• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Hasil-hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan

2.2.5 Model Pengembangan Instrumen Penilaian

Berdasarkan pada prinsip sistematis, proses pengembangan instrumen penilaian harus melewati langkah-langkah atau model yang direncanakan. Menurut Nurgiyantoro (2010:14), model yang ideal adalah model yang sederhana dan menyeluruh, dalam arti mencakup semua komponen penilaian berupa prinsip yang harus dilakukan. Dengan adanya model yang diikuti, pengembang penilaian akan mengetahui langkah-langkah apa yang harus dilakukan dan apa efek yang terjadi jika melakukan penyimpangan.

Dalam menyusun instrumen penilaian ini, peneliti mengadaptasi model penilaian yang dikembangkan oleh Mardapi. Peneliti memilih model penilaian menurut Mardapi karena model ini dirasa telah mencakup semua dasar-dasar yang harus dilakukan dalam mengembangkan penilaian. Menurut Mardapi (2008:88—97)

model untuk mengembangkan tes hasil belajar terdiri dari sembilan langkah yang akan dijabarkan sebagai berikut.

(1) Menyusun spesifikasi tes

Penyusunan spesifikasi tes terdiri dari langkah-langkah berikut: (a) menentukan tujuan tes, (b) menyusun kisi-kisi tes, (c) memilih bentuk tes, dan (d) menentukan panjang tes. Langkah-langkah ini akan mempermudah penyusunan soal dan siapa saja yang menyusun soal akan menghasilkan tingkat kesulitan yang relatif sama.

Langkah pertama adalah menentukan tujuan tes. Penentuan tujuan ini dimaksudkan agar tes dapat mencapai sasarannya dengan baik. Dilihat dari tujuannya, ada empat macam tes yang digunakan dalam lembaga pendidikan, yaitu tes penempatan, tes diagnostik, tes formatif, dan tes sumatif. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengembangkan instrumen penilaian berupa tes formatif.

Langkah kedua dalam penyusunan spesifikasi tes adalah membuat kisi-kisi soal. Kisi-kisi ini merupakan acuan bagi penyusun soal agar dapat menghasilkan soal yang isi dan tingkat kesulitannya relatif sama. Format kisi-kisi yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jalur, kolom dan baris. Kolom menyatakan kompetensi dasar, jenjang ranah, indikator pembelajaran, indikator soal, jenjang ranah, bentuk tes, aspek terintegratif dan nomor soal. Baris menyatakan tujuan yang akan diukur atau diujikan.

Kisi-kisi soal penting dalam perencanaan penilaian hasil belajar karena di dalamnya terdapat sejumlah indikator sebagai acuan dalam mengembangkan instrumen penilaian. Kisi-kisi yang baik harus memenuhi persyaratan tertentu, yaitu: (1) representatif, yaitu harus betul-betul mewakili isi kurikulum sebagai sampel perilaku yang akan dinilai, (2) komponen-komponennya harus terurai/ terperinci, jelas, dan mudah dipahami, (3) soalnya dapat dibuat sesuai dengan indikator dan bentuk soal yang ditetapkan (Arifin, 2009:93).

Nurgiyantoro juga mengungkapkan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk menyusun kisi-kisi yang baik. Persyaratan tersebut antara lain: (1) perumusan indikator dari kemampuan dasar sesuai dengan prinsip kepentingan (urgensi), kesinambungan (kontinuitas), kesesuaian (relevansi), dan kontekstual, (2) jumlah soal per kompetensi dasar dan per indikator soal sesuai dengan prinsip kepentingan (urgensi), kesinambungan (kontinuitas), kesesuaian (relevansi), dan kontekstual, (3) tingkat kesulitan dan atau kekompleksan soal, yang juga tercermin dalam materi, sesuai dengan kelas peserta didik (Nurgiyantoro, 2010:136).

Langkah ketiga dalam penyusunan spesifikasi tes adalah memilih bentuk tes. Tes yang sesuai digunakan untuk menilai kompetensi menulis adalah tes subjektif. Hal ini disebabkan tes subjektif tidak hanya sesuai dengan tujuan mengungkapkan pikiran peneliti yang bersifat subjektif, melainkan juga sesuai dengan kegiatan menulis sebagai kegiatan aktif-produktif yang juga subjektif (Djiwandono, 2008:123).

Langkah terakhir dalam penyusunan spesifikasi tes adalah menentukan panjang tes. Penentuan panjang tes berdasarkan pada cakupan materi ujian dan kelelahan peserta tes. Sesuai rencana awal peneliti, tes akan dilaksanakan selama 30–45 menit untuk tiap tes tertulis yang dilaksanakan di dalam kelas, sedangkan satu sampai dua minggu untuk tes proyek dan portofolio. Namun, waktu ini dapat berubah bergantung pada situasi dan kondisi saat pelaksanaan uji coba instrumen penilaian.

(2) Menulis soal tes

Dalam tahap ini, pengembang tes menjabarkan indikator menjadi pertanyaan-pertanyaan yang karakteristiknya sesuai dengan penjelasan pada kisi-kisi yang telah dibuat. Dalam hal ini, peneliti menulis soal tes dalam bentuk tes tertulis, kinerja, proyek, dan portofolio berdasarkan kisi-kisi yang telah disusun. Butir-butir soal yang disusun disertai dengan petunjuk mengerjakan soal yang singkat dan jelas sehingga tidak menimbulkan multitafsir pada pembelajar. Selama menulis soal, peneliti juga menyusun rubrik penilaian atau pedoman penskoran sesuai dengan tujuan yang hendak diukur.

