• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

B. Morfologi dan identifikasi ikan

Morfologi ikan merupakan acuan yang digunakan dalam studi identifikasi. Spesies ikan memiliki karakteristik yang berbeda-beda dalam hal ukuran, pigmentasi, sirip, dan morfologi eksternal lainnya. Berikut adalah morfologi eksternal dan variasi yang dapat diamati pada ikan (Lagler et al. 1977; Kottelat et al.1993):

1. Tubuh

Tubuh ikan terdiri dari bagian kepala, badan, dan ekor. Bagian kepala dimulai dari ujung mulut hingga ujung tutup insang paling belakang. Bagian badan terletak di antara tutup insang paling belakang hingga permulaan anal fin. Bagian ekor dimulai dari permulaan anal fin hingga ujung caudal fin. Morfologi pada bagian tubuh ikan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Morfologi tubuh ikan; sirip keras dorsal fin (a), sirip lemah dorsal fin (b), adipose fin (c), caudal fin (d), line lateral (e), tutup insang (f), mata (g), sungut (h), pelvic fin (i), pectoral fin (j), anal fin sirip keras (k), anal fin sirip lemah (l).

Bentuk tubuh pada ikan terbagi menjadi fusiform, pipih, tali dan pita. Bentuk fusiform umumnya ditemukan pada sebagian besar ikan. Bentuk ini memudahkan pergerakan pada perairan berarus.

a b c d e f g h j i k l

2. Mulut

Tipe posisi mulut pada spesies ikan dapat digunakan sebagai kunci identifikasi. Tipe-tipe posisi mulut ikan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Posisi mulut; terminal (a), subterminal (b), inferior (c), superior (d).

2. Mata

Ukuran, posisi dan penutup mata pada ikan menjadi variasi yang dapat digunakan sebagai kunci identifikasi.

3. Hidung

Letak dan jumlah lubang hidung menjadi kunci identifikasi pada spesies ikan. Lubang hidung terletak di depan mata. Hidung berjumlah tunggal serta terbagi menjadi bagian anterior dan posterior oleh flap.

4. Sungut

Sungut terletak pada bagian anterior kepala, terhubung dengan hidung dan mulut. Sungut berbentuk tonjolan kecil atau memanjang. Sungut dapat berukuran sangat kecil dan tersembunyi di dalam lipatan kulit. Letak, ukuran, dan jumlah sungut digunakan sebagai acuan identifikasi.

5. Sirip

Sirip (fin) pada ikan terbagi menjadi sirip tunggal (dorsal fin, caudal fin dan anal fin), serta sirip berpasangan (pectoral fin dan pelvic fin). Sirip pada ikan juga terbagi menjadi sirip keras dan sirip lunak. Sirip keras mempunyai ciri-ciri, tidak bercabang dan tidak bisa rebah, sebaliknya pada sirip lemah, bercabang dan bisa rebah. Sirip keras terbentuk pada bagian depan dorsal fin dan anal fin. Karakter sirip terutama pada kondisi ada atau tidak serta jumlah dan posisi. Selain itu bentuk caudal fin juga berbeda-beda pada berbagai spesies ikan sehingga berguna sebagai acuan identifikasi. Berbagai bentuk caudal fin yaitu, bulat, bersegi, sedikit cekung, bulan sabit, bercagak, meruncing dan lanset.

6. Linea lateral (gurat sisi)

Linea lateral merupakan ciri yang ditemukan pada bagian badan. Linea lateral berbentuk memanjang mulai dari pembukaan operculum hingga caudal fin, tetapi juga berbentuk garis putus-putus dan bercabang.

7. Sisik

Berdasarkan bentuk dan bahan kandungannya, sisik pada ikan terbagi menjadi plakoid, kosmoid, ganoid, sikloid dan stenoid. Umumnya ikan bersirip lunak memiliki tipe sisik sikloid, sedangkan ikan bersirip keras memiliki sisik stenoid. Sisik dapat bervariasi sehingga dapat berguna sebagai karakter identifikasi. Jumlah sisik pada beberapa bagian tubuh ikan juga dapat digunakan sebagai karakter identifikasi. Posisi sisik tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Jumlah sisik yang dijadikan kunci identifikasi; sisik di depan dorsal fin (a), sisik antara linea lateral dan awal dorsal fin (b), sisik pada linea lateral (c), sisik antara lina lateral dan awal anal fin (d), sisik di sekeliling batang ekor pada bidang tersempit (e).

