggunakan air. Selain itu, penggunaan areal irigasi bervariasi dari waktu ke waktu dan dari musim ke musim. Luas areal irigasi yang digunakan selama musim basah biasanya lebih besar dibandingkan dengan selama musim kering. Luas pertanaman yang bervariasi ini dapat diatasi dengan memperkirakan luas setiap musim berdasarkan data pada tahun-tahun sebelumnya.

Besarnya pembayaran yang tetap tanpa mempertimbangkan musim akan berimplikasi pada konsumsi air oleh petani, karena marginal cost setiap penambahan jumlah air per hektar sama dengan nol. Permintaan air biasanya lebih tinggi dibandingkan jika pembayaran sesuai dengan jumlah air yang digunakan, terutama petani yang berada dekat saluran induk. Keunggulan metode ini, yaitu cara penghitungannya sederhana, petani mudah memahaminya, harga ditetapkan lebih rendah dibandingkan dengan penetapan harga berdasarkan volume. Diasumsikan, bahwa (1) seluruh pengguna memenuhi kewajibannya, (2) besarnya pungutan per hektar, dan (3) didasarkan pada biaya langsung rata-rata, sehingga seluruh biaya langsung terbayar.

Metode ini tidak mendorong petani untuk mengurangi penggunaan air per hektar, tetapi karena implementasinya sederhana, metode ini telah banyak

(17)

diterapkan di berbagai negara. Misalnya, di Haryana (India), air irigasi dihargai US$2.50 per hektar (Cornish and Perry, 2003), di Pakistan, harganya $2 sampai $8 per hektar (Ahmad, 2002).

Penetapan harga berdasarkan areal, biasanya diterapkan di wilayah air tidak langka, tanaman tidak bervariasi, dan pemasangan meter sangat sulit atau biayanya tinggi. Metode ini akan jarang digunakan pada masa mendatang, kecuali jika memodifikasinya dengan mempertimbangkan klasifikasi areal berdasarkan jarak dengan saluran irigasi, musim, jenis tanaman, serta teknologi yang digunakan.

Sistem penetapan harga berdasarkan areal dan jenis tanaman, yang besar pungutan berdasarkan luas areal dan jenis tanaman yang ditanam. Harga airnya bervariasi antartanaman, yaitu harga setiap jenis tanaman ditetapkan oleh pembuat kebijakan. Jika pemerintah menginginkan peningkatan efisiensi penggunaan air, jenis tanaman yang menggunakan air terbanyak seperti padi, harga per hektarnya lebih tinggi dibandingkan dengan palawija. Metode ini akan mendorong petani mengubah jenis tanaman dengan harga yang menggunakan air lebih sedikit sehingga harga air per hektarnya lebih kecil.

Sebaliknya, jika pemerintah menetapkan kebijakan harga pangan murah atau menginginkan produksi tanaman komersial (seperti padi dan tebu), harga air untuk jenis tanaman ini diatur lebih rendah dibandingkan jenis tanaman lainnya. Pada situasi seperti ini, diperlukan subsidi input, antara lain, air irigasi, agar produksi pangan meningkat, di lain pihak menyebabkan penggunaan sumberdaya yang berlebihan.

(18)

Dalam metode kombinasi antara areal dan metode irigasi, pembayaran air biasanya merefleksikan perbedaan biaya penyaluran di antara metode irigasi yang berbeda. Sebagai contoh, biaya pada sistem irigasi gravitasi lebih rendah dibandingkan dengan biaya irigasi pompa. Keunggulan irigasi pompa jumlah air yang disalurkan terukur dan penyalurannya lebih mudah dibandingkan pada sistem irigasi gravitasi. Jadi, pembayaran pada sistem irigasi pompa lebih tinggi karena biaya irigasi serta pendapatan bersihnya pada umumnya lebih tinggi.

Beberapa negara menerapkan metode pembayaran berdasarkan kombinasi areal dengan musim, yaitu harga yang diberlakukan pada musim kering lebih tinggi karena air langka, dan lebih rendah pada musim basah ketika air berlimpah. Jika harga ditetapkan tinggi pada musim kering, petani akan membatasi luas areal pada musim tersebut. Di Perancis, struktur penetapan harga didasarkan pada perbedaan biaya antara tinggi rendahnya air yang digunakan. Pada musim panas, harga air merefleksikan marginal cost jangka panjang air yang dipasok. Biaya marjinal jangka panjang biasanya merupakan biaya ekspansi pada masa mendatang. Dalam kenyataannya, sulit sekali mengestimasi biaya proyek perluasan kapasitas pasokan (McNeill and Tate 1991). Selama musim basah, Perancis hanya memasukkan biaya operasi. Struktur penetapan harga ini dapat membantu pengurangan penggunaan air selama musim panas ketika permintaan lebih tinggi dibandingkan dengan pasokan (Tiwari and Dinar 2003; Johansson, 2000).

Penetapan harga yang didasarkan pada kombinasi areal dan teknologi, dengan menyeleksi teknologi irigasi yang digunakan berdasarkan teori yang ide dasarnya mirip dengan penetapan harga berdasarkan kombinasi areal dan jenis

(19)

tanaman, yaitu petani menggunakan teknologi penyimpanan air agar membayar biaya per hektarnya mejadi lebih rendah. Sebagai contoh irigasi drip dan sprinkler, dimana pengendalian airnya lebih baik dan output yang dihasilkan per unit air yang disalurkan lebih besar dibandingkan irigasi dengan pengendalian aliran. Pembayaran per hektar teknologi pengendalian air yang lebih tinggi akan mendorong petani mengganti dengan teknologi yang pembayaran per hektarnya lebih rendah.

Jika pembayaran berdasarkan areal dapat dibuat dengan merefleksikan perbedaan penggunaan air oleh musim, jenis tanaman dan teknologi irigasi, penetapan harga berdasarkan areal lebih menguntungkan dibandingkan dengan penetapan harga berdasarkan volume. Jika musim, jenis tanaman dan teknologi irigasi terkendali, maka penggunaan air per hektarnya menjadi sedikit.

Masalah yang mungkin timbul, petani yang berada dekat dengan saluran induk cenderung mengairi lahannya lebih banyak ketika pembayaran hanya berdasarkan areal. Jika pengelola dapat menjamin ketepatan jadwal penyaluran dan jumlah air yang dibutuhkan, petani akan mengalami kerugian apabila penggunaannya berlebih dan penggunaannya tidak teratur.

2.5.2 Penetapan Harga Air Berdasarkan Volume

Penetapan harga air berdasarkan volume, adalah pembayaran didasarkan pada jumlah air yang disalurkan. Aturan penetapan harga ekonomi yang optimal jika ditentukan sama dengan biaya marjinal air yang disalurkan memerlukan pengukuran air yang akurat melalui meter.

