• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diversity, Abundance and Distribution of Fish in Cirata Reservoir, West Java.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Diversity, Abundance and Distribution of Fish in Cirata Reservoir, West Java."

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

IKAN DI WADUK CIRATA, JAWA BARAT

ARLIAN FIRDA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASINYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis, Keanekaragaman, Kelimpahan dan Distribusi Ikan di Waduk Cirata, Jawa Barat, adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2013

(3)

ABSTRACT

ARLIAN FIRDA. Diversity, Abundance and Distribution of Fish in Cirata Reservoir, West Java. Supervised by BAMBANG SURYOBROTO and RIDWAN AFFANDI.

Fish occupy various forms of aquatic ecosystems such as marine, brackish and freshwater. Around 43% from the total number of all fish species, occupying freshwater. Reservoir construction cause alteration of topography and hydrology of natural aquatic. Topographical altaration of relate to the diversity of species. Cirata Reservoir is the main reservoirs in Indonesia, formed from the damming of the Citarum River. The number of indigenous fish species in the Citarum river before damming more than 20 species. The study found 16 fish species, with nine

indigenous species, are; Barbonymus balleroides, Rasbora argyrotaenia,

Osteochilus vittatus, Mystacoleucus marginatus, Hampala macrolepidota, Hemibagrus nemurus, Mystus nigriceps, Oxyleotris marmorata, Parambasis siamensis, as well as seven non-indigenous species are; Cyprinus carpio, Oreochromis niloticus, Hemichromis elongatus, Amphilopus citrinellus, Chanos chanos, Colossoma macropomum, Hypostomus plecostomus. The indigenous fish species that not found in the previous study is Barbonymus gonionotus, Puntius binotatus, and Chana striata. The reduced number of individuals and species of indigenous fish species associated with be lost of food sources, cause altaration of habitat. Although, competition with the non-indigenous species benefit the same food. Highest number of individuals and species found in location 3, whereas the lowest number of individuals at location 4 and the number of species at location 5. O. niloticus has the highest relative abundance and distribution. Value of environmental factors still suitable for the fish life.

(4)

RINGKASAN

ARLIAN FIRDA. Keanekaragaman, Kelimpahan dan Distribusi Ikan di Waduk Cirata, Jawa Barat. Dibimbing oleh BAMBANG SURYOBROTO dan RIDWAN AFFANDI.

Perubahan topografi dan hidrologi alami Sungai Citarum akibat pembangunan waduk akan berpengaruh terhadap komunitas ikan di Waduk Cirata. Pada penelitian ini, dipelajari keanekaragaman, kelimpahan dan distribusi ikan di Waduk Cirata.

Pengambilan sampel dilakukan pada lokasi yang menggambarkan kondisi Waduk Cirata. Lokasi tersebut ditentukan berdasarkan pertimbangan gradien longitudinal waduk dan aktivitas masyarakat seperti pemukiman dan KJA. Lokasi

tersebut yaitu; 1 DAM (S: 06041’49.68” E: 107020’31.28”), 2 Kecamatan Maniis

(S: 06042’46.42” E: 107019’34.50”), 3 Desa Maleber (S: 06043’11.60” E: 107015’24.23”), 4 Desa Jatinengang (S: 06044’28.00” E: 107017’46.76”), 5 Desa Mande (S: 06045’29.62’ E: 107016’52.33”), dan 6 Desa Tegal Datar (S: 06045’11.23” E: 107019’41.10”). Sampel ikan dikoleksi menggunakan gill net,

pancing rawai dan bubu. Sampel ikan yang diperoleh diawetkan dengan formalin

10%. Data plankton dianalisis dengan menghitung kelimpahan plankton. Data ikan dianalisis dengan menghitung kelimpahan relatif, indeks keanekaragaman Shanon Wienner (H’), indeks kemerataan Pielou (J), indeks dominansi Simpson (C), indeks similaritas Jaccard, dan distribusi lokal. Parameter lingkungan yang diukur yaitu; suhu, turbiditas (kekeruhan), DO (kelarutan oksigen), pH, nitrit, fosfat dan kelimpahan plankton. Hasil pengukuran faktor lingkungan selanjutnya dibandingkan dengan baku mutu air bagi kehidupan ikan. Hubungan keanekaragaman ikan dengan faktor lingkungan dianalisis menggunakan analisis komponen utama (PCA).

Penelitian ini menemukan sembilan spesies ikan asli, yaitu; Barbonymus balleroides, Rasbora argyrotaenia, Osteochilus vittatus, Mystacoleucus marginatus, Hampala macrolepidota, Hemibagrus nemurus, Mystus nigriceps, Oxyleotris marmorata,Parambasis siamensis, serta tujuh spesies ikan asing yaitu; Cyprinus carpio, Oreochromis niloticus, Hemichromis elongatus, Amphilopus citrinellus, Chanos chanos, Colossoma macropomum, Hypostomus plecostomus. Jumlah individu dan spesies tertinggi ditemukan pada lokasi 3 (N= 182 individu S= 15 spesies). Sebaliknya nilai terendah untuk jumlah individu di lokasi 4 (N= 18) dan jumlah spesies di lokasi 5 (S= 6 spesies). Spesies O. marmorata memiliki kelimpahan tertinggi di lokasi 1 sebesar 31,8%. Pada lokasi 2, H. elongatus dan O. niloticus mempunyai kelimpahan tertinggi dengan nilai 26.9%. Pada lokasi 3, 4

dan 5, O. niloticus mempunyai kelimpahan tertinggi masing-masing sebesar

39,5%, 38,9% dan 61,1%. Pada lokasi 6, H. elongatus mempunyai kelimpahan tertinggi sebesar 64,5%. Spesies O. niloticus mempunyai nilai distribusi tertinggi

yaitu sebanyak 100%. Sebaliknya M. nigriceps, H. plecostomus dan P. siamensis

mempunyai nilai distribusi terendah sebanyak 16,7%.

(5)

lokasi 1 dan 2 sebesar 0,19. Nilai faktor lingkungan di setiap lokasi penelitian masih sesuai dengan nilai baku mutu bagi kehidupan ikan. Identifikasi plankton menemukan lima kelas fitoplankton yaitu, Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Dinophyceae, Chrysophyceae dan Cyanophyceae, serta tiga kelas zooplankton yaitu, Monogononta, Brachiopoda dan Maxillopoda. Pada perhitungan indeks similaritas, lokasi 1 dengan lokasi 3 memiliki indeks similaritas spesies yang tinggi sebesar 0,73. Pada lokasi 1 seluruh parameter lingkungan berkontribusi negatif kecuali parameter DO yang tidak mempengaruhi. Pada lokasi 2 seluruh parameter lingkungan berkontribusi negatif. Pada lokasi 3, parameter turbiditas, nitrit, fosfat, dan kelimpahan plankton berkontribusi positif. Pada lokasi 4, 5 dan 6 parameter suhu, pH dan DO berkontribusi positif.

Terdapat 16 spesies ikan Waduk Cirata, dengan jumlah spesies dan total individu tertinggi terdapat pada lokasi 3. Spesies O. niloticus mempunyai nilai kelimpahan relatif dan distribusi tertinggi di Waduk Cirata.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan kutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

KEANEKARAGAMAN, KELIMPAHAN DAN DISTRIBUSI

IKAN DI WADUK CIRATA, JAWA BARAT

ARLIAN FIRDA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Biosains Hewan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Keanekaragaman, Kelimpahan dan Distribusi Ikan di Waduk Cirata, Jawa Barat

Nama : Arlian Firda

NIM : G352100061

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Bambang Suryobroto Dr. Ir. Ridwan Affandi, DEA

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Biosains Hewan

Dr. Bambang Suryobroto Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Alloh SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya tulis ini berhasil diselesaikan. Karya tulis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana IPB. Karya tulis ini disusun berdasarkan hasil penelitian di Waduk Cirata yang dilaksanakan sejak bulan Januari hingga April 2012, dengan judul

“Keanekaragaman, Kelimpahan dan Distribusi Ikan di Waduk Cirata, Jawa

Barat”.

Penulis berterimakasih kepada Bapak Dr. Bambang Suryobroto dan Bapak Dr. Ir. Ridwan Affandi, DEA selaku komisi pembimbing, atas arahan, nasehat serta dukungan yang tiada putusnya. Ucapan terimakasih juga kepada Bapak Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M. Sc selaku penguji luar komisi yang telah memberikan masukan dan koreksi sehingga memperkaya karya tulis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh teman-teman BSH 2010 dan seluruh staf pengajar Biosains Hewan Departemen Biologi FMIPA IPB atas diskusi dan dukungannya.

Terima kasih juga diucapkan kepada Bapak Ir. Endang HS, MM, Bapak Adul, Bapak Indra beserta seluruh staf BPPPU Cianjur yang telah memfasilitasi penulis untuk melakukan penelitian di Waduk Cirata. Terimakasih diucapkan kepada Bapak Ruslan selaku staf Laboratorium Ekobiologi ikan FPIK, IPB atas bantuan dan arahannya selama penelitian. Terimakasih juga diucapkan kepada Prawira Atmajaya, Sri wahyuni dan Insan Kurnia, S. Hut, M.Si atas masukan dan bantuannya selama penelitian. Secara khusus penulis mengucapan terimakasih kepada Ayahanda H. Rusnadi, BA, Ibunda Hj. Maslida, Abang Ade Masnardi dan Kakak Ahda Amarilis serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Semoga karya tulis ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2013

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekanbaru pada tanggal 31 Agustus 1987 dari pasangan Ayahanda H. Rusnadi, BA dan Ibunda Hj. Maslida. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.

