• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diversity and Abundance of Insect Pollinators in Different Land Use Types in Jambi, Sumatra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Diversity and Abundance of Insect Pollinators in Different Land Use Types in Jambi, Sumatra"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN SERANGGA

POLINATOR PADA TIPE PENGGUNAAN LAHAN

BERBEDA DI JAMBI, SUMATERA

ELIDA HAFNI SIREGAR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keanekaragaman dan Kelimpahan Serangga Polinator pada Tipe Penggunaan Lahan Berbeda di Jambi, Sumatera adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

Elida Hafni Siregar

(4)

RINGKASAN

ELIDA HAFNI SIREGAR. Keanekaragaman dan Kelimpahan Serangga Polinator pada Tipe Penggunaan Lahan Berbeda di Jambi, Sumatera. Dibimbing oleh TRI ATMOWIDI dan SIH KAHONO.

Indonesia termasuk salah satu negara dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi di dunia. Saat ini, keanekaragaman hayati tumbuhan dan hewan mengalami penurunan akibat meningkatnya penebangan liar dan konversi hutan menjadi lahan pemukiman, pertambangan, pertanian, dan perkebunan. Di Sumatera tengah, termasuk Jambi tingkat deforestasi mencapai 3.2%-5.9% tiap tahunnya. Konversi hutan menjadi lahan pertanian berdampak pada serangga, termasuk serangga polinator. Penelitian ini bertujuan mempelajari keanekaragaman dan kelimpahan serangga polinator pada tipe penggunaan lahan yang berbeda.

Observasi dan koleksi serangga polinator dilakukan dari bulan November hingga Desember 2012 di kecamatan Bejubang, kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi. Pengamatan dilakukan pada tiga tipe penggunaan lahan yaitu kebun sawit, kebun karet, dan hutan-karet. Metode yang digunakan dalam pengamatan serangga polinator ialah scan sampling pada tanaman bawah (understory) pada plot berukuran 50mx70m, yang dilakukan pada pagi (08.00-10.00 WIB) dan sore hari (14.00-16.00 WIB) ketika hari cerah. Serangga polinator dikoleksi dengan menggunakan jaring serangga.

Total serangga polinator yang berhasil dikoleksi sebanyak 1.308 individu yang termasuk kedalam 54 spesies dalam 3 ordo (Hymenoptera, Diptera, dan Lepidoptera). Jumlah spesies dan jumlah individu serangga polinator di kebun sawit (43 spesies, 561 individu) dan kebun karet (40 spesies, 650 individu) lebih tinggi dibandingkan hutan-karet (7 spesies, 97 individu). Lebah Apis dorsata dan

Trigona sp. (=aff. T. planifrons) dominan di kebun sawit. Lebah T. laeviceps dan

Ceratina lieftincki dominan di kebun karet. Lalat Syrphidae sp5. dominan di hutan-karet. Serangga polinator banyak ditemukan pada pagi hari dibandingkan sore hari.

Keanekaragaman dan kemerataan serangga polinator paling tinggi ditemukan pada kebun sawit, diikuti kebun karet, dan hutan-karet. Tingginya kelimpahan bunga tumbuhan bawahdi kebun sawit dan kebun karet menyebabkan kedua tipe penggunaan lahan tersebut menjadi pilihan bagi serangga polinator sebagai lokasi pencarian pakannya. Untuk membangun sarangnya, hutan-karet dan kebun karet menjadi pilihan lebah karena banyak ditemukan pohon yang berukuran besar, serta banyak dahan dan ranting kering. Komunitas serangga polinator yang terdapat di kebun sawit dengan kebun karet memiliki kesamaan yang lebih tinggi dibandingkan antara kebun sawit dengan hutan-karet, atau kebun karet dengan hutan-karet.

(5)

SUMMARY

settlements, mines, agricultures, and plantations. In Central Sumatra including Jambi, annual deforestation rate reaches 3.2%-5.9%. Converting natural landscapes to agricultural land affects insects biodiversity, including insect pollinators. The research aimed to study diversity and abundance of insect pollinators in different land use types, i.e. oil palm plantation, rubber plantation, and jungle-rubber in Jambi, Sumatra.

