• Tidak ada hasil yang ditemukan

Arsitektur Neo-Vernacular Karo Sebagai Representasi Budaya Lokal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Arsitektur Neo-Vernacular Karo Sebagai Representasi Budaya Lokal"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

ARSITEKTUR NEO-VERNACULAR KARO

SEBAGAI REPRESENTASI BUDAYA LOKAL

SKRIPSI ALUR PROFESI (RTA 4231) SKRIPSI SARJANA SEMESTER B TAHUN AJARAN 2013/2014

Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Arsitektur

Oleh

RAMADHANI GINTING S

090406063

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ARSITEKTUR NEO-VERNACULAR KARO

SEBAGAI REPRESENTASI BUDAYA LOKAL

SKRIPSI ALUR PROFESI (RTA 4231) SKRIPSI SARJANA SEMESTER B TAHUN AJARAN 2013/2014

Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Arsitektur

Oleh

RAMADHANI GINTING S

090406063

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ARSITEKTUR NEO-VERNACULAR KARO

SEBAGAI REPRESENTASI BUDAYA LOKAL

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Dalam Departemen Arsitektur

Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

OLEH

RAMADHANI GINTING S 090406063

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(4)

PERNYATAAN

ARSITEKTUR NEO-VERNACULAR KARO

SEBAGAI REPRESENTASI BUDAYA LOKAL

SKRIPSI

Dengan ini penulis menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat

karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu

perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya

atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang

secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, Juli 2014 Penulis

(5)

Judul Skripsi : ARSITEKTUR NEO-VERNACULAR KARO SEBAGAI REPRESENTASI BUDAYA LOKAL

Nama Mahasiswa : RAMADHANI GINTING S Nomor Induk Mahasiswa : 090406063

Departemen : Arsitektur

Menyetujui Dosen Pembimbing

Dr. Achmad Delianur Nst.ST.MT.IAI NIP.197308281 199903 1002

Koordinator Skripsi Ketua Departemen Arsitektur

Ir. Bauni Hamid, M.DesS, Ph.D Ir. N. Vinky Rahman, MT. NIP. 19670307 199303 1004 NIP.19660622 199702 1 001

(6)

Telah diuji pada Tanggal : 14 Juli 2014

Panitia Penguji Skripsi

Ketua Komisi Penguji : Dr. Achmad Delianur Nst.ST.MT.IAI Anggota Komisi Penguji : 1. Ir. Tavip K Mustafa Ars.IAI

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah menjadi

sumber kekuatan, inspirasi dan penuntun selama berlangsungnya pengerjaan

skripsi alur profesi ini sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik

dan tepat pada waktunya.

Skripsi ini mengambil judul Arsitektur Neo-Vernacular Karo Sebagai

Representasi Budaya Lokal. Skripsi ini merupakan syarat yang diwajibkan bagi

mahasiswa alur profesi untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik.

Pada kesempatan ini, dengan tulus dan kerendahan hati, saya

menyampaikan rasa hormat dan terima kasih serta penghargaan sebesar-besarnya

kepada Bapak Dr. Achmad Delianur Nasution ST. MT. IAI dan Bapak Ir. Tavip K

Mustafa Ars. IAI selaku dosen pembimbing dan konsultan arsitek atas kesediaan

dan kesabarannya dalam membimbing, memotivasi, memberi pengarahan dan

waktu yang beliau luangkan kepada saya. Juga kepada Bapak Ahmad Windhu ST.

Msi. IAI selaku arsitek penguji yang memberikan kritik yang membangun dan

masukan-masukan yang bermanfaat sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi

ini.

Rasa hormat dan terima kasih yang sama juga saya tujukan kepada:

1. Bapak Ir. N. Vinky Rahman, MT Ketua Departemen Arsitektur

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir. Bauni Hamid, M.DesS, Ph.D selaku Koordinator

Perancangan Arsitektur 6 dan Skripsi Sarjana Departemen Arsitektur

(8)

3. Bapak dan Ibu dosen staff pengajar Depatemen Arsitektur Fakultas

Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Ayah saya yang tercinta, Bapak Pengarapen Ginting S dan Ibu saya

tersayang, Ibu Rosmina Tarigan, SH. atas segala doa, semangat,

dukungan, kesabaran dan segala pengorbanannya selama ini sehingga

saya dapat menyelesaikan Skripsi ini.

5. Adik saya, Sri Endhayani Ginting S, atas dukungan dan semangat yang

diberikan.

6. Paman saya, Ir. H. Simon Tarigan, Msi dan Isterinya (tante saya), Prof.

Dr. Hj. Sunarmi, SH. M.Hum, yang selalu meluangkan waktunya

untuk memberikan bimbingan, nasihat-nasihat, solusi serta

motivasi-motivasi yang berharga bagi saya.

7. Teman spesial saya, Syafrida Mentari Nasution yang selama ini

meluangkan waktunya dan memberikan dukungan serta motivasi

dalam susah maupun senang.

8. Teman-teman seperjuangan yang selama ini selalu menyemangati satu

sama lain terutama kepada Mahmudi Affan yang selalu

membangkitkan semangat saya.

9. Ade Setya, Philip, bang Syahril dan bang Falex, atas bantuannya

selama ini yang rela meluangkan waktunya untuk memberikan

(9)

10.Dan yang terakhir saya juga mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada keluarga besar Reborn Auto Club yang selalu

menghibur saya disaat susah maupun senang.

Saya sungguh menyadari bahwa tugas akhir ini mungkin masih

mempunyai banyak kekurangan. Karena itu saya membuka diri terhadap kritikan

dan saran bagi penyempurnaan tugas akhir ini. Dan, akhirnya saya berharap

tulisan ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya

di lingkungan Departemen Arsitektur USU.

Medan, Juli 2014

Hormat saya,

(10)

DAFTAR ISI

BAB III MODERNISASI MENENGGELAMKAN UNSUR BUDAYA 3.1 Dampak Modernisasi ... 24

BAB IV IDENTITAS JATI DIRI 4.1 Penerapan Tema Dalam Desain ... 28

BAB V DESAIN NEO-VERNACULAR 5.1 Pendalaman Tema ... 30

5.2 Konsep Desain Bangunan ... 31

5.3 Konsep Rancangan Tapak, Sirkulasi, Ruang Terbuka ... 32

5.4 Konsep Rancangan Berkaitan Dengan Faktor Keamanan, Keselamatan dan Privasi ... 34

5.2 Konsep Ruang Terbuka Serta Manifestasi Sosial ... 35

(11)

BAB VII STRUKTUR SEBAGAI BENTENG PERTAHANAN

7.1 Konsep Struktur... 43

BAB VIII BENTENG PERTAHANAN KEDUA 8.1 Perencanaan Sistem Plumbing/Sanitasi ... 52

8.2 Lift, Tangga Darurat dan Tangga Darurat ... 54

8.3 Telekomunikasi (Telepon, Tata Udara, Wifi, CCTV) ... 55

8.4 Jaringan Listrik ... 57

8.5 Sistem Fire Alarm ... 58

8.6 Air Conditioner (AC) ... 59

BAB IX RANCANGAN AKHIR 9.1 Hasil Desain ... 61

EPILOGUE………. ………... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(12)

DAFTAR GAMBAR

PROLOGUE

Gambar P.1 Sungai Chenggyecheon dan Sungai Khucing ………… 2

Gambar P.2 Sungai San Antonio………. 2

Gambar P.3 Skema Alur Berfikir Perancangan………... 3

BAB I SUNGAI DELI DAN SEKITARNYA Gambar 1.1 Kondisi Site……… 13

Gambar 1.2 Sisi Timur Site……… 13

Gambar 1.3 Kondisi Sungai Deli……….14

Gambar 1.4 Kondisi Jl. Guru Patimpus………..………14

BAB II SUMBER INSPIRASI Gambar 2.1 Bandara Soekarno Hatta……….17

Gambar 2.2 Museum Tsunami Banda Aceh.………..………... 18

Gambar 2.3 Wisma Dharmala Jakarta………...19

Gambar 2.4 Istana Budaya Kuala Lumpur Malaysia……..………..19

BAB III DAMPAK MODERNISASI BAB IV IDENTITAS JATI DIRI BAB V DESAIN NEO-VERNACULAR Gambar 5.1 Rumah Si Waluh Jabu dan Ornamen Karo….………. 32

Gambar 5.2 Kain Ulos………..……… 32

BAB VI PENGEMBANGAN DESAIN Gambar 6.1 Konsep Rancangan Tapak………... 36

Gambar 6.2 Konsep Bentukan Massa……….…...37

Gambar 6.3 Denah Podium Lantai 1………..38

Gambar 6.4 Denah Podium Lantai 2………..39

Gambar 6.5 Denah Podium Lantai 3………..40

Gambar 6.6 Konsep Desain Fasad Bangunan………42

Gambar 6.7 Konsep Desain Podium………..……… 42

(13)

