• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS MODERNITAS SIKAP KEWIRAUSAHAAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEBERHASILAN UNIT USAHA KECIL TAHU SERASI BANDUNGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS MODERNITAS SIKAP KEWIRAUSAHAAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEBERHASILAN UNIT USAHA KECIL TAHU SERASI BANDUNGAN"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

i   

ANALISIS MODERNITAS SIKAP KEWIRAUSAHAAN

DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEBERHASILAN UNIT

USAHA KECIL TAHU SERASI BANDUNGAN

(Studi Kasus Unit Usaha Kelompok Wanita Tani Damai,

Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang)

SKRIPSI

MEITA KURNIA WARNANINGSIH H34070062

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

ii   

RINGKASAN

MEITA KURNIA WARNANINGSIH. Analisis Modernitas Sikap Kewirausahaan dan Hubungannya dengan Keberhasilan Unit Usaha Kecil Tahu Serasi Bandungan (Studi Kasus Unit Usaha Kelompok Wanita Tani Damai, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan WAHYU BUDI PRIATNA).

Pemberdayaan usaha kecil merupakan kunci bagi kelangsungan hidup sebagian besar masyarakat Indonesia. Usaha kecil sebagai sektor yang mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Salah satunya dapat menjadi solusi dalam menciptakan kesempatan kerja dan perluasan angkatan kerja yang terus mengalami peningkatan. Banyaknya jumlah usaha kecil yang berkembang menunjukkan besarnya potensi yang masih dapat dikembangkan, baik dalam produktivitas maupun daya saing.

Salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi keberhasilan usaha terutama usaha kecil adalah faktor sumber daya manusia sebagai pelaku usaha terkait dengan sikap kewirausahaan yang dimiliki. Namun, berdasarkan data yang ada permasalahan umum yang dihadapi sebagian usaha kecil adalah keterbatasan sumber daya manusia termasuk aspek kewirausahaan yaitu lemahnya kompetensi kewirausahaan. Hal ini yang menyebabkan bisnis kecil relatif sulit berkembang.

Unit usaha KWTD Tahu Serasi Bandungan merupakan industri kecil sektor pengolahan dan menjadi salah satu sentra oleh-oleh khas serta berperan sebagai penyumbang PDRB bagi Kabupaten Semarang. Namun, perkembangan usaha ini tidak terlalu signifikan. Hal ini ditandai dengan kapasitas produksi yang dihasilkan masih fluktuatif bahkan mengalami penurunan selama tiga tahun terakhir (2008-2010). Kendala tersebut diakibatkan oleh pengelolaan bahan baku yang masih belum optimal dan kualitas SDM yang relatif masih rendah sehingga berpengaruh terhadap produktivitas. Keadaan ini secara tidak langsung berkaitan dengan (a) rendahnya kualitas sumberdaya manusia khususnya dalam manajemen, organisasi, teknologi, dan pemasaran; (b) lemahnya kompetensi kewirausahaan; (c) terbatasnya kapasitas UMKM untuk mengakses permodalan, informasi teknologi dan pasar, serta faktor produksi lainnya. Kompetensi kewirausahaan yang masih rendah disebabkan oleh peran pemerintah yang terlalu dominan dalam pengembangan usaha sehingga tingkat ketergantungan unit usaha menjadi tinggi.

Penelitian ini bertujuan antara lain untuk (1) mendeskripsikan modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha KWTD Tahu Serasi Bandungan; (2) menganalisis korelasi masing-masing tema sikap kewirausahaan dengan keberhasilan unit usaha KWTD Tahu Serasi Bandungan terkait dengan modernitas sikap kewirausahaan yang dimiliki; (3) menganalisis hubungan modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha dengan keberhasilan unit usaha KWTD Tahu Serasi Bandungan yang dijalankan.

Penelitian ini dilaksanakan di unit usaha kecil Tahu Serasi Bandungan, KWT Damai, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah selama bulan April hingga Mei 2011. Perolehan sampel responden dengan menggunakan metode sensus yaitu mengambil seluruh populasi. Dalam hal ini responden adalah anggota KWT Damai yang aktif menjalankan usaha Tahu Serasi Bandungan.

(3)

iii   

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara dan pengamatan langsung (observasi).

Data tentang karakteristik responden dan modernitas sikap kewirausahaan disajikan dalam bentuk tabulasi frekuensi dan dihitung dengan rumus skor modernitas rata-rata. Sedangkan untuk mengetahui hubungan modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha dengan keberhasilan unit usaha menggunakan analisis korelasi Chi Square. Adapun modernitas sikap kewirausahaan yang diukur terdiri dari 8 indikator, yaitu (1) mengutamakan prioritas; (2) pengambilan risiko; (3) keinovatifan; (4) kerja keras; (5) menghargai waktu; (6) motivasi berprestasi; (7) sikap percaya diri; dan (8) tanggung jawab individual.

Hasil penelitian ini menemukan bahwa secara umum responden memiliki pandangan yang modern terhadap kedelapan tema sikap. Apabila diamati pada masing-masing sikap, masih ada kecenderungan responden yang memiliki sikap-sikap yang tidak modern, khususnya pada tema sikap pengambilan risiko, keinovatifan, dan penghargaan terhadap waktu. Sedangkan tema sikap yang paling modern adalah tema sikap tentang motivasi berprestasi.

Melalui uji korelasi Chi Square, diketahui bahwa variabel modernitas sikap kewirausahaan responden anggota KWT tidak memiliki korelasi dengan keberhasilan unit usaha. Diperoleh ρ hitung yang lebih besar dibandingkan ρ tabel, yang artinya modernitas sikap kewirausahaan anggota KWT Damai dengan keberhasilan unit usaha tidak ada hubungan. Begitu pula dengan masing-masing tema sikap kewirausahaan yang diujikan menunjukkan tidak adanya hubungan dengan keberhasilan usaha. Dengan hasil uji tersebut menunjukkan bahwa responden baik yang memiliki sikap modern maupun tidak modern memiliki peluang yang sama untuk mencapai keberhasilan usaha.

Sikap kewirausahaan menjadi tidak berpengaruh terhadap keberhasilan usaha jika tidak diwujudkan dalam tindakan wirausaha secara nyata. Dominasi pengambilan keputusan dan pengelolaan pada beberapa pihak, adanya peraturan yang mengikat, kewajiban mengutamakan kepentingan bersama, serta dukungan pemerintah membatasi anggota secara individu untuk melakukan pengembangan usaha secara mandiri dengan sikap-sikap kewirausahaan yang dimiliki.

(4)

iv   

ANALISIS MODERNITAS SIKAP KEWIRAUSAHAAN

DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEBERHASILAN UNIT

USAHA KECIL TAHU SERASI BANDUNGAN

(

Studi Kasus Unit Usaha Kelompok Wanita Tani Damai,

Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang

)

MEITA KURNIA WARNANINGSIH H34070062

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011

(5)

v   

Judul Skripsi : Analisis Modernitas Sikap Kewirausahaan dan Hubungannya dengan Keberhasilan Unit Usaha Kecil Tahu Serasi Bandungan (Studi Kasus Unit Usaha Kelompok Wanita Tani Damai, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang).

Nama : Meita Kurnia Warnaningsih NIM : H34070062

Menyetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Wahyu Budi Priatna, M.Si. NIP. 19670410 199103 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1002

(6)

vi   

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Modernitas Sikap Kewirausahaan dan Hubungannya dengan Keberhasilan Unit Usaha Kecil Tahu Serasi Bandungan (Studi Kasus Unit Usaha Kelompok Wanita Tani Damai, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang)” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011

Meita Kurnia Warnaningsih H34070062

(7)

vii   

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ambarawa, Kabupaten Semarang pada tanggal 4 Mei 1989. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Suwarna dan Ibu Tati Kurniati.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Kenteng 1 Ambarawa pada tahun 2001 kemudian dilanjutkan dengan pendidikan menengah pertama di SLTPN 2 Ambarawa pada tahun 2004. Pendidikan menengah atas diselesaikan di SMAN 1 Salatiga pada tahun 2007. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen pada tahun 2007.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi dan UKM antara lain Sharia Economic Student Club tergabung dalam divisi riset tahun 2008 dan UKM Gentra Kaheman tahun 2007. Selain itu, penulis tercatat sebagai anggota Paguyuban Putra Atlas Semarang (PATRA ATLAS). Penulis aktif dalam kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dan berpartisipasi dalam kepanitiaan, baik tingkat Departemen maupun IPB.

(8)

viii   

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Modernitas Sikap Kewirausahaan dan Hubungannya dengan Keberhasilan Unit Usaha Kecil Tahu Serasi Bandungan (Studi Kasus Unit Usaha Kelompok Wanita Tani Damai, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang)” dengan baik . Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak antara lain pihak KWT Damai sebagai objek penelitian dalam memberikan pertimbangan perkembangan unit usaha Tahu Serasi Bandungan serta memberikan informasi dan wawasan bagi pembaca.

Bogor, Agustus 2011

(9)

ix   

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Dr. Ir. Wahyu Budi Priatna, M.Si. sebagai pembimbing skripsi atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama menyusun skripsi ini.

2. Ir. Burhanuddin, MM. selaku dosen penguji utama pada ujian sidang yang telah memberikan masukan dan arahan bagi penulis sehingga penulis dapat menyempurnakan skripsi ini menjadi lebih baik.

3. Arif Karyadi Uswandi, SP. selaku dosen penguji komisi pendidikan Departemen Agribisnis pada ujian sidang yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran yang bermanfaat bagi perbaikan skripsi ini. 4. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku Ketua Departemen Agribisnis, FEM IPB. 5. Seluruh staf pengajar dan karyawan Departemen Agribisnis, FEM IPB.