Pada tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Dumai dan melanjutkan kuliah S1 di Universitas Riau melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis diterima pada Program Studi Pendidikan Biologi, Departemen Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Riau.

(12)

DAFTAR TABEL ……… ii

DAFTAR GAMBAR ………... iii

DAFTAR LAMPIRAN ……… iv

PENDAHULUAN Latar belakang ……….……... 1

Rumusan masalah ...……….………. 2

Tujuan penelitian ...………..……… 2

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi ikan... 3

Morfologi dan identifikasi ikan ……...………... 4

Deskripsi Waduk Cirata ………...……….... 6

Komunitas ikan di Waduk Cirata... 7

BAHAN DAN METODE Waktu dan lokasi penelitian...……….…….. 9

Alat dan bahan penelitian………..………...……….…….. 11

Metode pengumpulan data………...………. 11

Analisis data ...…………...…………... 12

HASIL Deskripsi spesies ikan yang ditemukan.………..……… 15

Keanekaragaman, kelimpahan dan distribusi Ikan………..… 17

Keterkaitan keanekaragaman ikan dengan faktor lingkungan…...….. 19

PEMBAHASAN Keanekaragaman, kelimpahan dan distribusi ikan …………..……… 22

Keterkaitan keanekaragaman ikan dengan faktor lingkungan……... 28

SIMPULAN………. 33

DAFTAR PUSTAKA ………... 34

(13)

1 Komposisi spesies ikan asli di Waduk Saguling, Cirata dan Ir. H.

Djuanda……… 8

2 Alat dan bahan penelitian…………... 11 3 Faktor lingkungan………... 11 4 Komposisi dan kelimpahan relatif (KR %) spesies ikan di Waduk Cirata………... 18

5 Hasil perhitungan indeks keanekaragaman (H’), indeks kemerataan (J’) dan indeks dominansi (C) ikan di Waduk Cirata... 19

6 Nilai faktor lingkungan yang diukur pada penelitian………... 20

7 Komposisi dan kelimpahan plankton di Waduk Cirata………... 20

(14)

1 Morfologi tubuh ikan………...……….……. 4 2 Posisi mulut ikan…………...………..…………... 5

3 Jumlah sisik yang dijadikan kunci identifikasi…...……..…………. 6

4 Peta lokasi penelitian di Waduk Cirata………....…….…... 9

5 Nilai distribusi spesies ikan di Waduk Cirata …………...…... 19

(15)

1 Komposisi spesies ikan pada setiap lokasi penelitian.………. 39

2 Nilai faktor lingkungan pada setiap lokasi penelitian.…... 40

3 Proporsi varian pada biplot PCA……….……... 41

4 Foto lokasi penelitian di Waduk Cirata………... 42

5 Foto beberapa spesies ikan yang ditemukan di Waduk Cirata……… 44

(16)

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Ikan adalah vertebrata poikilotermis yang hidup di dalam air serta mempunyai sirip dan insang. Ikan memiliki jumlah spesies terbanyak pada kelompok vertebrata. Spesies ikan mempunyai variasi ukuran tubuh, mulai dari 7,9 mm pada Paedocypris progenetica (Famili Cyprinidae) (Kottelat et al. 2005)

hingga 12 m pada Rhincodon typus (Famili Rhincodontidae). Rentang umur pada

berbagai spesies ikan selama 1-120 tahun. Spesies ikan dapat hidup pada ketinggian 5200 m di atas permukaan laut hingga 7000 m di bawah permukaan laut. Ikan beradaptasi dengan berbagai jenis makanan. Beberapa spesies mempunyai jenis makanan khusus atau beradaptasi dengan jenis makanan tertentu seperti zooplankton, siput dan karang (Nelson 2006).

Evolusi ikan terjadi sejak 400 juta tahun yang lalu, dimulai dari perpindahan ikan yang hidup di laut ke perairan tawar (Nelson 2006). Evolusi pada ikan diketahui mempunyai dua garis utama. Garis evolusi tersebut terbagi menjadi Superkelas Agnatha dan Gnathostomata. Karakteristik ancestral terdapat pada Superkelas Agnatha (ikan tanpa rahang). Agnatha telah ada sejak 350-500 juta tahun lalu. Saat ini diketahui hanya 70 spesies yang tersisa pada Superkelas Agnatha di antaranya adalah lamprey (Ordo Petromyzontiformes) dan hagfish (Ordo Myxinformes). Sementara pada Superkelas Gnathostomata (ikan berahang) terbagi menjadi dua kelas yaitu, Chondrichtyes (ikan bertulang rawan) dan Osteichthyes (ikan bertulang keras) (Moyle & Cech 1988). Sebagian besar ikan tergolong dalam Kelas Osteichthyes. Pada Kelas Osteichthyes terdapat 45 ordo, 435 famili, 4079 genus, dan 23689 spesies (Nelson 2006).

(17)

Beranekaragamnya kondisi perairan menjadi faktor yang mengharuskan ikan beradaptasi terhadap lingkungan setempat.

Waduk merupakan sebuah danau buatan yang dihasilkan dari pembendungan aliran sungai. Pembangunan waduk ditujukan bagi kesejahteraan manusia, dengan beragam fungsi. Fungsi-fungsi tersebut seperti, Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), irigasi, pengendali banjir, air minum, budidaya perikanan dan pariwisata. Keberadaan waduk mengakibatkan perubahan topografi dan hidrologi perairan. Perubahan topografi waduk akan berkaitan dengan keanekeragaman spesies ikan yang ditemukan (Oliveira et al. 2004).

Waduk Cirata merupakan salah satu waduk utama di Indonesia, yang terbentuk dari pembendungan aliran Sungai Citarum. Sungai Citarum merupakan sungai terpanjang yang berada di Provinsi Jawa Barat. Jumlah spesies ikan yang ditemukan di Sungai Citarum sebelum pembendungan berjumlah lebih dari 20

spesies ikan asli (Krismono et al. 1987). Waduk Cirata dibangun sebagai sumber

energi listrik, irigasi dan kegiatan budidaya perikanan. Budidaya perikanan dilakukan pada kegiatan Keramba Jaring Apung (KJA).

Keberadaan serta jumlah spesies ikan asli Sungai Citarum saat ini diduga semakin berkurang. Perubahan topografi dan hidrologi serta keberadaan spesies asing akan berpengaruh pada keanekaragaman ikan di Waduk Cirata. Dalam penelitian ini, dipelajari keanekaragaman ikan di Waduk Cirata sebagai respon penyesuaian terhadap keberadaan waduk.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dirumuskan permasalahan; bagaimanakah keanekaragaman, kelimpahan dan distribusi ikan di Waduk Cirata?

C. Tujuan penelitian

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi ikan

Ikan dicirikan sebagai vertebrata poikilotermis yang hidup di dalam air, serta mempunyai insang dan sirip. Sistematika ikan terbagi menjadi Superkelas Agnatha (ikan tanpa rahang) dan Superkelas Gnathosomata (ikan berahang). Gnathostomata kemudian terbagi menjadi Kelas Chondrichthyes (ikan bertulang rawan), dan Kelas Osteichthyes (ikan bertulang sejati). Sebagian besar ikan tergolong dalam Kelas Osteichthyes. Pada Kelas Osteichthyes terdapat 45 ordo, 435 famili, 4079 genus, dan 23689 spesies. Kelas Osteichthyes kemudian terbagi menjadi dua subkelas yaitu, Sarcopterygii (ikan bersirip lobus) dan Actinopterygii (ikan bersirip keras atau bersirip lunak). Actinopterygii kemudian terbagi lagi menjadi Chondrostei dan Neopterygii (Nelson 2006).

Jumlah spesies ikan diketahui lebih banyak dari pada vertebrata lainnya. Menurut Nelson (2006) saat ini terdapat 28000 spesies ikan yang termasuk dalam 515 famili dan 62 ordo. Dari 515 famili tersebut, terdapat sembilan famili yang memiliki jumlah spesies paling banyak dengan total mencapai 9302 spesies. Kesembilan famili tersebut adalah Cyprinidae, Gobiidae, Cichlidae, Characidae, Loricariidae, Balitoridae, Serranidae, Labridae, dan Scorpaenidae.

Distribusi dan biogeografi ikan di Indonesia terbagi menjadi tiga cakupan besar yaitu, bagian barat (sundaland) meliputi Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan, bagian timur (austro-papuan) meliputi Papua, Kepulauan Aru, dan Maluku, serta bagian peralihan yang meliputi Sulawesi dan Nusa Tenggara.

Ikan dapat ditemukan pada perairan laut, payau hingga tawar. Perairan tawar mempunyai variasi faktor lingkungan yang luas, seperti suhu, arus, tingkat kedalaman, kelarutan oksigen, materi terlarut dan lain-lain. Berbagai variasi tersebut memberikan implikasi pada kemampuan adaptasi ikan. Berdasarkan aspek ekologis, ikan dapat dikelompokkan dengan beberapa cara, yaitu:

1. Berdasarkan toleransi terhadap lingkungannya; terbagi menjadi

(19)

2. Berdasarkan lokasi dalam ekosistem perairan, misalnya spesies ikan benthis (ikan penghuni dasar perairan), benthopelagis dan pelagis (ikan penghuni permukaan perairan).

