• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III SITUASI DERAJAT KESEHATAN

B. Morbiditas

Angka kesakitan (Morbidity) secara umum dapat digambarkan berdasarkan beberapa laporan misalnya pada 10 penyakit pada rawat jalan Puskesmas.

Tabel 3. 1

10 Penyakit terbesar di Kabupaten Poso Tahun 2013

No. Kode ICD Jenis Penyakit Jumlah

1. 1702 ISPA 40.987

2. 2001 Gastritis 13.347

3. 504 Malaria Klinis 7.296

4. 29 Penyakit pada sistem otot dan

jaringan

7.262

5. 14 Hypertensi 6.973

6. 2802 Penyakit Kulit Alergi 6.140

7. 010 2 Diare 6.054

8. 1603 Hipotensi 5.290

9. 2801 Penyakit Lain – Lain 4.271

10. 2601 Kecelakaan dan Ruda Paksa 1.456

Sumber : Bidang Pelayanan Kesehatan Dinkes Kab. Poso

Dari gambar diatas terlihat bahwa pola penyakit rawat jalan di Puskesmas masih didominasi oleh penyakit-penyakit infeksi, sehingga perlu mendapat perhatian yang lebih serius karena penyakit ini lebih banyak disebabkan oleh lingkungan yang tidak saniter. Sementara itu penyakit degeneratif seperti tahun sebelumnya juga masih masuk sepuluh penyakit terbesar yang ada pada rawat jalan di Puskesmas.

Profil Kesehatan Kabupaten Poso Tahun 2013

15

1. Penyakit Menular.

Penyakit–penyakit yang sudah menurun seperti tuberkulosa paru dan malaria, masih memiliki potensi untuk meningkat kembali (re-emerging) mengingat kondisi perilaku dan lingkungan (fisik, ekonomi, sosial, budaya) masyarakat yang kurang mendukung. Kondisi tergambar dari masih belum tereliminasinya berbagai penyakit tersebut dan masih tingginya faktor risiko baik perilaku maupun lingkungn di masyarakat. Di sisi lain penyakit endemis seperti DBD sampai saat ini masih tetap menjadi ancaman.

a. Malaria

Penyebaran malaria disebabkan oleh masih adanya parasit sebagai sumber dan nyamuk anopheles sebagai perantara penularan malaria, perubahan lingkungan yang tidak terkendali, mobilitas penduduk yang tinggi dari dan ke daerah endemis, perilaku masyarakat yang tidak sehat serta terbatasnya akses pelayanan kesehatan. Di Indonesia malaria hingga kini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Angka kesakitan malaria antara tahun 1998 – 2001 menunjukkan terjadinya peningkatan kasus dihampir seluruh Provinsi di Indonesia. Di Pulau jawa dari 0,31% penderita per 1000 penduduk (1998) menjadi 0,83% (2000) dan pada tahun 2001 mengalami sedikit penurunan 0,62%

Profil Kesehatan Kabupaten Poso Tahun 2013

16

penderita . Demikian pula di luar jawa bali dari 21,97% (1998) menjadi 26,2% penderita per 1000 penduduk. Terjadinya peningkatan kasus malaria salah satunya diakibatkan masalah lingkungan yang memungkinkan meluas dan menyebarnya tempat perindukan. Kegiatan program malaria dikabupaten Poso meliputi pemeriksaan sediaan darah malaria, surveilans petugas puskesmas, pendistribusian kelambu, RDT dan penggunaan obat malaria DHP (Dihydroartemisinin Piperaquine Tablets).

Dari kegiatan tersebut diperoleh hasil berdasarkan indikator nasional untuk Kabupaten Poso sebagai berikut; API (Anual Parasit Insiden) tahun 2010 sebesar 9,2 %0, tahun 2011 sebesar 6,2 %0, pada tahun 2012 sebesar 5,4 %0 dan pada tahun 2013 sebesar 3,4 %, Pencapaian SPR (Slide Posistif Rate) tahun 2010 sebesar 36,40 %, tahun 2011 sebesar 34,93 %, tahun 2012 sebesar 15,53 % dan tahun 2013 sebesar 4,63 %; presentase konfirmasi laboratorium tahun 2010 sebesar 47 %, tahun 2011 sebesar 60, 36 %, tahun 2012 sebesar 85 % dan tahun 2013 sebesar 90,7 %; Presentase penggunaan obat baru ACT tahun 2010 sebesar 53,7 %, tahun 2011 sebesar 3,15 %, tahun 2012 sebesar 31,5 % dan tahun 2013 sebesar 33,6 %.