8. Pigmen

Pigmen tersusun dari karotenoid, melanin, purin, dan pterin. Pigmen terletak dalam sel khusus yang disebut kromatofora. Pola warna serta posisi warna dapat menjadi kunci identifikasi. Aplikasi yang paling umum dari pola pigmentasi pada ikan adalah untuk menentukan spesies dan jenis kelamin.

C. Deskripsi Waduk Cirata

Pembangunan suatu waduk akan membentuk gradien longitudinal dan gradien transversal. Gradien longitudinal waduk terbagi menjadi tiga bagian yaitu, riverin (sungai), transisi, dan lakustrin (genangan). Gradien longitudinal

c a

b

e

mencerminkan perubahan topografi dan hidrologi perairan. Perubahan topografi

alami waduk akan berkaitan dengan keanekaragaman spesies ikan.

Keanekaragaman ikan akan lebih tinggi di zona transisi karena menyediakan habitat yang lebih bervariasi (Oliveira et al. 2004).

Waduk Cirata merupakan salah satu waduk di Provinsi Jawa Barat, yang secara administratif terletak di tiga kabupaten yaitu Purwakarta, Cianjur dan Bandung Barat. Waduk ini dibangun dari pembendungan Sungai Citarum dan telah digunakan sejak tahun 1988. Waduk Cirata merupakan salah satu dari tiga waduk kaskade yang terdapat di Sungai Citarum, waduk-waduk tersebut yaitu Waduk Saguling di bagian hulu Sungai Citarum dan Waduk Ir. H. Djuanda di bagian hilir Sungai Citarum. Waduk Cirata mempunyai deskripsi sebagai berikut; berada pada ketinggian 221 m dpl, mempunyai luas awal 6200 m2, kedalaman awal rata-rata 34,9 m dan volume air 2,16 miliar m3/ tahun. Sungai-sungai yang mengaliri Waduk Cirata antara lain Citarum, Cimenta, Cibiuk, Cisokan, Cikundul, Cilangkap dan Cicendo.

Waduk Cirata saat ini dipenuhi oleh budidaya perikanan masyarakat dalam bentuk Keramba Jaring Apung (KJA). Ikan yang dibudidayakan dalam KJA

seperti mas (Cyprinus carpio), nila (Oreochromis niloticus), patin

(Pangasianodon hypophthalmus) dan bandeng (Chanos chanos) (Krismono & astuti 2006). Pada Tahun 2008, jumlah KJA di Waduk Cirata tercatat sebanyak 51418 petak. Jumlah ini telah melebihi daya dukung waduk, yang seharusnya 12000 petak, sesuai dengan SK Gubernur Provinsi Jawa Barat No. 41 Tahun 2002. Melimpahnya jumlah KJA di Waduk Cirata akan menyebabkan pencemaran perairan. Pakan yang tidak termakan pada KJA akan menumpuk di dasar waduk sehingga menyebabkan peningkatan kesuburan, peningkatan turbiditas, penurunan oksigen terlarut dan lain-lain (Garno 2005).

D. Komunitas ikan di Waduk Cirata

Krismono et al. (1987) menyatakan, jumlah spesies ikan asli di Sungai Citarum diketahui lebih dari 20 spesies. Berdasarkan penelitian Effendi (1989), Jubaedah (2004) serta Hedianto dan Purnamaningtyas (2011a), jumlah spesies ikan asli yang ditemukan di Waduk Saguling, Cirata dan Ir. H. Djuanda saat ini semakin berkurang dan jarang ditemui. Ikan-ikan tersebut seperti julung-julung

(Dermogenys pusilla), tilan (Macrognathus aculeatus), arengan (Labeo crysophaekadion), kancra (Tor douronensis) dan lempuk (Ompok bimaculatus). Komposisi spesies ikan asli yang ditemukan pada tiga waduk tersebut dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1 Komposisi spesies ikan asli di Waduk Saguling, Cirata dan Ir. H. Djuanda