B. Morfologi dan identifikasi ikan

Morfologi ikan merupakan acuan yang digunakan dalam studi identifikasi. Spesies ikan memiliki karakteristik yang berbeda-beda dalam hal ukuran, pigmentasi, sirip, dan morfologi eksternal lainnya. Berikut adalah morfologi eksternal dan variasi yang dapat diamati pada ikan (Lagler et al. 1977; Kottelat et al.1993):

1. Tubuh

Tubuh ikan terdiri dari bagian kepala, badan, dan ekor. Bagian kepala dimulai dari ujung mulut hingga ujung tutup insang paling belakang. Bagian badan terletak di antara tutup insang paling belakang hingga permulaan anal fin. Bagian ekor dimulai dari permulaan anal fin hingga ujung caudal fin. Morfologi pada bagian tubuh ikan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Morfologi tubuh ikan; sirip keras dorsal fin (a), sirip lemah dorsal fin (b), adipose fin (c), caudal fin (d), line lateral (e), tutup insang (f), mata (g), sungut (h), pelvic fin (i), pectoral fin (j), anal fin sirip keras (k), anal fin sirip lemah (l).

Bentuk tubuh pada ikan terbagi menjadi fusiform, pipih, tali dan pita. Bentuk fusiform umumnya ditemukan pada sebagian besar ikan. Bentuk ini memudahkan pergerakan pada perairan berarus.

(20)

2. Mulut

Tipe posisi mulut pada spesies ikan dapat digunakan sebagai kunci identifikasi. Tipe-tipe posisi mulut ikan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Posisi mulut; terminal (a), subterminal (b), inferior (c), superior (d).

2. Mata

Ukuran, posisi dan penutup mata pada ikan menjadi variasi yang dapat digunakan sebagai kunci identifikasi.

3. Hidung

Letak dan jumlah lubang hidung menjadi kunci identifikasi pada spesies ikan. Lubang hidung terletak di depan mata. Hidung berjumlah tunggal serta terbagi menjadi bagian anterior dan posterior oleh flap.

4. Sungut

Sungut terletak pada bagian anterior kepala, terhubung dengan hidung dan mulut. Sungut berbentuk tonjolan kecil atau memanjang. Sungut dapat berukuran sangat kecil dan tersembunyi di dalam lipatan kulit. Letak, ukuran, dan jumlah sungut digunakan sebagai acuan identifikasi.

5. Sirip

Sirip (fin) pada ikan terbagi menjadi sirip tunggal (dorsal fin, caudal fin dan anal fin), serta sirip berpasangan (pectoral fin dan pelvic fin). Sirip pada ikan juga terbagi menjadi sirip keras dan sirip lunak. Sirip keras mempunyai ciri-ciri, tidak bercabang dan tidak bisa rebah, sebaliknya pada sirip lemah, bercabang dan bisa rebah. Sirip keras terbentuk pada bagian depan dorsal fin dan anal fin. Karakter sirip terutama pada kondisi ada atau tidak serta jumlah dan posisi. Selain itu bentuk caudal fin juga berbeda-beda pada berbagai spesies ikan sehingga berguna sebagai acuan identifikasi. Berbagai bentuk caudal fin yaitu, bulat, bersegi, sedikit cekung, bulan sabit, bercagak, meruncing dan lanset.

(21)

6. Linea lateral (gurat sisi)

Linea lateral merupakan ciri yang ditemukan pada bagian badan. Linea lateral berbentuk memanjang mulai dari pembukaan operculum hingga caudal fin, tetapi juga berbentuk garis putus-putus dan bercabang.

7. Sisik

Berdasarkan bentuk dan bahan kandungannya, sisik pada ikan terbagi menjadi plakoid, kosmoid, ganoid, sikloid dan stenoid. Umumnya ikan bersirip lunak memiliki tipe sisik sikloid, sedangkan ikan bersirip keras memiliki sisik stenoid. Sisik dapat bervariasi sehingga dapat berguna sebagai karakter identifikasi. Jumlah sisik pada beberapa bagian tubuh ikan juga dapat digunakan sebagai karakter identifikasi. Posisi sisik tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Jumlah sisik yang dijadikan kunci identifikasi; sisik di depan dorsal fin (a), sisik antara linea lateral dan awal dorsal fin (b), sisik pada linea lateral (c), sisik antara lina lateral dan awal anal fin (d), sisik di sekeliling batang ekor pada bidang tersempit (e).

8. Pigmen

Pigmen tersusun dari karotenoid, melanin, purin, dan pterin. Pigmen terletak dalam sel khusus yang disebut kromatofora. Pola warna serta posisi warna dapat menjadi kunci identifikasi. Aplikasi yang paling umum dari pola pigmentasi pada ikan adalah untuk menentukan spesies dan jenis kelamin.

C. Deskripsi Waduk Cirata

Pembangunan suatu waduk akan membentuk gradien longitudinal dan gradien transversal. Gradien longitudinal waduk terbagi menjadi tiga bagian yaitu, riverin (sungai), transisi, dan lakustrin (genangan). Gradien longitudinal

c a

b

e

(22)

mencerminkan perubahan topografi dan hidrologi perairan. Perubahan topografi

alami waduk akan berkaitan dengan keanekaragaman spesies ikan.

Keanekaragaman ikan akan lebih tinggi di zona transisi karena menyediakan habitat yang lebih bervariasi (Oliveira et al. 2004).

Waduk Cirata merupakan salah satu waduk di Provinsi Jawa Barat, yang secara administratif terletak di tiga kabupaten yaitu Purwakarta, Cianjur dan Bandung Barat. Waduk ini dibangun dari pembendungan Sungai Citarum dan telah digunakan sejak tahun 1988. Waduk Cirata merupakan salah satu dari tiga waduk kaskade yang terdapat di Sungai Citarum, waduk-waduk tersebut yaitu Waduk Saguling di bagian hulu Sungai Citarum dan Waduk Ir. H. Djuanda di bagian hilir Sungai Citarum. Waduk Cirata mempunyai deskripsi sebagai berikut; berada pada ketinggian 221 m dpl, mempunyai luas awal 6200 m2, kedalaman awal rata-rata 34,9 m dan volume air 2,16 miliar m3/ tahun. Sungai-sungai yang mengaliri Waduk Cirata antara lain Citarum, Cimenta, Cibiuk, Cisokan, Cikundul, Cilangkap dan Cicendo.

Waduk Cirata saat ini dipenuhi oleh budidaya perikanan masyarakat dalam bentuk Keramba Jaring Apung (KJA). Ikan yang dibudidayakan dalam KJA 2002. Melimpahnya jumlah KJA di Waduk Cirata akan menyebabkan pencemaran perairan. Pakan yang tidak termakan pada KJA akan menumpuk di dasar waduk sehingga menyebabkan peningkatan kesuburan, peningkatan turbiditas, penurunan oksigen terlarut dan lain-lain (Garno 2005).

D. Komunitas ikan di Waduk Cirata

(23)

(Dermogenys pusilla), tilan (Macrognathus aculeatus), arengan (Labeo crysophaekadion), kancra (Tor douronensis) dan lempuk (Ompok bimaculatus). Komposisi spesies ikan asli yang ditemukan pada tiga waduk tersebut dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1 Komposisi spesies ikan asli di Waduk Saguling, Cirata dan Ir. H. Djuanda

No Spesies Nama lokal Waduk budidaya KJA. Beberapa spesies dilaporkan terbawa masuk secara tidak sengaja bersama benih ikan yang akan dipelihara dalam KJA. Jubaedah (2004) menemukan bahwa komposisi spesies ikan di Waduk Cirata lebih didominansi oleh ikan asing. Spesies tersebut diantaranya golsom (Hemichromis elongatus), bandeng (Chanos chanos), mas (Cyprinus carpio), nila (Oreochromis niloticus) dan oskar (Amphilophus citrinellus).

(24)

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan lokasi penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan dari Januari hingga April 2012 di Waduk Cirata, Provinsi Jawa Barat. Waktu pengambilan sampel ikan, plankton dan parameter lingkungan dilakukan satu kali setiap bulan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survei dan pengamatan di Laboratorium. Sampel ikan dan plankton diidentifikasi di Laboratorium Ekobiologi Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), IPB. Sedangkan sampel air dianalisis di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan, FPIK, IPB.

Pengambilan sampel dilakukan di lokasi yang menggambarkan kondisi Waduk Cirata. Lokasi ditentukan berdasarkan pertimbangan gradien longitudinal waduk dan aktivitas masyarakat seperti pemukiman dan KJA. Lokasi penelitian di Waduk Cirata dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Peta lokasi penelitian di Waduk Cirata.

Sungai cikundul

Sungai Cibalagung

Sungai Cihea 3

5 4

6 2

1

Aliran Sungai Citarum dari Waduk Saguling

DAM Aliran menuju Waduk

Ir. H. Djuanda

(25)

Deskripsi masing-masing lokasi penelitian adalah sebagai berikut:

1. Lokasi 1 (DAM)

Lokasi 1 berdekatan dengan DAM, berada di wilayah Desa Cadas, Kabupaten Purwakarta. Lokasi 1 merupakan zona lakustrin (genangan), berada pada koordinat S: 06041’49.68” E: 107020’31.28”. Kedalaman rata-rata pada lokasi 1 adalah 10,6 m dan terletak jauh dari KJA. Pada lokasi ini terdapat aktivitas masyarakat seperti pertanian dan pemukiman.

2. Lokasi 2 (Maniis)

Lokasi 2 berada di wilayah kecamatan Maniis, Kabupaten Purwakarta. Lokasi 2 merupakan zona lakustrin, berada pada koordinat S: 06042’46.42” E: 107019’34.50”. Kedalaman rata-rata pada lokasi 2 adalah 17,3 m, dan terletak berdekatan dengan KJA. Pada lokasi ini banyak ditemukan tumbuhan air serta tidak terdapat aktivitas masyarakat.