Observation and collection of insect pollinators were conducted from November until December 2012 at Bejubang, Batanghari regency, Jambi province. Insect observations were conducted in understory plants at three land use types, i.e. oil palm plantation, rubber plantation, and jungle-rubber. Scan sampling method was employed to explore the diversity and abundance of insect pollinators at 08.00-10.00 and 14.00-16.00 in sunny days.

This study consist of found 1308 individuals of insect pollinators, belonging to 54 species,7 families, and 3 orders (Hymenoptera, Diptera, and Lepidoptera). Number of species and individual of insect pollinators found in oil palm plantation (43 species, 561 individuals) and rubber plantation (40 species, 650 individuals) were higher than jungle-rubber (7 species, 97 individiuals). Giant honey bee (Apis dorsata) and stingless bee (Trigona sp. (=aff. T. planifrons)) were abundant in oil palm plantation, while stingless bee (T. laeviceps) and small carpenter bee (Ceratina lieftincki) were abundant in rubber plantation. Whereas, hoverfly (Syrphidae sp5) was abundant in the jungle-rubber. The abundance and species richness of insect pollinators in the morning were higher than in the afternoon.

Diversity and evenness of insect pollinators in oil palm and rubber plantations were higher than jungle-rubber. The abundant of flower of understory plants in oil palm and rubber plantations indicated insect pollinators forage in those locations. Meanwhile, jungle-rubber and rubber plantations were prefered by insect pollinators for nest building, because there were many large trees, branches, and broken twigs. The insect pollinators community in oil palm plantation and rubber plantation were more similar than in oil palm plantation and jungle-rubber, or in rubber plantation and jungle-rubber.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2011

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Biosains Hewan

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN SERANGGA

POLINATOR PADA TIPE PENGGUNAAN LAHAN

BERBEDA DI JAMBI, SUMATERA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(8)
(9)

Judul Tesis : Keanekaragaman dan Kelimpahan Serangga Polinator pada Tipe Penggunaan Lahan Berbeda di Jambi, Sumatera

Nama : Elida Hafni Siregar

NIM : G352110041

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Tri Atmowidi, M.Si. Ketua

Dr. Sih Kahono, M.Sc. Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Biosains Hewan

Dr. RR. Dyah Perwitasari, M.Sc.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga Tesis dengan judul Keanekaragaman dan Kelimpahan Serangga Polinator pada Tipe Penggunaan Lahan Berbeda di Jambi, Sumatera dapat diselesaikan. Penelitian ini berlangsung dari bulan November 2012 sampai Mei 2013. Penelitian ini terlaksana atas bantuan dana dari beasiswa BBPS DIKTI dan

Start-Up Project Colaborative Research Center (CRC) EFForTS kerjasama Indonesia-German. Ketua Jurusan Biologi Universitas Negeri Medan (UNIMED) yang telah memberikan izin tugas belajar.

2. Rektor, Dekan Pascasarjana, dan Ketua Mayor Biosains Hewan (BSH) Institut Pertanian Bogor (IPB) yang telah menerima penulis sebagai mahasiswa.

3. Dr. RR Dyah Perwitasari M.Sc, dan seluruh staf pengajar dan laboran BSH atas semua ilmu, pengalaman, bimbingan, nasehat, dan fasilitas selama menempuh studi.

4. Dr. Hari Sutrisno, Dr. Awit Suwito, Dra. Erniwati, Darmawan, serta seluruh peneliti dan staf Laboratorium Entomologi Divisi Zoologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong atas semua ilmu, fasillitas dan bantuannya dalam proses identifikasi, verifikasi dan foto spesimen.

5. Dr. Purnama Hidayat, M.Sc. selaku penguji luar komisi pada ujian tesis yang telah memberikan saran dalam penyusunan tesis.

6. Andi Darmawan, M.Si dan Yuliadi Zamroni, M.Si atas bantuannya dalam proses analisis data, serta teman-teman BSH angkatan 2011, teman-teman di Zoocorner dan Pondok Nauli atas kebersamaan, dan dukungan persahabatannya selama ini.

Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada orang tua, abang, adik-adik, dan seluruh keluarga atas segala doa, kasih sayang, dan semangat. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya serangga polinator .

Bogor, Maret 2014

(12)

DAFTAR

ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Keadaan Umum Wilayah 2

Interaksi Tumbuhan dan Serangga Polinator 3

Biologi Serangga Polinator 4

METODE 5

Waktu dan Tempat Penelitian 5

Observasi dan Koleksi Serangga polinator 7

Pengukuran Faktor Lingkungan 7

Preservasi dan Identifikasi Spesimen Serangga polinator 8

Analisis Data 8

HASIL 9

Tumbuhan Bawah dan Kondisi Lingkungan di Lokasi Penelitian 9

Keanekaragaman Serangga Polinator 10

PEMBAHASAN 16

SIMPULAN 18

DAFTAR PUSTAKA 18

(13)

DAFTAR TABEL

1 Kondisi penutupan lahan Provinsi Jambi 3

2 Faktor lingkungan yang diukur pada masing-masing tipe penggunaan

lahan 9

3 Jumlah individu serangga polinator di masing-masing lokasi penelitian 11 4 Korelasi Pearson antara faktor lingkungan dengan rata-rata individu dan

jumlah spesies serangga polinator pada pagi dan sore hari 14 5 Matriks kesamaan Bray-Curtis komunitas serangga polinator diantara

tipe penggunaan lahan 15

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian serangga polinator di Provinsi Jambi 6

2 Lokasi pengambilan sampel serangga polinator 7

3 Bunga tumbuhan bawah yang dikunjungi serangga polinator 10 4 Beberapa spesies serangga polinator yang ditemukan di lokasi penelitian 13 5 Rata-rata individu dan jumlah spesies serangga polinator berdasarkan

famili 14

6 Rata-rata individu dan jumlah spesies serangga polinator yang koleksi

pada pagi dan sore hari berdasarkan ordo 14

7 Rata-rata individu dan jumlah spesies serangga polinator yang koleksi pada pagi dan sore hari berdasarkan tipe penggunaan lahan 15 8 Diagram venn yang menunjukkan kesamaan spesies diantara tipe

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia termasuk salah satu negara dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi di dunia. Saat ini, keanekaragaman hayati tumbuhan dan hewan mengalami penurunan (Schulze et al. 2004). Penurunan keanekaragaman hayati ini terjadi akibat meningkatnya penebangan liar dan konversi hutan menjadi lahan pemukiman, pertambangan, pertanian, dan perkebunan. Sodhi et al. (2010) melaporkan luas hutan hujan tropis di Indonesia terus menurun setiap tahunnya sebesar 1.7% dari tahun 1990 hingga 2005.

Kerusakan hutan yang terjadi dapat menyebabkan terganggunya interaksi mutualisme antara tumbuhan dengan serangga. Dari total hewan yang telah punah, sekitar 95% adalah avertebrata dan sebagian besarnya serangga (Myers et al. 2000). Serangga merupakan kelompok hewan yang memiliki jumlah spesies dan individu terbesar. Serangga termasuk hewan kosmopolitan yang menempati berbagai relung dan fungsi ekologi. Fungsi ekologi serangga diantaranya sebagai herbivor, predator, dekomposer, parasitoid, dan polinator. Walaupun serangga memiliki peranan yang sangat penting dalam ekosistem, namun keberadaannya saat ini masih kurang diperhitungkan (Sodhi et al. 2010) dalam konservasi ekosistem.

Bawa (1990) melaporkan lebih dari 90% spesies tumbuhan tropis membutuhkan polinator, dua pertiga diantaranya dilakukan oleh serangga (Schoonhoven et al. 2005). Polinator dibutuhkan karena tumbuhan tersebut tidak mampu melakukan penyerbukan sendiri (self-pollination). Beberapa mekanisme yang menyebabkan tumbuhan harus melakukan penyebukan silang ( cross-pollination), diantaranya adalah herkogamy, dichogamy, dan self-incompatible

(SI) (Faegri dan van der Pijl 1979).