No Spesies Nama lokal Waduk

Saguling

Waduk Cirata

Waduk Ir. H. Djuanda

1 Anabas testudineus Betok + - +

2 Oxyeleotris marmorata Betutu + + +

3 Puntius binotatus Beunteur + + +

4 Hampala macrolepidota Hampal + + +

5 Parambassis siamensis Kaca - - +

6 Cyclocheilichthys apogon Kapiat - - +

7 Mystus nigriceps Kebogerang + + +

8 Puntius bramoides Lelawak - - +

9 Ompok bimaculatus Lempuk - - +

10 Osteochilus vittatus Nilem + - +

11 Hemibagrus nemurus Tagih + + +

12 Barbonymus gonionotus Tawes + + +

13 Barbonymus balleroides Lalawak - + -

14 Rasbora argyrotaenia Paray + + -

15 Mystacoleucus marginatus Genggehek - + -

16 Chana striata Gabus + + -

17 Trichogaster trichopterus Sepat + - -

18 Hemibagrus planiceps Sengal + - -

19 Monopterus albus Belut + - -

Beberapa spesies ikan asing di Waduk Cirata bukan merupakan spesies budidaya KJA. Beberapa spesies dilaporkan terbawa masuk secara tidak sengaja bersama benih ikan yang akan dipelihara dalam KJA. Jubaedah (2004) menemukan bahwa komposisi spesies ikan di Waduk Cirata lebih didominansi oleh ikan asing. Spesies tersebut diantaranya golsom (Hemichromis elongatus), bandeng (Chanos chanos), mas (Cyprinus carpio), nila (Oreochromis niloticus) dan oskar (Amphilophus citrinellus).

Perubahan topografi dan kualitas perairan serta keberadaan spesies asing yang dibudidayakan pada kegiatan KJA akan berpengaruh terhadap keanekaragaman ikan. Perubahan kualitas perairan dapat diketahui dengan pengukuran faktor-faktor lingkungan. Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh bagi ikan pada waduk yaitu, suhu, turbiditas (kekeruhan), DO (kelarutan oksigen), pH, nitrit, fosfat serta kelimpahan plankton.

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan lokasi penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan dari Januari hingga April 2012 di Waduk Cirata, Provinsi Jawa Barat. Waktu pengambilan sampel ikan, plankton dan parameter lingkungan dilakukan satu kali setiap bulan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survei dan pengamatan di Laboratorium. Sampel ikan dan plankton diidentifikasi di Laboratorium Ekobiologi Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), IPB. Sedangkan sampel air dianalisis di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan, FPIK, IPB.

Pengambilan sampel dilakukan di lokasi yang menggambarkan kondisi Waduk Cirata. Lokasi ditentukan berdasarkan pertimbangan gradien longitudinal waduk dan aktivitas masyarakat seperti pemukiman dan KJA. Lokasi penelitian di Waduk Cirata dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Peta lokasi penelitian di Waduk Cirata.

Sungai cikundul Sungai Cibalagung Sungai Cihea 3 5 4 6 2 1

Aliran Sungai Citarum dari Waduk Saguling

DAM Aliran menuju Waduk

Ir. H. Djuanda

Deskripsi masing-masing lokasi penelitian adalah sebagai berikut:

1. Lokasi 1 (DAM)

Lokasi 1 berdekatan dengan DAM, berada di wilayah Desa Cadas, Kabupaten Purwakarta. Lokasi 1 merupakan zona lakustrin (genangan), berada pada koordinat S: 06041’49.68” E: 107020’31.28”. Kedalaman rata-rata pada lokasi 1 adalah 10,6 m dan terletak jauh dari KJA. Pada lokasi ini terdapat aktivitas masyarakat seperti pertanian dan pemukiman.