6. Kedua orang tua tercinta, Bapak Suwarna dan Ibu Tati Kurniati serta adik Yanuar Dwi Kurnia Putra. Terima kasih atas cinta dan kasih sayangnya, serta doa dan dukungan yang telah diberikan selama ini.

7. Ibu Subiyati selaku ketua Kelompok Wanita Damai dan seluruh anggota unit usaha Tahu Serasi Bandungan yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dan mendukung pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini.

8. Sahabat tersayang Oktiarachmi Budiningrum, Siti Nurmaryam, Ulpah Jakiyah, Felicia Nanda Ariesa, Astri Widayanti Rachmat, Try Asrini, Eka Pratiwi, Juwita Liana terimakasih atas semangat, keceriaan, dan kebersamaan yang telah dibagi.

9. Decy Ekaningtyas selaku pembahas seminar, terima kasih atas masukan dan dukungan selama penulis menyelesaikan skripsi.

10. Teman-teman satu bimbingan (Azizah Purwitasari dan Ayu Triwidyaratih) yang telah memberikan dukungan, semangat, dan doa.

11. Seluruh sahabat Agribisnis 44 yang telah memberikan semangat, doa, dukungan, bantuan, serta banyak pelajaran dan kebersamaan selama kuliah.

(10)

x   

12. Sahabat tercinta serta tim Garuda Merah Putih Expedition, Adhi, Icha, Saptyana, Lathifa, Yusrina, Yudi Putranto, Sobri, Risang, Wira, Aji, Bhakti, Yuda, Aga, Arif, Siti Zulaeha, Gerhana, Bella, Yepe, Ian, Tyo yang selalu memberi dukungan, semangat, bantuan, dan doa kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan oleh semua pihak baik yang tersebutkan maupun yang tidak tersebutkan dalam penyusunan skripsi. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penyusunan skripsi ini, tetapi penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Agustus 2011

(11)

xi   

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 8 1.3. Tujuan ... 10 1.4. Manfaat Penelitian ... 11 1.5. Ruang Lingkup ... 11 II TINJAUAN PUSTAKA ... 12 2.1. Wirausaha ... 12 2.2. Karakteristik Kewirausahaan ... 13

2.3. Modernitas Sikap Kewirausahaan ... 17

2.4. Kriteria UMKM ... 22

2.5. UMKM Sektor Pengolahan ... 24

2.6. Permasalahan UMKM ... 25

2.7. Keberhasilan Usaha ... 27

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 31

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 31

3.1.1 Sikap ... 31

3.1.2 Teori Modernitas ... 32

3.1.3 Sikap Wirausaha ... 33

3.1.4 Keberhasilan Usaha Kecil ... 34

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 36

3.3. Hipotesis ... 41

IV METODE PENELITIAN ... 42

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 42

4.2. Metode Penentuan Sampel ... 42

4.3. Desain Penelitian ... 42

4.4. Data dan Instrumentasi ... 43

4.5. Metode Pengumpulan Data ... 44

4.6. Metode Pengolahan Data ... 45

4.6.1 Analisis Deskriptif ... 45

4.6.2 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 45

4.6.2.1 Skor Modernitas Rata-rata ... 45

4.6.2.2 Analisis Korelasi Chi Square ... 46

(12)

xii   

V GAMBARAN LOKASI DAN USAHA ... 51

5.1. Potensi Wilayah ... 51

5.2. Sejarah Singkat KWT Damai ... 51

5.3. Visi, Misi, dan Tujuan Usaha ... 53

5.4. Struktur Organisasi ... 53

5.5 Produk KWT Damai ... 55

5.6. Sumber Bahan Baku ... 56

5.7. Proses Produksi ... 56

5.8. Perkembangan Usaha ... 58

5.9. Karakteristik Responden ... 59

VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... 62

6.1. Modernitas Sikap Kewirausahaan Pelaku Usaha Tahu Serasi Anggota KWT Damai ... 62

6.2. Hubungan Antara Masing-masing Tema Modernitas Sikap Kewirausahaan dengan Keberhasilan Unit Usaha KWTD Tahu Serasi Bandungan ... 72

6.3. Hubungan Antara Modernitas Sikap Kewirausahaan dengan Keberhasilan Usaha KWTD Tahu Serasi Bandungan ... 83

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 93

7.1. Kesimpulan ... 93

7.2. Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 94

(13)

xiii   

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Jumlah Unit UMKM dan Usaha Besar Tahun 2005-2007 ... 3

2. Penyerapan Tenaga Kerja oleh UMKM dan Usaha Besar Tahun 2005-2007 ... 4

3. Jumlah Unit UMKM dan Usaha Besar Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2006 ... 5

4. Potensi Industri Besar/Menengah dan Kecil Kabupaten Semarang, Jawa Tengah ... 7

5. Perkembangan Pengrajin Tahu Serasi Bandungan ... 58

6. Perkembangan Laba Usaha Tahu Serasi Bandungan ... 59

7. Sebaran Responden Menurut Jenis Kelamin ... 59

8. Sebaran Responden Menurut Tingkatan Usia ... 60

9. Sebaran Responden Menurut Lama Usaha ... 60

10. Sebaran Responden Tingkat Pendidikan Terakhir ... 61

11. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan ... 61

12. Skor Modernitas Rata-rata Seluruh Responden Pelaku Usaha Tahu Serasi Bandungan ... 62

13. Jumlah Responden Berdasarkan Kategori Modernitas Masing-masing Tema Sikap Kewirausahaan ... 63

14. Nilai Korelasi Chi Square Masing-masing Modernitas Sikap Kewirausahaan dengan Keberhasilan Usaha ... 73

15. Hasil Crosstab Uji Korelasi Chi Square Tema Sikap Mengutamakan Prioritas ... 74

16. Hasil Crosstab Uji Korelasi Chi Square Tema Sikap Pengambilan Risiko ... 76

17. Hasil Crosstab Uji Korelasi Chi Square Tema Sikap Keinovatifan ... 77

18. Hasil Crosstab Uji Korelasi Chi Square Tema Sikap Kerja Keras ... 78

19. Hasil Crosstab Uji Korelasi Chi Square Tema Sikap Menghargai Waktu ... 80

20. Hasil Crosstab Uji Korelasi Chi Square Tema Sikap Motivasi Berprestasi ... 81

21. Hasil Crosstab Uji Korelasi Chi Square Tema Sikap Percaya Diri ... 82

(14)

xiv   

22. Hasil Crosstab Uji Korelasi Chi Square Tema Sikap

Tanggung Jawab Individual ... 83 23. Hasil Crosstab Uji Korelasi Chi Square Modernitas Sikap

Kewirausahaan dengan Keberhasilan Usaha ... 84 24. Korelasi Chi Square Antara Modernitas Sikap Kewirausahaan

Dengan Keberhasilan Unit Usaha KWTD Tahu Serasi

(15)

xv   

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kerangka Pemikiran Operasional ... 40 2. Struktur Organisasi KWT Damai ... 54 3. Proses Pembuatan Tahu Serasi ... 57 4. Laba Usaha, Modal, dan Kapasitas Produksi Unit Usaha

(16)

xvi   

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 98

2. Wawancara dengan Informan ... 107

3. Identitas Responden ... 108

4. Laba Bersih Anggota Tahun 2008-2010 ... 109

5. Laba Rugi Penjualan Tahu Serasi KWT Damai Tahun 2008 ... 110

6. Laba Rugi Penjualan Tahu Serasi KWT Damai Tahun 2009 ... 111

7. Laba Rugi Penjualan Tahu Serasi KWT Damai Tahun 2010 ... 112

8. Laba Usaha, Modal dan Kapasitas Produksi Tahu Serasi KWT Damai Tahun 2008-2010 ... 113

9. Hasil Uji Realibilitas dan Validitas Kuesioner (SEBELUM) ... 114

10. Hasil Uji Realibilitas dan Validitas Kuesioner (SESUDAH) ... 118

11. Skor Modernitas Rata-rata Responden ... 122

12. Hasil Uji Korelasi Chi Square, Hubungan Modernitas Sikap Kewirausahaan dengan Keberhasilan Unit Usaha ... 123

(17)

1

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika bukan perusahaan-perusahaan besar berteknologi tinggi, melainkan dunia wirausaha yang menciptakan ribuan lapangan kerja (Riyanti 2003). Semangat berwirausaha merupakan salah satu elemen penting dalam pembangunan sumberdaya manusia. Negara-negara maju di dunia sebagian besar dapat berkembang pesat perekonomiannya dikarenakan tumbuh dan berkembangnya berbagai usaha yang didorong oleh semangat kewirausahaan (Azzahra 2009). Di Indonesia, dalam hal pendidikan kewirausahaan (entrepreneurship) masih tertinggal jauh dengan luar negeri. Misalnya, di negara negara Eropa dan Amerika Utara pendidikan kewirausahaan sudah dimulai sejak tahun 1970-an (Kasmir 2006). Padahal, kewirausahaan memiliki peranan yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia. Sebagai salah satu faktor produksi, kewirausahaan memungkinkan pengorganisasian dan penggabungan faktor produksi lainnya (tanah, tenaga kerja, modal) untuk menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan masyarakat secara efisien dan menguntungkan (Sukirno 1981).

Berdasarkan data BPS tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia pada bulan Mei mencapai 237.556.363 jiwa mengalami peningkatan sebanyak 32,5 juta jiwa dengan laju pertumbuhan 1,49 persen. Seiring dengan pertambahan penduduk, jumlah angkatan kerja di Indonesia juga mengalami peningkatan. Pada Februari 2010, jumlah angkatan kerja mencapai 116 juta orang, bertambah 2,26 juta orang dibandingkan pada Februari 2009, yaitu sebanyak 113,74 juta orang dengan tingkat pengangguran 7,41 persen. Bertambahnya jumlah angkatan kerja akan meningkatkan kebutuhan akan lapangan pekerjaan. Sedangkan, kenaikan lapangan pekerjaan tidak sebanding dengan kenaikan jumlah angkatan kerja. Hal ini menimbulkan masalah bagi pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja baru.