Penyerbukan yang dibantu oleh serangga polinator dapat meningkatkan hasil panen sebesar 41% pada cranberry, 7% pada blueberry, 26% pada tomat, 45% pada strowberry, dan 22%–24% pada kapas (Delaplane dan Mayer 2000). Pada tanaman caisim (Brassica rapa), kunjungan serangga polinator mampu meningkatkan jumlah polong per tanaman, jumlah biji per polong, bobot biji per tanaman, dan meningkatkan jumlah biji yang berkecambah (Atmowidi et al. 2007).

Serangga polinator terdiri atas lebah dan tabuhan (Hymenoptera), kupu-kupu dan ngengat (Lepidoptera), lalat (Diptera), kumbang (Coleoptera), dan thrips (Thysanoptera). Kelompok serangga di atas memiliki kemampuan untuk membawa atau mengumpulkan polen. Setiap kelompok serangga polinator memiliki adaptasi yang berbeda-beda terhadap bunga yang diserbukinya. Adaptasi ini menyebabkan hanya spesies-spesies tertentu saja yang efektif sebagai agen penyerbuk pada bunga tertentu. Diantara kelompok serangga polinator, lebah merupakan serangga polinator yang paling efektif dalam membantu penyerbukan pada tanaman pertanian dan tumbuhan liar (Tylianakis et al. 2007).

(15)

2

(Sinapis arvensis) dan lobak (Raphanus sativus).) pada jarak yang semakin jauh dari habitat alaminya. Delaplane dan Mayer (2000); Michener (2000) melaporkan penurunan koloni lebah madu di berbagai daerah di dunia. Konversi hutan menjadi lahan pertanian, seperti kebun kelapa sawit, kebun karet, dan hutan-karet berdampak terhadap fungsi ekosistem di dalamnya, termasuk serangga polinator.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keanekaragaman dan kelimpahan serangga polinator pada tipe penggunaan lahan yang berbeda, yaitu kebun sawit, kebun karet, dan hutan-karet.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai pangkalan data keanekaragaman serangga polinator yang terdapat di Provinsi Jambi. Data keanekaragaman dan kelimpahan serangga polinator dapat dijadikan sebagai sumber informasi dalam upaya konservasi dan pengelolaan serangga polinator.

TINJAUAN PUSTAKA

Keadaan Umum Wilayah

Provinsi Jambi sebagian besar wilayahnya merupakan dataran rendah terutama di bagian timur dan tengah, termasuk Kabupaten Muaro Jambi, Batanghari, Tanjung Jabung Barat, dan Tanjung Jabung Timur. Penyebaran ketinggian dari permukaan air laut (dpl) Provinsi Jambi sebagian besar (42.76%) pada ketinggian 40-100 meter dpl. Berdasarkan tipe iklim Schmid dan Ferguson, Jambi termasuk dalam tipe iklim A yang dicirikan dengan curah hujan tinggi dan hampir merata sepanjang tahun. Suhu udara rata-rata meningkat mulai dari bulan Maret dan mencapai puncaknya pada bulan Mei setiap tahunnya. Pada bulan September, suhu udara mulai menurun sebagai pertanda datangnya awal musim penghujan (Dinas Kehutanan Provinsi Jambi 2008).

(16)

3 Tabel 1 Kondisi penutupan lahan (Ha) Provinsi Jambi

Tipe penutupan lahan Interpretasi citra satelit

1999/2000 2007

Hutan primer 442.350 150.730,36

Hutan sekunder 644.200 996.633,28

Hutan rawa primer 150.970 122.996,90

Hutan rawa sekunder 251.940 149.442,94

Hutan mangrove sekunder 3.710 3.384,29

Semak belukar 67.960 184.757,07

Belukar rawa 134.970 257.343,93

Rumput 0 661,66

Hutan tanaman 59.830 78.796,89

Perkebunan 272.980 466.308,47

Pertanian lahan kering 71.910 249.928,04

Pertanian lahan kering campuran 1549.110 1.051.893,54

Sawah 1.740 68.170,78

Tanah terbuka 14.920 138.138,09

Pemukiman 17.390 80.854,74

Sumber: Balai Inventarisasi dan Pemetaan Hutan Dinas Kehutanan Provinsi Jambi. 2008.