3. Lokasi 3 (Maleber)

Lokasi 3 berada di wilayah Desa Maleber, Kabupaten Cianjur. Lokasi 3 merupakan zona riverin-transisi, berada pada koordinat S: 06043’11.60” E: 107015’24.23”. Kedalaman rata-rata pada lokasi 3 adalah 6,6 m, dan terletak berdekatan dengan KJA. Terdapat berbagai aktivitas masyarakat pada lokasi ini seperti, pemukiman, pertanian, industri, pertambangan pasir dan transportasi perahu mesin.

4. Lokasi 4 (Jatinengang)

Lokasi 4 berada di wilayah Desa Jatinengang, Kabupaten Cianjur. Lokasi 4

merupakan zona lakustrin, berada pada koordinat S: 06044’28.00” E:

107017’46.76”. Kedalaman rata-rata pada lokasi 4 adalah 15,7 m, dan terletak jauh dari KJA. Tidak terdapat aktivitas masyarakat pada lokasi ini.

5. Lokasi 5 (Mande)

(26)

6. Lokasi 6 (Tegal Datar)

Lokasi 6 berada di wilayah Desa Tegal Datar, Kabupaten Cianjur. Lokasi 6 merupakan zona lakustrin, berada pada koordinat S: 06045’11.23” E: 107019’41.10”. Kedalaman rata-rata pada lokasi 6 adalah 14,2 m, dan berdekatan dengan KJA. Pada lokasi ini banyak ditemukan tumbuhan air dan tidak terdapat aktivitas masyarakat.

B. Alat dan bahan penelitian

Alat koleksi ikan yang digunakan yaitu gill net, pancing rawai dan bubu. Sementara untuk koleksi plankton digunakan plankton net. Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Alat dan bahan penelitian

No Jenis Kegunaan

Alat

1 Gill net (jaring insang) denganukuran mata jaring: 1 inci, 1,5 inci, 2 inci, 2,5 inci, 3 inci dan 3,5 inci (masing-masing dengan panjang 30 m, lebar 2 m)

Koleksi ikan

2 Pancing rawai Koleksi ikan

3 Perangkap bambu (bubu) Koleksi ikan 4 Plankton net (porositas 40 µ) Koleksi plankton 5 Mikroskop, sedgwick-rafter cell dan penutup Pengamatan plankton

Bahan

6 Formalin 10 % Pengawetan ikan

7 Lugol 10% Pengawetan plankton

8 Aquades Pengenceran

C. Metode pengumpulan data

1. Pengukuran dan pengambilan data faktor lingkungan perairan

Suhu, DO dan pH diukur di lapangan dengan thermometer, titrasi dan pH tester. Sebaliknya untuk faktor lingkungan lain, dianalisis di laboratorium. Faktor-faktor lingkungan yang diukur pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Faktor lingkungan

No Parameter Satuan Metode/ alat Lokasi pengukuran

1 Suhu 0C Thermometer Lapangan

2 Turbiditas (kekeruhan) NTU

(Nephelometric turbidity units)

Turbidimeter Laboratorium

3 Oksigen terlarut (DO) Mg/l Titrametric Lapangan

4 pH - pH tester Lapangan

(27)

Plankton diambil pada bagian permukaan perairan waduk. Plankton diperoleh dengan menyaring 20 l air ke dalam Plankton net. Sampel air yang terkonsentrasi sebanyak 80 ml, kemudian dimasukkan ke dalam botol koleksi lalu diberi lima tetes lugol 10%. Identifikasi plankton menggunakan buku petunjuk Needham dan Needham (1963). Hasil pengukuran faktor lingkungan dibandingkan dengan nilai baku mutu air bagi ikan.

2. Pengambilan dan penanganan sampel ikan

Pengambilan sampel ikan dilakukan sebanyak empat kali dengan interval waktu 30 hari. Gill net dipasang dengan sudut 450 hingga 900 terhadap garis pantai. Pengoperasian gill net dilakukan dari arah tepi pantai ke arah perairan bebas. Gill net ditempatkan pada kedalaman 1 m di bawah permukaan air. Penurunan gill net dilakukan sore hari pukul 16.00 WIB, kemudian diangkat kembali pukul 06.00 WIB esok harinya. Sampel ikan yang diperoleh dimasukkan ke dalam wadah dan diawetkan dengan formalin 10%. Sampel ikan kemudian diidentifikasi mengunakan buku petunjuk Saanin (1986), Kottelat et al. (1993) dan Nelson (2006).

D. Analisis Data

1. Kelimpahan plankton

Perhitungan kelimpahan plankton menggunakan rumus APHA (1989), yaitu:

lapang pandang yang diamati, V= volume plankton yang tersaring (ml), v=

volume plankton di bawah gelas penutup (ml), w= volume plankton yang disaring (l)

2. Ikan

Analisis data ikan meliputi kelimpahan relatif, indeks keanekaragaman Shanon Wienner (H’), indeks kemerataan Pielou (J), indeks dominansi Simpson (C), indeks similaritas Jaccard (Magurran 2004), dan distribusi lokal (Muchlisin &

Azizah 2009). Perhitungan indeks H’, J dan C menggunakan program PRIMER.

(28)

a. Kelimpahan relatif

Kelimpahan relatif merupakan perbandingan antara jumlah individu suatu spesies dengan jumlah total individu seluruh spesies. Kelimpahan relatif dinyatakan dalam % dengan nilai maksimal mencapai 100. Rumus kelimpahan relatif spesies yaitu;

KRi (%) =ni

N x 100

Keterangan : KRi= Kelimpahan relatif spesies i, ni= jumlah individu spesies i, N= jumlah seluruh individu.

b. Indeks keanekaragaman Shanon Wienner

Indeks keanekaragaman Shanon Wienner merupakan suatu perhitungan mengenai jumlah individu serta spesies yang terdapat pada suatu lokasi. Rumus indeks keanekaragaman Shanon Wienner yaitu:

H′= − pi ln pi

n

i=1

Keterangan : H’= Indeks keanekaragaman, pi = ni/ N, ni= jumlah individu spesies i, N= jumlah seluruh individu.

c. Indeks kemerataan Pielou

Indeks kemerataan Pielou merupakan suatu perhitungan mengenai kemerataan jumlah individu antar spesies pada suatu lokasi. Nilai indeks kemerataan yang kecil menunjukkan jumlah individu tiap spesies tidak merata. Rumus indeks kemerataan Pielou yaitu:

J′= H′

ln S

Keterangan: J’= indeks kemerataan, S= jumlah spesies.

Besaran nilai indeks kemerataan Pielou berkisar antara 0-1. Kriteria indeks kemerataan Pielou yaitu:

0 < J’ < 0,4 : Kemerataan rendah 0,4 < J’ < 0,6 : Kemerataan sedang

J’ > 0,6 : Kemerataan tinggi

d. Indeks dominansi Simpson

(29)

berbanding terbalik dengan nilai keanekaragaman dan kemerataan spesies. spesies i, N= jumlah seluruh individu.

Nilai indeks dominansi Simpson berkisar antara 0-1, bila nilai mendekati nol berarti hampir tidak ada spesies yang mendominasi pada lokasi tersebut.

e. Indeks similaritas Jaccard

Indeks similaritas Jaccard menggambarkan tingkat kesamaan dua lokasi penelitian berdasarkan spesies yang ditemukan. Indeks similaritas Jaccard akan tinggi, bila jumlah spesies yang sama pada kedua lokasi banyak ditemukan. Nilai indeks similaritas Jaccard berkisar antara 0-1. Rumus indeks similaritas Jaccard yaitu;

Cj = j

Distribusi lokal merupakan perbandingan antara jumlah lokasi

ditemukannya suatu spesies dengan jumlah seluruh lokasi. Distribusi lokal dinyatakan dalam % dengan nilai maksimal mencapai 100. Rumus distribusi lokal yaitu;

D % =Ni. st

N. st x 100

Keterangan: D= distribusi lokal spesies i, Ni.st= jumlah lokasi spesies i, N.st= jumlah seluruh lokasi.

3. Analisis Korelasi

(30)

HASIL

A. Deskripsi spesies ikan yang ditemukan

Penelitian ini menemukan 16 spesies ikan dari delapan famili. Spesies tersebut yaitu Cyprinus carpio, Barbonymus balleroides, Rasbora argyrotaenia, Osteochilus vittatus, Mystacoleucus marginatus, Hampala macrolepidota, Oreochromis niloticus, Hemichromis elongatus, Amphilopus citrinellus, Hemibagrus nemurus, Mystus nigriceps, Chanos chanos, Oxyleotris marmorata, Colossoma macropomum, Hypostomus plecostomus, dan Parambasis siamensis. Deskripsi masing-masing spesies adalah sebagai berikut:

1. Famili Cyprinidae

a. Cyprinus carpio: Jumlah jari lemah dorsal fin 17-22; jumlah jari-jari lemah anal fin 5; jumlah jari-jari-jari-jari lemah pectoral fin 15; jumlah jari-jari lemah ventral fin 7-9; jumlah sisik pada linea lateral 35-39; belakang jari-jari terakhir anal fin mengeras dan bergerigi; sungut 4. b. Barbonymus balleroides: Jumlah sisik antara awal dorsal fin dan linea

lateral 6,5; jumlah sisik di sekeliling pangkal ekor 16; jumlah sisik antara awal ventral fin dan linea lateral 3,5; jumlah sisik pada linea lateral 28-31.

c. Rasbora argyrotaenia: Jumlah sisik keliling batang ekor 14; jumlah jari-jari lemah bercabang anal fin 5; jumlah sisik antara linea lateral dan awal pelvic fin 1-1,5; terdapat garis gelap memanjang, dari operculum hingga pangkal caudal fin; pectoral fin lebih pendek dari kepala; tidak bersungut.

d. Osteochilus vittatus: Jumlah sisik antara awal dorsal fin dan linea lateral 5,5; jumlah sisik pada linea lateral 30-33; jumlah jari jari lemah bercabang dorsal fin 12-18,5; jumlah sisik di sekeliling batang ekor 16; jumlah sisik keliling bagian depan dorsal fin 26; terdapat bintik bulat pada batang ekor.