Gambar 7.1 Proses Pemasangan Pre-Cast………... 44

Gambar 7.2 Kaca Panasap………... 45

Gambar 7.3 Reruntuhan Bangunan Akibat Gempa..………...48

Gambar 7.4 Core Pada basement 2 bagian Tower Kantor.……..……...50

Gambar 7.5 Core pada Basement 2 dan podium lantai 1 Tower Hotel...51

BAB VIII BENTENG PERTAHANAN KEDUA

Gambar 8.1 Sistem Fire Alarm………. 59

Gambar 8.2 AC Central………..……….. 59

Gambar 8.3 AC Split………..……….. 60

BAB IX RANCANGAN AKHIR

Gambar 9.1 Desain Lansekap....………... 63

Gambar 9.2 Fasilitas-fasilitas Pada Lansekap....……….. 64

Gambar 9.3 Desain Fasad dan Motif Ulos Pada Kolom....………….. 66

Gambar 9.4 Sirkulasi Pada Site………...…………. 66

Gambar 9.5 Denah Tower Hotel Lantai 4-5…………...………….. 67

Gambar 9.6 Denah tower hotel lantai 6-12 dan lantai 13-16...…….. 68

Gambar 9.7 Denah tower hotel lantai 17-18 dan lantai 19-20....……. 69

Gambar 9.8 Denah tower kantor lantai 4-5 dan lantai 6-20...…… .70

Gambar 9.9 Interior………...……. .71

Gambar 9.10 Potongan A-A dan B-B...……… .71

(14)

ABSTRAK

Perkembangan perkotaan yang kian melejit di zaman modern dewasa ini, membuat banyaknya bangunan kota menjadi semakin kehilangan identitas, ini di karenakan oleh keegoisan dari setiap bangunan-bangunan pencakar langit yang di bangun di kawasan perkotaan yang tidak memperhatikan lingkungan di sekitar bangunan dan juga tidak adanya cerminan nilai-nilai budaya pada bangunan di setiap daerah yang di jadikan tempat bangunan tersebut berdiri. Perlu diketahui setiap kawasan/kota memiliki karakter, ciri khas, serta jati diri tersendiri yang terefleksi dari nilai-nilai budaya, tradisi. Seperti yang kita ketahui Kota Medan yang merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia, tepatnya berada di Provinsi Sumatera Utara, memiliki banyak kekayaan budaya dan berbagai aneka ragam suku. Budaya karo yang mulai tidak dikenal lagi akan memungkinkan tenggelamnya satu budaya yang melengkapi sejarah Kota Medan. Kota Medan sendiri diberi nama oleh seorang tokoh Suku Batak Karo yaitu Guru Patimpus Sembiring Pelawi, pria yang berasal dari dataran tinggi Karo. Pengetahuan sejarah inilah yang sangat jarang diketahui oleh masyarakat umum Kota Medan, begitu juga dengan para wisatawan Mancanegara dan wisatawan Domestik yang datang berwisata ke Medan. Dengan menghadirkan sebuah bangunan Mixed-Use dengan fungsi Hotel-Kantor yang bertema Neo-Vernacular diharapkan dapat memberikan nilai edukasi dan kesadaran masyarakat mengenai sejarah dan budaya Kota Medan yang perlu dilestarikan. Bangunan ini nantinya juga diharapkan dapat merevitalisasikan dua kawasan sekaligus yaitu kawasan Jl. Guru Patimpus dan kawasan muka Sungai Deli, dimana sungai Deli berkaitan erat dengan sejarah Kota Medan karena posisinya yang berada dekat dengan pertemuan Sungai Babura dan Sungai Deli yaitu awal mula Guru Patimpus membuka lahan untuk perkampungan yang di beri nama Medan Putri.

(15)

ABSTRACT

The skyrocketing of urban developments nowadays has made a lot of city buildings lose their true identity, caused by the ego of each urban skyscraper which has paid no interest to its environment and showed no reflection of cultural values of where the building is located. It is need to be known that each city/area has its very own characters, features and identity which are reflected from the values of existing culture and traditions. Medan city as we know it is one of the biggest cities in Indonesia, which exactly is located in the North Sumatra province, has a wide range of cultures and tribes. The Karo culture is slowly becoming unpopular, and this might make one of the cultures which shaped

Medan’s history extinct. The name Medan itself was given by a Batak Karo

figure, Guru Patimpus Sembiring Pelawi, who came from the Karo heights. This historical knowledge is rarely known, either by Medan domestics or international tourists. By presenting a mixed-use building with hotel-office functions with Neo-Vernacular theme, it is expected for this building to give educational values and

people’s consciousness of the history and culture of Medan city, which need to be

preserved. This building is also expected to revitalize two areas which are Jl. Guru Patimpus area and the Deli riverfront, which has a historical relationship with Medan city for its location that is near the interchange of Babura river and Deli river, where Guru Patimpus first set a village, which he named Medan Putri.

(16)

Prologue

Air mengalir dari tempat yang lebih tinggi ketempat yang lebih rendah,

filosofi itu menjadi awal dari pembukaan prologue ini. Menurut perancang,

filosofi air tersebut memiliki makna air selalu ingin bermanfaat bagi makhluk

hidup di bawahnya. Sudah menjadi kewajiban manusia sebagai makhluk yang

berakal untuk menjaga kelestarian proses pengaliran air dari tempat tinggi ke

tempat yang lebih rendah dalam hal ini sungai. Tetapi faktanya kawasan sungai di

kota Medan kondisinya tidak tertata dan warga kota Medan pun kurang menjaga

dan merawat kondisi sungai sehingga citra sungai di kota Medan sangat buruk.

Pemanfaatan ruang yang tidak teratur di sekitar kawasan Sungai Deli

mengakibatkan turunnya kualitas lingkungan di bantaran Sungai Deli yang

digunakan sebagai tempat pembuangan sampah, mencuci, dan membuang saluran

kotoran rumah tangga maupun bangunan gedung yang berada pada sisi sungai.

Hal ini sangat bertolak belakang dengan Negara lain seperti USA atau

Negara-negara seasia seperti Korea Selatan dan Malaysia telah terbilang sukses menarik

turis dengan pemanfatan sungai sebagai objek wisata dan sebagai gaya hidup

perkotaan (Urban Life Style). Mereka memanfaatkan daerah muka sungai

(Riverfront) menjadi kawasan rekreasi atau tempat pariwisata dan sekaligus

menjadikan sungai sebagai pusat kegiatan masyarakat yang menggabungkan jenis

bangunan di sekitar sungai dengan perusahaan komersil seperti butik, restoran dll,

yang menurut perancang hal itu melambangkan efisiensi ruang dan kedekatan

antara fungsi ruang dari kebutuhan masyarakat kota, hal itu menjadi gaya hidup

(17)

Ramadhani Ginting S

Gambar P.1 Sungai Chenggyecheon, Korea Selatan (kiri) dan Sungai Khucing Malaysia

(kanan)

Gambar P.2 Sungai San Antonio USA

Untuk dapat mewujudkan keadaaan yang lebih baik terhadap Riverfront

Kota Medan khusunya kawasan muka sungai Deli maka dari itu perancang mulai

fokus pada tema-tema yang telah ditentukan dalam perencanaan proyek

Revitalisasi Kawasan Sungai Deli ini. Adapun tema utama proyek ini adalah

Riverfront dan tema kedua ataupun subtema dari proyek ini yaitu Urban Lifestyle.

Dibawah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai kedua tema tersebut, Riverfront

(18)

Gambar P.2 Skema alur berfikir pada perancangan

Riverfont

Riverfront di kawasan perkotaan memilki beberapa fungsi diantaranya

sebagai saluran utama pengendali banjir dan juga memiliki fungsi sebagai fasilitas

ruang publik. Perancang dalam hal ini menegaskan kembali bahwa kawasan muka

sungai (Riverfront) harus diprioritaskan menjadi daya tarik tersendiri.

Pengembangan riverfront layaknya sebuah pengembangan kawasan perkotaan,

dimana pembangunan generator aktifitas menjadi hal yang penting untuk

dilakukan. Perencanaan riverfront ini sendiri terdiri dari beberapa tahapan berupa:

Pertama, pembentukan citra (image) yang baik di kawasan muka Sungai Deli dan

menciptkan kawasan riverfront yang berkualitas. Kedua, perencanaan struktur

(19)

Ramadhani Ginting S

kendala seperti banjir, pendangkalan sungai dan erosi. Ketiga, meningkatkan

kualitas kehidupan disekitar kawasan Sungai Deli. Menurut perancang hal yang

paling utama dari proses pengembangan Riverfront adalah warga disekitar Sungai

Deli harus diberikan penyuluhan tentang pentingnya merubah kebiasan yang

memberikan hal yang buruk berupa banjir dan pemandangan yang kumuh dan

tidak sehat.

Urban Lifestyle

Jika berbicara mengenai tema Urban Life Style, kondisi site yang berada

pada kawasan pusat kota yang berdekatan dengan pusat aktifitas masyarakat Kota

Medan seperti perkantoran, perhotelan, ruko komersil, rekreasi indoor dan pusat

perbelanjaan, hal ini menunjukkan sebuah potensi yang baik untuk merencanakan

sebuah ruang terbuka publik yang baru untuk masyarakat Kota Medan.