2. Lokasi 2 (Maniis)

Lokasi 2 berada di wilayah kecamatan Maniis, Kabupaten Purwakarta. Lokasi 2 merupakan zona lakustrin, berada pada koordinat S: 06042’46.42” E: 107019’34.50”. Kedalaman rata-rata pada lokasi 2 adalah 17,3 m, dan terletak berdekatan dengan KJA. Pada lokasi ini banyak ditemukan tumbuhan air serta tidak terdapat aktivitas masyarakat.

3. Lokasi 3 (Maleber)

Lokasi 3 berada di wilayah Desa Maleber, Kabupaten Cianjur. Lokasi 3 merupakan zona riverin-transisi, berada pada koordinat S: 06043’11.60” E: 107015’24.23”. Kedalaman rata-rata pada lokasi 3 adalah 6,6 m, dan terletak berdekatan dengan KJA. Terdapat berbagai aktivitas masyarakat pada lokasi ini seperti, pemukiman, pertanian, industri, pertambangan pasir dan transportasi perahu mesin.

4. Lokasi 4 (Jatinengang)

Lokasi 4 berada di wilayah Desa Jatinengang, Kabupaten Cianjur. Lokasi 4

merupakan zona lakustrin, berada pada koordinat S: 06044’28.00” E:

107017’46.76”. Kedalaman rata-rata pada lokasi 4 adalah 15,7 m, dan terletak jauh dari KJA. Tidak terdapat aktivitas masyarakat pada lokasi ini.

5. Lokasi 5 (Mande)

Lokasi 5 berada di Desa Mande, Kabupaten Cianjur. Lokasi 5 merupakan zona riverin-transisi, berada pada koordinat S: 06045’29.62’ E: 107016’52.33”. Kedalaman rata-rata pada lokasi 5 adalah 13,6 m, dan berdekatan dengan KJA. Pada lokasi ini terdapat aktivitas masyarakat seperti pemukiman dan pertanian.

6. Lokasi 6 (Tegal Datar)

Lokasi 6 berada di wilayah Desa Tegal Datar, Kabupaten Cianjur. Lokasi 6 merupakan zona lakustrin, berada pada koordinat S: 06045’11.23” E: 107019’41.10”. Kedalaman rata-rata pada lokasi 6 adalah 14,2 m, dan berdekatan dengan KJA. Pada lokasi ini banyak ditemukan tumbuhan air dan tidak terdapat aktivitas masyarakat.

B. Alat dan bahan penelitian

Alat koleksi ikan yang digunakan yaitu gill net, pancing rawai dan bubu. Sementara untuk koleksi plankton digunakan plankton net. Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Alat dan bahan penelitian

No Jenis Kegunaan

Alat

1 Gill net (jaring insang) denganukuran mata jaring: 1 inci, 1,5 inci, 2 inci, 2,5 inci, 3 inci dan 3,5 inci (masing-masing dengan panjang 30 m, lebar 2 m)

Koleksi ikan

2 Pancing rawai Koleksi ikan

3 Perangkap bambu (bubu) Koleksi ikan 4 Plankton net (porositas 40 µ) Koleksi plankton 5 Mikroskop, sedgwick-rafter cell dan penutup Pengamatan plankton

Bahan

6 Formalin 10 % Pengawetan ikan

7 Lugol 10% Pengawetan plankton

8 Aquades Pengenceran

C. Metode pengumpulan data

1. Pengukuran dan pengambilan data faktor lingkungan perairan

Suhu, DO dan pH diukur di lapangan dengan thermometer, titrasi dan pH tester. Sebaliknya untuk faktor lingkungan lain, dianalisis di laboratorium. Faktor-faktor lingkungan yang diukur pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Faktor lingkungan

No Parameter Satuan Metode/ alat Lokasi pengukuran

1 Suhu 0C Thermometer Lapangan

2 Turbiditas (kekeruhan) NTU

(Nephelometric turbidity units)

Turbidimeter Laboratorium

3 Oksigen terlarut (DO) Mg/l Titrametric Lapangan

4 pH - pH tester Lapangan

5 Nitrit (NO2-N) Mg/l Spectrophotometric Laboratorium 6 Fosfat (PO4-P) Mg/l Spectrophotometric Laboratorium 7 Kelimpahan plankton Sel/l sedgwick-rafter cell Laboratorium

Plankton diambil pada bagian permukaan perairan waduk. Plankton diperoleh dengan menyaring 20 l air ke dalam Plankton net. Sampel air yang terkonsentrasi sebanyak 80 ml, kemudian dimasukkan ke dalam botol koleksi lalu diberi lima tetes lugol 10%. Identifikasi plankton menggunakan buku petunjuk Needham dan Needham (1963). Hasil pengukuran faktor lingkungan dibandingkan dengan nilai baku mutu air bagi ikan.