Keunggulan metode ini, mendorong petani membatasi penggunaan airnya, serta lebih mudah dipahami oleh pengguna untuk membayar sejumlah air yang

(20)

disalurkan ke lahan petani. Keterbatasan metode ini, (1) biaya implementasi lebih tinggi karena dibutuhkan alat ukur serta kejujuran dalam membaca dan melaporkan jumlah air yang digunakan dan (2) penetapan harga, biaya marjinal bukan merupakan pengembalian biaya seluruhnya, yaitu menurunnya biaya rata-rata (sebagai contoh sistem kanal yang besar) akibat pembangunan infrastruktur. Dengan demikian biaya marjinal proyek akan lebih rendah dari biaya rata-rata, sehingga penetapan harga berdasarkan biaya marjinal tidak akan menutupi seluruh biaya yang dikeluarkan. Sebaliknya, pada irigasi pompa dengan menggunakan air tanah, biaya proyek marjinal lebih tinggi dari pada biaya rata-rata proyek, kecuali jika biaya marjinal termasuk biaya marjinal pengguna. Pada beberapa proyek air tanah, penetapan harga biaya marjinal mengakibatkan penarikan harga air relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan usahatani. Sebagai contoh, dalam proyek di Gujarat India, proporsi pembayaran air sebesar 37 persen dari pendapatan usaha tani bersih.

2.5.3 Penetapan Harga Air Berdasarkan Blok

Penetapan harga air berdasarkan blok akan bervariasi ketika ditetapkan waktu dan volume penggunaan air (sebagai contoh 5 000 m3

Menurut Easter et al. (1999), di Israel dan Botswana digunakan metode ini. Jumlah air pada blok pertama seringkali mempertimbangkan jumlah

per hektar per musim). Jika yang menjadi pertimbangan pembayaran air yang lebih tinggi, maka pembayaran peningkatan blok dapat digunakan. Pembayaran pada blok pertama lebih rendah dari biaya pemeliharaan dan operasi. Blok kedua dan selanjutnya meningkat lebih tinggi dari biaya pemeliharaan dan operasi yang ditanggung dan merefleksikan biaya marjinal operasi.

(21)

kebutuhan dasar yang mendukung keluarga petani. Metode ini memperhatikan isu keadilan. Petani membayar lebih rendah pada blok pertama dan lebih tinggi jika pemakaian lebih banyak. Di Botawana harga pada blok kedua sama dengan pada blok pertama.

Pengoperasian metode ini mirip dengan kuota, yang merupakan suatu kasus ekstrim dari penetapan harga peningkatan blok. Petani tetap bisa mendapatkan tambahan air dari pengelola tetapi dengan harga lebih tinggi. Botswana menetapkan blok pertama sebagai kuota ketika petani mengonsumsi melebihi kuotanya, petani membayar harganya dua kali lipat. Di Israel, kuota mencakup tiga blok dan membayar sesuai dengan kontrak dengan pengelola air.

Jika perbedaan harga yang besar antar blok, petani akan mencoba menggunakan air tidak melebihi blok pertama. Keterbatasan penetapan harga berdasarkan blok, tidak mudah memutuskan tingkat harga tiap-tiap blok atau volume tiap-tiap blok (sebagai contoh harga terendah jika penggunaan air kurang dari 5 000 m3 air per musim per hektar atau di atasnya misalnya 6 000 m3

2.5.4 Tarif Dua Bagian

). Jika batas maksimum blok pertama terlalu besar, penerimaan tidak dapat menutupi biaya pemeliharaan dan operasi. Metode ini sebaiknya digunakan ketika air langka, pendapatan usaha tani rendah, dan pembayaran air relatif tinggi pada pendapatan bersih usaha tani.

Penetapan tarif dua bagian merupakan kombinasi penetapan harga berdasarkan harga dan biaya administrasi (kadang-kadang didasarkan pada ukuran areal irigasi). Metode penetapan harga blok yang telah digambarkan sebelumnya

(22)

memiliki dua tujuan, yaitu pengembalian seluruh biaya dan pengurangan penggunaan air. Kedua tujuan ini jarang sekali menimbulkan konflik. Keunggulan metode tarif dua bagian ini adalah dapat meredam konflik. Bagian volume dapat dijadikan dasar biaya marjinal, yang menyebabkan penggunaan air lebih sedikit. Untuk bagian tetap yang dapat memperbaiki beberapa kekurangan, dan menjamin kepastian pendapatan yang akan terbentuk, berapa banyak air yang tersedia dan disalurkan.

Ketika biaya pemeliharaan dan pengoperasian merupakan komponen tetap yang tidak tergantung pada jumlah air yang disalurkan, biaya tetap ini tetap dibayarkan meskipun air tidak digunakan untuk satu musim. Keterbatasan metode ini, yaitu perhitungannya relatif lebih rumit sehingga sulit untuk dipahami petani dan biaya administrasi dari metode penetapan harga berdasarkan dua bagian, lebih tinggi dibandingkan dengan pembayaran tunggal.

Menurut Easter et al. (1999), di Jaiba Brazil, rancangan penetapan harga direvisi dari pembayaran dua-bagian, yang terdiri dari dua komponen, K1 dan K2. Komponen pertama, K1 merefleksikan biaya modal proyek, dihitung berdasarkan periode 50 tahun pengembalian dan tingkat bunga yang disubsidi. Komponen kedua, K2, diperkirakan untuk menutupi seluruh biaya pemeliharaan dan pengoperasian, diestimasikan sebagai fungsi dari volume air yang digunakan. Komponen kedua dipecah lagi menjadi dua komponen, yaitu biaya tetap (pemeliharaan dan operasi) dan biaya variabel. Jika petani memutuskan tidak menanam selama satu musim, petani tetap harus membayar biaya tetap untuk pemeliharaan dan operasi.

(23)

2.5.5 Pasar Air

Di negara yang memiliki pasar air, baik formal maupun nonformal, perusahaan atau individu dapat memperdagangkan air pada harga keseimbangan pasar, dan berubah sesuai dengan musim. Efektivitas pengoperasian pasar air membutuhkan seperangkat Undang-Undang sumberdaya air yang benar, aturan perdagangan air yang jelas dan komprehensif, suatu kesatuan pengelolaan penyaluran air, serta badan hukum yang mengatur aktivitas dan penyelesaian perselisihan. Selain itu, dibutuhkan pembangunan sistem saluran yang dapat menyalurkan air ke semua pengguna (Tsur and Dinar, 1998). Jika semua syarat ini terpenuhi, maka harga keseimbangan pasar yang terbentuk dari pertemuan antara pemintaan dan pasokan akan efektif.

