• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

II.5 Modifikasi Kimia

Modifikasi kimia pada pengisi alami yang mengandung selulosa didefinisikan sebagai reaksi antara beberapa bagian reaktif dari polimer dinding sel lignoselulosa dengan pelarut kimia tunggal, baik dengan katalis ataupun tanpa katalis untuk membentuk ikatan kovalen antara keduanya. Modifikasi kimia pada pengisi ini bertujuan untuk meningkatkan sifat-sifat dari pengisi tersebut (Rowell dkk, 1993). Secara umum, modifikasi kimia dapat mengurangi jumlah gugus OH pada pengisi, mengurangi lignin, pektin, wax dan minyak pada permukaan dinding sel pengisi (Bledzki dan Gasan, 1997). Modifikasi kimia menjadi sangat penting dengan melibatkan penggunaan suatu agen penggandeng (coupling agent).

Asam asetat merupakan pelarut yang bersifat polar (hidrofilik) seperti air dan etanol. Selain dapat melarutkan senyawa-senyawa polar seperti garam organik dan gula, asam asetat juga dapat melarutkan senyawa-senyawa non polar seperti minyak. Dengan sifat –sifat yang dimiliki, asam asetat banyak digunakan dalam industri kimia. Menurut Rowell dkk (1993), modifikasi dengan asam asetat (asetilasi) pada selulosa kayu bertujuan untuk menstabilkan dinding sel, meningkatkan stabilitas dimensional dan degradasi pada lingkungan. Mwaikambo dan Ansell (1999) menyebutkan modifikasi kimia pada serat-serat alami bertujuan untuk menghilangkan lignin yang dikandung suatu bahan seperti pektin, senyawa-senyawa wax dan minyak alami yang berada pada permukaan dinding sel serat tersebut. Penggunaan asam asetat sebagai bahan penyerasi akan membentuk selulosa asetat (dari reaksi selulosa dengan asam asetat) yang merupakan termoplastik. Selulosa asetat pertama kali ditemukan oleh Schut Zenberger pada tahun 1865. Selain pada film fotografi, senyawa ini juga digunakan sebagai bahan komponen dalam bahan perekat, serta sebagai serat sintetik. Beberapa sifat selulosa asetat adalah: tidak mudah mengkerut jika dekat api, sangat jernih, mengkilap, lebih tahan terhadap benturan dibandingkan HDPE dan tahan abrasi. Banyak sistem reaksi kimia telah digunakan dalam modifikasi kimia suatu komposit antara lain, penggunaan maleat anhidrida polietilena sebagai bahan pengisi (Tanjung, 2008) dan penggunaan asam asetat 50% dan asam akrilik 3% dalam memodifikasi bahan pengisi tempurung kelapa (Hamid, 2008). Salmah dkk (2005b) menemukan bahwa penggunaan asam asetat 50% dan asam akrilik 3% dalam memodifikasi lumpur pada industri kertas sebagai pengisi komposit polipropilena

telah meingkatkan kekuatan tarik, perpanjangan dan modulus Young pada komposit tersebut.

II.6 Reologi

Reologi adalah ilmu yang mempelajari perubahan bentuk (deformasi) dan aliran suatu bahan (Nielsen, 1978). Untuk bahan polimer, tujuan mempelajari reologi adalah untuk mendapatkan kondisi pemrosesan yang sesuai bagi bahan tersebut ataupun campuran dari berbagai bahan polimer dengan sifat-sifat yang berbeda. Salah satu penelitian tentang pengaruh variasi bahan penambah terhadap sifat reologi dari polistirena atau polipropilene telah dilakukan oleh Halimatuddahliana (2001). Untuk fluida sederhana seperti air, kajian reologi menyangkut kepada pengukuran viskositas fluida tersebut yang umumnya tergantung kepada suhu dan tekanan, tetapi reologi untuk bahan polimer lebih kompleks karena fluida polimer menunjukkan sifat non ideal (Nielsen, 1978).

Pada umumnya, morfologi merupakan karakteristik dari polimer-polimer amorfous dan kristal, dimana polimer amorfous mempunyai ciri-ciri tidak adanya urutan yang sempurna di antara molekulnya sedangkan pada kristal, molekul-molekul terorientasi atau lurus dalam suatu susunan teratur yang analog sampai tingkat tertentu. Karena polimer tidak pernah mencapai kekristalan 100%, maka morfologi polimer dikategorikan menjadi amorfous dan semi kristal. Ketika suatu polimer amorfous mencapai derajat kebebasan rotasi tertentu, ia bisa dideformasi dan ketika

terdapat cukup kebebasan, molekul-molekul polimer tersebut mulai bergerak mengalir melampaui molekul satu sama lain.