Urban Lifestyle merupakan lingkungan binaan yang dibuat untuk

pengaturan penggabungan jenis bangunan dengan perusahaan komersial, seperti

butik, restoran, melambangkan efisiensi ruang dan kedekatan fungsi dari

kebutuhan manusia. Sungai Deli merupakan awal mula kota Medan sangat penting

untuk melestarikan dan menjaga agar generasi penerus dapat melihat Sungai Deli

yang indah. Selain itu, tujuan dari Urban Life Style dalam penerapannya pada

proyek ini bertujuan memperkuat identitas kota Medan pada umumnya dan Sungai

Deli pada khususnya, selain itu membantu melestarikan warisan sejarah kota

medan untuk meningkatkan budaya lokal pada umumnya serta meningkatkan

(20)

Keterkaitan Riverfront dengan Urban Lifestyle

Menurut perancang keterkaitan antara Riverfront dengan Urban Lifestyle

dalam konteks perkotaan (Urban Context) dapat terwujud dengan dibinanya

hubungan yang erat antara kawasan Sungai Deli dengan bagian-bagian kota

Medan yang terkait. Aspek yang terkait dari penggabungan kedua tema tersebut

adalah sebagai berikut: pertama, pemakai yaitu mereka yang tinggal, bekerja, atau

berwisata di kawasan Sungai Deli diharapkan memiliki rasa memiliki kawasan

Sungai Deli sebagai sarana publik. Kedua, pelestarian khasanah sejarah dan

budaya, lokasi proyek yang akan dibangun berada dekat dengan bangunan

bersejarah Deli Maskapai yang memiliki nilai sejarah tinggi sebagai awal

perkembangan kota Medan. Kemudian budaya yang perlu dilestarikan dalam hal

ini budaya Karo karena selain berkaitan dengan seorang tokoh pendiri Kota

Medan yakni Guru Patimpus Sembiring Pelawi, budaya karo juga bagian dari

Kota Medan.

Ketiga, pencapaian dan sirkulasi dari tapak, dimana tapak ini dapat dicapai

melalui jalan arteri yakni Jl. Guru Patimpus dan jalan Sekunder Jl. Tembakau

Deli. Pencapaian yang baik dalam perancangan harus mempertimbangkan

hubungan yang baik antara bangunan dan area riverfront serta dua jalan

penghubung tersebut. Keempat, karakter visual yaitu hal-hal yang mejadikan

bangunan Mixed-use yang berada pada muka sungai memiliki karakter tersendiri

yang dapat mengacu pada adat dan budaya yang berhubungan dengan kota Medan

dan Sungai Deli. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa keempat aspek

(21)

Ramadhani Ginting S

(Urban Life Style) yang saling berkaitan secara khusus dalam perencanaan proyek

ini.

Sejarah Awal Kota Medan

Setelah perancang menggabungkan tema utama dengan subtema proyek

ini, perancang kemudian memikirkan untuk menyelaraskan tema individualnya

agar saling berhubungan dengan tema utama dan subtema. Sebelum membahas

lebih dalam mengenai tema individual, ada hal yang akan dibahas terlebih dahulu

yakni mengenai sejarah Kota Medan yang nantinya akan berpengaruh terhadap

tema individual yang dimaksud oleh perancang.

Menurut kajian literatur yang perancang lakukan, Guru Patimpus yang

bermarga Sembiring Pelawi yang berasal dari dataran tinggi Karo menikah dengan

seorang putri Raja Pulo Brayan dan pada tanggal 1 Juli 1590 mereka membuka

kawasan hutan antara Sungai Deli dan Sungai Babura yang kemudian menjadi

Kampung Medan Putri. Perkampungan Medan Putri lokasinya terletak di Tanah

Deli, tidak jauh dari Jl. Guru Patimpus sekarang. Pada awal perkembangannya

kota Medan merupakan sebuah kampung kecil yang bernama Medan Putri.

Perkembangan Kampung Medan Putri tidak terlepas dari posisinya yang strategis

karena terletak di pertemuan sungai Deli dan sungai Babura. Kedua sungai

tersebut pada zaman dahulu merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang cukup

ramai pada saat itu, nama Medan mulai berkembang dan menjadi Kota Pusat

Pemerintahan dan Perekonomian di Sumetra Utara dengan adanya perdagangan

dan bisnis tembakau yang dibuka oleh Belanda pada tahun 1863. sehingga dengan

(22)

berkembang menjadi pelabuhan transit yang sangat penting pada masa itu.

Menurut keterangan H. Muhammd Said yang dikutip melalui buku Deli : In

Woord en Beeld ditulis oleh N. Ten Cate, keterangan tersebut mengatakan bahwa

dahulu kala Kampung Medan Putri ini merupakan Benteng dan sisanya masih ada

terdiri dari dinding dua lapis berbentuk bundaran yang tedapat di pertemuan antara

dua sungai yakni Sungai Deli dan Sungai Babura. Kemudian terdapat Rumah

Administrateur terletak di seberang sungai kampung Medan Putri, kalau kita lihat

letak benteng dari Kampung Medan Putri ini ada di Wisma Benteng sekarang dan

rumah Administrateur tersebut adalah kantor PTP IX Tembakau Deli yang

sekarang ini.

Kerajaan Haru/Aroe

Tidak diketahui secara pasti kapan Kerajaan Haru menjadi kerajaan besar

di Sumatera. Namun, Brahma Putra dalam bukunya “Karo dari Zaman ke Zaman” mengatakan bahwa pada abad 1 Masehi sudah ada kerajaan di Sumatera Utara

yang rajanya bernama “Pa Lagan”, nama itu merupakan bahasa yang berasal dari Suku Karo. Mungkinlah pada masa abad 1 Masehi Kerajaan Haru sudah ada, hal

ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. (Darman Prinst, SH:2004).

Kerajaan Haru diketahui tumbuh dan berkembang bersamaan waktunya dengan

Kerajaan Majapahit, Sriwijaya, Johor, Malaka, dan Aceh. Terbukti karena

Kerajaan Haru pernah berperang dengan kerajaan-kerajaan tersebut.

Kerajaan Haru identik dengan Suku Karo. Pada masa keemasannya batas

Kerajaan Haru mulai dari Aceh Besar hingga ke Sungai Siak di Riau. Eksistensi

(23)

Ramadhani Ginting S

dari Bahasa Karo. Misalnya Kuta Raja (sekarang Banda Aceh), Kuta Binjei di

Aceh Timur, Kuta Karang, Kuta Alam, Kuta Lubok, Kuta Laksamana Mahmud,

Kuta Cane, Blang Kejeren, dan lainnya. (D. Prinst, SH: 2004). Terdapat Suku

Karo di Aceh Besar yang dalam logat Aceh disebut Karee. Keberadaan Suku Haru

di Aceh ini diakui oleh H. Muhammad Said dalam bukunya “Aceh Sepanjang Abad”, (1981). Beliau menekankan bahwa penduduk asli Aceh Besar adalah

keturunan mirip Batak. Namun tidak dijelaskan keturunan dari Batak mana

penduduk asli tersebut. Sementara itu, H. M. Zainuddun dalam bukunya “Tarikh Aceh dan Nusantara” (1961) dikatakan bahwa di Lembah Aceh Besar disamping Kerajaan Islam ada Kerajaan Karo. Brahma Putra, dalam bukunya “Karo dari Zaman ke Zaman” mengatakan bahwa raja terakhir Suku Karo di Aceh Besar adalah Manang Ginting Suka. Sedangkan Raja Suku Karo di Sumatera Utara

(Wampu, Delitua) yakni Guru Patimpus Sembiring Pelawi. Dalam bukunya

Brahma Putra mengatakan bahwa pada abad ke-16 Kerajaan Haru (Wampu,

Delitua, lingga Timur Raya) dihancurkan oleh agresi dari Sultan Aceh. Hal itu

adalah faktor penyebab pecahnya bangsa Haru menjadi suku-suku yakni: Suku

Karo, Simalungun, Pak-Pak, Gayo, Alas, Singkel dan Keluat.

Kelompok Karo di Aceh kemudian berubah nama menjadi “Kaum Lhee Reutoih” atau Kaum Tiga Ratus. Penamaan demikian terkait dengan peristiwa perselisihan

antara Suku Karo dengan Suku Hindu disana yang disepakati diselesaikan dengan

perang tanding. Perang tanding ini dapat didamaikan, sejak saat itu Suku Karo

disebut sebagai Kaum Tiga Ratus dan Kaum Hindu disebut Kaum Empat Ratus.

(24)

mereka disebut sebagai Kaum Jasandang. Golongan lainnya adalah Kaum Imam

Pewet dan Kaum Tok Batee yang merupakan campuran suku pendatang, seperti:

Kaum Hindu, Arab, Persia, dan lainnya.