(31)

f. Hampala macrolepidota: Jumlah sisik sepanjang linea lateral 28-29; jari-jari terakhir dorsal fin mengeras dan bagian belakangnya bergerigi; bercak hitam antara dorsal fin dan pelvic fin.

2. Famili Cichlidae

a. Oreochromis niloticus: Jumlah jari-jari keras dorsal fin 15-18; jumlah jari-jari lunak dorsal fin 11-13; jumlah jari keras anal fin 3; jumlah jari-jari lunak anal fin 9-11; garis hitam tegak terdapat pada caudal fin; mulut mengarah keatas.

b. Hemichromis elongatus: Jumlah jari-jari keras dorsal fin 13-15; jumlah jari-jari lunak dorsal fin 11-12; jumlah jari-jari keras anal fin 3; jumlah jari-jari lunak anal fin 8-10; berbercak gelap atau bar silang 4-5 pada sisi; jumlah baris gigi pada rahang atas 2.

c. Amphilopus citrinellus: Jumlah jari-jari keras dorsal fin 7-24; jumlah jari-jari keras anal fin 3-5; berwarna oranye cerah; berpunuk.

3. Famili Bagridae

a. Hemibagrus nemurus: Jumlah jari-jari lemah anal fin 12-13; jumlah jari-jari lunak anal fin 10-13; jumlah jari-jari keras dorsal fin 2; jumlah jari-jari lemah dorsal fin 7; berwarna cokelat gelap dengan pita tipis, memanjang dari tutup insang hingga pangkal caudal fin; panjang pangkal adipose fin sama dengan panjang pangkal anal fin; sungut 4 pasang; sungut hidung mencapai mata; sungut rahang atas mencapai anal fin; atas kepala kasar; mata tidak tertutup kulit.

b. Mystus nigriceps: Jumlah jari-jari lemah anal fin 11-12; adipose fin lebih panjang dari anal fin dan bersambung dengan dorsal fin; sungut rahang atas mencapai pangkal ekor atau melampaui caudal fin; mata tidak tertutup kulit.

4. Famili Chanidae

(32)

dorsal fin; jari-jari bagian depan dorsal fin memanjang; caudal fin panjang dan bercagak dalam.

5. Famili Eleotrididae

Oxyleotris marmorata: Jumlah sisik pada linea lateral 80-102; jumlah jari-jari keras dorsal fin 9; jumlah jari-jari keras anal fin 7-11; jumlah sisik di depan dorsal fin 60-65; tidak ada bercak pada batang ekor. 6. Famili Characidae

Colossoma macropomum: Badan agak bulat; tubuh pipih; sisik kecil; kepala hampir bulat; lubang hidung agak besar; pectoral fin di bawah tutup insang; pelvic fin dan anal fin terpisah; punggung berwarna abu-abu tua; perut putih abu-abu-abu-abu dan merah; perbandingan antara panjang dan tinggi 2:1; perbandingan antara tinggi dan lebar tubuh 4:1.

7. Famili Loricariidae

Hypostomus plecostomus: Jumlah jari-jari keras dorsal fin 1; jumlah jari lemah dorsal fin 7; jumlah jari keras anal fin 1; jumlah jari-jari lunak anal fin 3-5; bagian atas kepala dan tubuh tertutup lapisan kulit mengeras; bagian bawah kepala dan perut tidak tertutup lapisan lapisan keras.

8. Famili Ambassidae

Parambasis siamensis: Jumlah jari keras dorsal fin 7-8; jumlah jari lunak dorsal fin 7-11; jumlah jari keras anal fin 3; jumlah jari lunak anal fin 7-11; jumlah jari keras pelvic fin 1; jumlah jari-jari lunak pelvic fin 5; tubuh transparan.

B. Keanekaragaman, kelimpahan dan distribusi Ikan

Jumlah individu dan spesies tertinggi ditemukan pada lokasi 3. Sebaliknya nilai terendah untuk jumlah individu terdapat di lokasi 4 dan jumlah spesies di lokasi 5. Spesies O. marmorata memiliki kelimpahan tertinggi di lokasi 1 sebesar

31,8%. Sebaliknya di lokasi 2, H. elongatus dan O. niloticus mempunyai

(33)

dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Komposisi dan kelimpahan relatif (KR %) spesies ikan di Waduk Cirata

No Famili/ Spesies Nama lokal

Lokasi plecostomus merupakan spesies ikan yang diintroduksi dengan tujuan tertentu. Spesies pada Famili Cyprinidae paling banyak ditemukan yaitu sebanyak enam spesies, sementara spesies dari Famili Cichlidae ditemukan hampir diseluruh lokasi penelitian. Spesies O. niloticus mempunyai kelimpahan relatif tertinggi pada sebagian lokasi penelitian, yaitu lokasi 2, 3, 4 dan 5.

(34)

Gambar 5 Nilai distribusi spesies ikan di Waduk Cirata.

Spesies O. niloticus terdistribusi di seluruh lokasi penelitian. Sebaliknya spesies M. nigriceps, H. plecostomus dan P. siamensis hanya ditemukan di lokasi 3.

Nilai keanekaragaman tertinggi terdapat di lokasi 3 sebesar 2,03, dan nilai terendah terdapat di lokasi 5 sebesar 1,11. Nilai kemerataan tertinggi terdapat pada lokasi 2 sebesar 0,85 dan terendah pada lokasi 5 sebesar 0,62. Nilai dominansi tertinggi terdapat pada lokasi 5 dan 6 sebesar 0,44 dan terendah pada lokasi 1 dan 2 sebesar 0,19. Indeks keanekaragaman, kemerataan dan dominansi ikan di Waduk Cirata dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil perhitungan indeks keanekaragaman (H’), indeks kemerataan (J’) dan indeks dominansi (C) ikan di Waduk Cirata

Nilai Lokasi

C. Keterkaitan keanekaragaman ikan dengan faktor lingkungan

Nilai suhu dan DO tertinggi terdapat di lokasi 4. Nilai turbiditas, nitrit, fosfat dan kelimpahan plankton tertinggi terdapat di lokasi 3. Sebaliknya untuk nilai pH tertinggi ditemukan di lokasi 1 dan 5. Nilai faktor lingkungan yang diukur pada penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.

(35)

Tabel 6 Nilai rerata faktor lingkungan yang diukur pada penelitian Ket: BM= Baku mutu, *= PP RI No.82 Tahun 2001 golongan II, **= Permenkes No. 416 Tahun 1990.

Nilai standar deviasi yang rendah pada faktor lingkungan yang diukur, menandakan bahwa sebaran nilai selama empat kali pengambilan berkumpul di sekitar nilai rerata. Nilai rerata suhu, DO dan pH tidak berbeda jauh antar lokasi penelitian. Nilai faktor lingkungan di setiap lokasi penelitian masih sesuai dengan nilai baku mutu bagi kehidupan ikan.

Identifikasi plankton menemukan lima kelas fitoplankton yaitu,

Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Dinophyceae, Chrysophyceae dan

Cyanophyceae, serta tiga kelas zooplankton yaitu, Monogononta, Brachiopoda dan Maxillopoda. Komposisi dan kelimpahan plankton dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Komposisi dan kelimpahan plankton di Waduk Cirata

Tipe plankton Kelas/ Genus Lokasi (sel/ l) Total

(36)

Kelimpahan plankton tertinggi terdapat pada lokasi 3 yaitu sebanyak 2522 sel/ l, sebaliknya kelimpahan terendah terdapat pada lokasi 5 sebanyak 505 sel/ l. Kelas Chlorophyceae merupakan fitoplankton dengan genus paling banyak yang ditemukan, sedangkan Kelas Dinophyceae memiliki kelimpahan genus tertinggi di Waduk Cirata. Pada analisis zooplankton diketahui bahwa jumlah genus paling banyak terdapat pada Kelas Brachiopoda, sedangkan Kelas Monogononta memiliki kelimpahan genus tertinggi di Waduk Cirata.

Pada perhitungan indeks similaritas spesies-spesies ikan di berbagai lokasi, lokasi 1 dengan lokasi 3 memiliki indeks similaritas spesies yang tinggi sebesar 0,73. Indeks similaritas spesies ikan di Waduk Cirata dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Indeks similaritas spesies ikan di Waduk Cirata

Lokasi 1 2 3 4 5 6

1 1 0,66 0,73 0,63 0,42 0,50

2 1 0,50 0,60 0,36 0,45

3 1 0,47 0,31 0,47

4 1 0,44 0,40

5 1 0,18

6 1

Proporsi kumulatif PC 1 dan PC 2 mencakup 81,4% dari seluruh keragaman statistik, sehingga kedua axis ini dapat digunakan untuk menerangkan kovariasi faktor lingkungan. Pada lokasi 1 seluruh parameter lingkungan berkontribusi negatif kecuali parameter DO yang tidak mempengaruhi. Pada lokasi 2 seluruh parameter lingkungan berkontribusi negatif. Pada lokasi 3, parameter turbiditas, nitrit, fosfat, dan kelimpahan plankton berkontribusi positif. Pada lokasi 4, 5 dan 6 parameter suhu, pH dan DO berkontribusi positif. Biplot PCA pada faktor lingkungan dapat dilihat pada Gambar 6.