Vz H 

A

Untuk menyebabkan suatu polimer berdeformasi atau mengalir, memerlukan penerapan suatu gaya, seperti terlihat pada Gambar 2.4.

Vy

w Vx

F

Gambar 2.4. Skema aliran fluida dalam keadaan stedi

Berbagai gaya bisa diterapkan untuk deformasi, tetapi dalam reologi, gaya yang diberikan berkaitan dengan geser (tegangan tangensial). Tegangan tangensial adalah suatu gaya yang dikenakan ke salah satu sisi permukaan dalam arah yang sejajar dengan permukaan tersebut, seperti jika suatu bujur sangkar dikenakan (diterapkan) tegangan tangensial, akan berubah menjadi jajaran genjang (Painter and Coleman, 1994).

Jika gaya dikenakan, polimer akan tertarik dengan tiba-tiba dan jika gaya diputus maka molekul-molekulnya cenderung mengembalikan konfigurasinya yang mula-mula dan stabil, suatu proses yang disebut relaksasi (Stevens, 2001). Dengan adanya gaya, maka molekul-molekul polimer akan dikacaukan atau dirusak sehingga terjadi sifat elastisitas. Jika gaya tersebut dikenakan secara tetap dan sedikit demi sedikit,

maka molekul-molekul mulai mengalir secara tak dapat balik. Karena belitan rantai dan efek gesekan, cairan yang mengalir tersebut menjadi sangat kental. Kombinasi sifat elastis dan aliran yang kental menyebabkan polimer mempunyai sifat viskoelastis. Untuk membuat bentuk atau memintal suatu serat, molekul-molekul polimer mesti mengalir dengan cepat, dimana semakin cepat aliran maka produksi akan semakin cepat dan prosespun akan mengurangi biaya. Viskositas, baik dalam larutan maupun dalam leburan merupakan ukuran dari ketahanan terhadap aliran (Stevens, 2001).

Hal-hal yang harus diperhatikan pada deformasi bahan polimer adalah: 1. Suhu peralihan kaca (Tg) bahan polimer tersebut.

2. Bahan polimer biasanya mengalami pemelaran dan relaksasi regangan, terutama bagi polietilena dan propilena.

3. Ketahanan terhadap hantaman (impak) cenderung kecil kecuali pada bahan yang telah dimodifikasi, seperti polikarbonat, poliaetal dan sebagainya.

4. Ketahanan terhadap fatigue (lelah) cenderung kecil.

5. Ketahanan terhadap minyak, pelarut, air dan surfaktan tergantung terhadap waktu kontak dan apabila disertai dengan tegangan dapat terjadi retak dan akhirnya putus.

Kecepatan mengalirnya molekul-molekul komposit merupakan fungsi dari suhu, berat molekul, dan struktur molekul. Suhu yang sangat berpengaruh terhadap sifat mekanik suatu bahan adalah suhu peralihan kaca (Glass Transition temperature, Tg). Suhu peralihan kaca (Tg) adalah suhu dimana terjadi perubahan sifat bahan

termoplastik/elastomer dari keadaan elastik (rubbery) menjadi tegas (rigid glass) yang berlangsung pada proses pendinginan bahan. Sebagai contoh bahan elastomer (karet) mempunyai kemampuan untuk memanjang jika ditarik dan akan kembali dengan cepat apabila tarikan dilepas. Hal ini terjadi tidak untuk semua suhu. Karakteristik volume-suhu bahan polimer dapat dilihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.5. Karakteristik Volume-Suhu Bahan Polimer

Dari gambar tersebut di atas dapat dilihat bahwa polimer dengan struktur amorf tidak menunjukkan perubahan volume yang mendadak dalam mencapai titik leburnya (BA) sedangkan pada struktur kristal terjadi perubahan yang cukup jelas (CA). Di atas suhu peralihan kaca, Tg, struktur amorf menunjukkan sifat viskos (kental) dan di bawah Tg, bahan menunjukkan sifat tegas/rapuh karena gerakan rantai molekul sangat terbatas. Pada saat bahan polimer dengan stuktur semi kristal memadat dan dingin, penurunan secara mendadak volume spesifik terjadi seperti terlihat pada garis AC. Penurunan ini disebabkan karena susunan rantai polimer menjadi teratur membentuk kristal. Titik lebur polimer (Tf) merupakan suhu yang tertinggi dimana struktur kristal dalam bahan polimer dapat terdeteksi. Pengaruh suhu terhadap sifat-sifat bahan

polimer (plastik) secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.6 dimana Tg adalah suhu peralihan kaca, Tp adalah suhu proses dan Tf adalah suhu lebur polimer (Nasir,1996).

Gambar 2.6. Pengaruh Suhu Terhadap Sifat-Sifat Bahan Polimer (Plastik)

Dokumen terkait