• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Tanah Mohr - Coulomb

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 35-43)

2.9. Program Metode Elemen Hingga

2.9.3. Pemodelan Jenis Material Pada Metode Elemen Hingga

2.9.3.1. Model Tanah Mohr - Coulomb

Pada tahun 1910, Mohr mengemukakan suatu teori keruntuhan pada material, menurut Mohr keruntuhan pada material terjadi pada suatu bidang yang disebabkan oleh kombinasi kritis tegangan normal atau geser sendirian. Hubungan antara tegangan normal dan tegangan geser pada suat bidang keruntuhan diberikan dalam suatu fungsi sebagai berikut :

𝜏 = 𝑓 (𝜎) (2.33)

Keruntuhan geser tanah terjadi bukan disebabkan hancurnya butir –butir tanah tersebut tetapi karena adanya gerakan relatif antara butir-butir tanah.

Jauh sebelumnya pada tahun 1776, Couloumb telah mendefinisikan persamaan tersebut, yang pada akhirnya persamaan tersebut lebih sering dikenal dalam bentuk persamaan :

𝜏 = 𝑐 + 𝜎 𝑡𝑎𝑛 ∅ (2.34) dimana :

𝜏 = Tegangan geser 𝑐 = Kohesi tanah 𝜎 = Tegangan normal ∅ = Sudut geser tanah

Persamaan 2.34 dikenal dengan kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb, yang merupakan suatu garis lurus seperti pada Gambar berikut :

Untuk tanah jenuh air, tegangan normal total pada titik tersebut adalah penjumlahan dari tegangan efektif ( 𝜎 ′ ) dan tekanan air pori (u).

𝜎 = 𝜎′ + 𝑢 (2.35) Gambar 2.21 Kriteria Keruntuhan Model Mohr-Coulomb, (Desai C.S.,1984)

Pemodelan Mohr-Coulomb mengasumsikan bahwa perilaku tanah bersifat plastis sempurna (Linear Elastic Perfectl Plastic Model), artinya material akan mengalami deformasi elastis sebelum mencapai suatu keruntuhan, bilamana batas elastis telah terlewati barulah material mencapai konsisi plastis, selanjutnya material mengalami keruntuhan.

Beberapa kelebihan dari model ini adalah cukup sederhana (simple), valid dipakai pada material tanah sehingga paling banyak dipakai dan tersedia pada banyak program komputer. Sedang kekurangan dari model ini 𝜎2 (intermediate principal stress) diabaikan.

Model Mohr-Coulomb ini menetapkan suatu nilai tegangan batas dimana pada titik tersebut tegangan tidak lagi dipengaruhi oleh regangan.

Gambar 2.22 Kriteria Keruntuhan Model Mohr-Coulomb, Dalam Ruang Tegangan U7tama (Desai C.S.,1984)

Input parameter yang dibutuhkan pada model Mohr-Coulomb meliputi 5 (lima) buah parameter yaitu :

1) Modulus Elastisitas (Stiffness Modulus)

Modulus elastisitas didapat dari hasil hubungan tegangan–regangan dari pengujian triaxial test. Sudut kemiringan awal E0 yang dibentuk sebagai modulus elastisitas yang juga disebut sebagai Young’s modulus. Untuk tanah lempung overconsolidation dan beberapa jenis batuan dengan rentang linear elastis yang besar, digunakan E0.

Sedangkan E50 didefinisikan sebagai secant modulus pada kekuatan 50%. Untuk material pasir dan lempung normal consolidation lebih tepat menggunakan E50.

Karena sulitnya pengambilan contoh asli di lapangan untuk tanah granular maka beberapa pengujian lapangan (in situ test) telah dikerjakan untuk mengestimasi nilai modulus elastisitas tanah.

Menurut Bowles, 1997, nilai modulus elastisitas tanah juga dapat ditentukan berdasarkan jenis tanah perlapisan pada Tabel 2.5

Macam Tanah Es (Kg/cm2) LEMPUNG 1. Sangat lunak 3,0 – 30 2. Lunak 20 – 40 3. Sedang 45 – 90 4. Berpasir 300 – 425 PASIR 1. Berlanau 50 – 200 2. Tidak padat 100 – 250 3. Padat 500 – 1000

PASIR DAN KERIKIL

1. Padat 800 – 2000 2. Tidak padat 500 – 1400 LANAU 20 – 200 LOSES 150 – 600 CADAS 1400 – 14000 2) Poisson’s Ratio (v)

Poisson’s ratio adalah harga perbandingan regangan lateral dengan tegangan aksial yang berguna untuk menghubungkan besar modulus elastisitas (E) dengan modulus geser (G). dengan persaman sebagai berikut :

E = 2 (1 + V) G (2.36) Poisson’s ratio sering dianggap sebesar 0,2 - 0,4 dalam pekerjaan-pekerjaan mekanika tanah.

Untuk nilai poisson’s ratio efektif (μ) diperoleh dari hubungan jenis tanah, konsistensi tanah dengan poisson’s ratio seperti terlihat pada Tabel 2.6.