Profil Kesehatan Kabupaten Poso Tahun 2013

17

Gambar 3.5 Stratifikasi Malaria berdasarkan API Puskesmas

di Kabupaten Poso Tahun 2013. b. Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Jumlah kasus yang dilaporkan cenderung meningkat dan daerah penyebarannya semakin luas. Hal ini erat kaitannya dengan peningkatan mobilitas penduduk dan sejalan dengan semakin lancarnya hubungan transportasi serta tersebar secara luasnya virus dengue serta nyamuk penular (aedes aegypti) diberbagai wilayah di Indonesia.

Profil Kesehatan Kabupaten Poso Tahun 2013

18

Penegakan diagnosis DBD secara klinis sesuai dengan

kriteria WHO, sekurang-kurangnya memerlukan

pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan trombosit dan hematrokit secara berkala. Untuk penegakan diagnose laboratorium DBD diperlukan pemeriksaan serologis yang pada saat ini tersedia dalam bentuk dengue rapid test. Sampai saat ini belum ada obat atau vaksin untuk mencegah dan mengobati Virus DBD. Pengobatan terhadap penderita

DBD hanya bersifat simptomatis dan suportif.

Penatalaksanaan penderita DBD berdasarkan perubahan utama yang terjadi pada penderita yaitu adanya kerusakan sistem vaskuler dengan akibat dari peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah. Keadaan ini

menyebabkan terjadinya kebocoran plasma dengan

berbagai akibatnya (renjatan, syok, anoksia, asidosis, disseminated intravascular coagulation/ DIC, dan lain-lain). DBD termasuk salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah, maka sesuai Undang-Undang No. 4 Tahun 1984 Tentang wabah penyakit menular seta Peraturan Menteri Kesehatan RI Tahun 1989, setiap penderita termasuk tersangka DBD harus segera dilaporkan selambat-lambatnya 24 jam oleh unit pelayanan kesehatan. Masa inkubasi DBD berkisar antara 4 – 7 hari. Pada

Profil Kesehatan Kabupaten Poso Tahun 2013

19

umumnya menyerang anak-anak tetapi dalam dekade terakhir ini terlihat adanya kecenderungan kenaikan proporsi pada orang dewasa. Gambaran kasus DBD dikabupaten Poso berdasarkan indikator angka bebas jentik (ABJ) berturut-turut sebagai berikut; ABJ tahun 2010 sebesar 84%, tahun 2011 sebesar 86%, tahun 2012 sebesar 84%; Angka insiden kasus DBD pada tahun 2010 sebesar 35/100.000 penduduk, tahun 2011 sebesar 16,5/100.000 penduduk, tahun 2012 sebesar 14/100.000 penduduk dan tahun 2013 sebesar 12,4/100.000 penduduk.

Gambar 3.6 Gambaran Kasus DBD berdasarkan Bulan

Kejadian di Kabupaten Poso Tahun 2012 – 2013.

Jan Feb Mar et

Apri

l Mei Juni Juli Agu

st Sept Okt Nov Des

2012 23 9 3 3 0 0 2 0 0 0 0 0 2013 14 9 2 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 5 10 15 20 25

Profil Kesehatan Kabupaten Poso Tahun 2013

20

Gambaran sebaran kasus DBD di Kabupaten Poso pada tahun 2013 dapat dilihat pada peta berikut ini :

Gambar 3.7. Gambaran Sebaran Kasus DBD di Kabupaten

Poso Tahun 2013

c. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)

Pneumonia merupakan penyakit paling serius dan paling membahayakan jiwa bayi dan anak berusia dibawah lima tahun (balita). Pneumonia selalu menduduki peringkat atas penyebab kematian bayi dan balita di Indonesia. Strategi utama penanggulangan pneumonia adalah penemuan dini, tatalaksana anak batuk dan atau kesukaran bernapas. Hingga saat ini infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Kematian pada Balita (berdasarkan Survei Kematian Balita Tahun 2005) sebagian besar disebabkan

Profil Kesehatan Kabupaten Poso Tahun 2013

21

oleh pneumonia 23,6%. Selama ini digunakan estimasi bahwa insiden pneumonia pada kelompok umur balita di Indonesia sekitar 10 - 20%.