Interaksi Tumbuhan dan Serangga Polinator

Hubungan mutualisme antara tumbuhan dengan serangga polinator merupakan hasil evolusi yang telah terjadi jutaan tahun silam. Umumnya spesies tumbuhan memiliki bunga berwarna menyolok dan harum untuk menarik serangga polinator, sehingga dapat mengoptimalkan produksi bijinya. Bagi serangga, polen dan nektar yang dimiliki oleh tumbuhan merupakan atraktan utama, sebagai sumber pakan yang sangat penting. Polen menyediakan protein untuk pertumbuhan dan reproduksi, sedangkan nektar sebagai sumber energi karena banyak mengandung gula (10%-70%) (Schoonhoven et al. 2005).

Tidak semua tipe bunga dapat diserbuki oleh satu kelompok polinator. Evolusi yang terjadi pada bunga menyebabkan hanya spesies polinator tertentu yang efektif sebagai agen penyerbuknya. Pada bunga yang penyerbukannya dibantu oleh kumbang (cantharophily), bunga biasanya besar, datar, berbentuk silindris (cylindric) atau seperti mangkuk yang dangkal (shallow bowl); berwarna coklat, coklat lumpur (drab), dan putih (off-white); tidak memiliki nectar guide; memiliki aroma (odour) yang kuat seperti buah atau aminoid; atraktan terbuka dan mudah diakses, dan memiliki organ reproduksi yang terbuka (Faegri dan van der Pijl 1979). Beberapa famili dari Coleoptera yang berperan sebagai polinator ialah Anthicidae, Chrysomelidae, Hydrophilidae (Hydraenidae), Cleridae, Curculionidae, Elateridae, Mordellidae, Nitidulidae, Oedmeridae, Scarabaeidae, dan Scraptiidae (Bernhardt 2000).

(17)

4

imperceptible; nektar terbuka dan mudah diakses, serta memiliki organ reproduksi yang terbuka (Faegri dan van der Pijl 1979). Sekitar 71 famili dari Diptera merupakan lalat pengunjung bunga (Larson et al. 2001) dan yang umum ditemukan sebagai polinator adalah Syrphidae.

Bunga yang penyerbukannya dibantu oleh kupu-kupu (psychopily) dan ngengat (phalaenophily) memiliki beberapa perbedaan. Pada bunga kupu-kupu (butterfly blossoms) dicirikan bunga mekar pada siang hari, dan tidak menutup blossoms) dicirikan oleh bunga yang mekar pada malam hari dan pada siang hari bunga sering kali tertutup; bentuk bunga seperti brush, gullet, dan tube; bunga zigomorfik dan berwarna coklat lumpur dan putih; odour sangat kuat dengan aroma parfum pada malam hari; nektar sangat tersembunyi dalam tube atau spur

yang lebih panjang dan lebih sempit; nektar yang dihasilkan lebih banyak daripada bunga yang penyerbukannya dibantu oleh kupu-kupu dan lebah; nectar guide berdasarkan kontur bunga (Faegri dan van der Pijl 1979).

Bunga yang penyerbukannya dibantu oleh lebah bumblebee dan lebah madu (melittophly) dicirikan dengan bentuk bunga seperti bell beaker, brush, gullet, flag, dan tube; bunga zigomorfik dan berwarna putih, kuning, dan biru; secara mekanis kuat dengan fasilitas landing yang baik; umumnya memiliki nectar guide, posisi nektar tersembunyi tapi tidak terlalu dalam, nektar yang dihasilkan moderate; memiliki aroma yang segar namun tidak kuat; organ reproduksi tersembunyi, jumlah benang sari (stamen) sedikit dan jumlah ovul per ovari banyak (Faegri dan van der Pijl 1979).

Biologi Serangga Polinator

Salah satu faktor keberhasilan serangga polinator sebagai agen penyerbuk pada tumbuhan ditentukan oleh kemampuannya melakukan transfer polen dari satu bunga ke bunga yang lainnya. Untuk itu, serangga membutuhkan organ khusus untuk membawa polen tersebut. Umumnya, polen dibawa oleh rambut-rambut yang terdapat pada permukaan tubuh dan alat mulut yang telah termodifikasi. Pada kumbang, alat mulut yang telah termodifikasi disebut chewing pollen, alat mulut menjilat menghisap (haustelata) pada lalat, probosis yang panjang dan tipis (haustelata) pada kupu-kupu dan ngengat, serta alat mulut kombinasi (mandibulata-haustelata) pada lebah (Faegri dan van der Pijl 1979).