Arsitektur Neo-Vernacular

Dari penjelasan diatas mengenai sejarah Kota Medan, dapat diambil kesimpulan

bahwa Guru Patimpus membawa pengaruh besar sejarah budaya Karo di Kota

Medan. Oleh karena itu perancang memilih Arsitektur Neo-Vernacular sebagai

tema individualnya. Bila dikaitkan antara sejarah Kota Medan dengan tema

Neo-Vernacular, sangat menarik bila budaya diangkat pada perancangan proyek ini

karena mengingat sejarahnya berhubungan erat dengan budaya Suku Karo dan

pendiri Kota Medan yaitu Guru Patimpus. Jadi dapat dikatakan ide dan desain dari

proyek ini terinspirasi dari sejarah dan budaya Kota Medan.

Melalui studi literatur yang dilakukan perancang dapat di simpulkan bahwa

pengertian dari Arsitektur Neo-vernacular adalah bentuk-bentuk modern yang

mengacu pada unsur-unsur budaya dan tradisi dengan tujuan dapat melestarikan

unsur-unsur lokal dengan lapisan modernisasi. Arsitektur Neo-vernacular

merupakan suatu bentuk yang modern namun masih memiliki ciri khas daerah

walaupun material yang digunakan adalah bahan modern seperti kaca dan logam

sehingga terlihat harmonisasi antara bentukan dan materialnya. Perancang

menyimpulkan interpretasi dari tema Arsitektur Neo-Vernacular yaitu lebih

mengutamakan visual dan tidak murni menerapkan prinsip-prinsip yang terdapat

pada bangunan vernacular akan tetapi menampilkan karya-karya baru yang

(25)

Ramadhani Ginting S

Berikut beberapa ciri-ciri gaya arsitektur Neo-Vernakular menurut Charles

Jencks dalam bukunya “language of Post-Modern Architecture” dapat dipaparkan sebagai berikut : mengembalikan bentuk-bentuk atau unsur tradisional yang

ramah lingkungan dengan proporsi yang lebih vertical, kesatuan antara interior

yang terbuka melalui elemen yang modern dengan ruang di luar bangunan,

warna-warna yang kuat dan kontras.

Dari beberapa hal tersebut Charles Jencks menjabarkan beberapa

pendekatan arsitektur Neo-Vernacular yang tidak hanya sekedar meniru bentukan

fisik bangunan, melainkan Arsitektur Neo-Vernacular juga harus menerapkan

elemen non fisik seperti budaya, pola pikir, kepercayaan, tata letak, religi dll yang

berhubungan dengan budaya setempat. Sehingga bangunan baru yang di desain

tidak hanya menampilkan visualisasi dari arsitektur Vernacular dalam bungkusan

modern, tapi juga memberikan pengalaman ruang yang memiliki unsur budaya

sehingga bangunan yang dibangun kuat dengan tema Neo-Vernacular secara

elemen fisik dan elemen non fisik.

Dalam penerapan tema Arsitektur Neo-Vernakular terdapat beberapa kajian

prinsip desain arsitektur Neo-Vernakular: Pertama, hubungan langsung dimana

pembangunan bangunan baru yang kreatif dan adaftif disesuaikan dengan

nilai-nilai/fungsi dari bangunan sekarang. Kedua, hubungan abstrak merupakan

interpretasi ke dalam bentuk bangunan yang dapat dipakai melalui analisa tradisi

budaya dan peninggalan arsitektur. Ketiga, hubungan lansekap, mencerminkan

dan menginterprestasikan lingkungan seperti kondisi fisik termasuk topografi dan

(26)

bentukan ide yang relevan dengan program konsep arsitektur. Kelima, hubungan

masa depan merupakan pertimbangan mengantisipasi kondisi yang akan datang.

(27)

Ramadhani Ginting S

Tinjauan Arsitektur Neo-Vernacular

Tabel Perbandingan Arsitektur Tradisional, Vernacular dan Neo-Vernacular Sumber: Sonny Susanto, Joko Triyono, Yulianto Sumalyo

Dalam hal ini pengertian Arsitektur Vernacular atau Neo-Vernacular

sering juga disamakan dengan Arsitektur Tradisional dan secara konotatif kata

tradisi memiliki makna pewarisan atau penerusan norma-norma adat istiadat atau

bisa juga diartikan sebagai pewaris budaya turun temurun dari generasi-generasi

sebelumnya. Kata Tradisional sering digunakan untuk membedakan dengan

(28)

Kesimpulan Penggabungan Tema (Riverfront, Urban Lifestyle, Neo-Vernacular)

Dalam perencanaan dan perancangan Proyek Revitalisasi Kawasan muka

Sungai Deli ini, menciptakan ruang terbuka untuk publik pada area Riverfront

sebagai fasilitas yang memenuhi kebutuhan gaya hidup masyarakat perkotaan

(Urban lifestyle) dan direncanakan agar menjadi tempat yang nyaman untuk

berkumpul atau bersosialisasi serta mendapatkan nilai edukasi sejarah bagi

masyarakat Kota Medan, dengan menggunakan pendekatan secara

Neo-Vernakular dan memperhatikan unsur-unsur atau langgam-langagam budaya di

Kota Medan dalam hal ini budaya Karo, memperhatikan konteks lingkungan

sekitarnya dan membuat hasil perancangan desain dengan suasana baru yang lebih

modern dengan mengambil unsur budaya arsitektur lokal. Dengan tujuan

menjadikan proyek ini menjadi ikon Kota Medan yang memiliki dan mewakili

arsitektur dari budaya yang ada di Kota Medan. Neo-Vernakular disini tidak

semata-mata membuat gaya arsitektur yang berbentuk arsitektur kedaerahan tapi

(29)

ABSTRAK

Perkembangan perkotaan yang kian melejit di zaman modern dewasa ini, membuat banyaknya bangunan kota menjadi semakin kehilangan identitas, ini di karenakan oleh keegoisan dari setiap bangunan-bangunan pencakar langit yang di bangun di kawasan perkotaan yang tidak memperhatikan lingkungan di sekitar bangunan dan juga tidak adanya cerminan nilai-nilai budaya pada bangunan di setiap daerah yang di jadikan tempat bangunan tersebut berdiri. Perlu diketahui setiap kawasan/kota memiliki karakter, ciri khas, serta jati diri tersendiri yang terefleksi dari nilai-nilai budaya, tradisi. Seperti yang kita ketahui Kota Medan yang merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia, tepatnya berada di Provinsi Sumatera Utara, memiliki banyak kekayaan budaya dan berbagai aneka ragam suku. Budaya karo yang mulai tidak dikenal lagi akan memungkinkan tenggelamnya satu budaya yang melengkapi sejarah Kota Medan. Kota Medan sendiri diberi nama oleh seorang tokoh Suku Batak Karo yaitu Guru Patimpus Sembiring Pelawi, pria yang berasal dari dataran tinggi Karo. Pengetahuan sejarah inilah yang sangat jarang diketahui oleh masyarakat umum Kota Medan, begitu juga dengan para wisatawan Mancanegara dan wisatawan Domestik yang datang berwisata ke Medan. Dengan menghadirkan sebuah bangunan Mixed-Use dengan fungsi Hotel-Kantor yang bertema Neo-Vernacular diharapkan dapat memberikan nilai edukasi dan kesadaran masyarakat mengenai sejarah dan budaya Kota Medan yang perlu dilestarikan. Bangunan ini nantinya juga diharapkan dapat merevitalisasikan dua kawasan sekaligus yaitu kawasan Jl. Guru Patimpus dan kawasan muka Sungai Deli, dimana sungai Deli berkaitan erat dengan sejarah Kota Medan karena posisinya yang berada dekat dengan pertemuan Sungai Babura dan Sungai Deli yaitu awal mula Guru Patimpus membuka lahan untuk perkampungan yang di beri nama Medan Putri.

(30)

ABSTRACT

The skyrocketing of urban developments nowadays has made a lot of city buildings lose their true identity, caused by the ego of each urban skyscraper which has paid no interest to its environment and showed no reflection of cultural values of where the building is located. It is need to be known that each city/area has its very own characters, features and identity which are reflected from the values of existing culture and traditions. Medan city as we know it is one of the biggest cities in Indonesia, which exactly is located in the North Sumatra province, has a wide range of cultures and tribes. The Karo culture is slowly becoming unpopular, and this might make one of the cultures which shaped

Medan’s history extinct. The name Medan itself was given by a Batak Karo

figure, Guru Patimpus Sembiring Pelawi, who came from the Karo heights. This historical knowledge is rarely known, either by Medan domestics or international tourists. By presenting a mixed-use building with hotel-office functions with Neo-Vernacular theme, it is expected for this building to give educational values and

people’s consciousness of the history and culture of Medan city, which need to be

preserved. This building is also expected to revitalize two areas which are Jl. Guru Patimpus area and the Deli riverfront, which has a historical relationship with Medan city for its location that is near the interchange of Babura river and Deli river, where Guru Patimpus first set a village, which he named Medan Putri.