(37)

PEMBAHASAN

A. Keanekaragaman, kelimpahan dan distribusi ikan

Spesies ikan yang ditemukan pada penelitian ini terbagi menjadi spesies asli dan spesies asing. Terdapat sembilan spesies asli dari total 16 spesies ikan. Spesies asli tersebut adalah B. balleroides, R. argyrotaenia, M. marginatus, H. macrolepidota, H. nemurus, M. nigriceps, O. marmorata dan P. siamensis (Tabel 4). Jumlah spesies asli yang ditemukan pada penelitian ini lebih sedikit dari hasil penelitian Jubaedah (2004). Penelitian tersebut menemukan 10 spesies ikan asli (Tabel 1). Berdasarkan penelitian Jubaedah (2004), spesies ikan asli yang tidak ditemukan pada penelitian ini adalah tawes (B. gonionotus), beunteur (P. binotatus). dan gabus (C. striata).

Spesies B. gonionotus tidak ditemukan pada penelitian, hal ini diduga akibat dari persaingan sumber daya makanan maupun predator oleh ikan asing di Waduk Cirata. Asyari (2011) menyatakan bahwa ikan predator seperti A. Citrinellus yang

banyak terdapat di Waduk Cirata mempunyai kebiasaan memangsa anakan B.

gonionotus. Spesies B. gonionotus juga dilaporkan sangat jarang ditemukan di

Waduk Ir. H. Djuanda oleh Umar dan Kartamihardja (2006). Spesies P. binotatus

dan C. striata tidak ditemukan diduga karena kondisi perairan Waduk Cirata yang

tidak sesuai dengan habitat alaminya. P. binotatus merupakan spesies yang umum

(38)

Spesies ikan asing yang tertangkap selama penelitian di Waduk Cirata merupakan spesies yang sengaja diintroduksi untuk beragam kepentingan seperti O. niloticus, H. elongatus, A. citrinellus, C. chanos dan C. macropomum.

Sementara H. plecostomus diduga masuk secara tidak sengaja ke Waduk Cirata.

Spesies O. niloticus merupakan ikan yang dibudidayakan dalam kegiatan KJA di Waduk Cirata. Ikan ini dibudidayakan sebagai ikan konsumsi serta diharapkan mampu memanfaatkan ketersediaan fitoplankton yang melimpah di Waduk cirata. Berdasarkan penelitian Nurnaningsih et al. (2005) jenis makanan O. niloticus di Waduk Ir. H. Djuanda sangat bervariasi. Jenis makanan yang ditemukan seperti fitoplankton (Diatom, Synendra, Coleastrum, Scenedesmus, Micrococcus, Anabaena, Oscilatoria dan Lyngbya), potongan tumbuhan, larva serangga, potongan ikan, dan serasah. Komposisi makanan yang sangat beragam serta nilai persentase makanan yang merata, menggolongkan O. niloticus di Waduk Ir. H. Djuanda ke dalam golongan omnivora.

Spesies H. elongatus dan A. citrinellus dipasaran terkenal sebagai spesies

ikan hias. Hadianto dan Purnamaninggtyas (2011b) menyatakan populasi H.

elongatus dan A. citrinellus berkembang lebih dulu dan bersifat invasif di Waduk Ir. H. Djuanda. Kedua spesies ini juga bersifat non ekonomis, sehingga hanya dihargai Rp 3000/ kg.

Tjahjo et al. (2009) menyatakan bahwa H. elongatus merupakan ikan asing

piscivorus di Waduk Ir. H. Djuanda. Sementara untuk ikan asli piscivorus di Waduk Ir. H. Djuanda yaitu H. macrolepidota, H. nemurus, O. marmorata. Berdasarkan komposisi dan kelimpahan relatif spesies ikan yang ditemukan di Waduk cirata, H. macrolepidota mempunyai nilai kelimpahan relatif yang lebih tinggi dibandingkan H. elongatus O. marmorata dan H. nemurus (Tabel 4).

Spesies H. macrolepidota dapat ditemukan pada lima lokasi penelitian di Waduk

Cirata. Kelimpahan relatif spesies H. elongatus menempati posisi kedua tertinggi setelah H. macrolepidota di Waduk Cirata. Bila jumlah populasi H. elongatus di

Waduk Cirata terus meningkat, sementara H. macrolepidota mengalami

(39)

Spesies A. citrinellus di Waduk Ir. H. Djuanda tergolong pada kelompok omnivora. Komposisi makanan yang ditemukan berasal dari Kelas Cyanophyceae, Bacillariophyceae, Monogononta, Brachiopoda dan potongan ikan. Setiap jenis

makanan mempunyai komposisi yang merata (Nurnaningsih et al. 2005). Hasil ini

sama dengan penelitian Anggita (2011), yang menemukan komposisi jenis

makanan A. citrinellus terdiri atas empat kelompok yaitu fitoplankton,

zooplankton, ikan dan briofita. Fitoplankton yang teramati pada isi lambung terdiri dari Chlorophyceae, Cyanophyceae, Bacillariophyceae, Desmidiaceae dan Dinophyceae. Jumlah spesies fitoplankton yang paling banyak ditemukan adalah kelas Chlorophyceae dengan jumlah tujuh spesies, sedangkan zooplankton yang ditemukan hanya berasal dari kelas Maxillopoda.

Spesies C. chanos termasuk jenis ikan eurihalin, karena dapat hidup pada

perairan tawar, payau, dan laut. Selama masa perkembangannya C. chanos berada

pada daerah payau atau muara sungai. Ketika mencapai dewasa C. chanos akan

kembali ke laut untuk berkembang biak. Keberadaan C. chanos di Waduk Cirata

merupakan hasil introduksi yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Budi Daya pada tahun 2009 sebanyak satu juta ekor dengan tujuan mengendalikan kelimpahan plankton (Sukamto & Sumarno 2010).

Peningkatan jumlah KJA di Waduk Cirata berefek terhadap kematian massal ikan dan peningkatan jumlah plankton. Hal tersebut disebabkan oleh penumpukan sisa pakan yang tidak termakan pada kegiatan KJA sehingga memperkaya kandungan nitrogen dan fosfor di perairan. Peningkatan hara tersebut akan memacu pertumbuhan fitoplankton. Nitrogen dan fosfor merupakan unsur utama dalam produktivitas primer fitoplankton. Bila ketersediaan fosfor di perairan berlebihan, maka akan menyebabkan fitoplankton untuk berkembang

dengan pesat sehingga menyebabkan blooming. Blooming fitoplankton

mengakibatkan berbagai masalah bagi spesies ikan dan manusia diantaranya yaitu, peningkatan kekeruhan, peningkatan enceng gondok, penurunan konsentrasi oksigen terlarut, serta perairan menjadi berbau tidak sedap.

(40)

plankton yang bernilai ekonomi serta kemampuan mengisi relung yang belum termanfaatkan di Waduk Cirata. Nurnaningsih et al. (2005) melaporkan bahwa komposisi makanan C. chanos di Waduk Ir. H. Djuanda adalah Chlorophyceae, Cyanophyceae, Bacillariophyceae, Dinophyceae dan potongan tumbuhan.

Berdasarkan nilai indeks makanan maka spesies C. chanos merupakan herbivora.

Meskipun demikian introduksi C. chanos harus dilakukan secara periodik karena

spesies ini tidak dapat melakukan reproduksi secara alami di perairan tawar. Spesies H. plecostomus memiliki karakteristik kulit tubuh keras dan mulut menyerupai cakram. Spesies dari Famili Loricariidae umumnya mempunyai jenis makanan alga, sehingga digunakan sebagai ikan hias pembersih kaca akuarium (Kottelat et al, 1993). Spesies H. plecostomus di Waduk Cirata diduga masuk

secara tidak sengaja. Keberadaan H. plecostomus di Waduk Cirata perlu

diperhatikan, karena dapat berpotensi menimbulkan persaingan terhadap spesies ikan asli. Penelitian Yunanto (2000) di Situ Cigudeg Kabupaten Bogor

menyatakan bahwa kelimpahan H. plecostomus yang tinggi, menyebabkan spesies

ikan asli tidak berkurang. Kusumah et al. (2011) menyatakan bahwa keberadaan

H. plecostomus di Sungai Ciliwung menyebabkan kerusakan habitat alami spesies ikan asli dengan cara melubangi dinding Sungai Ciliwung sebagai tempat sarang

dan tempat persembunyian. Sjafei et al. (2001) juga memperingatkan

kemungkinan persaingan yang timbul dari spesies ini di Sungai Cimanuk, Provinsi Jawa Barat.

Spesies dari Famili Cyprinidae paling banyak ditemukan di Waduk Cirata dibandingkan dengan famili lainnya, yaitu sebanyak enam spesies (Tabel 4). Hal ini merupakan hal umum di perairan Indonesia khususnya Sumatera, Jawa dan

Kalimantan. Kottelat et al. (1993) dan Nelson (2006) menyatakan bahwa

Cyprinidae merupakan famili ikan air tawar terbesar di dunia dan terdistribusi luas, termasuk di wilayah Indonesia bagian barat. Distribusi Famili Cyprinidae tidak ditemukan di beberapa wilayah seperti, Australia, Madagaskar, Selandia Baru dan Amerika Selatan.

(41)

Selatan, Afrika, Madagaskar, Israel, Suriah, pesisir India dan Sri Lanka (Nelson 2006). Famili Cichlidae dapat ditemukan hampir di seluruh lokasi penelitian terkait dengan kemampuan adaptasinya di perairan. Peterson et al. (2005) menyatakan Cichlidae mampu hidup pada kondisi perairan yang berbeda dengan habitat alaminya, bahkan pada kondisi perairan buruk, karena mempunyai kemampuan adaptasi yang sangat baik.