Menurut Easter et al. (1999), di Chili hasil analisis terhadap dua sungai, menunjukkan pasar air yang menghasilkan penerimaan yang substansial secara ekonomi dari perdagangan. Di Konservasi Air Colorado Utara, pasar air telah dioperasikan sejak akhir tahun 1950-an, dimana distrik tersebut mengumumkan secara luas pembeli potensial dan penawaran penjual (Howe et al. 1986). Di sana terdapat satu pasar dengan regulasi yang tetap, dan penjualan dilakukan secara temporer, untuk penggunaan air musiman. Seiring dengan berjalannya waktu, regulasi permanen ini secara berangsur-angsur hilang dari penggunaan sektor pertanian ke municipal dan sektor industri. Meskipun sektor pertanian merupakan pengguna air terbesar (Kemper et al. 1999).

Penetapan pasar telah dikembangkan di sejumlah negara, termasuk pasar irigasi di distrik Siurana-Riudeanyes di Provinsi Tarragone, Spanyol, merupakan contoh klasik dan hal yang sama di Alicante Spanyol (Maass dan Anderson,

(24)

1978). Sistem Siurna-Riudeanyes melayani petani, munipical, dan pengguna lainnya, serta menyalurkan sekitar 6 juta m3

Contoh pasar air lainnya yang dibangun petani di wilayah Cariri negara bagian timur laut Brazil, dimana pasar didasarkan pada ketersediaan air di sungai. Alokasi air ke petani diatur berdasarkan luasnya lahan, yaitu air diperdagangkan sebagai bagian dari tanah dan keinginan petani sendiri. Umumnya, sistem perdagangan memberikan jaminan air yang dipasok dan fleksibilitas pengalokasian air. Pasar air dirancang dengan melibatkan pemerintah langsung karena terdiri atas sejumlah petani yang homogen, yang menanam tebu dan lainnya (Kemper et al. 1999).

air per tahunnya. Regulasi penggunaan air, baik jangka panjang maupun temporer, diperdagangkan antaranggota kelompok pemakai air (Water User Association ~ WUA), termasuk petani dan municipal. Pada tahun 1982, pengalihan dari pengaturan oleh petugas ke WUA, secara signifikan mengurangi peningkatan harga air dan menjadi lebih transparan. Suatu sistem bonus dan insentif juga ditetapkan untuk pekerja WUA guna meminimumkan kehilangan air dan mengurangi biaya pemeliharaan dan operasi. Dewan Kota Reus, kota utama di irigasi distrik Siurana-Riudecanyes, berperan penting dalam pasar air dan membangun sistem pengairan. Kota memberikan sebagian besar dana yang dibutuhkan untuk membangun dam dan infrastruktur, dengan pendanaan langsung sebesar 50 persen, dan 4 persen yang merupakan pinjaman yang harus dikembalikan. Keuntungan langsung menyisihkan 10 persen dari pendanaan konstruksi awal. WUA terfokus pada sistem pengairan, pengguna berpartisipasi aktif, transparansi, dan fleksibilitas dalam menanggapi perubahan air dan kondisi ekonomi (Tarrech et al, 1999).

(25)

2.5.6 Metode Cost Recovery

Metode penentuan harga air sektor pertanian oleh pengelola yang banyak digunakan dan dianggap memenuhi kriteria ekonomi yaitu full cost recovery yaitu penentuan harga air irigasi berdasarkan pada pengembalian biaya-biaya yang dikeluarkan pengelola untuk penyaluran air irigasi sampai kepada pengguna.

Metode cost recovery dapat mengatasi biaya pengelolaan air dan bukan hanya sekedar penetapan harga yang tinggi atau penyimpanan dana yang lebih banyak. Ketika biaya air dapat diatasi dengan mekanisme yang digunakan untuk mengatasinya metode ini mempunyai spesifikasi sesuai dengan kondisi yang ada di wilayah tersebut. Secara umum, biaya penyaluran air irigasi dapat dibagi dalam tiga ketegori, yaitu (1) biaya proyek langsung, (2) biaya lingkungan, dan (3) biaya marjinal pengguna.

Biaya proyek langsung merupakan pengukuran termudah dibandingkan kategori lainnya dan banyak proyek menggunakan cara ini. Biaya langsung cenderung digunakan dalam penentuan biaya, mulai dari proses sampai penyaluran air irigasi yang dapat dipisahkan dalam biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap termasuk seluruh investasi sarana irigasi seperti pembangunan waduk dan saluran serta pemasangan meter dan pompa, ditambah depresiasi, dan tingkat bunga investasi.

Biaya administrasi dan biaya operasi serta pemeliharaan tidak termasuk dalam biaya penyaluran air, tetapi dimasukkan dalam biaya tetap karena tidak bervariasi sesuai jumlah air yang disalurkan. Biaya variabel terdiri dari biaya operasi dan pemeliharaan dalam penyaluran air, biaya tenaga kerja, dan biaya penyaluran air, termasuk biaya penyaluran, dan biaya pengambilan air tanah, dan

(26)

biaya hilangnya air. Biaya-biaya ini bervariasi, metode penyaluran air, teknologi irigasi, dan musim (Massarutto, 2002).

Biaya lingkungan meliputi erosi tanah dan kerusakan ekosistem selama dan sesudah pembangunan suatu proyek irigasi. Sejauh ini, hanya sebagian kecil proyek irigasi yang memasukkan biaya lingkungan sebagai bagian keseluruhan biaya yang akan dikembalikan. Biaya lingkungan secara substansial akan meningkatkan total biaya pembangunan proyek irigasi.

Di Afrika Selatan telah dikembangkan suatu sistem pembayaran yang merefleksikan dan menutupi biaya langsung dan tidak langsung dengan memasukkan biaya pembuangan limbah. Biaya pembuangan limbah ini berhubungan dengan salinitas, nitrase, dan phospor dalam air pembuangan. Suatu pembayaran ekstra akan dibebankan kepada pembuang limbah, jika limbah yang dibuang melebihi batas maksimum yang diijinkan. Dan sebaliknya jika limbah yang dibuang kualitasnya lebih tinggi dibandingkan pada waktu pengambilan akan diberikan insentip berupa pengurangan pembayaran limbah (Republic of South Afrika, 2004).