(18)

2 Kewirausahaan (entrepreneurship) memiliki peranan yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia. Kewirausahaan dapat menjadi salah satu solusi dalam mengurangi tingkat pengangguran dan pengentasan kemiskinan. Kewirausahaan memiliki peran untuk menambah daya tampung tenaga kerja, generator pembangunan, contoh bagi masyarakat lain, membantu orang lain, memberdayakan karyawan, hidup efisien, dan menjaga keserasian lingkungan. Jiwa kewirausahaan akan mendorong seseorang memanfaatkan peluang yang ada menjadi sesuatu yang menguntungkan. Pendorong utama meningkatnya kebutuhan akan entrepreneurship adalah munculnya ragam kesempatan berusaha dalam produksi, distribusi, dan pemasaran barang dan jasa (Azzahra 2009).

Indonesia membutuhkan sumber daya manusia tangguh yang memiliki jiwa kewirausahaan untuk mengembangkan sektor pertanian sebagai suatu sektor yang memiliki basis sumber daya alam. Salah satu sektor yang terkait dengan pertanian adalah sektor agribisnis yang meliputi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan dan kelautan, kehutanan dimana potensi dari masing masing sektor tersebut belum dimanfaatkan secara optimal oleh para pelaku pembangunan.

Sektor agribisnis menghadapi tantangan yang cukup besar di era persaingan global saat ini yang menuntut keunggulan, baik keunggulan kompetitif maupun keunggulan komparatif. Sehingga, untuk menghadapi tantangan tersebut diperlukan sumber daya manusia yang dapat menciptakan keunggulan tersebut, diantaranya adalah wirausaha melalui proses kreatif dan inovatif yang mereka lakukan (Fawaqa 2006). Adanya jiwa wirausaha yang kuat di dalam masing-masing pelaku agribisnis akan menunjang keberhasilan suatu usaha. Faktor tersebut akan menentukan berfungsinya masing masing sub sistem-sub sistem agribisnis, mendukung kelancaran proses dari hulu sampai ke hilir.

Kewirausahaan tidak terlepas dari usaha kecil. Wirausaha seringkali dikaitkan dengan situasi kegiatan bisnis seseorang yang dimulai dalam skala usaha kecil dan umumnya dikelola sendiri (Krisnamurthi 2001). UKM selalu digambarkan sebagai sektor yang mempunyai peranan penting dalam

(19)

3 pembangunan ekonomi di Indonesia. Industri kecil menyumbang pembangunan dengan berbagai jalan, menciptakan kesempatan kerja, untuk perluasan angkatan kerja, urbanisasi, dan menyediakan fleksibilitas kebutuhan serta inovasi dalam perekonomian secara keseluruhan (Partomo & Soejoedono 2002). Pemberdayaan usaha kecil merupakan kunci bagi kelangsungan hidup sebagian besar rakyat Indonesia. Usaha kecil dapat digunakan sebagai penggerak utama dalam mempercepat pemulihan perekonomian Indonesia. Usaha kecil juga dapat digunakan sebagai kunci pemacu ekspor serta peningkatan kesejahteraan rakyat (Riyanti 2003).

Jumlah UMKM lebih banyak jika dibanding usaha besar, bahkan dari tahun 2005-2007 jumlah UMKM mengalami peningkatan sebesar 6,23 persen dari 47.017.062 unit usaha pada tahun 2005 hingga mencapai 50.145.800 unit usaha pada tahun 2007. Sampai dengan tahun 2009, jumlah UMKM di Indonesia telah mencapai 1.354.991 unit dengan penyerapan tenaga kerja di tahun yang sama yaitu 96.211.332 orang. Berdasarkan data, secara keseluruhan jumlah unit usaha pangsa UMKM mencapai 99 persen, sementara sisanya adalah usaha besar. Hal ini menunjukkan terbukanya lapangan kerja yang semakin meningkat pada sektor usaha mikro, kecil, dan menengah.

Tabel 1. Jumlah Unit Usaha Mikro Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar Tahun 2005-2007

Sumber : Depkop Indonesia, 2010

Semakin meningkatnya jumlah unit usaha, penyerapan terhadap tenaga kerja juga semakin bertambah. Pada tahun 2007 usaha besar hanya mampu menyerap tenaga kerja sebesar 2,73 persen atau sebanyak 2.535.411 tenaga kerja.

Indikator

Tahun

TAHUN 2005 TAHUN 2006 TAHUN 2007

Jumlah (Unit) Pangsa (%) Jumlah (Unit) Pangsa (%) Jumlah (Unit) Pangsa (%) Unit Usaha (A+B) 47.022.084 49.026.380 50.150.263 A. UMKM 47.017.062 99,99 49.021.803 99,99 50.145.800 99,99 B. Usaha Besar 5.022 0,01 4.577 0,01 4.463 0,01

(20)

4 Sementara, UMKM di Indonesia telah menyerap 90.491.930 tenaga kerja pada tahun 2007 atau sebesar 97,27 persen dari total usaha yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa dengan penyerapan tenaga kerja akan mengurangi tingkat pengangguran secara merata di seluruh wilayah Indonesia. Tabel 2. Penyerapan Tenaga Kerja oleh Unit Usaha Mikro Kecil, Menengah dan

Usaha Besar Tahun 2005-2007

Indikator

Tahun

Tahun 2005 Tahun 2006 Tahun 2007

Jumlah Pangsa (%) Jumlah Pangsa (%) Jumlah Pangsa (%)

Unit Usaha (A+B) 86.305.825 90.350.778 93.027.341

A. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) 83.586.616 96,85 87.909.589 97,30 90.491.930 97,27 B. Usaha Besar 2.719.209 3,15 2.441.181 2,70 2.535.411 2,73 Sumber : Depkop, Indonesia 2010

Peningkatan jumlah serta tingkat penyerapan tenaga kerja juga diiringi dengan peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB). Pada tahun 2007 sektor UMKM telah menyumbang sebesar 56,28 persen, lebih tinggi jika dibandingkan pada tahun 2005, yaitu sebesar 53,87 persen sedangkan industri besar menyumbang 46,13 persen pada tahun 2005 dan terus mengalami penurunan hingga tahun 2007 hanya menyumbang sekitar 43,72 persen. Adapun total ekspor non migas pada sektor UMKM masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan usaha besar yaitu hanya sebesar 17,66 persen sedangkan usaha besar mencapai 82,34 persen (Depkop Indonesia, 2010). Hal ini terkait dengan keterbatasan dari sisi skala usaha antara lain, modal, kapasitas produksi, kualitas, standarisasi, dan teknologi.

Berdasarkan fakta yang telah dipaparkan, menunjukkan besarnya potensi usaha kecil yang masih dapat dikembangkan, baik dalam produktivitas maupun daya saing (Riyanti 2003). Pada umumnya, usaha kecil di Indonesia memiliki keterbatasan sumber daya manusia termasuk aspek kewirausahaan (Bappenas

(21)

5 2004). Oleh sebab itu, untuk mencapai keberhasilan salah satunya adalah dengan memperhatikan faktor sumberdaya manusia yang terkait dengan sikap kewirausahaan. Para pakar wirausaha berpendapat bahwa aspek sifat merupakan faktor penting dalam keberhasilan wirausaha. Sebagian besar keberhasilan usaha, khususnya usaha kecil, sangat ditentukan oleh faktor wirausaha. Kepribadian wirausaha merupakan faktor utama, menyusul sesudahnya faktor kemampuan, faktor teknologi, dan faktor lain.

Usaha sektor pertanian masih mendominasi jika dibandingkan dengan sektor usaha lainnya. Pada tahun 2006 jumlah pengusaha kecil sebanyak 26208 ribu unit atau sekitar 53,67 persen dari total unit usaha kecil yang ada. Fakta tersebut menunjukkan bahwa sektor pertanian memiliki potensi dalam hal pengembangan bisnis kecil. Dilihat dari sisi kuantitas, jumlah industri kecil pada sektor industri pengolahan cukup banyak, yaitu sebesar 3201 ribu unit usaha. Jumlah usaha kecil pada sektor industri tersebut masih dapat dikembangkan karena peranannya dalam mengolah bahan baku menjadi produk yang memiliki nilai tambah sehingga dapat meningkatkan penghasilan.

Tabel 3. Jumlah Unit Usaha Kecil, Menengah, dan Usaha Besar Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2006

No. Sektor

Jumlah Unit Usaha Sektor Ekonomi Usaha Kecil (Ribu Unit) Usaha Menengah (Ribu Unit) Usaha Besar (Ribu Unit) 1. Pertanian 26208 1.68 0.05 2. Pertambangan 265.68 0.62 0.12 3. Industri 3201 16.89 2.56

4. Listrik, Gas, Air Bersih 14.50 0.96 0.21

5. Bangunan 162.14 8.76 0.32 6. Perdagangan 13247 57.65 1.74 7. Pengangkutan 2697 4.76 0.32 8. Keuangan 71.43 11.22 1.27 9. Jasa-jasa 2956 6.92 0.61 Total 48822.75 109.46 7.2 Sumber: (Heatubin, 2008)

(22)

6 Industri pengolahan yang sangat berperan dan menjadi pendukung sektor pertanian berada pada subsistem agribisnis hilir (agroindustri), yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah komoditas pertanian primer menjadi produk olahan baik produk antara maupun produk akhir. Sektor agroindustri menjadi bagian dari industri kecil yang mampu membantu dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini terkait dengan potensi sumber daya alam yang melimpah, potensi bahan baku lokal dari subsistem usahatani yang dapat diolah secara optimal sehingga memiliki nilai tambah. Dengan demikian, keunggulan bersaing produk dapat dibangun sekaligus memperkuat sistem agribisnis melalui forward

linkage. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan orientasi berupa peningkatan nilai

tambah sesuai dengan permintaan pasar serta harus selalu mampu merespon perubahan selera konsumen secara efisien. Hal ini mengacu pada sikap kewirausahaan pelaku usaha dalam melakukan inovasi sehingga peningkatan daya saing produk dapat terwujud, khususnya industri pengolahan skala kecil yang pada umumnya masih menggunakan teknologi sederhana.