Lokasi 3 mempunyai jumlah spesies dan individu terbanyak (Tabel 4). Spesies M. nigriceps, H. plecostomus dan P. siamensis yang mempunyai nilai distribusi terkecil (Gambar 5), hanya ditemukan pada lokasi ini. Perbedaan jumlah spesies dan individu pada setiap lokasi diduga berkaitan dengan topografi dan kelimpahan plankton. Keanekaragaman dan jumlah individu akan lebih tinggi pada zona riverin-transisi waduk, karena pada zona ini menyediakan habitat yang lebih bervariasi bagi kehidupan ikan (Oliveira et al. 2004). Keanekaragaman dan jumlah individu ikan juga terkait dengan kelimpahan plankton, karena plankton merupakan produsen primer dan sekunder (Wetzel 1975; Goldman & Horne 1983).

Oxyleotris marmorata merupakan spesies asli yang memiliki kelimpahan relatif tertinggi di lokasi 1 (Tabel 4). Melimpahnya O. marmorata diduga terkait dengan kondisi perairan yang tenang, serta nilai parameter lingkungan yang lebih

baik (nitrit rendah). Panu et al. (1984) menyatakan bahwa O. marmorata

merupakan spesies yang rentan terhadap perubahan lingkungan. Spesies ini

mempunyai survival rate yang rendah yaitu 25-50%, hal ini karena O. marmorata

mudah stress pada kondisi perairan yang buruk.

(42)

dengan kemampuan adaptasinya yang sangat baik (Charo-Karisa et al. 2005; Peterson et al. 2006). Kelimpahan O. niloticus yang tinggi pada banyak lokasi penelitian berpengaruh pada penurunan keanekaragaman spesies asli. Crutchfield (1995) dan McKaye et al. (1995) menyatakan, bahwa spesies ikan asing yang telah stabil di lingkungan yang baru akan berdampak terhadap komunitas spesies ikan asli.

Spesies H. elongatus mempunyai kelimpahan relatif tertinggi pada dua lokasi penelitian di Waduk Cirata (Tabel 4). Spesies ini tergolong dalam Famili Cichlidae yang mempunyai kemampuan adaptasi yang baik meskipun tidak seperti O. niloticus. Spesies H. elongatus mempunyai habitat alami di tepian sungai jernih yang bersinggungan dengan tumbuhan (biotop) (Reichard 2008). Nilai turbiditas di lokasi 2 dan 6 yang tergolong rendah serta banyak

ditemukannya enceng gondok diduga sebagai penyebab H. elongatus sangat

melimpah pada lokasi ini.

Nilai Keanekaragaman Shanon Wienner menunjukkan rentang nilai yang tidak begitu jauh antar lokasi penelitian. Nilai keanekaragaman pada setiap lokasi berkisar 1,11-2,03 (Tabel 4). Nilai ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai keanekaragaman di Waduk Ir. H. Djuanda yang berkisar antara 0,25-1,66 (2009), dan 0,78-1,96 (2010) (Hedianto & Purnamaningtyas 2011a). Berdasarkan nilai tersebut diketahui bahwa keanekaragaman spesies ikan di Waduk Cirata lebih tinggi dari Waduk Ir. H. Djuanda. Kesimpulan ini juga didukung dengan nilai indeks dominansi. Indek dominansi di Waduk Cirata 0,44, sementara di Waduk Ir. H. Djuanda mencapai 0,92 (2009) dan 0,53 (2010). Rendahnya keanekaragaman di Waduk Ir. H. Djuanda menunjukkan adanya dominansi yang tinggi oleh beberapa jenis ikan seperti oskar dan golsom (Hedianto & Purnamaningtyas 2011a).

(43)

terkait dengan topografi waduk, tingkat kedalaman, serta kelimpahan plankton (Wetzel 1975; Goldman & Horne 1983; Oliveira et al. 2004).

B. Keterkaitan keanekaragaman ikan dengan faktor lingkungan

Faktor lingkungan yang diamati pada setiap lokasi adalah suhu, turbiditas, DO, pH, nitrit, fosfat dan kelimpahan plankton. Seluruh faktor lingkungan yang diamati masih sesuai dengan nilai baku mutu bagi kehidupan ikan (Tabel 5). Rentang nilai suhu pada setiap lokasi penelitian tidak berbeda jauh. Kondisi suhu akan berkaitan dengan kandungan oksigen di perairan. Peningkatan suhu akan dikuti dengan penurunan oksigen terlarut (DO) di perairan. Peningkatan suhu juga menyebabkan terjadinya peningkatan dekomposisi bahan organik oleh mikroba (Wetzel 1975).

Tingkat turbiditas pada perairan waduk dipengaruhi oleh kedalaman serta keberadaan bahan anorganik dan organik. Tjahjo dan Purnamaningtyas (2010) menyatakan, pada perairan yang dangkal, akan mudah terjadi pengadukan pada dasar perairan akibat arus. Pengadukan tersebut menyebabkan perairan menjadi keruh. Perairan dengan tingkat kelimpahan plankton yang tinggi juga menyebabkan kondisi perairan keruh. Turbiditas di perairan disebabkan oleh bahan anorganik seperti lumpur dan pasir, halus, serta bahan organik berupa plankton dan mikroorganisme (APHA 1989).

Nilai DO di perairan waduk terkait dengan aktivitas masyarakat seperti KJA serta tingkat turbiditas. Pada lokasi penelitian yang berdekatan dengan KJA, maka oksidasi sisa-sisa makanan ikan budidaya akan mengurangi nilai DO (Mardiana 2007; Tjahjo & Purnamaningtyas 2010). Selain itu, nilai DO juga dipengaruhi oleh turbiditas. Turbiditas yang tinggi akan menghalangi penetrasi cahaya matahari masuk lebih dalam. Cahaya yang diterima akan berhubungan dengan proses fotosintesis fitoplankton. Proses fotosintesis ini pada akhirnya akan menghasilkan DO di perairan (Wetzel 1975; Goldman & Horne 1983).

(44)

Nilai nitrit dan fosfat pada penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Nilai nitrit pada penelitian-penelitian ini lebih tinggi dari Garno (2005) yaitu 0,001-0,002 mg/l, dan lebih rendah dari Kusdiarti et al. (2008) yaitu 0,13-0,14 mg/l. Sebaliknya pada pengukuran fosfat, nilai fosfat pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan penelitian Garno (2005), yaitu 0,005-0,056 mg/l, dan relatif sama dengan penelitian Kusdiarti et al. (2008), yaitu 0,024-0,038 mg/l. Perbedaan nilai tersebut diduga karena perbedaan musim pada saat penelitian. Kadar nitrit dan fosfat akan menjadi lebih tinggi ketika musim hujan. Hal ini karena, hujan membawa limpasan air yang berasal dari sungai disekitarnya maupun dari Waduk Saguling. Limpasan air yang masuk akan menambah kandungan nitrit dan fosfat yang terdapat di Waduk Cirata.

Perbedaan nitrit dan fosfat pada setiap lokasi penelitian terkait dengan aktivitas masyarakat di sekitar lokasi. Aktivitas masyarakat seperti kegiatan KJA, akan berdampak pada masuknya limbah ke perairan. Komposisi makanan ikan pada kegiatan KJA umumnya tersusun oleh karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, fosfor, sulfur dan mineral. Tidak seluruh makanan yang diberikan habis dimakan oleh ikan budidaya. Sisa-sisa makanan tersebut akan terurai dan memperkaya kadar nitrit dan fosfat di perairan Waduk Cirata (Mardiana 2007; Tjahjo & Purnamaningtyas 2010).

Nitrit merupakan salah satu derivat dari senyawa nitrogen organik yang bersifat toksik terhadap ikan. Kandungan nitrit di perairan berkaitan dengan kandungan amonia. Nitrit terbentuk dari proses nitrifikasi, yaitu oksidasi amonia menjadi nitrit oleh bakteri Nitrosomonas (Wetzel 1975). Sifat toksik dari senyawa nitrit adalah mampu mengoksidasi ion ferrous (Fe2) menjadi ion ferric (Fe3+) di dalam haemoglobin (Hb), dan kemudian mengubah Hb menjadi methaemoglobin (MetHb) di dalam darah (Jensen 1992). Toksisitas akut nitrit dapat menyebabkan kematian, sebaliknya pada tingkatan kronis menyebabkan kerusakan ginjal, mengurangi pertumbuhan, malfungsi otak, serta mereduksi kapasitas pembawa oksigen pada tubuh ikan (Das et al. 2004).

(45)

kelimpahan relatif tertinggi. Wetzel (1975) menyatakan bahwa Chlorophyceae merupakan kelas fitoplankton yang biasanya banyak terdapat di perairan tawar. Berdasarkan hal tersebut diduga bahwa Waduk Cirata saat ini mengalami penyuburan. Henderson-Sellers dan Markland (1987) menyatakan bahwa salah satu ciri terjadinya peningkatan kesuburan perairan adalah terjadinya perubahan jenis fitoplankton yang dominan, yaitu dari Bacillariophyceae menjadi Chlorophyceae dan selanjutnya menjadi Cyanophyceae.

Seluruh genus dari kelas Chlorophyceae dan Dinophyceae dan satu genus dari Kelas Bacillariophyceae merupakan genus yang umum dimanfaatkan oleh spesies ikan di Waduk Cirata. Nurnaningsih et al. (2005), menyatakan bahwa Coelastrum, Stauratsrum, Pediastrum, Cosmarium, Nitzschia, Peridinium dan

Ceratium merupakan genus fitoplankton yang banyak terdapat dalam saluran pencernaan O. niloticus, A. citrinellus dan C. chanos.

