• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODERNISASI MENENGGELAMKAN UNSUR BUDAYA

Modernisasi Menenggelamkan Unsur Budaya 3.1 Dampak Modernisasi

Perkembangan perkotaan yang kian melejit di zaman modern dewasa ini, membuat banyak penataan kota menjadi semakin semrawut dan tidak tertata rapi, ini di karenakan oleh keegoisan dari setiap bangunan-bangunan pencakar langit yang di bangun di kawasan perkotaan yang tidak memperhatikan lingkungan di sekitar bangunan dan juga tidak adanya cerminan nilai-nilai budaya pada bangunan di setiap daerah yang di jadikan tempat bangunan tersebut berdiri dan membuat kebanyakan perkotaan di zaman sekarang ini tidak memiliki jati diri atau dengan kata lain kota tersebut menjadi kehilangan identitas dirinya sendiri.

Dalam hal ini Kota Medan juga terkena dampak dari moderenisasi bangunan perkotaan yang tidak di barengi nilai-nilai kebudayaan dimana bangunan-bangunan yang berdiri memiliki dampak yang negatif, akibatnya warga yang bermukim di daerah sekitar bangunan tersebut menjadi kehilangan identitas, tidak adanya (kewibawaan) dari sebuah kota lagi di karenakan ketidakpedulian daerah tersebut terhadap budaya atau cirri khas dari daerah dimana bangunan itu berdiri. Terutama bagi para wisatawan Mancanegara ataupun wisatawan Domestik, mereka tidak menemukan keunikan atau karakteristik dari kota Medan.

Perlu diketahui bahwa setiap kota pasti memiliki karakteristik, ciri khas dan juga identitas diri yang berkaitan dengan tradisi, budaya dan adat istiadat dari kota tersebut. Peristiwa seperti ini sering terlihat pada kota-kota di Indonesia seperti Joga dan Bali mereka mampu mempertahankan identitasnya di zaman

Ramadhani Ginting S

modern ini dengan cara menjaga nilai historis dan karakteristik budaya mereka pada bangunan-bangunan tersebut. Itu sebabnya turis mancangera lebih mengenal Bali atau Jogja daripada Indonesia.

Seperti yang kita ketahui Kota Medan yang merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia, tepatnya berada di Provinsi Sumatera Utara, memiliki banyak kekayaan budaya dan berbagai aneka ragam suku yang bermukim di wilayah Kota Medan. Meskipun Kota Medan sering di identikkan dengan kebudayaan Suku Melayu , namun perlu diketahui bahwa sesungguhnya Kota Medan ini diberi nama oleh seorang tokoh Suku Batak Karo yaitu Guru Patimpus Sembiring Pelawi, pria yang berasal dari dataran tinggi Karo. Pengetahuan sejarah inilah yang sangat jarang diketahui oleh masyarakat umum Kota Medan, begitu juga dengan para wisatawan Mancanegara dan wisatawan Domestik yang datang berwisata ke Medan.

Dengan menerapkan unsur-unsur budaya dan kearifan lokal yang menjadi ciri khas pada setiap bangunan yang akan di bangun di Medan maka masyarakat Kota Medan akan merasa (hangat) dan nyaman ketika menjadi bagian dari Kota Medan. Bangunan yang akan di bangun nantinya akan memiliki unsur-unsur dan pola aktivitas dari kebudayaan Karo agar dapat menjadi sarana edukasi akan pentingnya nilai-nilai kebudayaan dan sejarah daerah asal kita. Bukan hanya dari pelajaran di sekolah ataupun dari lingkungan saja kita dapat mengetahui tentang arti pentingnya sejarah, nilai kebudayaan dan juga adat istiadat dari suku-suku di Kota medan ini, tetapi dari sebuah bangunan baik dari aspek eksteriornya, aspek interiornya maupun dari aktivitas yang berada di dalam bangunan tersebut dapat

menjadi media untuk sarana pembelajaran bagi masyarakat terhadap nilai-nilai kebudayaan dari Kota Medan. Jika konsep desain seperti ini terus di kembangkan di Kota Medan, maka kedepannya dapat kita pastikan nilai-nilai kebudayaan dan karakteristik Kota Medan yang hampir tidak ada karena di telan zaman yang semakin modern ini akan kembali lagi hadir dengan gaya Neo-Vernakularnya dan dapat dirasakan di tengah-tengah masyarakat Kota Medan terutama generasi penerus bangsa.

Peran serta Pemerintah sangat diharapkan oleh masyarakat Kota Medan, dimana Pemerintah sebagai pihak yang memberikan peraturan dan sebagai pihak yang mengontrol jalannya pembangunan dari daerahnya. Adanya kerjasama Pemerintah dengan masyarakat Kota Medan untuk mengembalikan nilai-nilai kebudayaan suku-suku di Kota Medan dalam bentuk sebuah bangunan, maka akan tercipta identitas atau karakteristik dari kota tersebut. Dengan begitu daya tarik wisatawan dapat semakin bertambah seperti pada kota-kota besar lainnya di Indonesia yang bangga dengan pelestarian budayanya.

Lahan lokasi proyek dengan luas 23.500 ha ini merupakan tanah kosong bekas Deli Plaza dan kasus proyek yang akan di bangun di site ini yakni Bangunan Komersil Fungsi Campuran. Lahan lokasi proyek sangat berpotensi baik dengan sejarah karena berada dekat dengan pertemuan Sungai Babura dan Sungai Deli yaitu awal mula Guru Patimpus membuka lahan untuk perkampungan yang di beri nama Medan. Sejauh ini lahan lokasi proyek sangat erat hubungannya dengan sejarah Kota Medan karena berada dekat dengan pertemuan Sungai Babura dan Sungai Deli yaitu awal mula Guru Patimpus membuka lahan untuk

Ramadhani Ginting S

perkampungan yang di beri nama Medan. Oleh sebab itu, lokasi proyek yang berada di Jl. Guru Patimpus dan tepat di tepi bantaran Sungai Deli sangat cocok mengadopsi karakteristik dari bangunan Karo dengan variasi desain yang menarik, apakah itu bentukan atapnya, ornamentnya, street furniture ataupun pola aktivitas yang ada di dalamnya. Sehingga tampilan dari bangunan dapat selaras dengan nama dari jalan yang berada di depan lokasi proyek ini yang diambil dari nama tokoh Karo yang mendirikan Kota Medan yaitu Guru patimpus. Tidak hanya itu saja yang akan di hidupkan kembali, tetapi dengan adanya konsep desain yang mengangkat nilai-nilai kebudayaan dan sejarah Kota Medan yang dapat mengidupkan suasana di bantaran Sungai Deli, karena di dalam sejarahnya Sungai Deli juga mempunyai hubungan yang erat dengan Guru Patimpus. Kawasan muka Sungai Deli juga harus di utamakan dan membuat daya tarik tersendiri dengan cara membuat riverwalk di pinggiran bantaran sungai dan membuat ruang terbuka hijau yang di kembangkan dari tema Neo-Vernacular agar tidak lagi terkesan tidak di anggap karena kekumuhannya.

BAB IV

Dokumen terkait