Cakupan penemuan kasus pneumonia di Kabupaten Poso terus mengalami peningkatan dimana pada tahun 2010 sebesar 9,2 % dari target 60 %, tahun 2011 sebesar 36,1% dari target 70 %, tahun 2012 sebesar 10,3% dari target 80 %, tahun 2013 sebesar 10,77% dari target 90 %.

Tabel 3.2 Sebaran Kasus ISPA berdasarkan Jenisnya dan

Kelompok Umur di Kabupaten Poso Tahun 2013 :

No Kelompok umur

I S P A Bukan

Pneumonia % Pneumonia % Total %

1 Umur < 1 tahun 2.159 96.6 76 3.4 2.235 100 2 Umur 1 - 4 tahun 5.168 97.1 157 2.9 5.325 100 3 Umur > 5 tahun 17.238 99.8 26 0.2 17.264 100 d. Diare

Diare akut adalah buang air besar yang frekwensinya lebih sering dari biasanya (pada umumnya 3 kali atau lebih) per hari dengan konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 7 hari.

Profil Kesehatan Kabupaten Poso Tahun 2013

22

Diare merupakan salah satu penyebab angka kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama anak-anak berumur kurang dari 5 tahun. Di Indonesia angka kematian diare juga telah menurun, namun angka kesakitan karena diare tetap tinggi. Di Indonesia dilaporkan bahwa setiap anak mengalami diare sebanyak 1,3 episode per tahun.

Gambaran cakupan pelayanan dan penderita diare di Kabupaten Poso dapat dilihat pada grafik berikut.

Gambar 3.8. Cakupan Pelayanan Penderita diare di

Kabupaten Poso e. Kusta

Meskipun Indonesia sudah dapat mencapai eliminasi pada pertengahan tahun 2000, penyakit kusta menjadi salah satu masalah kesehatan yang cukup besar di Indonesia. Hal ini

Profil Kesehatan Kabupaten Poso Tahun 2013

23

disebabkan Karena sampai akhir tahun 2004 masih ada 13 provinsi dan 140 kabupaten yang belum mencapai eliminasi. Dengan kemajuan teknologi dibidang pengobatan kusta, maka seharusnya penyakit ini sudah dapat diatasi dan tidak lagi menjadi masalah kesehatan utama. Akan tetapi karena kompleksnya epidemiologi penyakit kusta serta masih banyaknya masyarakat yang belum memahami penyakit tersebut terutama mengenai tanda dini dan akibat yang ditimbulkannya, banyak penderita yang terlambat mendapat pengobatan atau ditemukan ketika sudah dalam keadaan cacat. Disamping itu keterlambatan pengobatan dapat menyebabkan penularan terus berlangsung sehingga kasus baru banyak bermunculan.

Keadaan ini tentu akan menghambat pencapaian tujuan program pemberantasan kusta. Untuk itu diperlukan sistem pemberantasan secara terpadu dan menyeluruh yang meliputi penemuan penderita sedini mungkin, pengobatan yang tepat, rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial dan rehabilitasi karya.

Adapun kegiatan pemberantasan penyakit Kusta

dikabupaten Poso meliputi penemuan kasus baru melalui kegiatan Rapid Village survei (RVS) pada daerah-daerah endemis Kusta, survei kontak serumah dan tetangga dekat,