2. Pengambilan dan penanganan sampel ikan

Pengambilan sampel ikan dilakukan sebanyak empat kali dengan interval waktu 30 hari. Gill net dipasang dengan sudut 450 hingga 900 terhadap garis pantai. Pengoperasian gill net dilakukan dari arah tepi pantai ke arah perairan bebas. Gill net ditempatkan pada kedalaman 1 m di bawah permukaan air. Penurunan gill net dilakukan sore hari pukul 16.00 WIB, kemudian diangkat kembali pukul 06.00 WIB esok harinya. Sampel ikan yang diperoleh dimasukkan ke dalam wadah dan diawetkan dengan formalin 10%. Sampel ikan kemudian diidentifikasi mengunakan buku petunjuk Saanin (1986), Kottelat et al. (1993) dan Nelson (2006).

D. Analisis Data

1. Kelimpahan plankton

Perhitungan kelimpahan plankton menggunakan rumus APHA (1989), yaitu: N =T Lx P �x V �x 1 w

Keterangan : N= jumlah plankton (sel/l), T= luas gelas penutup (mm2), L = luas lapang pandang (mm2), P= jumlah plankton tercacah, p= jumlah

lapang pandang yang diamati, V= volume plankton yang tersaring (ml), v=

volume plankton di bawah gelas penutup (ml), w= volume plankton yang disaring (l)

2. Ikan

Analisis data ikan meliputi kelimpahan relatif, indeks keanekaragaman Shanon Wienner (H’), indeks kemerataan Pielou (J), indeks dominansi Simpson (C), indeks similaritas Jaccard (Magurran 2004), dan distribusi lokal (Muchlisin &

Azizah 2009). Perhitungan indeks H’, J dan C menggunakan program PRIMER.

a. Kelimpahan relatif

Kelimpahan relatif merupakan perbandingan antara jumlah individu suatu spesies dengan jumlah total individu seluruh spesies. Kelimpahan relatif dinyatakan dalam % dengan nilai maksimal mencapai 100. Rumus kelimpahan relatif spesies yaitu;

KRi (%) =ni

N x 100

Keterangan : KRi= Kelimpahan relatif spesies i, ni= jumlah individu spesies i, N= jumlah seluruh individu.

b. Indeks keanekaragaman Shanon Wienner

Indeks keanekaragaman Shanon Wienner merupakan suatu perhitungan mengenai jumlah individu serta spesies yang terdapat pada suatu lokasi. Rumus indeks keanekaragaman Shanon Wienner yaitu:

H= − pi ln pi

n

i=1

Keterangan : H’= Indeks keanekaragaman, pi = ni/ N, ni= jumlah individu spesies i, N= jumlah seluruh individu.

c. Indeks kemerataan Pielou

Indeks kemerataan Pielou merupakan suatu perhitungan mengenai kemerataan jumlah individu antar spesies pada suatu lokasi. Nilai indeks kemerataan yang kecil menunjukkan jumlah individu tiap spesies tidak merata. Rumus indeks kemerataan Pielou yaitu:

J′= H′

ln S

Keterangan: J’= indeks kemerataan, S= jumlah spesies.

Besaran nilai indeks kemerataan Pielou berkisar antara 0-1. Kriteria indeks kemerataan Pielou yaitu:

0 < J’ < 0,4 : Kemerataan rendah 0,4 < J’ < 0,6 : Kemerataan sedang

J’ > 0,6 : Kemerataan tinggi

d. Indeks dominansi Simpson

Indeks dominansi Simpson digunakan untuk mengetahui ada tidaknya dominansi spesies tertentu pada suatu lokasi. Nilai indeks dominansi

berbanding terbalik dengan nilai keanekaragaman dan kemerataan spesies. Rumus indeks dominansi Simpson yaitu;

C = pi2

s

t=1

Keterangan : C= Indeks dominansi, pi= ni/ N, ni= jumlah individu spesies i, N= jumlah seluruh individu.

