• Tidak ada hasil yang ditemukan

II TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Modernitas Sikap Kewirausahaan

Sikap adalah keadaan dan kesiapan mental, yang terorganisasi melalui pengalaman, yang secara langsung dan dinamis mempengaruhi respon seseorang terhadap semua objek atau semua situasi yang mempunyai hubungan dengan dirinya Alport dalam (Tawardi 1999). Selanjutnya menurut Rakhmat dalam (Pakpahan 2009) sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Menurut Krech, dkk, sikap adalah sistem atau organisasi yang bersifat menetap dari komponen koqnisi, efeksi dan konasi. Jadi sikap menekankan keterkaitan antara ketiga komponen yang saling menunjang. Koqnisi berupa sesuatu yang dipercayai oleh subyek pemilik sikap (keyakinan), komponen afektif merupakan komponen perasaan yang menyangkut aspek emosional, dan konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh subyek (Tawardi 1999).

18 Menurut Ajzen dan Fishbein dalam (Pakpahan 2009), semakin positif sikap seseorang terhadap suatu obyek, semakin positif konsekuensi yang diterima, dan semakin didukung oleh norma subyektif maka semakin besar intensi untuk berperilaku. Sebaliknya, semakin negatif maka semakin kecil intensi untuk berperilaku.

Konsep sikap berbeda dengan konsep perilaku, perilaku merupakan cara bertindak yang menunjukkan tingkah laku seseorang. Menurut Walgito dalam (Pakpahan 2009), perilaku yang dilakukan oleh seseorang disebut sebagai perilaku yang tampak (overt behaviour). Unsur-unsur perilaku yang tampak berupa tingkah laku (action). Perilaku juga dapat dikaitkan dengan reaksi yang terjadi karena adanya stimulus atau interaksi antara individu dengan lingkungannya dan benar-benar dilakukan seseorang dalam bentuk tindakan.

Jika disimpulkan, maka sikap adalah kesiapan untuk berespon secara konsisten terhadap sesuatu obyek yang mempunyai aspek koqnisi, afeksi, dan kecenderungan untuk berkehendak, yang dapat bersifat positif dan negatif dengan intensitas yang berbeda, (Tawardi 1999). Sedangkan Trandis (1971) membagi sikap dalam tiga komponen yaitu: (1) komponen pengetahuan; (2) komponen keterampilan; dan (3) komponen sikap mental. Morris (1976) menyatakan bahwa perasaan dalam sikap terdiri tiga komponen utama, yaitu: (1) komponen kepercayaan (belief) terhadap suatu obyek tertentu; (2) komponen perasaan (feeling); dan (3) komponen kecenderungan untuk bertindak terhadap suatu obyek.

Dengan demikian, menurut Tawardi (1999), yang dimaksud dengan sikap kewirausahaan adalah kesiapan seseorang untuk berespon secara konsisten terhadap sembilan aspek karakteristik atau ciri-ciri perilaku yang dimiliki oleh wirausaha. Penilaian tingkat sikap kewirausahaan yang dilakukan terhadap anggota kelompok belajar usaha adalah dengan cara mengetahui jumlah skor dari sembilan komponen indikatornya yang meliputi pemanfaatan peluang, berorientasi hasil, keluwesan bergaul, bekerja keras, percaya diri, pengambilan risiko, pengendalian kemampuan diri, keinovatifan, dan kemandirian, yang dapat diukur arah dan intensitasnya dengan jalan memperhatikan perilaku yang mencerminkan penilaian koqnisi, afeksi, dan kecenderungan bertindak. Hasil

19 penelitian menunjukkan, secara total perilaku sikap kewirausahaan adalah sebagian (30,90 persen) anggota memiliki sikap kewirausahaan tergolong kategori rendah, sebanyak 49,10 persen tergolong kategori sedang, dan sisanya (20 persen) tergolong kategori tinggi. Secara keseluruhan responden bersikap terhadap kesembilan indikator berada taraf sedang, namun pada sikap aspek pemanfaatan peluang bertaraf rendah.

Berdasarkan penelitian (Fauzi 2009), sikap kewirausahaan ditandai dengan percaya diri, berorientasi pada tugas dan hasil, berani menanggung risiko, kepemimpinan, keorisinilan, dan berorientasi pada masa depan.

Berdasarkan hasil pengolahan data dari 20 responden dan pembahasannya, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Sikap kewirausahaan yang dimiliki para pengusaha Tulang Sepatu yang bernilai 82,3 persen berada dalam interval 68 persen - <84 persen termasuk dalam kategori baik, hal ini dilihat dari indikator-indikator pembentuk sikap kewirausahaan seperti percaya diri, berorientasi pada tugas dan hasil, pengambilan resiko, kepemimpinan, keorisinilan, dan berorientasi kemasa depan yang telah dimiliki oleh pengusaha Tulang Sepatu di Kecamatan Bandung Kulon.

2. Keberhasilan Usaha Tulang Sepatu di Kecamatan Bandung Kulon dengan indikator yang meliputi aspek kemampuan dan kemauan, tekad yang kuat dan kerja keras, kesempatan dan peluang, berada pada tingkat yang sangat baik dimana tanggapan respondennya bernilai 84 persen berada diantara 84 persen - <100 persen. Hal ini mengidentifikasikan bahwa para pengusaha Tulang Sepatu sudah merasa berhasil dalam berusaha seiring dengan berkembangnya usaha yang dijalankan yang ditandai oleh meningkatnya daerah pemasaran.