Profil Kesehatan Kabupaten Poso Tahun 2013

24

penatalaksanaan reaksi, perawatan luka, dan pencegahan cacat. Secara berturut-turut cakupan program P2 Kusta dikabupaten Poso sebagai berikut; Case Detection Rate tahun 2009 sebesar 4,32 per 100.000 penduduk, tahun 2010 sebesar 8,44 per 100.000 penduduk, tahun 2011 sebesar 5, 73 per 100.000 penduduk, tahun 2012 sebesar 3,23 per 100.000 penduduk dan tahun 2013 sebesar 6,1 per 100.000

penduduk; Prevalensi Rate tahun 2009 sebesar

0,43/100.000 penduduk, tahun 2010 sebesar 0,84/100.000 penduduk, tahun 2011 sebesar 0,57/100.000 penduduk, tahun 2012 sebesar 0,37/100.000 penduduk, tahun 2013 sebesar 0,8/100.000 penduduk ;cacat tingkat 2 tahun 2009 sebesar 25%, tahun 2010 sebesar 37,5%, tahun 2011 sebesar 0%, tahun 2012 sebesar 14 %, tahun 2013 sebesar 8 %; Kasus pada anak tahun 2009 sebesar 0%, tahun 2010 sebesar 6,25%, tahun 2011 sebesar 8,33%, tahun 2012 sebesar 0 %, tahun 2013 sebesar 8 %; RFT Rate tahun 2009 sebesar 100%, tahun 2010 sebesar 87,5%, tahun 2011 sebesar 100 %, tahun 2012 sebesar 100 %, tahun 2013 sebesar 85 %.

Profil Kesehatan Kabupaten Poso Tahun 2013

25

Gambar 3.9 Prevalensi Rate Kasus Kusta di Kabupaten

Poso Tahun 2007 – 2013.

Gambar 3.10. Angka Kesembuhan (Released From Treatment) Penderita Kusta di Kabupaten Poso Tahun 2007– 2013 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 PR (%) 0,73 0,87 0,43 0,84 0,57 0,32 0,8 0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 0,70 0,80 0,90 1,00 P re va le n si R at e 84,64 93,75 100 87.5 100 100 85 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 RFT INDIKATOR

Profil Kesehatan Kabupaten Poso Tahun 2013

26

f. TB Paru.

Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobakterium tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian wanita akibat TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3-4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangga sekitar 20 – 30 %. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat. Secara berturut-turut selama 3 tahun cakupan program TB dikabupaten Poso sebagai berikut: CDR tahun 2010 sebesar 61,53%, tahun 2011 sebesar 61,63%, tahun 2012 sebesar 60,08 % dan tahun sebesar 2013 36,65 %. Conversi rate tahun 2010 sebesar 88,57%, tahun 2011 sebesar 94,46%, tahun 2012 sebesar 85,09% dan tahun 2013 sebesar 71,95 %. Cure rate tahun 2010 sebesar 91,43%, tahun 2011 sebesar 91,14%,

Profil Kesehatan Kabupaten Poso Tahun 2013

27

tahun 2012 sebesar 82,55%. Angka kematian akibat TB (CFR) tahun 2010 sebesar 1,46%, tahun 2011 sebesar 2,83%, tahun 2012 sebesar 1,27% dan tahun 2013 tidak ada kematian akibat penyakit TB ( 0 % ) :

Gambar 3.11. Cakupan Penemuan Penderita TB Paru BTA

Positif di Kabupaten Poso

Gambar 3.12. Angka Kesembuhan Penderita TB Paru BTA

Positif di Kabupaten Poso.

55 % 61,53 % 61,67 % 60,08 % 36.65 %

70 %

0 20 40 60 80 100 2009 2010 2011 2012 2013

Case Detection Rate Target

91.55 % 88.57 % 91.14 % 82.55 % 85 % 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 2009 2010 2011 2012

Profil Kesehatan Kabupaten Poso Tahun 2013

28

g. Rabies.

Rabies (penyakit anjing gila) merupakan penyakit zoonosa yang terpenting diindonesia karena penyakit tersebut tersebar luas di 22 provinsi, dengan jumlah kasus gigitan yang cukup tinggi tiap tahunnya (rata-rata 16.000 kasusu gigitan), dengan belum ditemukan obat/cara pengobatan untuk penderita rabies sehingga selalu diakhiri dengan kematian pada hampir seluruh penderita rabies baik manusia maupun hewan.

Di Indonesia penyakit ini telah lama dikenal, pertama dilaporkan pada tahun 1884 oleh school pada seekor kuda, tahun 1889 WJ Esser menemukan pada seekor kerbau, tahun 1890 Penning melaporkan pada anjing, dan pada manusia oleh E.V. de Haan tahun 1894, semua terjadi dijawa barat.