Pemerintah Australia Selatan sepakat membiayai pengelolaan salinitas yang diakibatkan oleh pembangunan irigasi sebelum 1988, petani menyanggupi menanggung biaya pembangunan irigasi sesudah tahun 1988. Struktur biaya dua bagian (two part tariff) dapat dipilih untuk mengakomodasi eksternalitas. Ketika infrastruktur dibangun atau diperbaiki untuk mengurangi hubungan kualitas air dengan eksternalitas, biaya tetap dapat dimasukkan sebagai bagian tetap dari harga dua sisi, untuk kuantitas yang dihubungkan dengan eksternalitas dimasukkan dalam porsi volume (Bueren and MacDonald, 2004). Di Queenslands

(27)

ketika pemerintah meninjau kembali pembayaran air di tahun 2004, banyak masyarakat yang menolak ide pengenalan biaya eksternalitas. Masyarakat berpendapat bahwa banyak pengguna air telah siap dengan infrastruktur yang mencegah eksternalitas, serta melakukan beberapa perbaikan regulasi (Queensland Government, 2004).

Marginal User Cost didefinisikan sebagai nilai sekarang dari kelangkaan sumberdaya di masa mendatang sebagai implikasi penggunaan sumberdaya saat ini (Howe et al. 1979). Akibatnya, biaya pengadaan pasokan air di masa mendatang lebih tinggi karena pengambilan sumberdaya pada masa sekarang. Kondisi ini sangat relevan untuk sumberdaya air tanah, terutama jika tidak ada pengisian kembali (recharge) atau tingkat rechargenya kecil. Ketika harga air tanah tidak dimasukkan ke marginal user cost, akan mengakibatkan eksploitasi yang berlebihan terhadap sumberdaya tersebut.

Proyek sumberdaya air biasanya memiliki multitujuan, yaitu (1) memasok air irigasi, (2) memasok rumah tangga dan industri, (3) sebagai pengendali banjir, dan (4) pembangkit listrik tenaga listrik. Sekitar 90 persen waduk yang ada di Asia memiliki multitujuan, pengguna yang berbeda akan memberikan kontribusi biaya yang berbeda, sesuai dengan jasa layanan yang diterimanya. Terdapat tiga metode yang biasa digunakan untuk mengalokasikan kontribusi kepada setiap pengguna, yaitu (1) metode penggunaan fasilitas (use of facilities atau UOF), (2) penyesuaian pengeluaran (alternative justifiable expenditures atau AJE), dan (3) biaya terpisah dan sisa benefit (separate costs, remaining benefits atau SCRB) (Easter, 1999; Young et al., 1982; dan Young, 1985).

(28)

Pendekatan use of facilities mengalokasikan biaya pada setiap pengguna yang menggunakan fasilitas yang sama sesuai dengan proporsi air yang disalurkan (sebagai contoh irigasi dan domestik). Pendekatan alternative justifiable expenditures mengalokasikan biaya bersama didasarkan sisa benefit setelah dikurangi dengan biaya spesifik, yaitu biaya langsung dari setiap pengguna (sebagai contoh irigasi), tidak memasukkan biaya perubahan rancangan proyek apabila terjadi penambahan tujuan. Pendekatan yang terakhir adalah pendekatan SCRB mirip dengan pendekatan alternative justifiable expenditures, yaitu pendekatan ini menetapkan biaya sebagai tujuan tunggal untuk mencapai manfaat ekonomi, dan biaya perubahan rancangan sehubungan dengan penambahan tujuan dimasukkan dalam total biaya. Sisanya merupakan biaya bersama sesudah dikurangi dengan biaya tiap-tiap pengguna. Biaya bersama ini akan dibebankan pada pengguna dengan proporsi sesuai dengan besarnya biaya untuk tiap-tiap pengguna. Proyek yang menggunakan pendekatan ini terdapat di Anda Pradesh India, dimana proyek dengan multi tujuan dapat mengalokasikan biaya yang berbeda sesuai dengan tipe pengguna.

Proyek dengan benefit tidak langsung yang besar, ada beberapa biaya dapat dialokasikan menjadi benefit. Sebagai contoh, negara dengan kebijakan harga pangan rendah, ketika sarana irigasi diperbaiki, perusahaan pengolah makanan dan konsumen lebih diuntungkan bila dibandingkan dengan petani. Dalam berbagai kasus, pemberian subsidi terhadap proyek melalui penerimaan pajak dari konsumen yang menghasilkan benefit, dan pajak yang dibayarkan oleh perusahaan pengolah pangan dapat membantu pendanaan proyek tersebut.

(29)

Proyek pengelolaan air di Daerah Aliran Sungai Sana’a Yemen, memberikan suatu ide kontribusi biaya oleh pemerintah, dimana program perbaikan irigasi yang bertujuan untuk mengurangi tingkat eksploitasi air tanah, sehingga keberlanjutan akuifer dapat dipertahankan serta memberikan waktu pada pemerintah untuk menemukan solusi jangka panjang. Jika strategi kelestarian yang dipilih, pencapaian benefit secara ekonomi bukan merupakan prioritas utama. Strategi ini juga mendorong pengalihan irigasi dari irigasi air tanah menjadi irigasi dengan menggunakan teknologi lainnya, seperti teknologi drip dan gelembung yang menggunakan pipa sebagai saluran distribusi. Teknolgi drip dan gelembung terbukti dapat meningkatkan efisiensi irigasi dari 35 persen menjadi 60 persen. Biaya ditanggung oleh pemerintah dan petani, dengan kontribusi pemerintah sebesar 75 persen dari biaya investasi dan 90 persen dari biaya instalasi, dan petani menanggung sisanya. Biaya operasi dan pemeliharaan seluruhnya ditanggung oleh petani. Selain untuk pembiayaan, petani juga memberikan kontribusi melalui pengurangan jumlah air yang digunakan per hektar (World Bank, 2003a).

Ahli pengelolaan air MF. Abu Taleb dari World Bank melaporkan bahwa water user allocation yang termasuk dalam implementasi proyek menanggapinya dengan sangat positif. Hal ini terbukti dengan kesepakatan pengguna untuk membayar dan memasang instalasi konservasi air.

2.6 Penelitian Terdahulu:Model Pengelolaan Sumberdaya Air

Perencanaan, pengelolaan, dan rancangan merupakan bagian terpenting dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan (sustainable economic). Proses perencanaan sampai dengan perancangan membutuhkan analisis kritis dengan

(30)

biaya ekonomi yang sebenarnya, benefit, dan dampak lingkungan yang ditimbulkannya. Analisis tersebut menggambarkan kualitas rancangan dan seberapa jauh dampaknya terhadap ekonomi, sumberdaya alam, dan lingkungan secara umum (Mc Kinney and Savitsky, 2003).