3. Hasil analisis data tentang hubungan sikap kewirausahaan dengan keberhasilan usaha Tulang Sepatu, menunjukkan bahwa sikap kewirausahaan mempunyai hubungan dengan keberhasilan usaha yang ditandai oleh adanya korelasi yang kuat yakni r = 0,775. Selanjutnya hasil uji hipotesis menghasilkan t hitung > t tabel = 3,363 > 2,101, yang artinya ada hubungan antara sikap kewirausahaan dengan keberhasilan usaha.

20 Sedangkan berdasarkan penelitian Anggraeni, menemukan hasil bahwa ada perbedaan yang signifikan dalam hal sikap kewirausahaan di antara kelompok pengusaha industri kecil berhasil, statis dan tidak berhasil, dan yang membedakan secara maksimal antara kelompok pengusaha industri kecil berhasil, statis dan tidak berhasil adalah aspek swa kendali dan prestatif; ada perbedaan yang signifikan dalam hal sikap kewirausahaan di antara pengusaha industri kecil pria dan wanita, ada hubungan yang signifikan antara sikap kewirausahaan, usia, lama berusaha, tingkat pendidikan, jenis kelamin dan latar belakang keluarga secara bersama-sama dengan keberhasilan pengusaha industri kecil dan yang memberikan sumbangan yang terbesar adalah variabel sikap kewirausahaan dan variabel tingkat

Terkait dengan sikap yang modern, menurut Inkeles dalam (Myron 1977), tanda-tanda yang khas dari orang yang modern ada dua macam: yang satu merupakan ciri dalam dan yang lainnya merupakan ciri luar; yang satu mengenai lingkungan alam, yang lainnya mengenai sikap, nilai-nilai dan perasaan-perasaan. Ia menyebutkan bahwa manusia modern memiliki sifat:

1. Bersedia untuk menerima pengalaman-pengalaman yang baru dan terbuka bagi pembaharuan dan perubahan (inovatif)

2. Demokratis mengenai dua opini, bahwa ia sadar akan keragaman sikap dan opini disekitarnya, dan tidak menutup dirinya sendiri

3. Tepat pada waktunya, teratur dalam mengorganisir urusannya

4. Menginginkan dan terlibat dalam perencanaan serta organisasi dan menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar

5. Yakin bahwa orang dapat belajar

6. Yakin bahwa keadaan dapat diperhitungkan dan dikendalikan 7. Menghargai orang lain, sadar akan harga diri orang lain

8. Berpikir maju terhadap teknologi, percaya terhadap perkembangan ilmu dan teknologi

9. Adil, orang modern percaya akan keadilan dalam pembagian

Seseorang modern apabila ia mempunyai kesanggupan untuk membentuk dan mempunyai pendapat mengenai sejumlah persoalan-persoalan yang tidak saja timbul di sekitarnya, tetapi juga di luarnya. Tingkat kemodernan menurut

21 Inkeles, ditentukan pula oleh faktor-faktor yang efektif yakni pendidikannya; pemerintahan dan birokrasinya; komunikasi massa; dan pabrik atau usaha-usaha produktif dan administrstif lainnya.

Berdasarkan jenis kepribadian, Hagen dalam (Pakpahan 2010) ciri-ciri kepribadian inovatif antara lain: kebutuhan terhadap otonomi dan keteraturan, kebutuhan untuk memelihara dan memikirkan kesejahteraan dirinya sendiri. Kualitas kepribadian tersebut tidak hanya sesuai dengan kepribadian inovatif untuk pembangunan ekonomi, tetapi lebih mencerminkan kenyataan yang sebenarnya daripada kepribadian otoriter. Kepribadian otoriter membayangkan lingkungan sosialnya kurang teratur dibandingkan dengan dirinya sendiri. Ia tak yakin bahwa ia dinilai oleh lingkungan sosialnya. Ia membayangkan kekuasaan lebih sebagai fungsi dari posisi yang diduduki dibandingkan sebagai fungsi prestasi yang dicapai. Dalam kepribadian otoriter, pandangan kognitif mengenai duniawi dan membangkitkan kemarahan harus ditahan. Karena itu terdapat kebutuhan sangat besar untuk menundukkan, kurangnya kebutuhan untuk memelihara dan kurangnya kebutuhan untuk berprestasi, tidak dapat memberikan bobot yang sama antara berbuat untuk kesejahteraan orang lain dan berbuat untuk kesejahteraan diri sendiri.

Kepribadian inovatif menurut definisi ini termasuk ke dalam perilaku kreatif. Kepribadian inovatif memiliki kualitas yang dapat membantu perilaku kreatif. Menurut Hagen salah satu alasan mengapa individu tradisional tidak memiliki sifat inovatif adalah karena ia membayangkan dunia sebagai tempat yang kacau daripada sebagai tempat yang teratur dan dapat dianalisis. Karena itu dapat diperkirakan bahwa setiap masyarakat yang mengalami kemacetan ekonomi, diliputi kepribadian otoriter.

Menurut penelitian Pakpahan (2010), definisi modernitas sikap kewirausahaan adalah pandangan individu untuk merespon secara konsisten terhadap ciri-ciri yang dimiliki seorang wirausahawan dari keenam pernyataan proyeksi masing-masing atribut sikap dengan empat alternatif jawaban. Adapun atribut modernitas sikap kewirausahaan tersebut meliputi: (1) sikap mental mengutamakan prioritas; (2) sikap mental mengambil risiko; (3) sikap mental inovatif, (4) sikap mental yang mengunggulkan kerja keras; (5) sikap mental