Mengingat akan bahaya rabies terhadap kesehatan dan ketentraman masyarakat karena dampak buruknya selalu diakhiri kematian, serta dapat mempengaruhi dampak perekonomian khususnya bagi pengembangan daerah-daerah pariwisata diindonesia yang tertular rabies, maka usaha pengendalian penyakit berupa pencegahan dan pemberantasan perlu dilaksanakan seintensif mungkin bahkan manuju pada program pemberantasan.

Profil Kesehatan Kabupaten Poso Tahun 2013

29

Upaya penanggulangan rabies diindonesia telah didukung dengan perundang-undangan, antara lain undang-undang Nomor 6 tahun 1967 tentang ketentuan pokok peternakan dan keshatan hewan: Undang-undang Nomor 4 tahun 1984, tentang wabah penyakit menular PP 40 tahun 1991, tentang penanggulangan wabah penyakit menular dan Undang-undang IRH tahun 2005.

Kasus gigitan hewan penular rabies di Kabupaten Poso mulai menunjukan peningkatan sejak tahun 2009 dimana pada tahun 2010 kasus gigitan mencapai 147 penderita, Lyssa 3 orang (2,0%), tahun 2011 penderita 332, Lyssa 12 orang (3,6%), tahun 2012 penderita 456, Lyssa 2 orang (0,4), dan tahun 2013 penderita 383, Lyssa 2 orang (0,5).

Gambar 3.13. Gambaran Kasus Gigitan Hewan Penular

Rabies (GHPR) dan Kematian Akibat Rabies tahun 2009 - 2013 2009 2010 2011 2012 2013 Jum. Kasus 64 147 332 456 383 Meninggal 0 3 12 2 2 0 100 200 300 400 500 Ju m la h

Profil Kesehatan Kabupaten Poso Tahun 2013

30

h. IMS - HIV & AIDS.

Pada bulan Desember 2007 Departemen Kesehatan Repoblik Indonesia melaporkan secara kumulatif jumlah pengindap HIV dari 32 Provinsi di Indonesia sebanyak 6.066 orang diantaranya terdapat 11.141 orang menderita AIDS. Peningkatan jumlah penderita AIDS telah terjadi dari tahun ke tahun dengan lonjakan mulai tahun 2011. Hal ini disebabkan karena terjadinya peningkatan penularan HIV di sub populasi penguna napsa suntik (Penasun), sementara penularan melalui hubungan sexual tidak aman terus berlangsung sejak tahun 1998 s.d 2007 mengalami peningkatan secara signifikan yaitu 258 penderita HIV diantaranya terdapat 60 penderita AIDS(1998) 11.141 HIV diantaranya terdapat 2.947 penderita AIDS (2007).

Proporsi kumulatif kasus AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 20 – 29 tahun yaitu 54,05 % yang merupa generasi muda produktif. Mengingat AIDS baru menunjukkan gejala pada usia 5 – 10 tahun sesudah seseorang tertular HIV, maka data tersebut member petunjuk bahwa mereka yang dilaporkan menderita AIDS pada usia 20 -29 tahun sesungguhnya sudah tertular HIV sebelum usia 20 tahun, yaitu sekitar 15 tahun bahkan lebih muda. Dengan kata lain sebagian besar orang yang dilaporkan menderita AIDS

Profil Kesehatan Kabupaten Poso Tahun 2013

31

setelah tertular HIV pada usia < 15 tahun dan remaja > 15 tahun. Atas dasar perkembangan kasus HIV dan AIDS yang memprihatinkan pada generasi muda maka dipandang perlu adanya strategi khusus bagi penanggulangan HIV dan AIDS pada kelompok anak 0 – 14 tahun dan remaja 15 – 24 tahun sebagai kelompok rentan.