(31)

Ramadhani Ginting S

Bab I

Sungai Deli dan Sekitarnya 1.1 Batas-batas site

Site berada di Jl. Guru Patimpus Kecamatan Medan Barat Sumatera Utara,

Indonesia. Site merupakan lahan kosong di sebelah lahan Podomodor City

(ex.Deli Plaza). Adapun kasus proyek ini adalah Fungsi Komersial Campuran

(Mixed Use) dan PT. Twin River Development adalah sebagai pemilik dari

proyek ini. Batas utara site menghadap pada bangunan Rumah Toko komersial,

batas Timur menghadap pada Podomoro City (ex Deli Plaza), batas Selatan

menghadap ke permukiman penduduk yang berdekatan dengan PTP IX dan batas

Barat berbatasan langsung dengan Sungai Deli. Luas lahan lebih kurang 2,35

Hektare dengan garis sempadan sungai 15 meter dan denga kuontur yang

menjorok ke arah Sungai Deli.

Gambar 1.1 Kondisi site merupakan lahan kosong

dengan vegetasi di sisi yang berbatasan dengan sungai Deli.

(32)

Gambar 1.3 Kondisi sungai Deli berada pada sisi barat site

Gambar 1.4 Kondisi Jl. Guru Patimpus yang berada pada sisi Utara site

Site memiliki potensi yang cukup baik dan strategis karena terletak di pusat kota,

berada pada kawasan bisnis serta terletak pada jalan arteri. Selain itu site ini juga

terletak pada daerah komersil dengan sirkulasi kendaraan yang baik dan memiliki

jalur utilitas yang baik karena utilitas pada bagian site sudah tersedia dengan baik

yakni meliputi; jaringan listrik, jaringan PLN, jaringan air bersih PDAM, jaringan

Gas DTR serta jaringan drainasenya. Site ini nantinya dapat menjadi sebuah ruang

terbuka baru bagi masyarakat dengan merevitalisasi area muka Sungai Deli yang

kumuh dan terlantar sebagai area Promenade (berjalan-jalan di tepi sungai) dan

taman tempat untuk bersantai. Fungsi pada bangunan di sekitar site di dominasi

oleh permukiman warga, perkantoran, dan ruko komersial yang merupakan

generator aktivitas utama pada kawasan lokasi proyek ini. Sedangkan

fungsi-fungsi lain dari kawasan ini adalah sarana pendidikan, perhotelan, masjid dan

(33)

Ramadhani Ginting S

Data-data beberapa bangunan sekitar kawasan antara lain :

Capital Building, merupakan bangunan kantor dan retail yang bergaya

high tech.

Plaza Telkom, merupakan kantor komersil yang bergaya modern.

Ex. PTP IX, merupakan kantor yang bergaya kolonial.

JW Marriot, merupakan bangunan hotel dan kantor komersil yang bergaya

modern.

TVRI SUMUT

Kantor Samsat

Kampus IBBI

Terdapat beberapa pepohonan di area site, pada area yang menghadap ke arah

Jl. Guru Patimpus terdapat pohon melinjo kemudian pada bantaran sungai

terdapat beberapa pepohonan lain yang di kerumuni semak belukar. Jalan guru

Patimpus merupakan jalur dua arah dan terdapat jembatan jalur penyebrangan

(Sky Walk), tentu akan mempermudah sirkulasi pejalan kaki untuk menempuh

site. Akan tetapi pedestrian pada Jalan Guru Patimpus ini sedikit mempersulit

pejalan kaki karena selokan/parit jalan yang sama besar dengan jalur pejalan kaki

kemudian adanya pohon-pohon dan tiang-tiang reklame di tengah jalur pejalan

kaki, lain halnya dengan pedestrian pada Jalan Balai Kota yang cenderung

nyaman untuk di lalui pejalan kaki ini karena jalur pedestriannya yang luas serta

(34)

Undang-undang dan peraturan.

Garis sempadan bangunan pada muka Jalan Guru Patimpus berjarak 8,5 meter.

Sedangkan Garis sempadan bangunan pada sungai menurut Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia No. 38 tahun 2011 tentang sungai. Menurut pasal 9 untuk

garis sempadan sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan, yaitu paling

sedikit berjarak 15 m (lima belas meter) dari tepi kiri dan kanan palung sungai

sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai lebih dari 3 m (tiga meter)

sampai dengan 20 m (dua puluh meter).

Sesuai Master Plan RUTRK Kota Medan, site ini merupakan fungsi kawasan

bisnis sehingga bangunan yang akan di rancang pada site ini adalah Hotel Bisnis

(35)

Ramadhani Ginting S

Bab II

Sumber Inspirasi

2.1 Bandara soekarno hatta

Sebagian besar unit-unitnya berkonstruksi tiang dan balok yang di ekspos

dan terlihat modern. Bandara ini di rancang oleh Arsitek dari Prancis, Paul

Andreu. Unit ruang tunggunya berupa joglo dalam dimensi yang besar.

Menggunakan material modern namun memiliki tampilan seperti kayu yang

diterapkan pada kolom-kolom di ruang tunggu yang memberi kesan modern tetapi

bernuansa natural. Bandara ini sangat jelas mengandung tema Neo-Vernakular

karena dapat di lihat juga dari penggunaan bentuk atap joglo dan atap pelana yang

banyak di gunakan pada bangunan-bangunan tradisional Indonesia.

Gambar 2.1 Bandara Soekarno Hatta

2.2 Museum Tsunami Banda Aceh

Museum ini dirancang oleh Arsitek dari Indonesia, Ridwan Kamil.

Neo-Vernakularnya dapat dilihat dari corak ornamen pada kulit bangunannya yang

mengambil konsep tarian tradisional Aceh (tari saman) yang melambangkan suatu

kerjasama dan kekompakan yang mencerminkan kehidupan sosial yang kental dan

bergotong royong pada masyarakat Aceh. Ide dasar perancangan museum ini juga

mengambil konsep dari rumah panggung Aceh yang menunjukkan contoh

(36)

bencana alam. Design ini mengacu pada situasi Aceh pada Desember 2004 silam

yang pernah dilanda bencana tsunami. Konsep ini menggambarkan suatu

keyakinan terhadap agama dan adaptasi terhadap alam. Museum ini juga

merupakan taman terbuka bagi publik yang dapat diakses dan difungsikan setiap

saat oleh masyarakat Aceh sebagai respon terhadap konteks Urban.

Gambar 2.2 Museum Tsunami Aceh

2.3 Wisma Darmala Jakarta

Bangunan ini dirancang oleh Paul Rudolph asal New York, Amerika pada

tahun 1983-1986. Setelah tiba di Indonesia beliau kemudian terinspirasi oleh

banguna tradisional Indonesia dari daerah-daerah yang beliau kunjungi seperti

Bali, Jogja, Surabaya dan Bandung. Dengan sistem overstek 3 tipe denah pada

bangunan ini sehingga tercipta shading yang baik untuk beradaptasi dengan udara

panas dan cahaya yang terik. Semua kaca pada fasad menggunakan kaca

transparan sehingga menghemat biaya dan energy pada bangunan ini. Desain

bangunan ini termasuk kedalam tema Neo-Vernacular karena bentuknya yang

modern yang terdiri dari tumpukan atap joglo (rumah adat jawa) serta

(37)

Ramadhani Ginting S

Gambar 2.3 Wisma Dharmala Jakarta

2.4 Istana Budaya Kuala Lumpur Malaysia.

Istana ini dirancang oleh Muhammad Kamar Ya’akub. Istana ini merupakan salah satu bangunan yang ada di Malaysia, dengan fungsi sebagai

teater dan gedung pertunjukan yang berkapasitas 2000 orang. Istana ini di desain

dengan mengikuti konsep bangunan Tradisional Melayu Malaysia yang

menggunakan atap pelana tinggi. Bentuk Vernakularnya terlihat jelas dengan

paduan material modern menjadikan bangunan ini tetap mempunyai chiri khas

Malaysia.

Gambar 2.4 Istana Budaya Kuala Lumpur Malaysia

2.5 Pemograman Hotel Bisnis dan Kantor Sewa

Perencanaan bangunan komersil campuran (mixed use) ini adalah hotel

bisnis dan kantor sewa. Lokasi site ini sangat stragtegis yakni terletak pada pusat

(38)

bentuk memanjang dan berada tepat di dekat tepian Sungai Deli (Deli Riverfront).

Dengan memprioritaskan Sungai Deli yang berada di pusat kota sebagai area

publik di harapkan menjadi daya tarik tersendiri.

Karakteristik hotel bisnis dapat dilihat dari lokasinya yang terletak pada

pusat-pusat kegiatan bisnis seperti perkantoran, tempat perdaganagan, tempat

perbelanjaan, dll. Mayoritas tamu yang datang ke hotel adalah kalangan pebisnis,

pengusaha, pejabat pemerintah, karyawan, professional yang biasanya datang

dengan kepentingan berbisnis seperti berdagang, seminar, rapat, musyawarah dan

sebagainya. Biasa pengunjung datang seorang diri atau rombongan dan lama

menginap biasanya singkat, umumnya pada hari-hari kerja/dinas.

Fasilitas penunjang kegiatan bisnis para tamu meliputi ruang pertemuan,

fasilitas komputer PABX, Fax telepon, Internet (Free Wifi) dan sebagainya.