Sistem terdiri dari sekumpulan komponen serta bentuk hubungan antar komponen yang melakukan aktivitas dalam sistem (satuan wilayah sungai) melalui kekuatan eksternal, pengaruh atau input (curah hujan), dan memproduksi pengaruh spesifik atau output (streamflow). Oleh sebab itu suatu sistem merupakan transformasi satu input menjadi satu output, output yang diproduksi tergantung pada properti dari sistem atau parameter (seperti tipe tanah, vegetasi, dan topografi). Transformasi tergantung pada parameter dari sistem dan rancangan kebijakan yang mendukungnya.

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengelolaan air di Daerah Aliran Sungai meliputi perkembangan sektor industri, perkembangan kota yang semakin cepat, dan kebutuhan langsung air oleh sektor pertanian. Demikian pula pencemaran yang dilakukan oleh sektor industri dan limbah domestik yang cenderung meningkat sehingga menekan pengalokasian air ke sektor-sektor pengguna lainnya.

2.6.1 Pemodelan Pengelolaan Air

Permasalahan sumberdaya air saat ini adalah alokasi air antar sektor yang diakibatkan oleh perkembangan perkotaan dan sektor industria, serta beralihnya lahan sektor pertanian menjadi sektor nonpertanian. Model yang sesuai dengan fenomena tersebut yaitu model optimasi dinamik. Sebagai contoh model dinamik

(31)

yang terkait dengan air seperti yang dilakukan oleh Syaukat (2000) tentang pengelolaan air tanah di Daerah Khusus Ibukota Jakarta; Ringler et al. (2004) di Daerah Aliran Sungai Brantas dan Dong Nai; model yang dikembangkan Rosegrant et.al. (2001) di Maipo Basin Chili; Optimasi Laut Aral, yang dipaparkan oleh Cai et.al. (2002 dan 2003); dan Model Sumberdaya Air Dalam Kompetisi Antar Sektor di Wilayah Hilir Daerah Irigasi Jatiluhur (Katiandagho, 2007).

Model-model pengelolaan air dilakukan dengan model simulasi ataupun optimasi. Terdapat dua macam model optimasi yaitu optimasi statik dan optimasi dinamik. Model yang sesuai untuk air yang mempunyai feature selalu berubah antarwaktu adalah model dinamik yang mempertimbangkan ketersediaan sumberdaya air antar waktu. Namun, ada juga yang menggabungkan keduanya yaitu antara model simulasi dan optimasi.

Aktivitas yang dipertimbangkan dalam mengkonstruksi model optimasi oleh Ringler et al. (2004) meliputi produksi sektor pertanian, luas lahan, alokasi ke sektor-sektor pengguna air, dan hidrologi. Model akan memilih alokasi air yang optimal ke sektor-sektor pengguna dan secara khusus untuk sektor pertanian, luas lahan yang akan diairi, dan produktivitas tiap-tiap lahan, sedangkan kompleksitas alokasi air dan penggunaannya juga dihadapi di Dong Nai River Basin dan Daerah Aliran Sungaai Brantas yang dilakukan Ringler et al. (2004) yang membutuhkan pendekatan holistik pada tahapan perencanaan dan pengelolaan sumberdaya air guna mencapai manfaat yang optimal seiring dengan waktu, efisien, dan merata.

(32)

Pengelolaan sumberdaya air, khususnya air permukaan, penggunanya beragam dan wilayahnya sangat luas, membutuhkan suatu pemodelan yang dapat digunakan dan menghasilkan benefit yang optimum baik bagi pengguna maupun pengelola. Pemodelan satuan wilayah sungai (SWS) merupakan alat pemodelan yang dapat mengintegrasikan kompleksitas pengelolaan sumberdaya air dalam suatu kerangka analisis yang terintegrasi yang dapat memberikan arahan dan putusan bagi pengelola sumberdaya (Mc Kinney et al. 1999, Rodgers dan Fiering, 1986).

Analisis sistem bertujuan mengindentifikasi situasi yang dengan investasi modal dan energi yang minimum dapat menghasilkan penerimaan yang maksimum dengan kendala alokasi sumberdaya, pembangunan ekonomi, dan kesejahteraan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa analisis sistem merupakan seni dan ilmu penyederhanaan fenomena yang kompleks menjadi suatu bentuk yang lebih kecil, terisolasi dan mudah dimengerti, interaksi antar sub sistem serta interaksi antara subsistem dengan lingkungan yang lebih luas (Churchman, 1968 dalam McKinney and Savitsky, 2003). Metode yang digunakan dalam analisis sistem sumberdaya air merupakan sistem kondisi fisik dan sosial ekonomi yang dibuat melalui model matematis.

2.6.2 Model Dong Nai River Basin

Model Dong Nai River Basin (DNRB) diturunkan dari model yang dikembangkan sebelumnya oleh International Food Policy Research Institute (IFPRI) untuk Maipo River Basin di Chile (Rosegrant et al, 2000) yang

(33)

memfokuskan pada komponen ekonomi. Model ini mengintegrasikan model ekonomi dan hidrolis, termasuk komponen ekonomi, hidrolis, dan kelembagaan.

Model Dong Nai River Basin merupakan penggabungan model jaringan hidrolis dengan model-model simulasi proses produksi sektor pertanian irigasi, pembangkit listrik tenaga air, municipal (domestik), dan permintaan sektor industri dengan hubungan ekonomi yang dikarateristikkan oleh harga dan nilai air yang digunakan. Hubungan fungsional antarkomponen membentuk suatu sistem optimasi nonlinier dengan skala besar yang menggambarkan suatu model optimasi simulasi satuan wilayah sungai. Konsep dan teknik ini didasarkan pada pemodelan yang dibuat oleh Mc Kinney et al. (1999).

Sumber: International Food Policy Research Institute, 2003

Gambar 7. Komponen Model, Model Integrasi Hidrolis, dan Ekonomi pada Satuan Wilayah Sungai di Dong Nai Basin

Jaringan pemodelan mencakup (1) komponen hidrolis, termasuk keseimbangan di waduk, sungai, dan areal irigasi, (2) komponen ekonomi termasuk penghitungan benefit pemakaian air tiap sektor, sisi permintaan, dan negara, dan (3) aturan

(34)

institusional dan insentif ekonomi yang merupakan akibat komponen hidrolis dan ekonomi. Pasokan air dibatasi oleh keseimbangan dalam sistem. Adapun permintaan air ditetapkan secara endogen dalam model yang didasarkan pada hubungan fungsional antara air yang digunakan dalam produksi sektor pertanian, penggunaan domestik dan sektor industri, serta pembangkit listrik tenaga air.