3) Sudut Geser Dalam (ϕ)

Sudut geser dalam dan kohesi tanah merupakan parameter dari kuat geser tanah yang menentukan ketahanan tanah terhadap deformasi akibat tegangan yang bekerja pada tanah. Deformasi dapat terjadi akibat adanya kombinasi keadaan kritis dari tegangan normal dan tegangan geser. Nilai dari sudut geser dalam didapat dari engineering properties tanah, yaitu dengan triaxial test dan direct shear test.

Hubungan antara sudut geser dalam (Φ) dengan nilai SPT setelah dikoreksi menurut Mayerhof 1965 adalah :

Soil type Description (μ')

Clay Soft 0,35 - 0,40 Medium 0,30 - 0,35 Stiff 0,20 - 0,30 Sand Loose 0,15 – 0.25 Medium 0,25 - 0,30 Dense 0,25 - 0,35 Tabel 2.6 Hubungan Jenis Tanah dengan Poisson’s Ratio (μ)

Kepadatan Relatif Density (Ɣd) Nilai N SPT Tekanan Konus (qc) (kg/cm2) Sudut Geser (ø) Very Loose < 0,2 < 4 < 20 < 30 Loose 0,2 – 0,4 4 – 10 20 – 40 30 – 35 Medium Dense 0,4 – 0,6 10 – 30 40 – 120 35-40 Dense 0,6 – 0,8 30 – 50 120 – 200 40 – 45 Very Dense 0,8 – 1,0 > 50 > 200 > 45 4) Kohesi (c)

Kohesi didefenisikan sebagai gaya tarik menarik antar partikel tanah. Kohesi merupakan salah satu parameter kuat geser tanah yang menentukan ketahanan tanah terhadap deformasi akibat tegangan yang bekerja pada tanah.

Sama seperti sudut geser dalam (Φ), nilai dari kohesi didapat dari engineering properties, yaitu dengan triaxial test dan direct shear test. 5) Sudut Dilantasi (ψ)

Sudut dilantasi (ψ) adalah sudut yang dibentuk bidang horizontal dengan arah pengembangan butiran pada saat butiran menerima tegangan deviatorik.

Digunakan untuk memodelkan regangan volumetrik plastik yang bernilai positif. Pada tanah lempung, umumnya tidak terjadi dilantasi (ψ = 0), sementara pada tanah pasir dilantasi tergantung dari kerapatan dan sudut geser (ϕ) dimana ψ = ϕ - 30°. Jika ϕ < 30° maka ψ = 0. Sudut dilantasi (ψ) bernilai negatif hanya bersifat realistis jika diaplikasikan pada pasir lepas. 6) Permeabilitas (k)

Koefisien rembesan pada tanah adalah kemampuan tanah untuk dapat mengalirkan atau merembeskan air (atau jenis fluida lainnya) melalui pori-pori tanah. Nilai koefisien permeabilitas tanah dapat ditentukan berdasarkan jenis tanah seperti pada Tabel 2.8 berikut ini :

Tabel 2.7 Hubungan Antara Kepadatan, Relative Density, Nilai N-SPT, qc dan Sudut Geser (Φ)

Jenis Tanah K cm/detik m/hari Kerikil bersih 1 – 100 864 – 86400 Pasir kasar 1 – 0,01 864 – 8,64 Pasir halus 0,01 – 0,001 8,64 – 0,864 Lanau 0,001 – 0,00001 0,864 – 0,0864 Lempung < 0,000001 < 0.00864

7) Berat Isi Tanah

a. Berat Jenis Tanah Kering (γdry)

Ɣdry adalah perbandingan antara berat tanah kering dengan satuan volume tanah. Berat jenis tanah kering dapat diperoleh dari data soil test & direct shear.

b. Berat Jenis Tanah Jenuh (γsat)

Ɣsat adalah perbandingan antara berat tanah jenuh air dengan satuan volume tanah jenuh. Dimana ruang porinya terisi penuh oleh air. Nilai Ɣsat dapat ditentukan berdasarkan jenis tanah, yang dapat dilihat pada Tabel 2.9 & Tabel 2.10. Kepadatan Relatif Density (Gs) (%) Nilai N SPT Sudut Geser (ø) Ɣsat (KN/m3) Very Loose 0 – 15 < 4 < 16 < 16 Loose 16 – 35 5 – 10 15,2 – 20 15,2 – 20 Medium Dense 36 – 65 11 – 30 17,62 – 21 17,62 – 21 Dense 66 – 85 31 – 50 17,62 - 22,42 17,62 - 22,42 Very Dense 86 - 100 > 51 > 21 > 21 (Sumber : Hardiyatmo, 2011) Tabel 2.8 Nilai Koefisien Permeabilitas Tanah

Tabel 2.9 Korelasi N-SPT Dengan Ɣsat Untuk Pasir (Non-Kohesif)

Pada pemodelan Mohr-Coulumb umumnya dianggap bahwa nilai E konstan untuk suatu kedalaman pada suatu jenis tanah, namun jika diinginkan adanya peningkatan nilai E perkedalaman tertentu, maka disediakan input tambahan dalam program elemen hingga.

Selain parameter satu sampai lima di atas, input tambahan dalam program elemen hingga yang dimaksud adalah permeabilitas dan berat isi tanah yang merupakan kondisi tanah awal memiliki peran penting dalam masalah deformasi tanah.

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 35-43)

Dokumen terkait