Interaksi bisnis dapat dilakukan didalam maupun diluar hotel oleh karena itu hotel

bisnis juga memerlukan fasilitas olahraga, tempat bersantai seperti lounge atau

restoran/cafe untuk melakukan kegiatan bisnis sambil makan dan minum kopi,

dan failitas standar seperti ruang pertemuan (ballroom).

Kantor sewa juga diperlukan guna melengkapi fasilitas pebisnis yang

datang dari dalam maupun luar negeri.

Adapun kebutuhan ruang dari Hotel Bisnis dan Kantor Sewa ini sebagai

berikut:

Kebutuhan ruang pada hotel

(39)

Ramadhani Ginting S

 Hunian terdiri dari 3 tipe kamar: Standart Room, Suite Room, Presidential

Room.

 Restoran

 Spa

 Fitness Center

 Swimming Pool

 Multifunction Room (Ballroom/ Convention Hall)

 Concenssion Space meliputi: medical center, trafel agency, beauty salon,

bread shop, gift shop, toko pakaian, dan retail-retail lainnya.

 Mushalla

 Lounge and Bar

 Tata Graha meliputi: Laundry Washer, Laundry Dryer, Restroom

Karyawan, Houskeeping.

 Ruang Utilitas meliputi: Ruang panel, Ruang trafo, Ruang Mesin AC,

Ruang Genset, Ruang Chiller, Ruang Pompa, Ruang AHU, Ruang pantau

CCTV, Ruang Karyawan.

 Loading Dock

Kebutuhan ruang pada Kantor Sewa

 Hall dan Loby

 Area Kerja (Kantor Sewa)

 Fasilitas Service meliputi: Pantry, Ruang Cleaning Service.

(40)

 Kantin dan Coffee Shop

 Travel Agency

Hotel Bisnis dan Kantor Sewa ini direncanakan akan dibangun 20 lantai

dengan podium 3 lantai dan pembagian area hunian dan kantor sewa mulai pada

lantai 4 hingga lantai 20.

Untuk memberikan kenyamanan dan keamanan pada tamu hotel tentu

akan diberikan sistem yang baik sebagai berikut:

 Memiliki staf/karyawan yang telah memiliki pengalaman dalam bidangnya

sehingga dapat melayani tamu hotel, memberikan kepuasan serta

melaksanakan kegiatan dan pekerjaan hotel.

 Administrasi (head office) yang profesional, administrasi harus bekerja

dengan bijak dan serba cepat serta memiliki tingkat interaksi yang tinggi

dengan karyawan, tamu, investor dll.

 Public Relation yang mampu berbahasa asing seperti Mandarin dan

Inggris, berpenampilan menarik, memiliki kemampuan komunikasi yang

baik, dan memiliki wawasan yang luas agar dapat mengajak pebisnis

untuk melakukan kerja sama yang baik.

 Menciptakan suatu kawasan parkir dan sirkulasi yang tertata agar mudah

di akses baik dari segi jalur kendaraan maupun pejalan kaki.

 Menciptakan penzoningan kebutuhan ruang yang tertata.

 Memiliki sistem maintenance yang baik meliputi Security, Office boy,

Housekeeping, Cleaning Service sehingga para tamu hotel yang menginap

(41)

Ramadhani Ginting S

 Menyediakan fasilitas kendaraan serta Driver yang dapat digunakan oleh

tamu hotel atau pebisnis sehingga memudahkan tamu untuk mencari

transportasi yang akan digunakan untuk kegiatan bisnisnya.

 Memberi fasilitas valet agar memudahkan tamu hotel yang lebih

(42)

BAB III

Modernisasi Menenggelamkan Unsur Budaya

3.1 Dampak Modernisasi

Perkembangan perkotaan yang kian melejit di zaman modern dewasa ini,

membuat banyak penataan kota menjadi semakin semrawut dan tidak tertata rapi,

ini di karenakan oleh keegoisan dari setiap bangunan-bangunan pencakar langit

yang di bangun di kawasan perkotaan yang tidak memperhatikan lingkungan di

sekitar bangunan dan juga tidak adanya cerminan nilai-nilai budaya pada

bangunan di setiap daerah yang di jadikan tempat bangunan tersebut berdiri dan

membuat kebanyakan perkotaan di zaman sekarang ini tidak memiliki jati diri

atau dengan kata lain kota tersebut menjadi kehilangan identitas dirinya sendiri.

Dalam hal ini Kota Medan juga terkena dampak dari moderenisasi

bangunan perkotaan yang tidak di barengi nilai-nilai kebudayaan dimana

bangunan-bangunan yang berdiri memiliki dampak yang negatif, akibatnya warga

yang bermukim di daerah sekitar bangunan tersebut menjadi kehilangan identitas,

tidak adanya (kewibawaan) dari sebuah kota lagi di karenakan ketidakpedulian

daerah tersebut terhadap budaya atau cirri khas dari daerah dimana bangunan itu

berdiri. Terutama bagi para wisatawan Mancanegara ataupun wisatawan

Domestik, mereka tidak menemukan keunikan atau karakteristik dari kota Medan.

Perlu diketahui bahwa setiap kota pasti memiliki karakteristik, ciri khas

dan juga identitas diri yang berkaitan dengan tradisi, budaya dan adat istiadat dari

kota tersebut. Peristiwa seperti ini sering terlihat pada kota-kota di Indonesia

(43)

Ramadhani Ginting S

modern ini dengan cara menjaga nilai historis dan karakteristik budaya mereka

pada bangunan-bangunan tersebut. Itu sebabnya turis mancangera lebih mengenal

Bali atau Jogja daripada Indonesia.

Seperti yang kita ketahui Kota Medan yang merupakan salah satu kota

terbesar di Indonesia, tepatnya berada di Provinsi Sumatera Utara, memiliki

banyak kekayaan budaya dan berbagai aneka ragam suku yang bermukim di

wilayah Kota Medan. Meskipun Kota Medan sering di identikkan dengan

kebudayaan Suku Melayu , namun perlu diketahui bahwa sesungguhnya Kota

Medan ini diberi nama oleh seorang tokoh Suku Batak Karo yaitu Guru Patimpus

Sembiring Pelawi, pria yang berasal dari dataran tinggi Karo. Pengetahuan sejarah

inilah yang sangat jarang diketahui oleh masyarakat umum Kota Medan, begitu

juga dengan para wisatawan Mancanegara dan wisatawan Domestik yang datang

berwisata ke Medan.

Dengan menerapkan unsur-unsur budaya dan kearifan lokal yang menjadi

ciri khas pada setiap bangunan yang akan di bangun di Medan maka masyarakat

Kota Medan akan merasa (hangat) dan nyaman ketika menjadi bagian dari Kota

Medan. Bangunan yang akan di bangun nantinya akan memiliki unsur-unsur dan

pola aktivitas dari kebudayaan Karo agar dapat menjadi sarana edukasi akan

pentingnya nilai-nilai kebudayaan dan sejarah daerah asal kita. Bukan hanya dari

pelajaran di sekolah ataupun dari lingkungan saja kita dapat mengetahui tentang

arti pentingnya sejarah, nilai kebudayaan dan juga adat istiadat dari suku-suku di

Kota medan ini, tetapi dari sebuah bangunan baik dari aspek eksteriornya, aspek

(44)

menjadi media untuk sarana pembelajaran bagi masyarakat terhadap nilai-nilai

kebudayaan dari Kota Medan. Jika konsep desain seperti ini terus di kembangkan

di Kota Medan, maka kedepannya dapat kita pastikan nilai-nilai kebudayaan dan

karakteristik Kota Medan yang hampir tidak ada karena di telan zaman yang

semakin modern ini akan kembali lagi hadir dengan gaya Neo-Vernakularnya dan

dapat dirasakan di tengah-tengah masyarakat Kota Medan terutama generasi

penerus bangsa.

Peran serta Pemerintah sangat diharapkan oleh masyarakat Kota Medan,

dimana Pemerintah sebagai pihak yang memberikan peraturan dan sebagai pihak

yang mengontrol jalannya pembangunan dari daerahnya. Adanya kerjasama

Pemerintah dengan masyarakat Kota Medan untuk mengembalikan nilai-nilai

kebudayaan suku-suku di Kota Medan dalam bentuk sebuah bangunan, maka akan

tercipta identitas atau karakteristik dari kota tersebut. Dengan begitu daya tarik

wisatawan dapat semakin bertambah seperti pada kota-kota besar lainnya di

Indonesia yang bangga dengan pelestarian budayanya.