Nilai indeks dominansi Simpson berkisar antara 0-1, bila nilai mendekati nol berarti hampir tidak ada spesies yang mendominasi pada lokasi tersebut.

e. Indeks similaritas Jaccard

Indeks similaritas Jaccard menggambarkan tingkat kesamaan dua lokasi penelitian berdasarkan spesies yang ditemukan. Indeks similaritas Jaccard akan tinggi, bila jumlah spesies yang sama pada kedua lokasi banyak ditemukan. Nilai indeks similaritas Jaccard berkisar antara 0-1. Rumus indeks similaritas Jaccard yaitu;

Cj = j

a + b−j

Keterangan: Cj= indeks similaritas Jaccard, j= jumlah spesies yang sama pada dua lokasi, a= jumlah spesies pada lokasi a, b= jumlah spesies pada lokasi b.

f. Distribusi lokal spesies

Distribusi lokal merupakan perbandingan antara jumlah lokasi

ditemukannya suatu spesies dengan jumlah seluruh lokasi. Distribusi lokal dinyatakan dalam % dengan nilai maksimal mencapai 100. Rumus distribusi lokal yaitu;

D % =Ni. st

N. st x 100

Keterangan: D= distribusi lokal spesies i, Ni.st= jumlah lokasi spesies i, N.st= jumlah seluruh lokasi.

3. Analisis Korelasi

Analisis komponen utama (PCA) digunakan untuk mengetahui keterkaitan hubungan antara keanekaragaman ikan dengan faktor lingkungan perairan. Analisis dilakukan dengan program R.

HASIL

A. Deskripsi spesies ikan yang ditemukan

Penelitian ini menemukan 16 spesies ikan dari delapan famili. Spesies tersebut yaitu Cyprinus carpio, Barbonymus balleroides, Rasbora argyrotaenia, Osteochilus vittatus, Mystacoleucus marginatus, Hampala macrolepidota, Oreochromis niloticus, Hemichromis elongatus, Amphilopus citrinellus, Hemibagrus nemurus, Mystus nigriceps, Chanos chanos, Oxyleotris marmorata, Colossoma macropomum, Hypostomus plecostomus, dan Parambasis siamensis. Deskripsi masing-masing spesies adalah sebagai berikut:

1. Famili Cyprinidae

a. Cyprinus carpio: Jumlah jari lemah dorsal fin 17-22; jumlah jari-jari lemah anal fin 5; jumlah jari-jari-jari-jari lemah pectoral fin 15; jumlah jari-jari lemah ventral fin 7-9; jumlah sisik pada linea lateral 35-39; belakang jari-jari terakhir anal fin mengeras dan bergerigi; sungut 4. b. Barbonymus balleroides: Jumlah sisik antara awal dorsal fin dan linea

lateral 6,5; jumlah sisik di sekeliling pangkal ekor 16; jumlah sisik antara awal ventral fin dan linea lateral 3,5; jumlah sisik pada linea lateral 28-31.

c. Rasbora argyrotaenia: Jumlah sisik keliling batang ekor 14; jumlah jari-jari lemah bercabang anal fin 5; jumlah sisik antara linea lateral dan awal pelvic fin 1-1,5; terdapat garis gelap memanjang, dari operculum hingga pangkal caudal fin; pectoral fin lebih pendek dari kepala; tidak bersungut.

d. Osteochilus vittatus: Jumlah sisik antara awal dorsal fin dan linea lateral 5,5; jumlah sisik pada linea lateral 30-33; jumlah jari jari lemah bercabang dorsal fin 12-18,5; jumlah sisik di sekeliling batang ekor 16; jumlah sisik keliling bagian depan dorsal fin 26; terdapat bintik bulat pada batang ekor.

e. Mystacoleucus marginatus: Jumlah sisik pada linea lateral 26-29; jumlah jari-jari lemah bercabang anal fin 8-9; terdapat duri di depan dorsal fin; bersungut 4.

f. Hampala macrolepidota: Jumlah sisik sepanjang linea lateral 28-29; jari-jari terakhir dorsal fin mengeras dan bagian belakangnya bergerigi; bercak hitam antara dorsal fin dan pelvic fin.