Keseimbangan pasokan dan permintaan air didasarkan pada maksimisasi benefit ekonomi akibat penggunaan air. Jaringan node menggambarkan suatu hubungan spatial antar bangunan fisik air yang ada di basin yang menghubungkan sungai (saluran), dengan waduk, bendung, dan wilayah permintaan, node dapat berupa pintu air, bendung, bendungan, wilayah permintaan inflow dalam node terdiri dari air yang masuk, baik dari saluran maupun sungai setempat serta curah hujan. Keseimbangan aliran dihitung pada tiap-tiap node pada setiap periode. Adapun pemindahan atau transfer aliran dihitung berdasarkan ruang yang terhubung dalam jaringan.

Model ini juga memperhitungkan return flow yang merupakan air sisa pemakaian dari sektor pengguna, dimanfaatkan kembali oleh sektor lainnya di wilayah hilirnya, dan biasanya air yang ada di saluran pembuangan atau drainase. Persyaratan lingkungan tercakup dalam kendala aliran, kurun waktunya setahun dengan 12 periode (bulanan). Provinsi menjadi unit pemodelan major dalam satu wilayah sungai. Adapun yang dioptimasikan adalah seluruh wilayah sungai Dong Nai tersebut. Fungsi tujuannya memaksimumkan net profit tahunan akibat pemakaian air irigasi, municipal, sektor industri dan pembangkit listrik tenaga air, yang diformulasikan sebagai berikut:

(35)

( ) ( ) ( ) ( ) = + + +

agdm muval indm powval

Max obj VA agdm VM mundm

VI indm VP pwst (1) dimana:

VA = net profit irigasi

VM = net benefit dari pemakaian air municipal (domestik) VI = net profit dari sektor industri

VP = net profit dari pembangkit listrik tenaga air Agdm = indeks wilayah sektor pertanian

mundm = indeks wilayah municipal indm = indeks wilayah sektor industri

pwst = indeks turbin pembangkit listrik tenaga air

Dalam rangka konsistensi antara fungsi produksi sektor pertanian dan air yang diaplikasikan per bulan, fungsi penalti ditambahkan ke fungsi tujuan. Fungsi tersebut membantu distribusi air yang disalurkan per bulan dengan produksi sektor pertanian per musim yang dihubungkan dengan produksi sektor pertanian pada saat defisit, yang didefinisikan Food and Agriculture Organization (FAO).

Hubungan antara produksi dan air diadopsi dari model yang dikembangkan Food and Agriculture Organization, dan dapat dilihat lebih rinci dalam Dorenboos and Kassam (1979) serta Dorenboos dan Pruitt (1977). Koefisien respon tanaman didasarkan pada asumsi hubungan antara produksi relatif (produksi aktual terhadap produksi maksimum) serta evapotranspirasi relatif (ETa/ETm) bentuknya linier untuk kekurangan air di atas 50 persen, maka (1 - ETa/ETm = 0.50). Respon tanaman terhadap air sebenarnya tidak bisa dipisahkan dari faktor agronomis tanaman itu sendiri, serta respon tanaman terhadap input lainya seperti pupuk.

(36)

( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )

(

( )

)

, * , * * * * * ( ) ( ) _ * _ , , , −  + +   + + −     = +

pd

area agdm cp ylda agdm cp price crop

labor crop laborc crop fertn crop fertnc crop fertp crop fertpc crop fertk crop fertkc crop

VA agdm mach crop pesti crop

w ca agdm pd to infa agdm pd

pumpa gw agdm( ) ( ) , , , , * ,                          

a c tp t gw pd ppumpa crop pd crop (2) dimana:

area = luas panen (ha)

ylda = hasil panen aktual dari fungsi FAO price = harga komoditas (Rp ribu/kg)

labor = tenaga kerja dalam dan luar keluarga (Rp/HOK) laborc = upah tenaga kerja (US$/MD)

fertn = banyaknya pupuk N yang digunakan (kg/ha) fertnc = harga pupuk N (US$/kg)

fertp = banyaknya pupuk P2O5 fertpc = harga pupuk P

yang digunakan (kg/ha) 2O5

fertk = banyaknya pupuk KCl yang digunakan (kg/ha) (US$/kg)

fertkc = harga pupuk KCl (US$/kg) mach = mesin dan hewan (US$/ha) pesti = pestisida (US$/ha)

w_ca = biaya pasokan air permukaan (US$/m3

to_infa = jumlah air irigasi yang digunakan per bulan (m )

3 pumpa = jumlah air tanah yang dipompa (m

) 3

ppumpa = biaya pemompaan air tanah (US$/m )

3

Net benefit penggunaan air oleh rumah tangga yang diturunkan dari invers fungsi permintaan air diestimasi dengan fungsi double log yaitu pendapatan (I) dan harga air (P

)

mwd) merupakan variabel bebas dan permintaan air oleh rumah

tangga (mwd) merupakan variabel tak bebas. Rumah tangga yang berlangganan air minum dengan yang tidak berlangganan diestimasikan secara terpisah.

(37)

ln

(

mwd

)

= a+ bln

( )

I - e×ln

(

Pmwd

)

(3) dimana:

mwd = permintaan air per kapita (m3 α = konstan

/kapita)

I = pendapatan per kapita (US$/kapita/bulan) Pmwd = harga air (US$/m3

β = elastisitas pendapatan )

ε = elastisitas permintaan

Dari invers fungsi permintaan di atas untuk mendapatkan invers demand atau kurva willingness to pay akan diperoleh tingkat konsumsi minimum (mwd0). Nilai ini dapat diperoleh dari survei ataupun dari syarat yang ditetapkan World Health Organization (WHO). Unttuk itu, dalam penelitian ini digunakan permintaan air aktual. Pendekatan consumer surplus (CS) diperoleh dari pengintegrasian fungsi permintaan air dengan fungsi permintaan invers dari mwd dan mwd0 untuk mengestimasi surplus konsumen dikurangi dengan harga yang dibayar konsumen. Fungsi benefit penggunaan air domestik adalah sebagai berikut: ( ) ( ) ( )

(

)

( ) ( ) ( )( )

{

}

( ) 1 1 1 1 0 , , , 1 1 *

urban rural pd pop

mwd CS VM mundm e I mwd mundm mwd mundm mwd mundm P a e b e e e e - -= = × ×

(4) dimana:

CS = surplus konsumen (juta US$) mwd = permintaan air per kapita (m3

mwd

/kapita), dipisahkan antara air tanah dan air permukaan

0 = permintaan air normal per kapita (m3

P

/kapita)

mwd = harga air di kota dan desa, air tanah dan permukaan (US$/m3

e = bilangan natural (e = 2.71828)