Lahan lokasi proyek dengan luas 23.500 ha ini merupakan tanah kosong

bekas Deli Plaza dan kasus proyek yang akan di bangun di site ini yakni

Bangunan Komersil Fungsi Campuran. Lahan lokasi proyek sangat berpotensi

baik dengan sejarah karena berada dekat dengan pertemuan Sungai Babura dan

Sungai Deli yaitu awal mula Guru Patimpus membuka lahan untuk perkampungan

yang di beri nama Medan. Sejauh ini lahan lokasi proyek sangat erat hubungannya

dengan sejarah Kota Medan karena berada dekat dengan pertemuan Sungai

(45)

Ramadhani Ginting S

perkampungan yang di beri nama Medan. Oleh sebab itu, lokasi proyek yang

berada di Jl. Guru Patimpus dan tepat di tepi bantaran Sungai Deli sangat cocok

mengadopsi karakteristik dari bangunan Karo dengan variasi desain yang

menarik, apakah itu bentukan atapnya, ornamentnya, street furniture ataupun pola

aktivitas yang ada di dalamnya. Sehingga tampilan dari bangunan dapat selaras

dengan nama dari jalan yang berada di depan lokasi proyek ini yang diambil dari

nama tokoh Karo yang mendirikan Kota Medan yaitu Guru patimpus. Tidak

hanya itu saja yang akan di hidupkan kembali, tetapi dengan adanya konsep

desain yang mengangkat nilai-nilai kebudayaan dan sejarah Kota Medan yang

dapat mengidupkan suasana di bantaran Sungai Deli, karena di dalam sejarahnya

Sungai Deli juga mempunyai hubungan yang erat dengan Guru Patimpus.

Kawasan muka Sungai Deli juga harus di utamakan dan membuat daya tarik

tersendiri dengan cara membuat riverwalk di pinggiran bantaran sungai dan

membuat ruang terbuka hijau yang di kembangkan dari tema Neo-Vernacular agar

(46)

BAB IV

Identitas Jati Diri

4.1 Penerapan tema dalam desain

Pada zaman yang semakin modern ini banyak bangunan-bangunan urban

yang menjurus tanpa identitas oleh karena itu perancang menerapkan satu tema

pilihan seperti yang telah di bahas pada bab sebelumnya yaitu Arsitektur

Neo-vernakular.

Contoh penerapan konsep Neo-Vernakular adalah :

Pertama, eksterior bangunan terlihat modern dan menyerupai / mengambil

bagian dari rumah adat yang mencerminkan budaya Kota Medan. Dalam hal ini

rumah adat yang menjadi inspirasi adalah rumah adat Karo.

Kedua, desain fasad dan kolom pada gedung ini dirancang dengan

menganbil bentukan atap Rumah Karo dan kolom-kolom yang bermotif Ulos.

Ketiga, pada bagian riverfront akan dibuat seperti riverwalk akan café

dengan konsep bentukan dan unsur-unsur adat dengan lapisan modern.

Dengan adanya konsep seperti ini, perancang mendesain dengan tema

Arsitektur Neo-Vernacular agar bangunan yang didirikan memiliki identitas jati

diri dimana bangunan itu berdiri yang mencerminkan budaya dalam hal ini budaya

Karo. Hal tersebut perancang lakukan karena di era modern saat ini banyk

bangunan-bangunan yang tidak mencerminkan identitas daerah dimana bangunan

itu dibangun. Maka dari itu tema Neo-Vernacular akan mewujudkan sebuah

bangunan yang terinspirasi dari sejarah kota Medan serta dapat meningkatkan

(47)

Ramadhani Ginting S

Kawasan Jl. Guru Patimpus sendiri berada disekitar sarana aktifitas pendukung

yang berpotensi, seperti area Riverfront di Negara Korea Selatan, Malaysia, dll

yang terbilang baik dalam mengembangkan sistem Riverfront dengan

mempertimbangkan sarana-sarana mixed-use untuk memperkuat konsep Urban

Lifestyle. Oleh sebab itu, perancang ingin menciptakan suatu rancangan dengan

tema Neo-Vernacular, ini dimaksudkan memberikan sesuatu kesan dan suasana

yang baru, tetapi tidak mengabaikan unsur-unsur budaya setempat bahkan malah

meningkatkan unsur identitas budaya dan adat sehingga tercipta suatu bangunan

yang dapat mewakili atau mencerminkan budaya yang ada di kota Medan.

Konsep rancangan Arsitektur Neo-vernacular ini akan diterapkan pada

bagian luar dan dalam bangunan, sehingga pengunjung dapat merasakan

kehangatan budaya sekaligus mendapatkan nilai edukasi. Fungsi dari bangunan

yang akan direncanakan yaitu Hotel Bisnis dan Kantor Sewa dengan 2 tower yang

berbentuk persegi empat yang di rotasi 45 derajat agar dapat memaksimalkan

view ke segala arah, masing-masing tower berbeda jumlah lantainya di karenakan

fungsi tower 1 sebagai Kantor Sewa 17 lantai dan tower 2 sebagai Hotel 17 lantai,

kemudian bangunan ini memiliki podium berlantai 3 sehingga total jumlah lantai

bangunan adalah sebanyak 20 lantai. Bagian interior bangunan akan di desain

dengan menerapkan unsur budaya Karo, misalnya pada kolom-kolomnya di

desain menyerupai material kayu walaupun kenyataannya material yag digunakan

adalah keramik, pada dinding bangunan di bagian tertentu akan diberikan

(48)

BAB V

Desain Neo-Vernacular 5.1 Pendalaman Tema

Adapun Tema besar pada proyek ini adalah Revitalisasi Kawasan Muka

Sungai Deli, kemudian dibarengi dengan sub-Tema yakni Urban Lifestyle. Dari

penggabungan pengertian tema besar dan sub-tema maka di peroleh Tema

Individual yaitu Neo-vernacular. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya,

Arsitektur Vernacular merupakan Arsitektur tradisional yang dibangun oleh

rakyatnya sendiri. Namun seiring berjalannya waktu terdapat inovasi-inovasi

modern pada bentuk Arsitektur Vernakular dan berubah nama menjadi

Neo-Vernakular yang artinya Vernacular dengan wajah yang baru. Dengan

mengubah-ubah bentukan bukan berarti menghilangkan unsur tradisonal bangunan tersebut.

Langgam, Unsur budaya dan Filosofi –filosofi budaya sangat di prioritaskan. Proyek yang akan dirancang pada lokasi ini adalah bangunan Mixed-Use,

rancangan ini menerapkan idealisme Tema Urban Lifestyle dan Riverfront yang

diakomodir dan dimanifestasikan dalam satu rancangan bangunan dan lingkungan

serta fungsi-fungsi yang mengisinya. Tujuan perencanaan proyek iini adalah

untuk menciptakan sebuah Ruang Terbuka di kawasan muka Sungai Deli yang

berada di pusat kota dan diharapkan dapat menampung kegiatan masyarakat dari

segi komersil dan non komersil. Lokasi proyek dekat dengan fungsi-fungsi

komersial disekitarnya seperti perkantoran dan perhotelan sehingga menjadi

(49)

Ramadhani Ginting S

5.2 Konsep Desain Bangunan

Arsitektur Neo-Vernacular yang dipilih adalah arsitektur Karo dengan

permainan fasad yang bervariasi akan menambah nilai estetika pada bangunan

dengan mempertimbangkan matahari, angin, view, dll.

Perancang mengambil unsur-unsur yang menginspirasi dari desain

Neo-vernacular Karo diantaranya adalah sebagai berikut:

Rumah Karo

Rumah adat siwaluh jabu adalah sebutan sebutan untuk rumah adat batak

karo. Rumah tradisional ini memiliki keunikan teknik bangunan dan nilai sosial

budaya. Secara teknik bangunan rumah adat yang berukuran 10x30m ini dibangun

tanpa menggunakan paku dan mampu bertahan hingga 200 tahun lebih lamanya.

Sedangkan secara sosial budaya terdapat kehidupan berkelompok dalam rumah

besar ini yang di huni 4 sampai 8 kepala keluarga. Rumah yang bertiang tinggi

dan terbuat dari kayu ini tidak memiliki sekat antar ruangan, namun pada

hakikatnya pembagian ruang tetap ada yakni di batasi dengan garis-garis adat

istiadat yang kuat yang dikenal dengan sebutan “Jabu” . Rumah adat si waluh jabu

selalu bertangga dengan jumlah anak tangga ganjil. Dinding rumah ini dibuat

miring dengan pintu dan jendela dipasang pada balok yang mengelilingi rumah.

Atap rumah terbuat dari anyaman bambu yang disebut lambe-lambe yang

berbentuk segitiga dan bertingkat tiga. Pada setiap puncak dari segitiga tersebut

terdapat kepala kerbau yang melambangkan kesejahteraan bagi keluarga yang

mendiaminya. Pinggiran atap disekeliling rumah dibuat sama rata yang

(50)

berkesinambungan. Tali-tali pengikat dinding yang disebut tali pengeretret terbuat

dari ijuk atau rotan, tali pengikat ini dipasang membentuk pola seperti cicak

dengan dua kepala saling bertolak belakang. Cicak merupakan simbol penjaga

rumah dan dua kepala yang saling bertolak belakang melambangkan bahwa semua

penghuni rumah mempunyai peranan yang sama dan saling menghormati.

Gambar 5.1 Rumah Si Waluh Jabu (kanan) dan Ornamen Karo (kiri)

Kain Ulos

Ulos termasuk salah satu kain kebanggan Indonesia yang berasal dari

Medan dengan beragam jenis. Biasanya digunakan untuk acara pernikahan dan

upacara adat lainnya. Dalam adat Karo ulos mempunyai makna “kasih sayang”. Kain ulos tak lepas dari makna religi dan kebudayaan yang harus dilestarikan.