2. Famili Cichlidae

a. Oreochromis niloticus: Jumlah jari-jari keras dorsal fin 15-18; jumlah jari-jari lunak dorsal fin 11-13; jumlah jari keras anal fin 3; jumlah jari-jari lunak anal fin 9-11; garis hitam tegak terdapat pada caudal fin; mulut mengarah keatas.

b. Hemichromis elongatus: Jumlah jari-jari keras dorsal fin 13-15; jumlah jari-jari lunak dorsal fin 11-12; jumlah jari-jari keras anal fin 3; jumlah jari-jari lunak anal fin 8-10; berbercak gelap atau bar silang 4-5 pada sisi; jumlah baris gigi pada rahang atas 2.

c. Amphilopus citrinellus: Jumlah jari-jari keras dorsal fin 7-24; jumlah jari-jari keras anal fin 3-5; berwarna oranye cerah; berpunuk.

3. Famili Bagridae

a. Hemibagrus nemurus: Jumlah jari-jari lemah anal fin 12-13; jumlah jari-jari lunak anal fin 10-13; jumlah jari-jari keras dorsal fin 2; jumlah jari-jari lemah dorsal fin 7; berwarna cokelat gelap dengan pita tipis, memanjang dari tutup insang hingga pangkal caudal fin; panjang pangkal adipose fin sama dengan panjang pangkal anal fin; sungut 4 pasang; sungut hidung mencapai mata; sungut rahang atas mencapai anal fin; atas kepala kasar; mata tidak tertutup kulit.

b. Mystus nigriceps: Jumlah jari-jari lemah anal fin 11-12; adipose fin lebih panjang dari anal fin dan bersambung dengan dorsal fin; sungut rahang atas mencapai pangkal ekor atau melampaui caudal fin; mata tidak tertutup kulit.

4. Famili Chanidae

Chanos chanos: Jumlah jari-jari keras dorsal fin 2; jumlah jari-jari lemah dorsal fin 14-16; jumlah jari-jari lunak anal fin 10-11; jumlah jari-jari lunak pectoral fin 16-17; jumlah jari-jari lunak pelvic fin 11-12; jumlah sisik pada linea lateral 75-80; pelvic fin terletak di bawah awal

dorsal fin; jari-jari bagian depan dorsal fin memanjang; caudal fin panjang dan bercagak dalam.

5. Famili Eleotrididae

Oxyleotris marmorata: Jumlah sisik pada linea lateral 80-102; jumlah jari-jari keras dorsal fin 9; jumlah jari-jari keras anal fin 7-11; jumlah sisik di depan dorsal fin 60-65; tidak ada bercak pada batang ekor. 6. Famili Characidae

Colossoma macropomum: Badan agak bulat; tubuh pipih; sisik kecil; kepala hampir bulat; lubang hidung agak besar; pectoral fin di bawah tutup insang; pelvic fin dan anal fin terpisah; punggung berwarna abu-abu tua; perut putih abu-abu-abu-abu dan merah; perbandingan antara panjang dan tinggi 2:1; perbandingan antara tinggi dan lebar tubuh 4:1.

7. Famili Loricariidae

Hypostomus plecostomus: Jumlah jari-jari keras dorsal fin 1; jumlah jari lemah dorsal fin 7; jumlah jari keras anal fin 1; jumlah jari-jari lunak anal fin 3-5; bagian atas kepala dan tubuh tertutup lapisan kulit mengeras; bagian bawah kepala dan perut tidak tertutup lapisan lapisan keras.

8. Famili Ambassidae

Parambasis siamensis: Jumlah jari keras dorsal fin 7-8; jumlah jari lunak dorsal fin 7-11; jumlah jari keras anal fin 3; jumlah jari lunak anal fin 7-11; jumlah jari keras pelvic fin 1; jumlah jari-jari lunak pelvic fin 5; tubuh transparan.