Di beberapa wilayah di Jawa Tengah khususnya Kabupaten Semarang, unit usaha mikro, kecil, dan menengah mendapat perhatian lebih untuk dikembangkan. Hal ini terkait dengan peran yang dimiliki UMKM dalam membangun perekonomian daerah. Menurut Wakil Bupati (Fathonah 2008), pengembangan UMKM dan koperasi merupakan salah satu upaya peningkatan pemberdayaan masyarakat untuk mengatasi berbagai masalah bidang tenaga kerja, tingginya angka pengangguran, banyaknya angkatan kerja tidak terampil dan tidak profesional serta terbatasnya lapangan kerja di sektor formal.

Jumlah industri kecil di Kabupaten Semarang terdiri atas industri kecil formal, sentra industri kecil, dan industri kecil informal. Total jumlah usaha kecil masih mendominasi yaitu mencapai 9.502 unit usaha, atau sekitar 98,84 persen dari keseluruhan jumlah kelompok industri, sementara sisanya oleh industri besar dan industri menengah, namun jumlah penyerapan kerja tidak signifikan jika dibandingkan dengan industri besar yang mampu menyerap tenaga kerja hingga mencapai 55.275 orang. Hal ini karena jumlah industri berskala besar di Kabupaten Semarang pada umumnya berupa pabrik-pabrik besar yang memerlukan tenaga kerja relatif banyak. Meskipun demikian, industri kecil juga

(23)

7 berpotensi dalam membantu meningkatkan pendapatan daerah, sehingga perlu adanya arahan dan dukungan pemerintah agar industri kecil juga mampu bersaing dalam menciptakan produk yang berkualitas.

Tabel 4. Potensi Industri Besar / Menengah dan Kecil Kabupaten Semarang, Jawa Tengah

No. Kelompok Industri

Jumlah Perusahaan / Sentra Investasi (Rupiah) Penyerapan Tenaga Kerja (orang) 1. Industri Besar 63 3.967.000.000.000 55.275 2. Industri Menengah 48 13.038.697.934 6.707

3. Industri Kecil Formal 757 16.297.942 5.588

4. Sentra Industri Kecil 106 1.038.285.000 21.033

5. Industri Kecil Informal 8.639 1.805.626 8.292

Sumber : semarangkab, 2010

Sumbangan sektor industri pengolahan terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Semarang tahun 2003 sebesar 42,45 persen dan selalu menempati urutan pertama dalam struktur pertumbuhan ekonomi Kabupaten Semarang. Artinya sektor ini tidak hanya memenuhi Kabupaten Semarang saja, tetapi memenuhi kebutuhan dari luar daerah lainnya. Dengan kata lain, sektor ini merupakan sektor yang berpotensi ekspor. Sektor ini memiliki kinerja sektor yang dapat diandalkan dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, (Saerofi 2005). Dengan demikian, industri pengolahan pada subsistem agribisnis hilir memiliki potensi untuk berkembang dan mempunyai peran dalam pembangunan ekonomi daerah.

Salah satu usaha kecil sektor pengolahan yang menjadi sentra oleh-oleh khas dan berperan dalam menyumbang PDRB Kabupaten Semarang adalah Tahu Serasi Bandungan. Unit usaha ini berada di bawah Kelompok Wanita Tani Damai Desa Kenteng, Kecamatan Bandungan. Jumlah anggota yang menjadi pelaku usaha Tahu Serasi Bandungan sampai tahun 2011 berjumlah 36 orang. Unit usaha ini mengalami perkembangan hingga saat ini dengan bertambahnya jumlah asset dan laba usaha. Namun, tingkat pertumbuhannya tidak signifikan. Hal tersebut ditandai dengan kapasitas produksi yang mengalami penurunan tiga tahun terakhir

(24)

8 yaitu tahun 2008-2010 (Lampiran 8). Hal ini terkait pengelolaan bahan baku yang kurang optimal, akibat dari harga bahan baku utama kedelai yang tidak stabil, selain itu terkait dengan kualitas SDM pelaku usaha yang relatif masih rendah, terutama bidang manajemen.

Menurut Sopanah (2009), jumlah UMKM yang meningkat belum diimbangi dengan perkembangan kualitas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (KUMKM). Hal tersebut disebabkan karena beberapa KUMKM yang masih menghadapi permasalahan klasik yaitu rendahnya produktivitas. Keadaan ini secara tidak langsung berkaitan dengan (a) rendahnya kualitas sumberdaya manusia khususnya dalam manajemen, organisasi, teknologi, dan pemasaran; (b) lemahnya kompetensi kewirausahaan; (c) terbatasnya kapasitas UMKM untuk mengakses permodalan, informasi teknologi dan pasar, serta faktor produksi lainnya (Pakpahan, 2010).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa secara umum permasalahan yang dihadapi oleh sebagian besar industri kecil adalah faktor sumber daya manusia terkait dengan sikap kewirausahaan masing masing pelaku di dalamnya. Penelitian ini bermaksud untuk mengkaji bagaimana modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha serta kaitannya terhadap laba usaha kecil khususnya pengolahan tahu Serasi KWT Damai.

1.2 Perumusan Masalah

Unit usaha KWTD Tahu Serasi Bandungan merupakan industri kecil sektor pengolahan dan menjadi salah satu sentra oleh-oleh khas serta berperan sebagai penyumbang PDRB bagi Kabupaten Semarang. Usaha Tahu Serasi telah menjalankan usaha lebih dari 10 tahun. Akan tetapi, perkembangan usaha ini tidak terlalu signifikan. Hal ini ditandai dengan kapasitas produksi yang dihasilkan masih fluktuatif bahkan mengalami penurunan selama tiga tahun terakhir (2008-2010). Selain itu, laba yang diperoleh selama tiga tahun terakhir mengalami pertumbuhan yang tidak terlalu berarti sekitar 7 persen (Lampiran 8). Kendala tersebut diakibatkan oleh pengelolaan bahan baku yang masih belum optimal dan kualitas SDM yang relatif masih rendah sehingga berpengaruh terhadap produktivitas. Keadaan ini secara tidak langsung berkaitan dengan (a)

(25)

9 rendahnya kualitas sumberdaya manusia khususnya dalam manajemen, organisasi, teknologi, dan pemasaran; (b) lemahnya kompetensi kewirausahaan; (c) terbatasnya kapasitas UMKM untuk mengakses permodalan, informasi teknologi dan pasar, serta faktor produksi lainnya.

Lemahnya kompetensi kewirausahaan pada KWTD diakibatkan oleh peran serta pemerintah (Dinas Pertanian Propinsi Jawa Tengah) yang mendominasi dalam hal pengembangan produk dan inovasi melalui pelatihan dan pembinaan yang dilakukan secara rutin. Selain itu, pihak pemerintah juga memberikan bantuan berupa modal usaha dan peralatan produksi. Hal tersebut menyebabkan tingkat ketergantungan KWTD terhadap pemerintah menjadi tinggi. Padahal, untuk mencapai sebuah keberhasilan usaha diperlukan kemandirian yang merupakan salah satu ciri sikap wirausaha.

Salah satu target yang ingin dicapai oleh KWTD Tahu Serasi Bandungan adalah menjadi unit usaha unggulan dan menjadi icon produsen oleh-oleh khas Kabupaten Semarang, khususnya objek wisata Bandungan. Target tersebut dapat diwujudkan apabila misi dan tujuan usaha dijalankan dengan baik.

Kelangsungan usaha Tahu Serasi Bandungan menjadi prioritas KWTD. Oleh sebab itu, kemandirian menjadi salah satu hal yang ingin diwujudkan oleh unit usaha untuk mengurangi tingkat ketergantungan terhadap pemerintah. Sikap mandiri yang dipupuk masing-masing anggota sebagai unsur manusia yang menjalankan unit usaha diharapkan dapat menjaga kelangsungan usaha sekaligus mengantisipasi apabila suatu saat terlepas dari bantuan pemerintah. Industri kecil dalam sektor ini diharapkan mampu bertahan dan bersaing dengan industri lainnya meskipun dengan menggunakan tingkat teknologi yang pada umumnya masih sederhana. Daya saing produk dapat ditingkatkan dengan adanya suatu inovasi yang terkait dengan sikap kewirausahaan pelaku bisnis dalam mengembangkan usahanya, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Sikap kewirausahaan yang modern merupakan ciri sikap yang melekat pada diri seorang wirausaha berhasil. Adapun atribut modernitas sikap kewirausahaan tersebut meliputi: (1) sikap mental mengutamakan prioritas; (2) sikap mental mengambil risiko; (3) sikap mental inovatif; (4) sikap mental yang

(26)

10 mengunggulkan kerja keras; (5) sikap mental menghargai waktu; (6) sikap memiliki motivasi berprestasi; (7) sikap mental berprestasi; (8) sikap mental tanggung jawab individual. Pengalaman yang dimiliki anggota dalam menjalankan usaha Tahu Serasi lebih dari 10 tahun serta pengetahuan yang diperoleh melalui pelatihan dan pembinaan akan mempermudah anggota untuk mengadopsi modernitas sikap kewirausahaan. Modernitas sikap kewirausahaan yang dimiliki oleh masing-masing individu diharapkan dapat menentukan keberhasilan dan kelangsungan usaha.