Cara-cara penularan HIV dan AIDS di Indonesia terbesar berturut – turut berada pada kelompok IDU (49,9%), Heterosex (41,9%), Homosex (3,9%), Perinatal (1,7%) tidak diketahui (2,6%). Kasus AIDS pada penasun ditemukan pada kelompok ditemukan pada kelompok usia remaja dan orang muda mulai usia 15 tahun bahkan ada yang kebih muda. Kasus terbanyak ditemukan pada golongan umur 15 – 19 tahun dan 30 – 39 tahun. Penularan terutama terjadi karena pertukaran jarum suntik, berbagi obat dalam tabung suntik yang tidak steril diantara penasun dan hubungan sex yang tidak aman dengan pasangan.

Di Kabupaten Poso penemuan kasus Infeksi Menular Seksual (IMS) pada tahun 2010 untuk Sindrom Ulkus Genital pada pria sebesar 38 kasus, sedangkan pada wanita 15 kasus. Untuk Sindrom Duh Tubuh Uretra Pria sebanyak 6 kasus. Pada tahun 2011 sindrom Ulkus Genital pada pria sebesar 27 kasus, sedangkan pada wanita 8 kasus. Untuk

Profil Kesehatan Kabupaten Poso Tahun 2013

32

Sindrom Duh (cairan) Tubuh Uretra Pria sebanyak 8 kasus, sedangkan pada tahun 2012 sindrom Ulkus Genital pada pria sebesar 22 kasus, sedangkan pada wanita 2 kasus. Untuk Sindrom Duh Tubuh Uretra Pria sebanyak 7 kasus. Prevalensi HIV sebesar 0,009 % sesuai dengan standar Nasional < 0,5 % Tahun 2015, sedangkan prevalensi pada kelompok usia 15 sampai 24 tahun pada tahun 2010 tidak ada kasus, tahun 2011 sebesar 3 kasus (0,03 %), tahun 2012 tidak ada kasus dan tahun 2013 sebesar 5 Kasus (0,015 %). Angka proporsi orang dengan HIV yang mendapatkan pengobatan ARV tahun 2010 sebesar 100 %, tahun 2011 sebesar 31%, tahun 2012 sebesar 28 % dan tahun 2013 sebesar 44 %.

Gambar 3.14. Penemuan Kasus Baru HIV dan AIDS di

Kabupaten Poso Tahun 2009 – 2013.

2009 2010 2011 2012 2013 HIV 1 0 12 5 16 AIDS 1 0 7 4 8 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

Profil Kesehatan Kabupaten Poso Tahun 2013

33

Gambar 3.15. Gambaran Kasus dan Kematian HIV dan

AIDS di Kabupaten Poso Tahun 2009 - 2013 i. Schistosomiasis.

Daerah endemis Schistosomiasis di Kabupaten Poso sampai tahun 2013 terdiri dari 5 kecamatan dengan jumlah desa sebanyak 23 desa. Berikut nama – nama desa yang endemis Schistosomiasis di Kabupaten Poso.

Tabel.3.3. Daerah Endemis Schistosomiasis berdasarkan Desa, Puskesmas dan Kecamatan di Kabupaten Poso Tahun 2013.

NO KECAMATAN PUSKESMAS NAMA DESA

1 Lore Barat Lengkeka 1. Tuare

2. Kageroa 3. Tomehipi 4. Lengkeka 5. Kolori 6. Lelio

2 Lore Utara Wuasa 1. Watumaeta

2. Banyusari 3. Dodolo 2009 2010 2011 2012 2013 HIV-AIDS 1 1 14 19 35 MATI 0 0 5 4 5 0 5 10 15 20 25 30 35 40

Profil Kesehatan Kabupaten Poso Tahun 2013 34 4. Kaduwaa 5. Alitupu 6. Sedoa 7. Wuasa

3 Lore Timur Maholo 1. Maholo

2. Winowanga 3. Mekarsari 4. Tamadue 5. Kalemago

4 Lore Peore Watutau 1. Watutau

2. Wanga 3. Siliwanga 4. Betue

5 Lore Tengah Doda 1. Torire

Schistosomiasis di Asia disebabkan oleh cacing Schistosoma japonicum, yang hidup di vena porta hepatica. Schistosomiasis atau demam keong di Indonesia diketahui terdapat di Dataran tinggi Lindu, Dataran Tinggi Napu, dan Dataran Tinggi Bada. Hospes perantara schistosomiasis banyak terjadi pada masyarakat yang tinggal maupun melakukan aktifitas pekerjaan didekat perairan air tawar, misalnya danau, sungai, sawah, dan rawa yang ada disekitar daerah endemis. Perubahan fungsi lingkungan, perpindahan penduduk dan pertambahan penduduk ,menyebabkan persebaran penyakit ini kedaerah yang sebelumnya diketahui bukan daerah endemis maupun daerah dengan endemis rendah.