B. Keanekaragaman, kelimpahan dan distribusi Ikan

Jumlah individu dan spesies tertinggi ditemukan pada lokasi 3. Sebaliknya nilai terendah untuk jumlah individu terdapat di lokasi 4 dan jumlah spesies di lokasi 5. Spesies O. marmorata memiliki kelimpahan tertinggi di lokasi 1 sebesar

31,8%. Sebaliknya di lokasi 2, H. elongatus dan O. niloticus mempunyai

kelimpahan tertinggi dengan nilai 26.9%. Pada lokasi 3, 4 dan 5, O. niloticus mempunyai kelimpahan tertinggi masing-masing sebesar 39,5%, 38,9% dan 61,1%. Pada lokasi 6, H. elongatus mempunyai kelimpahan tertinggi sebesar 64,5%. Komposisi dan kelimpahan relatif spesies ikan di Waduk Cirata dapat

dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Komposisi dan kelimpahan relatif (KR %) spesies ikan di Waduk Cirata

No Famili/ Spesies Nama lokal

Lokasi

Total

1 2 3 4 5 6

KR KR KR KR KR KR KR

Cyprinidae

1 Cyprinus carpio Mas 1 1,1 1 3,9 9 5,0 0 0 0 0 3 9,7 14 3,7

2 Barbonymus

balleroides* Lalawak 2 2,3 1 3,9 5 2,8 0 0 0 0 1 3,2 9 2,4

3 Rasbora argyrotaenia* Paray 0 0 1 3,9 0 0 0 0 1 2,8 0 0 2 0,5

4 Osteochilus vittatus* Nilem 2 2,3 0 0 17 9,3 0 0 2 5,6 0 0 21 5,5

5 Mystacoleucus

marginatus* Genggehek 1 1,1 0 0 4 2,2 4 22,2 1 2,8 1 3,2 11 2,9

6 Hampala

macrolepidota* Hampal 10 11,4 4 15,4 24 13,2 3 16,7 1 2,8 0 0 42 11

Cichlidae

7 Oreochromis niloticus Nila 10 11,4 7 26,9 72 39,6 7 38,9 22 61,1 2 6,5 120 31,5 8 Hemichromis elongatus Golsom 9 10,2 7 26,9 1 0,6 1 5,6 0 0 20 64,5 38 9,9

9 Amphilopus citrinellus Oskar 3 3,4 3 11,5 4 2,2 1 5,6 0 0 3 9,7 14 3,7

Bagridae

10 Hemibagrus nemurus* Tagih 0 0 0 0 13 7,1 0 0 0 0 1 3,2 14 3,7

11 Mystus nigriceps* Kebogerang 0 0 0 0 19 10,4 0 0 0 0 0 0 19 4,9

Chanidae

12 Chanos chanos Bandeng 21 23,9 1 3,9 5 2,8 1 5,6 9 25 0 0 37 9,7

Eleotrididae

13 Oxyleotris marmorata* Betutu 28 31,8 0 0 4 2,2 0 0 0 0 0 0 32 8,4

Characidae 14 Colossoma macropomum Bawal 1 1,1 1 3,9 3 1,7 1 5,6 0 0 0 0 6 1,6 Loricariidae 15 Hypostomus plecostomus Sapu-sapu 0 0 0 0 1 0,6 0 0 0 0 0 0 1 0,3 Ambassidae

16 Parambasis siamensis* Kaca 0 0 0 0 1 0,6 0 0 0 0 0 0 1 0,3

Total 88 100 26 100 182 100 18 100 36 100 31 100 381 100

Ket: *= spesies asli, ∑= jumlah individu

Jumlah spesies asli yang ditemukan di Waduk Cirata sebanyak sembilan spesies. Seluruh spesies ikan asing yang ditemukan di Waduk Cirata selain H. plecostomus merupakan spesies ikan yang diintroduksi dengan tujuan tertentu. Spesies pada Famili Cyprinidae paling banyak ditemukan yaitu sebanyak enam

Dokumen terkait