Berdasarkan uraian di atas, perumusan masalah pada penelitian ini adalah: 1. Bagaimana modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha KWTD Tahu

Serasi Bandungan?

2. Bagaimana hubungan masing-masing tema sikap kewirausahaan terhadap keberhasilan unit usaha KWTD Tahu Serasi Bandungan terkait dengan modernitas sikap kewirausahaan yang dimiliki?

3. Bagaimana hubungan modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha terhadap keberhasilan unit usaha KWTD Tahu Serasi Bandungan yang dijalankan?

1.3 Tujuan

Berdasarkan perumusan masalah yang ada, tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha KWTD Tahu Serasi Bandungan.

2. Menganalisis korelasi masing-masing tema sikap kewirausahaan dengan keberhasilan unit usaha KWTD Tahu Serasi Bandungan terkait dengan modernitas sikap kewirausahaan yang dimiliki.

3. Menganalisis hubungan modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha dengan keberhasilan unit usaha KWTD Tahu Serasi Bandungan yang dijalankan.

(27)

11 1.4. Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Peneliti, merupakan wadah untuk melatih kemampuan analisis penulis serta pengaplikasian konsep-konsep ilmu yang diperoleh dengan melihat fenomena praktis yang terjadi di lapangan.

2. Kalangan akademisi, sebagai bahan kajian atau acuan bagi penelitian selanjutnya.

3. Instansi terkait, dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam upaya mengembangkan sikap kewirausahaan pelaku usaha dalam rangka pengembangan bisnis kecil khususnya KWTD Tahu Serasi Bandungan. 1.5. Ruang Lingkup

Penelitian ini mengenai hubungan modernitas sikap kewirausahaan terhadap keberhasilan unit usaha kecil khususnya KWTD Tahu Serasi Bandungan. Alat analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Statistika Deskriptif dan Analisis Korelasi Chi Square. Adapun modernitas sikap kewirausahaan yang diukur terdiri dari 8 indikator, yaitu : (1) mengutamakan prioritas; (2) pengambilan risiko; (3) keinovatifan; (4) sikap terhadap kerja; (5) penghargaan terhadap waktu; (6) motivasi berprestasi; (7) sikap percaya diri; dan (8) tanggung jawab individual.

(28)

12

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Wirausaha

Dalam pengertian sehari-hari istilah “entrepreneur” sering diidentikkan dengan pengusaha, pedagang, saudagar, ataupun dengan istilah wiraswastawan, atau wirausahawan (Tawardi 1999). Banyak orang melakukan wirausaha karena tuntutan kebutuhan, kemudian melalui proses yang panjang sehingga perilaku wirausaha sebenarnya dapat dipelajari dan diimplementasikan oleh setiap orang, jika orang tersebut ada kemauan dan dorongan, walaupun awalnya disebabkan oleh adanya tekanan untuk menjaga eksistensi kehidupannya (Dirlanudin 2010).

Wirausaha adalah orang yang berani mengambil risiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan. Berjiwa berani mengambil risiko artinya bermental mandiri dan berani memulai usaha, tanpa diliputi rasa takut atau cemas sekalipun dalam kondisi tidak pasti. Seorang wirausaha dalam pikirannya selalu berusaha mencari, memanfaatkan, serta menciptakan peluang yang dapat memberikan keuntungan. Risiko kerugian merupakan hal yang biasa karena mereka berprinsip bahwa faktor kerugian pasti ada. Bahkan, semakin besar risiko keuangan yang bakal dihadapi, semakin besar pula keuntungan yang dapat diraih. Tidak ada istilah rugi selama seseorang melakukan usaha dengan penuh keberanian dan penuh perhitungan (Satya 2010).

Menurut Wijandi dan Sarma (2002) bahwa inti kewirausahaan adalah kemandirian. Kemandirian seseorang banyak ditentukan oleh kepercayaan dirinya atas apa yang harus dihadapi. Kemandirian untuk mampu bekerja mandiri akan sulit dilakukan jika tidak terbiasa belajar, berlatih dan kerja mandiri yang memberikan pengalaman sukses. Kepercayaan diri sangat menentukan keberanian seseorang untuk bertindak atau mengambil risiko, karena faktor keyakinan atas kemampuan diri sangat bergantung pada seberapa tinggi kepercayaan dirinya untuk berhasil.

Menurut Meredith et all. dalam (Dirlanudin 2010), para wirausaha adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan melihat dan menilai kesempatan yang ada, mengumpulkan sumberdaya-sumberdaya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan dan mengambil tindakan yang tepat guna memastikan

(29)

13 sukses. Wirausaha akan berorientasi kepada tindakan, dan bermotivasi tinggi yang mengambil risiko dalam mengejar tujuannya.

Seorang wirausaha adalah seseorang yang mendirikan, mengelola, mengembangkan dan melembagakan usaha yang dimilikinya, dan dilakukan dengan penuh kreatif, inovatif, mempertimbangkan kemampuan diri (swakendali), mampu mengambil risiko, mampu melihat ke depan, mampu memanfaatkan peluang, mampu bergaul, suka bekerja keras, penuh keyakinan dan bersikap mandiri (Tawardi 1999).

Wirausaha merupakan tindakan seseorang yang berani mengambil risiko sebuah bisnis, mempunyai asumsi adanya pertumbuhan bisnis dan hasil-hasilnya yang dapat meningkatkan kapitalisasi perusahaan. Memiliki kemampuan berusaha sendiri tanpa bergantung pada orang lain dan tangguh menghadapi cobaan. Tindakan yang dilakukannya untuk mengelola sebuah bisnis dengan karakteristik inovasi yang tinggi. Wirausaha bukanlah sekedar pengetahuan praktis, tetapi lebih cenderung pada suatu gaya hidup dan prinsip-prinsip tertentu yang akan mempengaruhi kinerja usaha. Apabila hal tersebut dimiliki oleh pengusaha kecil dengan kualitas yang tinggi, maka kesejahteraan pengusaha dan tenaga kerja serta keluarga yang menggantungkan hidup pada usaha tersebut akan dapat ditinggalkan (Dirlanudin, 2010).

2.2. Karakteristik Kewirausahaan

Kewirausahaan merupakan kemampuan dalam menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (Pakpahan 2010). Kemampuan berwirausaha mendorong minat seseorang untuk mendirikan dan mengelola usaha secara profesional. Dalam bidang psikologi wirausaha, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan bewirausaha yang berfokus pada karakteristik (ciri-ciri) kepribadian individu seperti: Locus of control, pengambilan risiko, motivasi akan prestasi, gaya penyelesaian masalah, keinovatifan, persepsi, dan nilai kerja, Zimmerer dalam (Kasmir 2006).

Sejarah kewirausahan menunjukkan bahwa kewirausahaan mempunyai karakteristik yang umum serta berasal dari kelas yang sama Suparman dalam (Tawardi 1999). Rata-rata wirausahawan adalah anak dari orang tua yang

(30)

14 kondisi keuangan memadai, tidak miskin dan tidak kaya. Wirausahawan tidak membentuk suatu kelas sosial tetapi berasal dari semua kelas sosial (Tawardi 1999).

Selanjutnya terdapat beberapa karakteristik dari wirausahawan yang berhasil memiliki sifat-sifat yang dikenal dengan 10 D dari Bygrave (Azzahra, 2009):

1. Dream

Seorang wirausaha mempunyai visi bagaimana keinginannya terhadap masa depan pribadi dan bisnisnya, dan yang paling penting adalah dia mempunyai kemampuan untuk mewujudkan impiannya tersebut.

2. Decisiveness

Seorang wirausaha adalah orang yang tidak bekerja lambat. Mereka membuat keputusan secara tepat dengan penuh perhitungan. Kecepatan dan ketepatan dia mengambil keputusan adalah merupakan faktor kunci

(key factor) dalam kesuksesan bisnisnya.

3. Doers

Begitu seorang wirausaha membuat keputusan maka dia langsung menindaklanjutinya. Mereka melaksanakan kegiatannya secepat mungkin yang dia sanggup, artinya seorang wirausaha tidak mau menunda-nunda kesempatan yang dapat dimanfaatkan.

4. Determination

Seorang wirausaha melaksanakan kegiatannya dengan penuh perhatian. Rasa tanggung jawabnya tinggi dan tidak mau menyerah, walaupun dia dihadapkan pada halangan atau rintangan yang tidak mungkin diatasi.

5. Dedication

Dedikasi seorang wirausaha terhadap bisnisnya sangat tinggi, kadang-kadang dia mengorbankan hubungan kekeluargaan, melupakan hubungan dengan keluarganya untuk sementara. Mereka bekerja tidak mengenal lelah, 12 jam sehari atau tujuh hari seminggu. Semua perhatian dan kegiatannya dipusatkan semata-mata untuk kegiatan bisnisnya.

(31)

15 6. Devotion

Devotion berarti kegemaran atau kegila-gilaan. Demikian seorang wirausaha mencintai pekerjaan bisnisnya dia mencintai pekerjaan dan produk yang dihasilkannya. Hal inilah yang mendorong dia mencapai keberhasilan yang sangat efektif untuk menjual produk yang ditawarkannya.

7. Details

Seorang wirausaha sangat memperhatikan faktor-faktor kritis secara rinci. Dia tidak mau mengabaikan faktor-faktor kecil tertentu yang dapat menghambat kegiatan usahanya.