Pada analisis zooplankton diketahui bahwa Kelas Monogononta mempunyai kelimpahan tertinggi di Waduk Cirata, dengan Genus Keratella yang cendrung dominan (Tabel 7). Penelitian Lukman et al. (2004) juga menemukan Keratella merupakan salah satu genus dominan di Waduk Cirata. Gilbert (1988) menyatakan bahwa Kelas Monogononta merupakan komponen utama komunitas zooplankton air tawar, terutama ketika pesaing utama seperti Daphnia sangat jarang. Pernyataan ini didukung dari hasil pengamatan yang menemukan Genus Daphnia sangat sedikit di Waduk Cirata.

Keanekaragaman plankton yang ditemukan pada penelitian ini lebih sedikit bila dibandingkan dengan hasil penelitian Jubaedah (2004) sebanyak 61 Genus, Garno (2005) sebanyak 54 Genus dan Endrik (2006) sebanyak 26 genus. Perbedaan hasil yang didapat dikarenakan waktu penelitian yang lebih panjang dan pada tingkat kedalaman yang berbeda-beda. Perbedaan plankton juga terkait dengan penebaran ikan pemakan plankton seperti C. Chanos pada tahun 2009 hingga saat ini, sebagai upaya pengendalian blooming plankton di Waduk Cirata.

(46)

Sumber fosfat di perairan berasal dari sisa pakan yang tidak termakan oleh ikan pada kegiatan KJA. Fosfat akan terhidrolisis menjadi ortofosfat yang akan dimanfaatkan oleh fitoplankton. Ortofosfat merupakan bagian kecil dari fosfat total, yaitu sekitar 5%. Kisaran fosfat yang optimum bagi pertumbuhan fitoplankton adalah 0,09–1,80 mg/l (Wetzel 1975; Goldman & Horne 1983).

Untuk menghitung kemiripan antara lokasi penelitian digunakan perhitungan similaritas Jaccard. Perhitungan similaritas Jaccard menggunakan data ada atau tidak ada suatu spesies pada dua lokasi yang dibandingkan (Magurran 2004). Berdasarkan hasil analisis similaritas diketahui bahwa tidak ada lokasi penelitian yang memiliki kesamaan spesies secara penuh. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa similaritas tertinggi, terdapat pada lokasi 1 dengan lokasi 3 (Tabel 7). Pada lokasi ini ditemukan 12 spesies yang sama (Tabel 3). Hal ini terkait dengan kondisi lokasi 1 dan 3 yang secara umum mendukung kehidupan ikan. Lokasi 1 merupakan lokasi dengan perairan yang tenang, dan terletak jauh dari kegiatan KJA. Beberapa faktor lingkungan pada lokasi ini juga lebih baik dibandingkan lokasi lain seperti turbiditas dan nitrit yang tergolong rendah (Tabel 5). Sementara pada lokasi 3, lokasi ini terletak pada zona riverin-transisi yang menyediakan habitat lebih beragam sehingga keanekaragaman ikan akan lebih tinggi (Oliveira et al. 2004). Selain itu lokasi ini juga mempunyai kelimpahan plankton yang tinggi, sehingga mendukung bagi kehidupan ikan (Tabel 5).

Analisis PCA menunjukkan bahwa pada lokasi yang mempunyai nilai keanekaragaman spesies ikan tertinggi (lokasi 3), parameter turbiditas, nitrit, fosfat, dan kelimpahan plankton berkontribusi positif (Gambar 6). Lokasi 3 merupakan zona riverin-transisi. Pada lokasi ini terdapat aktivitas masyarakat seperti KJA, pemukiman, pertanian, industri, pertambangan pasir dan transportasi perahu mesin. Nilai parameter turbiditas, nitrit, fosfat, dan kelimpahan plankton yang tinggi pada lokasi 3 terkait dengan aktivitas masyarakat yang banyak terdapat disekitarnya.

(47)
(48)

SIMPULAN

Simpulan

(49)

DAFTAR PUSTAKA

[APHA] American Public Health Association. 1989. Standard methods for the examination of water and waste water including bottom sediment and sludges 17th. New York: American Public Health Association Inc.

Amilhat E, Lorenzen K, Morales EJ, Yakupitiyage A, Little DC. 2009. Fisheries production in southeast Asian Farmer Managed Aquatic Systems (FMAS) II, diversity of aquatic resources and management impacts on catch rates. Aquaculture 298: 57–63.

Anggita, A. 2011. Makanan ikan oskar (Amphilophus citrinellus) di Waduk Jatiluhur. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Asyari. 2011. Dampak introduksi dan penebaran ikan terhadap populasi spesies ikan asli di perairan umum daratan. Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III 18 Oktober 2011. Pp 1-13.

Azmir IA, Samat A. 2010. Diversity and distribution of stream fishes of Pulau Langkawi, Malaysia. Sains Malaysiana 39(6): 869–875.

Beamish FWH, Sa-ardrit P, Tongnunui S. 2006. Habitat characteristics of the Cyprinidae in small rivers in central Thailand. Environ Biol Fish 76: 237-253.

Blanchet S, Loot G, Grenouillet G, Brosse S. 2007. Competitive interactions between native and exotic salmonids: a combined field and laboratory demonstration. Ecol Fresh Fish 16: 133–143.

Charo-Karisa H, Rezk MA, Bovenhuis H, Komen H. 2005. Heritability of cold tolerance in nile tilapia, Oreochromis niloticus, juveniles. Aquaculture 249: 115-123.

Crutchfield, JU. 1995. Establishment and expansion of redbelly tilapia and blue tilapia in a power plant cooling reservoir. Am Fish Soc Symp 15: 452–461. Das PCS, Ayyappan S, Jena JK, Das BK. 2004. Acute toxicity of ammonia and its

(50)

Departemen kesehatan RI. 1990. Peraturan Menteri Kesehatan RI No 416/Menkes/Per/IX/1990. Jakarta.

Departemen Lingkungan Hidup RI. 2001. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 82 Tahun 2001. Jakarta.

Endrik. 2006. Distribusi spasial dan temporal struktur komunitas plankton di perairan keramba jaring apung jangari Waduk Cirata. [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Effendi CS. 1989. Komposisi jenis dan distribusi stok ikan di Waduk Saguling, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Garno, YS. 2005. Kajian status kualitas perairan jangari cirata dan kelayakannya

untuk daerah wisata air. J Tek Ling P3TL-BPPT 6(2): 424-431.

Gilbert, JJ. 1988. Suppression of Rotifer populations by Daphnia: review of the evidance, the mechanism, and the effect on zooplankton community structure. Limnol Oceanogr 33: 1286-1303.

Goldman CR, Horne AJ. 1983. Limnology. New York: McGraw-Hill Book Company.

Hedianto DA, Purnamaningtyas SE. 2011a. Perkembangan populasi ikan golsom (Hemichromis elongatus, Guichenot 1861) di Waduk Ir. H. Djuanda. Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober

2011. Pp 1-11.

____________________________. 2011b. Penerapan kurva abc (rasio

kelimpahan/ biomassa) untuk mengevaluasi dampak introduksi terhadap

komunitas ikan di Waduk Ir. H. Djuanda. Prosiding Forum Nasional

Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober 2011. Pp 1-11.

Henderson-Sellers B, Markland HR. 1987. Decaying lakes: the origins and control of cultural eutrophication. New York: John Wiley and Sons Ltd. Jensen, FB. 1992. Influence of haemoglobin conformation, nitrite and eicosanoids

on K+ transport across the carp red blood cell membrane. J Exp Biol 171:

349–371.

Jubaedah, I. 2004. Distribusi makanan Ikan Hampal (Hampala macrolepidota

Gambar

Tabel 1 Komposisi spesies ikan asli di Waduk Saguling, Cirata dan Ir. H. Djuanda
Gambar 4. Peta lokasi penelitian di Waduk Cirata.
Tabel 4 Komposisi dan kelimpahan relatif (KR %) spesies ikan di Waduk Cirata
Gambar 5 Nilai distribusi spesies ikan di Waduk Cirata.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 7 Rata-rata individu dan jumlah spesies serangga polinator yang dikoleksi pada pagi dan sore hari berdasarkan tipe penggunaan lahan: Kebun sawit (KS), kebun

Perubahan pola pertumbuhan dari isometrik menjadi allometrik positif mengindikasikan bahwa ikan oskar telah beradaptasi dengan baik di waduk ini dan memiliki

Marga Syzygium adalah salah satu kelompok tumbuhan yang terdapat di kawasan tersebut, akan tetapi data dan informasi mengenai keanekaragaman spesies dan kondisi

Pada lokasi ini Cyrtodactylus darmandvilley yang ditemukan berjumlah 33, sedangkan jenis lainnya yang ditemukan pada habitat hutan mangrove antar 1-10 individu,

Tiga spesies lebah sosial di dataran rendah tersebut hanya mengunjungi empat dari sembilan spesies tanaman yang diamati dengan kelimpahan rendah (29 individu)

umumnya bukan merupakan inang utama dari spesies ini, namun keberadaan tanaman hutan di suatu habitat dapat berperan sebagai inang alternatif bagi lalat buah di suatu

Spesies serangga pengunjung bunga yang hanya ditemukan pada lahan pertanaman mentimun yang dekat dari habitat alami lebih tinggi dibandingkan dengan lahan pertanaman mentimun

The porpuse of this study was to evaluate Cirata Reservoir water conditions, in terms of water quality, organic sediment and organic materials level based on the application of LCA.. In