(38)

Sebagaimana penggunaan air domestik, penggunaan air sektor industri merupakan input bagi sektor industri tersebut dan menghasilkan produk yang dapat dijual di pasar. Dalam mengindentifikasi fungsi produksi setiap sektor industri, dialami hambatan sehingga penggunaan air sektor industri menggunakan pendekatan permintaan air sebagaimana yang digunakan dalam penggunaan air domestik, dengan melihat hubungan antara air yang diminta dengan harga air baku. Net benefit sektor industri (VI) merupakan benefit yang dihasilkan karena pemakaian air sektor industri, sama halnya dengan permintaan air domestik, merupakan consumer surplus.

ln

(

iwd

)

= m q- ln

(

Piwd

)

(5) dimana:

iwd = permintaan air sektor industri (m3 θ = elastisitas permintaan air sektor industri

/bulan)

Piwd = harga air sektor industri (US$/m3)

(

)

( )

(

)

( ) ( )

(

)

1 1 1 1 , * 1 1 * ( ) n indm pd iwd e iwd iwd VI indm iwd P t µ θ θ θ θ θ − −             = −      

(6) dimana:

VI = net benefit penggunaan air sektor industri µ = konstanta penggunaan air sektor industri iwdθ = permintaan normal air sektor industri (m3 e = bilangan natural (e = 2.71828)

/bulan)

Produksi listrik diestimasikan dengan menentukan efisiensi pembangkit tenaga listrik dengan data penyaluran dan produksi listrik harian. Profit produksi listrik (VP) dihitung dengan fungsi linier, produksi listrik (pow) dikalikan dengan selisih harga listrik (pp) dan biaya produksi per pembangkit listrik (pc).

(39)

VP pw

(

)

= Pow pw

(

)

×

{

pp pw

(

)

- pc pw

(

)

}

(7) Pasokan air terkendala oleh keseimbangan air dalam sistem, permintaan air ditetapkan endogen dalam model yang didasarkan pada hubungan fungsional antara air dan penggunaan air produktif pada sektor pertanian, irigasi, domestik, sektor industri dan pembangkit listrik tenaga air. Penggunaan air sebagai dasar tujuan memaksimisasi benefit ekonomi, yang merupakan akumulasi penggunaan air pada sektor-sektor pemakai air. Selain air disalurkan untuk memenuhi permintaan, lingkungan mensyaratkan aliran minimum yang dipertahankan di seluruh jaringan, guna pemeliharaan saluran dan pengendalian interupsi air laut.

Aktivitas alokasi air kendalanya oleh beberapa kondisi, antara keseimbangan, transfer air dan kapasitas saluran bendung ataupun waduk. Selain menghitung alokasi optimal bagi pengguna, model DNRB juga menghitung daya listrik yang dihasilkan oleh pembangkit listrik, dimana pembangkit listrik tersebut ada di beberapa tempat. Daya listrik yang dihasilkan merupakan fungsi dari tinggi air yang disalurkan melewati turbin, dan untuk menghitung daya listrik yang diproduksi, terlebih dahulu dihitung efisiensi pembangkit listrik yang dihitung berdasarkan data harian daya listrik yang diproduksi berdasarkan tinggi muka air yang dialirkan.

(

0

)

( ) *1000 _ ( ) ( ) * ( ) ( ) * 24 * 9.8 power pwst pw effi pwst Q pwst h pwst h pwst = − (8) dimana:

Q = aliran yang melalui turbin (m3 h = tinggi turbin (m)

)

(40)

2.6.3 Model Alokasi Air untuk Wilayah Jakarta

Model alokasi air untuk wilayah Jakarta dikemukakan oleh Syaukat (2000), dengan fungsi tujuannya menghitung present value net social benefit pada Perusahaan Air Minum (PAM) Jakarta dan semua pemakai air dari penyediaan dan konsumsi sejumlah air pipa dan air tanah, biaya netto, dan privatisasi PAM dengan kendala aspek hidrolis dan ekonomis dari pasokan dan konsumsi serta infrastruktur PAM. Net social benefit adalah perbedaan antara total benefit dari konsumsi air dan total biaya penyediaan sejumlah air, total benefit yang diterima dan total biaya yang dikeluarkan PAM Jakarta dan pemakai air.

Present value net social benefit sama dengan penjumlahan total benefit pemakai air dan total benefit PAM Jaya dikurangi total biaya konsumsi pemakaian air pipa dan air tanah untuk semua pemakai air dan total biaya produksi air PAM. Present value net social benefit menggambarkan perbedaan antara total benefit untuk semua pemakai air dan total biaya produksi air pipa dan pengambilan air tanah. Present value net social benefit pada horison waktu digambarkan pada persamaan berikut. ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )

(

)

( ) ( ) ( ) ( ) ( )

(

( ) ( )

)

( ) ( )

(

)

1 2 1 2 2 5 3 2 1 1 1 3 8 3 2 3 6 1 2 0 , , , , , , , , 12 ( ) 2 12 ( ) 2 12 2 ijk ijk ijk

ijk ijk ijk ijk

i j k

ijk

ijk ijk ijk ijk

i j k

ijk ijk ijk

t ijk ijk t ijk ijk NS By t g t V t S t K t K t I t I t q d n t c y t y t d n t c y t g t c y t g t n t d y t g t β = = = = = = ∞ = =         +    +    + − +    

∑∑∑

∑∑∑

( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )

(

2

)

( )

{

( ) ( )

}

( ) 6 15 3 4 9 1 6 15 3 6 15 3 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 12 12 12 1 ijk ijk ijk i j k

ijk ijk ijk ijk well

i j k i j k PAM K t n t S t g t n t FC K t V t tK t I t I t FC t e V t q Vt ψ ϕ γ θ κ ω η α ζ = = = − = = = = = = − − −                             − − −       +   −  + −   − +      

∑∑∑

∑∑∑

∑∑∑

(9)

(41)

dimana: gijk y

(t) = volume pengambilan air tanah bulanan untuk masing-masing kategori pemakai air ijk

V(t) = volume air baku bulanan yang diproses PAM Jaya

(t) = volume konsumsi air pipa bulanan untuk masing-masing kategori pemakai air

S(t) = sisa stok air tanah di akuifer pada setiap tahun t Q = harga air baku per meter kubik

η,ϕ,ψ = parameter fungsi biaya pemompaan air tanah α,γ,θ = parameter fungsi biaya pengolahan air ι,κ,ω = parameter fungsi biaya distribusi air FCPAM