8. Destiny

Seorang wirausaha bertanggung jawab terhadap nasib dan tujuan yang hendak dicapainya. Dia merupakan orang yang bebas dan tidak mau tergantung dengan orang lain.

9. Dollars

Wirausahawan tidak sangat mengutamakan mencapai kekayaan. Motivasinya bukan memperoleh uang. Akan tetapi uang dianggap sebagai ukuran kesuksesan bisnisnya. Mereka berasumsi jika mereka sukses berbisnis maka mereka pantas mendapat laba, bonus atau hadiah.

10. Distribute

Seorang wirausaha bersedia mendistribusikan kepemilikan bisnisnya terhadap orang-orang kepercayaannya. Orang-orang kepercayaan ini adalah orang-orang yang kritis dan mau diajak untuk mencapai sukses dalam bidang bisnis

Menurut Ibnoe Soedjono dalam (Pakpahan 2010) kemampuan kewirausahaan merupakan fungsi dari perilaku kewirausahaan dalam mengombinasikan kreativitas, inovasi, kerja keras dan keberanian menghadapi risiko untuk memperoleh peluang. Kemudian menurut Kasmir (2006) berwirausaha tidak selalu memberikan hasil yang sesuai dengan harapan dan keinginan pengusaha. Tidak sedikit pengusaha mengalami kerugian dan akhirnya bangkrut. Namun, banyak juga wirausahawan yang berhasil untuk beberapa generasi. Bahkan banyak pengusaha yang semula hidup sederhana

(32)

16 menjadi sukses dengan ketekunannya. Berikut beberapa ciri wirausahawan yang dikatakan berhasil:

1. Memiliki visi dan tujuan yang jelas 2. Inisiatif dan selalu proaktif

3. Berorientasi pada prestasi 4. Berani mengambil risiko 5. Kerja keras

6. Bertanggung jawab terhadap segala aktivitas yang dijalankannya, baik sekarang maupun yang akan datang

7. Komitmen pada berbagai pihak merupakan ciri yang harus dipegang teguh dan harus ditepati

8. Mengembangkan dan memelihara hubungan baik dengan berbagai pihak, baik yang berhubungan langsung dengan usaha yang dijalankannya maupun tidak

Karakteristik wirausaha menurut Longenecker et all dalam (Satya 2010) sebagai berikut:

1. Keinginan untuk mengambil risiko

Risiko yang diambil para wirausahawan di dalam memulai dan waktu menjalankan bisnisnya berbeda-beda. Misalnya dengan menginvestasikan uang miliknya, mereka mendapat risiko keuangan. Dan jika mereka meninggalkan pekerjaannya, mereka mempertaruhkan kariernya. Tekanan dan waktu yang dibutuhkan untuk memulai dan menjalankan bisnisnya juga mendatangkan risiko bagi keluarganya.

2. Percaya diri

J.B Rotter mengemukakan bahwa kesuksesan wirausaha tergantung pada usaha mereka sendiri yang mempunyai pengendalian yang disebut

Internal Locus of Control. Sebaliknya wirausaha yang merasa bahwa

hidupnya dikendalikan oleh besarnya keberuntungan atau nasib mempunyai pengendalian yang disebut Eksternal Locus of Control. Oleh karena itu wirausaha yang sukses adalah orang yang percaya pada diri sendiri, karena orang yang mempunyai keyakinan pada dirinya sendiri merasa dapat menjawab tantangan yang ada di depan mereka.

(33)

17 3. Kebutuhan akan keberhasilan

Psikologi mengakui bahwa tiap orang berbeda dalam tingkat kebutuhan akan keberhasilannya. Orang yang mempunyai tingkat kebutuhan keberhasilan menurun, terlihat puas dengan status yang dimiliki saat ini, sedangkan orang dengan tingkat kebutuhan keberhasilan meningkat senang bersaing dengan standar keunggulan dan memilih untuk bertanggung jawab secara pribadi atas tugas yang dibebankan kepadanya, dalam David Mc Cleland (1961) dalam Longenecker et al. (2001).

4. Kepemimpinan, memiliki watak mampu memimpin, dapat bergaul dengan orang lain, menanggapi saran dan kritik.

5. Keorisinilan, memiliki watak inovatif, kreatif, fleksibel, banyak sumber, serba bisa, dan memiliki banyak pengetahuan.

Pada umumnya para wirausaha yang berhasil banyak memiliki cara yang sama. Antara lain penuh energi, inovatif, berani mengambil risiko serta keinginan untuk berprestasi, selain itu juga sifat optimis dan percaya akan masa depan (Tawardi 1999).

2.3. Modernitas Sikap Kewirausahaan

Sikap adalah keadaan dan kesiapan mental, yang terorganisasi melalui pengalaman, yang secara langsung dan dinamis mempengaruhi respon seseorang terhadap semua objek atau semua situasi yang mempunyai hubungan dengan dirinya Alport dalam (Tawardi 1999). Selanjutnya menurut Rakhmat dalam (Pakpahan 2009) sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Menurut Krech, dkk, sikap adalah sistem atau organisasi yang bersifat menetap dari komponen koqnisi, efeksi dan konasi. Jadi sikap menekankan keterkaitan antara ketiga komponen yang saling menunjang. Koqnisi berupa sesuatu yang dipercayai oleh subyek pemilik sikap (keyakinan), komponen afektif merupakan komponen perasaan yang menyangkut aspek emosional, dan konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh subyek (Tawardi 1999).

(34)

18 Menurut Ajzen dan Fishbein dalam (Pakpahan 2009), semakin positif sikap seseorang terhadap suatu obyek, semakin positif konsekuensi yang diterima, dan semakin didukung oleh norma subyektif maka semakin besar intensi untuk berperilaku. Sebaliknya, semakin negatif maka semakin kecil intensi untuk berperilaku.

Konsep sikap berbeda dengan konsep perilaku, perilaku merupakan cara bertindak yang menunjukkan tingkah laku seseorang. Menurut Walgito dalam (Pakpahan 2009), perilaku yang dilakukan oleh seseorang disebut sebagai perilaku yang tampak (overt behaviour). Unsur-unsur perilaku yang tampak berupa tingkah laku (action). Perilaku juga dapat dikaitkan dengan reaksi yang terjadi karena adanya stimulus atau interaksi antara individu dengan lingkungannya dan benar-benar dilakukan seseorang dalam bentuk tindakan.

Jika disimpulkan, maka sikap adalah kesiapan untuk berespon secara konsisten terhadap sesuatu obyek yang mempunyai aspek koqnisi, afeksi, dan kecenderungan untuk berkehendak, yang dapat bersifat positif dan negatif dengan intensitas yang berbeda, (Tawardi 1999). Sedangkan Trandis (1971) membagi sikap dalam tiga komponen yaitu: (1) komponen pengetahuan; (2) komponen keterampilan; dan (3) komponen sikap mental. Morris (1976) menyatakan bahwa perasaan dalam sikap terdiri tiga komponen utama, yaitu: (1) komponen kepercayaan (belief) terhadap suatu obyek tertentu; (2) komponen perasaan (feeling); dan (3) komponen kecenderungan untuk bertindak terhadap suatu obyek.

Dengan demikian, menurut Tawardi (1999), yang dimaksud dengan sikap kewirausahaan adalah kesiapan seseorang untuk berespon secara konsisten terhadap sembilan aspek karakteristik atau ciri-ciri perilaku yang dimiliki oleh wirausaha. Penilaian tingkat sikap kewirausahaan yang dilakukan terhadap anggota kelompok belajar usaha adalah dengan cara mengetahui jumlah skor dari sembilan komponen indikatornya yang meliputi pemanfaatan peluang, berorientasi hasil, keluwesan bergaul, bekerja keras, percaya diri, pengambilan risiko, pengendalian kemampuan diri, keinovatifan, dan kemandirian, yang dapat diukur arah dan intensitasnya dengan jalan memperhatikan perilaku yang mencerminkan penilaian koqnisi, afeksi, dan kecenderungan bertindak. Hasil

(35)

19 penelitian menunjukkan, secara total perilaku sikap kewirausahaan adalah sebagian (30,90 persen) anggota memiliki sikap kewirausahaan tergolong kategori rendah, sebanyak 49,10 persen tergolong kategori sedang, dan sisanya (20 persen) tergolong kategori tinggi. Secara keseluruhan responden bersikap terhadap kesembilan indikator berada taraf sedang, namun pada sikap aspek pemanfaatan peluang bertaraf rendah.

Berdasarkan penelitian (Fauzi 2009), sikap kewirausahaan ditandai dengan percaya diri, berorientasi pada tugas dan hasil, berani menanggung risiko, kepemimpinan, keorisinilan, dan berorientasi pada masa depan.

Berdasarkan hasil pengolahan data dari 20 responden dan pembahasannya, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Sikap kewirausahaan yang dimiliki para pengusaha Tulang Sepatu yang bernilai 82,3 persen berada dalam interval 68 persen - <84 persen termasuk dalam kategori baik, hal ini dilihat dari indikator-indikator pembentuk sikap kewirausahaan seperti percaya diri, berorientasi pada tugas dan hasil, pengambilan resiko, kepemimpinan, keorisinilan, dan berorientasi kemasa depan yang telah dimiliki oleh pengusaha Tulang Sepatu di Kecamatan Bandung Kulon.

2. Keberhasilan Usaha Tulang Sepatu di Kecamatan Bandung Kulon dengan indikator yang meliputi aspek kemampuan dan kemauan, tekad yang kuat dan kerja keras, kesempatan dan peluang, berada pada tingkat yang sangat baik dimana tanggapan respondennya bernilai 84 persen berada diantara 84 persen - <100 persen. Hal ini mengidentifikasikan bahwa para pengusaha Tulang Sepatu sudah merasa berhasil dalam berusaha seiring dengan berkembangnya usaha yang dijalankan yang ditandai oleh meningkatnya daerah pemasaran.