Profil Kesehatan Kabupaten Poso Tahun 2013

35

Gambar 3.16 prevalensi rate kasus schistosomiasis pada

manusia dan hewan dari tahun ke tahun :

Gambar 3.17. Infection Rate Schistosomiasis pada Hewan

(Tikus dan Keong) di Kabupaten Poso Tahun 2002 – 2013 j. Filariasis.

Filariasis atau elephantiasis adalah penyakit menular (Penyakit Kaki Gajah) yang disebabkan oleh cacing Filaria

Profil Kesehatan Kabupaten Poso Tahun 2013

36

yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Pemberian obat massal pencegahan (POMP) penyakit filariasis dilakukan dengan berbasis kabupaten. Jika belum seluruh penduduk terlindungi / belum minum obat pencegah filariasis, maka program tidaklah efisien dan tidak efektif karena berisiko penularan (re-infeksi). Sehingga perlu pelaksanaan POMP filariasis secara komprehensif dan mencakup seluruh wilayah endemis. Kumulatif kasus filariasis kronis di Kabupaten Poso sampai tahun 2013 dapat dilihat pada peta di bawah ini.

Gambar 3.18. Sebaran Kasus Filariasis di Kabupaten Poso

Profil Kesehatan Kabupaten Poso Tahun 2013

37

Pelaksanaan Pemberian Obat Massal Pencegah Filariasis telah dilaksanakan di Kabupaten Poso namun masih bersifat parsial, dimana pada tahun 2011/2012 cakupan pelaksanaan POMP filariaris di kabupaten Poso sebesar 72,6 % dari jumlah penduduk dan 84,7 % dari jumlah sasaran.

Pada tahun 2013 dilakukan Pemberian Obat Massal Pencegah Filariasis di seluruh Kabupaten Poso, dengan cakupan POMP Filariasis sebesar 66,1 % dari jumlah penduduk dan 77,8 % dari jumlah sasaran

2. Penyakit tidak menular.

Penyakit tidak menular (PTM) utama (kardiovaskular, stroke, kanker, diabetes melitus, penyakit paru kronik obstruktif) telah meningkat di beberapa negara, terutama di negara berkembang. WHO memperkirakan pada tahun 2020 PTM akan menyebabkan 73% kematian dan 60% seluruh kesakitan di dunia. Program Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PPTM) merupakan program baru yang dibentuk yang meliputi penyakit j antung dan pembuluh d arah, diabetes m elitus (DM) & penyakit metabolik, kanker, penyakit kronik & degeneratif, serta gangguan akibat kecelakaan & cedera. Peningkatan penyakit tidak menular ini dipacu oleh berubahnya gaya hidup masyarakat, modernisasi, urbanisasi penduduk antar kawasan atau Negara yang tidak mengenal

Profil Kesehatan Kabupaten Poso Tahun 2013

38

batas sehingga terjadi globalisasi hampir disemua aspek kehidupan baik social budaya, ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi.

Di Kabupaten Poso Program PTM sudah dilaksanakan mulai tahun 2010 namun kegiatan tersebut mulai aktif tahun 2012 dengan fokus kegiatan yaitu Posbindu yang meliputi pencatatan, penimbangan berat badan, pengukuran lingkar perut, pemeriksaan gula darah, kolesterol dan asam urat, konseling. Dari kegiatan tersebut, diperoleh hasil berdasarkan indikator program sebagai berikut; tahun 2013 hypertensi 1025 kasus, Diabetes Melitus 93 kasus, Kecelakaan Lalu Lintas 73 kasus, Stroke 14 kasus, PJK tidak ada kasus, Kanker payudara 4 kasus.

Profil Kesehatan Kabupaten Poso Tahun 2013

39

Dalam dokumen PROFIL KESEHATAN KABUPATEN POSO TAHUN 2013 (Halaman 20-45)

Dokumen terkait