Gambar 5.2 Kain Ulos

5.3 Konsep Rancangan Tapak, Sirkulasi, Ruang Terbuka.

Diberikannya sumbangsih terhadap jalan sebagai halte dan pangkalan

becak, manfaat; agar tidak menimbulkan kemacetan akibat becak-becak/angkutan

umum yang parkir sembarangan di depan bangunan pada saat jam pulang kerja.

Selanjutnya membedakan jalur sirkulasi pada site, antara lain jalur pejalan kaki,

(51)

Ramadhani Ginting S

Seluruh area terbuka hijau akan di tempatkan pada sisi barat (muka sungai Deli)

guna menciptakan suasana open spcace yang baru sehingga memvitalkan kembali

kawasan muka sungai Deli. Di tepi sungai akan ditambah daerah resapan sungai

dengan cara menanami pohon di ditepiannya selain itu juga bermanfaat sebagai

area peneduh.

Jalur akses kendaraan hotel dan kantor ini dibedakan mulai dari area drop

off agar privasi hotel maupun kantor tetap terjaga. Pada bagian Jl. Guru Patimpus

(bagian utara) akan di gunakan sebagai area entrance dan Jl. Tembakau Deli

(bagian selatan site) sebagai jalur alternatif untuk mengantisipasi kemacetan pada

Jl. Guru Patimpus (bagian utara site). Selanjutnya pada bagian barat site adalah

Sungai Deli dimana pinggiran bantaran Sungai Deli dapat dijadikan area publik

(open space) yang akan dibedakan menjadi 2 bagian. Pada hotel dan kantor

memiliki area open space tersendiri yang menjadi fasilitas dari hotel dan kantor

sewa akan di desain seperti suasana resort agar pengunjung ataupun pebisnis yang

menginap di hotel mendapatkan pelayanan yang jauh berbeda dengan

kebanyakan hotel-hotel yang ada di kota, terdapat fasilitas seperti kolam renang,

restoran outdoor, lapangan basket, lapangan tenis. Kemudian pada bagian open

space untuk umum didesain berupa taman yang dilengkapi dengan gazebo,

fasilitas joging track, area riverwalk, sarana olahraga outdoor dan pujasera 24 jam

guna mewujudkan konteks urban lifestyle dan ditambah lagi dengan pemberian

ornamen-ornamen atau langgam budaya karo pada street furniture, ini akan

melengkapi konsep Neo-vernakular pada bangunan Hotel dan Kantor Sewa ini.

(52)

dan Kantor tidak bisa dinikmati untuk umum, hanya saja akan dikenakan biaya,

misalanya pengunjung yang bukan menginap di hotel ingin berenang.

Fasilitas penting lainnya yang dibutuhkan pengunjung adalah tempat

parkir, maka akses untuk pengunjung hotel dan kantor diarahkan langsung pada

basement. Terdapat 2 lantai basment untuk mengakomodir kebutuhan tempat

parkir. Untuk masing-masing pengunjung baik itu pengunjung hotel ataupun

kantor dapat langsung masuk ke masing-masing lobby melalui lift yang terdapat

di basement 1 atau 2. Lain hanya dengan parkir pengunjung yang tidak menginap,

mereka lebih dianjurkan parkir di area outdoor guna memudahkan mereka untuk

mencapai entrance keluar masuk.

5.4 Konsep Rancangan Berkaitan Dengan Faktor Keamanan, Keselamatan dan Privasi.

Drop Off kendaraan dibedakan antara pengunjung kantor dan hotel

sehingga privasi dari fungsi masing-masing bangunan tetap terjaga begitu juga

dengan area parkir pada saat di basement, jalur area parkir pada basement dibagi

antara parkir hotel dengan kantor sehingga tidak terjadi percampuran. Sirkulasi

pejalan kaki dipisahkan dengan sirkulasi kendaraan agar pejalan kaki tetap merasa

nyaman dan dapat menikmati suasana sekitar. Privasi pada area podium

(53)

Ramadhani Ginting S

5.5 Konsep Ruang Terbuka Serta Manifestasi Sosial.

Ruang terbuka seperti Plaza akan di tempatkan dekat dengan jalan guna

memperlihatkan ke publik interaksi/keadaan yang terjadi di dalam site serta

memudahkan akses pencapaiannya. Fungsi ruang terbuka hijau (tepi sungai)

antara lain: area duduk, tunggu, joging, area yang memberikan manifestasi akan

adanya kemungkinan terjadinya hubungan sosial. Selanjutnya area esplanade

memberikan manifestasi kemanusiaan terhadap penyandang cacat dan orang tua

dengan memberikan ramp pada area tertentu, juga menyediakan kursi istirahat

(54)

BAB VI

Pengembangan Desain

6.1 Konsep-konsep

Konsep rancangan tapak yang memperlihatkan penggunaan lahan secara

fisik dan fungsional dan menciptakan sebuah ruang terbuka hijau yang baru bagi

kota Medan. Dapat dilihat pada gambar dibawah bahwa elemen lansekap pada

proyek ini dirancang sedemikian rupa sehingga tanggap dan menyatu terhadap

sungai. Elemen lansekap dominan dirancang dengan bentukan lengkung, dimana

elemen lengkung diterapkan karena mencerminkan aliran sungai (flow) selain itu

elemen lengkup memberikan kesan rilex dan tidak kaku. Pada perancangan tapak

tepian sungai yang berbatasan langsung dengan site disediakan fasilitas public,

diantaranya: Riverwalk, Sitting Area, Amphitheater dan disediakan generator

aktivitas berupa pujasera/café ditepi sungai dan disediakan juga fasilitas

pelengkap berupa dermaga yang bersifat komersil dimana kapal boat nantinya

dapat digunakan menjadi alat transportasi/rekreasi untuk berwisata ke pertemuan

sungai babura dan sungai deli agar menarik para wisatawan/pengunjung untuk

(55)

Ramadhani Ginting S

Gambar 6.1 Konsep Rancangan Tapak

Konsep bentuk bangunan yang memanjang menunjukan bahwa bangunan

tanggap terhadap site serta hubungan konsteks lingkungan. Kemudian bangunan

ini dibagi menjadi 2 tower yang berbentuk persegi empat dan merotasinya 45

derajat agar memaksimalkan view ke segala arah dengan mempertimbangkan

matahari. Dalam perancangan Hotel-Kantor ini bangunan juga dirancang tanggap

terhadap sungai, dimana sungai menjadi view utama dan sungai menjadi arah

utama bangunan sehingga dapat dikatakan muka bangunan menghadap sungai

(tanggap terhadap tema Riverfront). Konsep bangunan yang memanjang sesuai

arah aliran sungai menjadikan sungai sebagai pertimbangan utama desain.

Gambar 6.2 Konsep bentukan massa

Jumlah lantai podium yakni 3 lantai dengan luas masing-masing lantai

sebagai berikut: luas lantai 1= 5826 m², luas lantai 2= 5826 m², luas lantai 3=

6174 m². Luas tower kantor yakni 40x40m perlantainya dengan jumlah lantai

tipikal 17 lantai (tidak dihitung lantai podium). Kemudian luas tower hotel yakni

40x40m perlantainya dengan jumlah lantai tipikal 17 lantai (tidak dihitung lantai

podium). Konsep denah lantai bangunan di desain dengan mempertimbangkan

Gambar

Gambar 1.2 Pada sisi timur site
Gambar 1.4 Kondisi Jl. Guru Patimpus yang berada pada sisi Utara site
Gambar 2.1 Bandara Soekarno Hatta
Gambar 2.2 Museum Tsunami Aceh
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tetapi, persepsi dukungan sosial dari guru musik sebenarnya mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap motivasi intrinsik murid remaja untuk bermain musik..

Untuk menampilkan sumber lain, Anda harus secara manual memilih satu dengan menekan tombol Source (Sumber) di remote atau keypad dan memilih satu dari menu Source (Sumber)

Dengan merubahnya menjadi tali plastik kemudian di proses melalui teknik tekstil yang menarik bagi produk aksesoris fesyen, apalagi bisa berdampak ekonomis bagi pengrajin dan

Sehubungan dengan hal tersebut, Sekretariat Komisi Pemilihan Umum Provinsi Bali sebagai instansi Pemerintah dalam menyusun LAKIP sebagaimana diamanatkan dalam

dengan model experiential learning pada materi prinsip dasar bioteknologi serta implikasinya pada salingtemas dan peran bioteknologi serta implikasi hasil-hasil dalam proses

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu, dengan hanya satu indikator yang memiliki pengaruh signifikan, penelitian yang dilakukan oleh Bintang 2016 menunjukkan

Dari analisis data hasil penelitian terlihat bahwa, peningkatan kemampuan penalaran induktif pada siswa yang melakukan pembelajaran matematika berbantuan

Sebagai mana yang terjadi pada masyarakat Desa Mesjid lama kecamatan talawi yang masyarakat Islam di desa ini yang melakukan pembagian harta waris yang tidak