3. Hasil analisis data tentang hubungan sikap kewirausahaan dengan keberhasilan usaha Tulang Sepatu, menunjukkan bahwa sikap kewirausahaan mempunyai hubungan dengan keberhasilan usaha yang ditandai oleh adanya korelasi yang kuat yakni r = 0,775. Selanjutnya hasil uji hipotesis menghasilkan t hitung > t tabel = 3,363 > 2,101, yang artinya ada

(36)

20 Sedangkan berdasarkan penelitian Anggraeni, menemukan hasil bahwa ada perbedaan yang signifikan dalam hal sikap kewirausahaan di antara kelompok pengusaha industri kecil berhasil, statis dan tidak berhasil, dan yang membedakan secara maksimal antara kelompok pengusaha industri kecil berhasil, statis dan tidak berhasil adalah aspek swa kendali dan prestatif; ada perbedaan yang signifikan dalam hal sikap kewirausahaan di antara pengusaha industri kecil pria dan wanita, ada hubungan yang signifikan antara sikap kewirausahaan, usia, lama berusaha, tingkat pendidikan, jenis kelamin dan latar belakang keluarga secara bersama-sama dengan keberhasilan pengusaha industri kecil dan yang memberikan sumbangan yang terbesar adalah variabel sikap kewirausahaan dan variabel tingkat

Terkait dengan sikap yang modern, menurut Inkeles dalam (Myron 1977), tanda-tanda yang khas dari orang yang modern ada dua macam: yang satu merupakan ciri dalam dan yang lainnya merupakan ciri luar; yang satu mengenai lingkungan alam, yang lainnya mengenai sikap, nilai-nilai dan perasaan-perasaan. Ia menyebutkan bahwa manusia modern memiliki sifat:

1. Bersedia untuk menerima pengalaman-pengalaman yang baru dan terbuka bagi pembaharuan dan perubahan (inovatif)

2. Demokratis mengenai dua opini, bahwa ia sadar akan keragaman sikap dan opini disekitarnya, dan tidak menutup dirinya sendiri

3. Tepat pada waktunya, teratur dalam mengorganisir urusannya

4. Menginginkan dan terlibat dalam perencanaan serta organisasi dan menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar

5. Yakin bahwa orang dapat belajar

6. Yakin bahwa keadaan dapat diperhitungkan dan dikendalikan 7. Menghargai orang lain, sadar akan harga diri orang lain

8. Berpikir maju terhadap teknologi, percaya terhadap perkembangan ilmu dan teknologi

9. Adil, orang modern percaya akan keadilan dalam pembagian

Seseorang modern apabila ia mempunyai kesanggupan untuk membentuk dan mempunyai pendapat mengenai sejumlah persoalan-persoalan yang tidak saja timbul di sekitarnya, tetapi juga di luarnya. Tingkat kemodernan menurut

(37)

21 Inkeles, ditentukan pula oleh faktor-faktor yang efektif yakni pendidikannya; pemerintahan dan birokrasinya; komunikasi massa; dan pabrik atau usaha-usaha produktif dan administrstif lainnya.

Berdasarkan jenis kepribadian, Hagen dalam (Pakpahan 2010) ciri-ciri kepribadian inovatif antara lain: kebutuhan terhadap otonomi dan keteraturan, kebutuhan untuk memelihara dan memikirkan kesejahteraan dirinya sendiri. Kualitas kepribadian tersebut tidak hanya sesuai dengan kepribadian inovatif untuk pembangunan ekonomi, tetapi lebih mencerminkan kenyataan yang sebenarnya daripada kepribadian otoriter. Kepribadian otoriter membayangkan lingkungan sosialnya kurang teratur dibandingkan dengan dirinya sendiri. Ia tak yakin bahwa ia dinilai oleh lingkungan sosialnya. Ia membayangkan kekuasaan lebih sebagai fungsi dari posisi yang diduduki dibandingkan sebagai fungsi prestasi yang dicapai. Dalam kepribadian otoriter, pandangan kognitif mengenai duniawi dan membangkitkan kemarahan harus ditahan. Karena itu terdapat kebutuhan sangat besar untuk menundukkan, kurangnya kebutuhan untuk memelihara dan kurangnya kebutuhan untuk berprestasi, tidak dapat memberikan bobot yang sama antara berbuat untuk kesejahteraan orang lain dan berbuat untuk kesejahteraan diri sendiri.

Kepribadian inovatif menurut definisi ini termasuk ke dalam perilaku kreatif. Kepribadian inovatif memiliki kualitas yang dapat membantu perilaku kreatif. Menurut Hagen salah satu alasan mengapa individu tradisional tidak memiliki sifat inovatif adalah karena ia membayangkan dunia sebagai tempat yang kacau daripada sebagai tempat yang teratur dan dapat dianalisis. Karena itu dapat diperkirakan bahwa setiap masyarakat yang mengalami kemacetan ekonomi, diliputi kepribadian otoriter.

Menurut penelitian Pakpahan (2010), definisi modernitas sikap kewirausahaan adalah pandangan individu untuk merespon secara konsisten terhadap ciri-ciri yang dimiliki seorang wirausahawan dari keenam pernyataan proyeksi masing-masing atribut sikap dengan empat alternatif jawaban. Adapun atribut modernitas sikap kewirausahaan tersebut meliputi: (1) sikap mental mengutamakan prioritas; (2) sikap mental mengambil risiko; (3) sikap mental inovatif, (4) sikap mental yang mengunggulkan kerja keras; (5) sikap mental

(38)

22 menghargai waktu; (6) sikap memiliki motivasi berprestasi; (7) sikap mental percaya diri; (8) sikap mental tanggung jawab individual.

Dari kedelapan atribut tersebut, diujikan terhadap responden yang merupakan pengurus koperasi karyawan di Kecamatan Cibinong. Secara umum, dari semua responden yang diteliti memiliki pandangan yang modern terhadap kedelapan tema sikap. Melalui Uji Koefisien Rank Spearman diperoleh hasil bahwa variabel modernitas sikap kewirausahaan tidak memiliki korelasi dengan keberhasilan koperasi. Hal ini dilihat dari

ρ

hitung yang lebih kecil

dibandingkan

ρ

tabel, yang berarti bahwa modernitas sikap kewirausahaan pengurus tidak berhubungan dengan keberhasilan koperasi karyawan.

2.4. Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

Menurut Partomo dan Soedjono dalam (Widiameiga 2010) definisi UMKM pada umumnya mencakup dua aspek, yaitu aspek penyerapan tenaga kerja dan aspek pengelompokkan perusahaan ditinjau dari jumlah tenaga kerja yang diserap dalam gugusan/kelompok perusahaan tersebut (range of the

member employees).

Berdasarkan UU Nomor 9 dan Inpres Nomor 10, beberapa instansi menetapkan kriteria Usaha Kecil dan Usaha Menengah menurut beberapa pendekatan. Departemen Perindustrian, Lembaga Bank, dan Kamar Dagang Indonesia (KADIN) menetapkan kriteria Usaha Kecil, dan Usaha Menengah berdasarkan pendekatan (kriteria) modal. Berdasarkan jumlah modal, Usaha Mikro adalah usaha dengan modal kurang dari 200 juta rupiah. Usaha Kecil adalah usaha dengan modal sebesar 200 juta hingga satu milyar rupiah. Sedangkan Usaha Menengah adalah usaha dengan modal sebesar satu hingga lima milyar rupiah. Sementara itu, Departemen Tenaga Kerja dan Badan Pusat Statistik (BPS) menetapkan kriteria Usaha Kecil, dan Usaha Menengah berdasarkan pendekatan tenaga kerja. Sesuai dengan jumlah penggunaan tenaga kerja, Usaha Mikro adalah usaha dengan penggunaan tenagakerja 1-4 orang. Usaha Kecil adalah usaha dengan penggunaan tenagakerja 5-19 orang, sedangkan Usaha Menengah adalah usaha dengan penggunaan tenaga kerja 20-99 orang, (Heatubin 2008).

(39)

23 Pengertian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah adalah :

1) Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang, perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

2) Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang, perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

3) Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang, perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur Undang-Undang ini.

Adapun kriteria dari UMKM dalam Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2008, Pasal 6 adalah sebagai berikut:

1) Usaha Mikro memiliki kekayaan bersih (asset) kurang dari Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) di luar tanah dan bangunan, omzet tahunan paling banyak Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah).

2) Usaha Kecil memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

3) Usaha Menengah memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha,

(40)

24 memiliki hasil penjualan tahunan Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000 (lima puluh milyar rupiah).

Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2004) mengategorikan usaha mikro berdasarkan jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan. Industri kerajinan rumah tangga adalah perusahaan atau usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerja 1-4 orang, sedangkan industri kecil mempekerjakan 5 sampai 19 orang, (Kurniawan 2008). Menurut Hastuti dalam (Kurniawan 2008) usaha mikro adalah kegiatan bisnis yang mempekerjakan maksimal 10 orang pegawai termasuk anggota keluarga yang tidak dibayar. Kadangkala hanya melibatkan 1 orang, yaitu pemilik yang sekaligus menjadi pekerja serta kepemilikan asset dan pendapatannya terbatas.