FC

= biaya tetap tahunan PAM Jaya well

c

= biaya tahunan dan pemompaan ijk, dijk

I

= parameter fungsi marjinal benefit 1

I

(t) = biaya investasi fasilitas pengolahan air pada tahun t 2

K

(t) = biaya investasi fasilitas distribusi air pada tahun t 1

K

(t) = stok modal fasilitas pengolahan air pada tahun (t) 2

e = bilangan natural (e = 2.71828)

(t) = stok modal fasilitas distribusi air pada tahun t

τ = parameter stok modal fasilitas perlakuan air ζ = konstanta, lebih kecil dari 1

β = diskon faktor, didefinisikan sebagai [1 / (1 + r)], dimana r adalah tingkat suku bunga waktu, 0 < r < 1

12 = jumlah bulan dalam setahun, untuk mengkonversikan benefit dan biaya dari bulanan menjadi tahunan

Present value net social benefit menggambarkan penjumlahan dari konsumen surplus dan produser surplus digabungkan dengan konsumsi dan pasokan air. Ketika fungsi benefit dan biaya konstan terhadap waktu, surplus konsumen dan produsen dapat diubah dengan konsumsi air yang disalurkan. Jika surplus konsumen dan produser dianggap sama penting, perencana sosial akan memaksimumkan net benefit melalui pemilihan tingkat optimal konsumsi air pipa yijk(t) dan air tanah gijk(t), volume air baku yang diolah V(t) dan investasi fasilitas

(42)

pengolahan air dan distribusi, I1(t) dan I2

Kendala dalam model optimasi ini sebagai berikut:

(t), dengan kendala pada sistem pasokan dan konsumsi air. Di bawah solusi perencana net social benefit dapat dimaksimumkan, sebagai implikasi kondisi pareto yang efisien.

1. Total Piped Water Consumption 6 15 2 1 1 1 ( ) ( ) ( ) ( ) ijk ijk i j k t y t z t V t η = = = ≤

∑∑∑

(10)

2. Groundwater Stock Equation of Motion

(

)

( )

2

( )

6 15 2

( ) ( )

1 1 1 1 1 12 ijk ijk i i j k S t S t Rk t n t g t = = = = + = +

∑∑∑

(11) dimana:

S(t+1),S(t) = stok sisa air tanah di akuifer pada tahun t + 1 dan t

Rk(t) = tingkat recharge tahunan pada akuifer di wilayah k diasumsikan konstan

12 = jumlah bulan dalam setahun, untuk mengkonversi pengambilan air tanah bulanan menjadi tahunan

3. Capital Stock Equation of Motion

K t1

(

+ =1

)

I t1

( ) (

+ −1 δ1

) ( )

K t1 (12) K2

(

t+ =1

)

I2

( ) (

t + −1 δ2

) ( )

K2 t (13) dimana:

K1 K

(t) = total stok modal perusahaan pengolahan air pada tahun t 2

I

(t) = total stok modal fasilitas distribusi air pada tahun t 1

I

(t) = investasi baru perusahaan pengolahan air pada tahun t 2

δ

(t) = investasi baru dalam fasilitas distribusi air pada tahun t 2

δ

= tingkat depresiasi modal fasilitas distribusi air, suatu konstanta

1

4. Capacity of Water Treatment Facilities

= tingkat depresiasi modal perusahaan pengolahan air, diasumsikan konstan

(43)

dimana:

V(t) = kapasitas pengolahaan air baku (juta m3 K

/bulan) 1

V

(t) = stok modal fasilitas pengolahan air 0, v1

5. 1) Efficiency of Water Distribution adalah sebagai berikut: = parameter fungsi

( )

(

1

( )

)

(

1

( )

)

z t = −IPL tNRW t (15)

2) Efisiensi distribusi air z(t) didefinisikan sebagai berikut ini:

z t

( )

(

1e−τK2( )t

)

(16)

dimana:

z(t) = koefisien efisiensi distribusi air K2

e = bilangan natural (e = 2.71828)

(t) = stok modal fasilitas distribusi air dalam tahun t (Rp juta)

τ = koefisien stok modal fasilitas distribusi air 0 < τ < 1 ζ = konstanta lebih kecil dari satu

Volume air bersih yang dibayar, pada beberapa tahun, W(t) didefenisikan dalam persamaan, W(t) dalam juta m3

sebagai berikut ini:

( ) ( ) ( )

(

1 K2( )t

)

( )

W t =z t V t =ζ −e−τ V t (17) 6. Kendala lainnya, sebagai berikut ini:

( )

0 0

V = V kapasitas awal pengolahan air

( )

0

1 0 1

K = K stok modal awal perusahaan pengolah air

( )

0

2 0 2

K = K stok modal awal jaringan distribusi air

( )

0 0

S = S stok awal air tanah di akuifer

( )

V T = free fasilitas pengolahan air pada akhir tahun (tahun 2025)

( )

1

K T = free stok modal fasilitas pengolahan air pada akhir tahun

( )

2

Gambar

Gambar 1. Diagram Kotak Edgeworth Pertukaran
Gambar 6. Sistem Harga Dual Air  Rasionalisasi Pengguna Urban
Gambar 7.   Komponen Model, Model Integrasi Hidrolis, dan Ekonomi  pada Satuan Wilayah Sungai di Dong Nai Basin
Tabel 2.  Matrik Perbandingan Model Pengelolaan Air Secara  Ekonomi

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Penulis ingin meneliti Analisis Pengaruh Perceived Price, Perceived Quality, dan Product Assortment terhadap

berdasarkan penjualan tunai pada periode tertentu. Potongan penjualan diberikan jika barang yang dibeli konsumen secara grosir dan tergantung kebijaksanaan dari pemilik

menopause adalah haid terakhir, atau saat terjadinya haid terakhir atau saat terjadinya haid terakhir. +iagnosis dibuat setelah terdapat aminorhea sekurang-kurangnya satu

4.3.1 Analisis Pengaruh Aktivitas Lotion Bawang Dayak ( Eleutherine palmifolia ) terhadap Zona Hambat Bakteri Propionibacterium acnes ...47.. 4.2.2 Penelitian sebagai

Oleh karena itu yang harus benar – benar dilakukan adalah menyatakan bahwa solusi optimal dari submasalah, dikombinasikan dengan pilihan greedy yang telah dibuat, menghasilkan

Kenaikan susut berat terjadi karena tomat merupakan buah klimaterik yang mengalami peningkatan respirasi seiring pematangan buah (Kismaryanti, 2007dalam Lathifa, 2013).Hasil

9.Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (kendaraan bermotor), tidak

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dyah Purworini Widhyarsi, (2008) yaitu Pelaksanaan Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) Atas Hibah