(3) Menelaah soal tes

Setelah soal disusun, dilakukan penelaahan terhadap soal tersebut untuk memperbaiki soal jika masih terdapat kekurangan atau kesalahan. Pada penelitian ini, penelaahan dilakukan oleh tiga orang dosen dan seorang guru Bahasa Indonesia dengan menggunakan bentuk standar penilaian yang terdapat pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

Penelaahan soal uraian terdiri dari tiga aspek, yaitu materi, konstruksi, dan bahasa. Aspek materi meliputi kesesuaian soal dengan indikator, kejelasan batasan jawaban dan pertanyaan, kesesuaian isi materi dengan tujuan pengukuran, dan kesesuaian isi materi dengan jenjang sekolah. Aspek konstruksi meliputi rumusan soal yang harus menggunakan kata tanya atau perintah, adanya petunjuk yang jelas untuk mengerjakan soal, adanya pedoman penskoran, kejelasan tabel, gambar, grafik, atau peta yang digunakan. Adapun aspek bahasa meliputi penggunaan kalimat komunikatif dan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam penyusunan soal, tidak adanya kata-kata atau kalimat yang menimbulkan penafsiran ganda, dan tidak adanya penggunaan bahasa daerah yang berlaku setempat (Haryati, 2008:131).

(4) Melakukan uji coba tes

Sebelum soal digunakan dalam tes yang sesungguhnya, alangkah baiknya dilakukan uji coba terhadap butir-butir soal untuk memperbaiki kualitas soal. Hal yang dianalisis dari hasil uji coba antara lain isi materi, konstruksi soal, dan kejelasan bahasa. Selain menganalisis ketiga hal tersebut, melalui uji coba tes dapat diperoleh data tentang reliabilitas, validitas, tingkat kesulitan, pola jawaban, efektivitas pengecoh, daya beda, dan lain-lain. Dalam penelitian ini, peneliti menganalisis tingkat validitas, reliabilitas, tingkat kesulitan, dan daya beda dari butir soal yang disusun.

(5) Menganalisis butir soal

Setelah melalui uji coba, dilakukan analisis butir soal untuk memperoleh data antara lain tentang tingkat kesulitan butir soal, efektivitas pengecoh, dan daya beda soal. Dalam penelitian pengembangan ini, peneliti juga menganalisis tingkat kesulitan butir soal, efektivitas pengecoh, dan daya beda butir soal.

(6) Memperbaiki tes

Setelah tiap butir soal dianalisis, dilakukan perbaikan terhadap soal-soal yang masih memiliki kekurangan. Perbaikan soal ini antara lain meliputi kesesuaian isi soal dengan materi dan tujuan, kejelasan konstruksi soal, dan kejelasan bahasa. Dalam perbaikan ini, tidak menutup kemungkinan peneliti meminta para ahli untuk memberikan masukan tentang hal-hal yang perlu diperbaiki dari instrumen penilaian yang telah diujicobakan.

(7) Merakit tes

Setelah semua soal dianalisis dan diperbaiki, langkah selanjutnya adalah merakit soal-soal menjadi sebuah satu kesatuan tes yang padu. Perakitan soal tidak bisa dilakukan secara sembarangan karena dapat mempengaruhi tingkat validitas soal. Dalam perakitan tes ini peneliti harus memperhatikan nomor urut soal, pengelompokan bentuk soal, dan lay out karena dapat mempengaruhi validitas soal.

(8) Melaksanakan tes

Setelah soal selesai disusun dan direvisi, langkah berikutnya adalah melaksanakan tes. Pelaksanaan tes harus hati-hati agar tujuan tes dapat tercapai

dengan baik. Penelitian pengembangan ini tidak sampai pada tahap melaksanakan tes yang sesungguhnya di lapangan, hanya sebatas uji coba saja. (9) Menafsirkan hasil tes

Skor yang dihasilkan dari tes kemudian ditafsirkan menjadi nilai, yaitu rendah, menengah, atau tinggi. Tinggi rendahnya nilai dikaitkan dengan acuan penilaian. Ada dua acuan yang digunakan dalam penilaian, yaitu acuan norma dan kriteria. Penafsiran hasil tes yang sesungguhnya tidak dilakukan pada penelitian ini karena peneliti hanya sebatas mengembangkan instrumen penilaian, menelaah, menguji coba, merevisi, dan merakitnya menjadi satu kesatuan tes yang padu.

Langkah-langkah di atas dijadikan pedoman peneliti dalam mengembangkan instrumen penilaian integratif dalam pembelajaran menulis. Peneliti perlu memahami dengan benar setiap langkah-langkah tersebut agar pengembangan instrumen penilaian ini dapat berjalan secara sistematis dan terencana. Dengan mengacu pada langkah-langkah tersebut, peneliti bisa mengantisipasi terjadinya penyimpangan dan kesalahan dalam menyusun instrumen penilaian, sehingga peneliti bisa menghasilkan instrumen penilaian yang sah, dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan baik dari prosedur maupun hasilnya.