Kemudian dipaparkan oleh Sinaga dalam (Kurniawan 2008) bahwa Industri Kecil dapat digolongkan menjadi tiga kelompok berdasarkan aspek pengolahan dan teknologi yang digunakan, yaitu: 1) Kelompok industri kecil tradisional yang memiliki ciri-ciri penggunaan teknologi yang sederhana berlandaskan dukungan unit pelayanan teknis dan mempunyai keterkaitan dengan sektor ekonomi lain secara regional. Pengelolaannya bersifat sektoral dan masih dalam batas pembinaan administratif pemerintah; 2) Kelompok industri kerajinan menggunakan teknologi tepat guna tingkat madya dan sederhana, merupakan perpaduan industri kecil yang menerapkan proses modern dengan keterampilan nasional. Ciri yang amat spesifik adalah mengembangkan misi pelestarian budaya bangsa erat kaitannya dengan seni budaya bangsa; 3) Kelompok industri kecil modern menggunakan teknologi madya hingga modern dengan skala produksi terbatas, didasarkan atas dukungan penelitian dan pengembangan di bidang teknik. Penggunaannya lebih bersifat lintas sektoral dan menggunakan mesin industri produksi khusus.

2.5. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Sektor Pengolahan

Secara luas, agribisnis berarti ”bisnis berbasis sumber daya alam”. Obyek agribisnis dapat berupa tumbuhan, hewan, ataupun organisme lainnya. Fungsi agribisnis terdiri dari kegiatan-kegiatan yang saling berkaitan secara ekonomi,

(41)

25 yaitu sektor pengadaan dan penyaluran sarana produksi (input), produksi primer (on farm), pengolahan (agroindustri), dan pengemasan.

Adapun industri pengolahan berada pada subsistem agribisnis hilir (agroindustri) yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah komoditas pertanian primer menjadi produk olahan baik produk antara maupun produk akhir. Menurut Kementrian Koperasi dan BPS (2005) dalam (Heatubin 2008), sektor industri pengolahan terdiri dari industri migas dan industri non-migas. Industri migas meliputi pengilangan minyak bumi dan gas alam cair. Sedangkan industri non-migas terdiri dari 9 jenis industri (subsektor) masing-masing: (1) industri makanan; (2) industri tekstil; (3) industri barang kayu dan hasil hutan lainnya; (4) industri kertas dan barang cetakan; (5) industri pupuk, kimia, dan barang dari karet; (6) industri semen dan barang galian bukan logam; (7) industri logam dasar besi dan baja; (8) industri alat angkutan, mesin dan peralatannya; (9) dan industri barang lainnya. Kegiatan-kegiatan dalam sektor ini mencakup kegiatan mengubah bentuk bahan organik dan non organik secara mekanis dan kimawi menjadi produk yang bermutu dan bernilai tinggi sehingga mendekati pada pemenuhan kebutuhan konsumen.

Berdasarkan Gordon & Craig dalam (Kurniawan 2008), Usaha Mikro dan Kecil sektor non-pertanian yang cocok dikembangkan di daerah pedesaan adalah industri pengolahan. UMK non pertanian di pedesaan biasanya bersifat informal, yang artinya tidak memiliki badan hukum tetap, dan dikuasai oleh masing-masing individu dan rumah tangga. Bagi masyarakat pedesaan, industri pengolahan dalam skala mikro dan kecil merupakan suatu peluang bagi tersedianya lapangan kerja.

2.6. Permasalahan UMKM

Menurut Wijono (2005), kendala yang dihadapi oleh UMK dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu pasar, bantuan penyuluhan, dan akses terhadap sumber pembiayaan. Di lain sebab, Suhariyanto (2007) menyebutkan bahwa UMK di Indonesia masih didominasi oleh sektor pertanian yang memiliki produktivitas yang sangat rendah. Perubahan arah pembangunan dari sektor pertanian ke non pertanian masih menghadapi banyak kendala dalam hal

(42)

26 infrastruktur dan fasilitas ekonomi yang menjadi penyebab lambatnya pertumbuhan UMK.

Beberapa permasalahan UMK menurut Arif dan Wibowo (2004) dalam Satya (2010) antara lain adalah masalah pemasaran produk, teknologi, pengelolaan keuangan, kualitas sumberdaya manusia dan permodalan. Selanjutnya berdasarkan Sumardjo (2001) dalam Satya (2010), permasalahan yang dihadapi oleh UMK disebabkan oleh:

(1) Posisi dalam persaingan rendah karena lemahnya informasi tentang kondisi lingkungan yang menyangkut pemasok, peraturan atau kebijakan pemerintah, kecenderungan perubahan pasar atau teknologi baru sehingga memiliki daya saing rendah.

(2) Usaha kecil sering tidak memiliki catatan mengenai usahanya secara teratur dan sistematis karena sering tercampur antara modal usaha dengan uang untuk rumah tangga, sehingga kesulitan untuk memperoleh dana dari bank.

(3) Kekurangmampuan pengusaha kecil untuk mengakses ke bank karena tidak adanya agunan untuk memenuhi tuntunan audit akuntansi dari bank.

(4) Keluar masuknya karyawan usaha kecil dengan intensitas yang tinggi yang disebabkan oleh rendahnya upah, ketidakjelasan masa depan, tidak adanya jaminan sosial dan kepastian usaha, sehingga sering ditinggalkan karyawan yang terampil.

Menurut Iwantono (2006) dalam Satya (2010) permasalahan yang dihadapi oleh UMK di Indonesia meliputi:

(1) Akses pasar, umumnya UMK tidak memiliki pengetahuan yang memadai mengenai pasar. Mereka tidak memahami dan tidak memiliki informasi tentang pasar potensial atas jasa barang dan jasa yang dihasilkan. Selain itu, pelaku UMK juga tidak memahami sifat dan perilaku konsumen pembeli hasil produksinya dan juga sering gagal bertransaksi dalam kegiatan ekspor karena tidak terbiasa dengan praktek-praktek bisnis internasional.

(43)

27 (2) Kelemahan dalam pendanaan dan akses pada sumber pembiayaan. Hal ini dikarenakan oleh adanya keterbatasan UMK dalam penyediaan dukungan keuangan yang bersumber dari internal usaha. Ketersediaan dana melalui berbagai kredit masih terbatas, prosedur perolehan yang rumit dan persyaratan yang cukup membebani seperti persyaratan administratif dan penjaminan.

(3) Kelemahan dalam organisasi dan manajemen. Dalam hal ini, sumberdaya manusia yang dimiliki UMK sebagian besar memiliki latar belakang pendidikan rendah, tidak memiliki keterampilan manajemen dan bisnis yang memadai. Hal tersebut mengakibatkan para pelaku UMK akan mengalami kesulitan untuk berinteraksi dan bersaing dengan pelaku bisnis lainnya yang memiliki keterampilan manajemen modern.

(4) Kelemahan dalam kapasitas dan penguasaan teknologi. Para pelaku UMK mengalami kesulitan dalam menghasilkan produk yang selalu dapat mengikuti perubahan permintaan pasar, sehingga barang-barang yang dihasilkan umumnya konvensional, kurang mengikuti perubahan model, desain baru, pengembangan produk dan tidak menyadari pentingnya mempertahankan hak paten.

(5) Kelemahan dalam jaringan usaha. Jaringan bisnis merupakan unsur dalam penetrasi pasar dan keunggulan bersaing. Kualitas SDM yang masih rendah dalam penguasaan teknologi informasi, mengakibatkan UMK pada umumnya belum mampu membangun jaringan bisnis. Cara-cara pemasaran maupun pengadaan bahan baku masih terbatas pada Cara- cara-cara konvensional sehingga tidak mampu memanfaatkan potensi pasar melalui pengembangan jaringan usaha.

2.7. Keberhasilan Usaha

Menurut Riyanti (2003) menyatakan bahwa unsur terpenting di balik keberhasilan usaha adalah keterampilan wirausaha untuk mengenali pasar khusus dan mengembangkan suatu usaha di pasar tersebut. Begitu pula disebutkan bahwa keberhasilan usaha diukur dari tingkat kemajuan yang dicapai perusahaan dalam hal akumumulasi modal, jumlah produksi, jumlah pelanggan,

Gambar

Tabel 3.  Jumlah Unit Usaha Kecil, Menengah, dan Usaha Besar Menurut Sektor  Ekonomi Tahun 2006
Gambar 3. Proses Pembuatan Tahu Serasi  Perendaman
Tabel 17. Hasil Crosstab Uji Korelasi Chi Square Tema Sikap Keinovatifan
Tabel 21. Hasil Crosstab Uji Korelasi Chi Square Tema Sikap Percaya Diri
+2

Referensi

Dokumen terkait

“ Angket ( questionnaire ) adalah daftar pertanyaan yang diberikan kepada orang lain bersedia memberikan respons (responden) sesuai permintaan pengguna yang

Nama website sesuai dengan nama folder yang anda gunakan pada saat mengcopy master slims ke dalam folder htdocs sebelum melakukan instalasi (saya menggunakan nama slims7full)..

Dukungan sosial yang diberikan orangtua kepada anak diharapkan dapat menjadi sumbangan untuk membantu orangtua mengatasi perilaku anak menjadi easy temperament.. Metode penelitian

Integritas terjadi ketika implementasi tindakan yang dilakukan konsisten dengan prinsip moral yang digunakan sebagai pegangan dalam membuat keputusan di tahap penalaran etis yang

Mengenai tingkat imbal hasil (return) yang diharapkan terhadap sebuah proyek.. yang akan

30 bayi BBLR diambil dengan teknik probability VDPSOLQJ ,QWHUYHQVL VWLPXODVL WDNWLO NLQHVWHWLN GLODNXNDQ VHNDOL GDODP VHKDUL VHODPD KDUL /HPEDU REVHUYDVL GDQ SURVHGXU

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pemberian ASI eksklusif, penyakit infeksi dan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dengan kejadian stunting pada balita

Sejalan dengan itu, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Departemen P &amp; K juga terus mendorong pengembangan dan pemantapan pelaksanaan PLH di