(18)

5 alat mulut panjang (long-tongued bees) terdiri atas famili Megachilidae dan Apidae (Michener 2000). Selain itu, lebah sebagai serangga polinator juga memiliki rambut-rambut (scopa) yang umumnya terdapat pada tungkai belakang.

Scopa berfungsi untuk mengumpulkan dan dan mengoleksi polen (Michener 2000).

Biesmeijer dan Tóth (1998) membedakan empat tipe pencari pakan pada lebah Melipona beecheii, yaitu spesialis polen, spesialis nektar, spesialis polen-nektar, dan mixed forager. Lebah spesialis polen mengoleksi lebih dari 80% polen dalam pencarian pakannya, polen dikoleksi pada pagi hari, dan aktif selama 1-3 jam dalam sehari. Lebah spesialis nektar mengoleksi lebih dari 80% nektar, waktu koleksi antara pukul 05:30 dan 07:30, selesai pukul 12:30 dan 16:20, aktif 4-10 jam per hari. Lebah spesialis polen-nektar mengoleksi polen pada pukul 5:30-9:00, kemudian melanjutkan koleksi nektar hingga pukul 17:00. Lebah mixed forager

tidak pernah mengoleksi satu material lebih dari 80% dalam pencarian pakannya, mengoleksi resin pada pukul 5:30-8:00 dan material lain dikoleksi sebelum dan sesudah waktu tersebut.

Pada lebah, tingkat kehidupan sosialnya lebih tinggi dibandingkan serangga polinator lainnya. Berdasarkan pembagian tugas, lebah dibedakan menjadi lebah soliter dan lebah sosial (euosial). Pada lebah soliter, satu individu membangun sarangnya dan menyediakan makanan untuk keturunannya sendiri (tanpa bantuan individu lain), umumnya akan mati atau meninggalkan sarangnya sebelum keturunannya dewasa. Pada lebah sosial sudah ada pembagian kerja. Pembagian kerja pada lebah sosial terdiri atas ratu (queen) yang bertugas sebagai penghasil telur, pejantan (drone) yang bertugas untuk membuahi ratu, dan pekerja (worker) yang bertugas sebagai pencari pakan dan penjaga sarang (Michener 2000).

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

(19)

6

Gambar 1 Peta lokasi penelitian serangga polinator di Provinsi Jambi: kebun sawit umur 10 tahun (KS1), kebun sawit umur 3 tahun (KS2) kebun karet umur 14 tahun (KK1), kebun karet umur 4 tahun (KK2), dan hutan-karet (HK).

Kebun sawit (Elaeis guineensis) (umur 10 dan 3 tahun) (Gambar 2) terletak pada ketinggian 48 mdpl, pada titik koordinat 1° 47' 14" LS, 103° 16' 15" BT dan. 1° 55' 38" LS, 103° 15' 37" BT. Pengelolaan dan perawatan seperti pemupukan, penyiangan gulma dengan herbisida rutin dilakukan. Lokasi kebun sawit berbatasan langsung dengan hutan-karet.

Kebun karet (Hevea brasiliensis) (umur 14 dan 4 tahun) (Gambar 2) terletak pada ketinggian 76 mdpl, pada titik koordinat 1° 54' 40" LS, 103° 15' 60" BT dan 1° 53' 20" LS, 103° 15' 33" BT. Pengelolaan dan perawatan seperti pemupukan, penyiangan gulma dengan herbisida rutin dilakukan. Di lokasi ini banyak terdapat ranting dan dahan pohon karet yang telah patah dan mati.

(20)

7

Gambar 2 Lokasi pengambilan sampel serangga polinator: kebun sawit umur 3 tahun (a), kebun sawit umur 10 tahun (b), kebun karet umur 4 tahun (c), kebun karet umur 14 tahun (d), dan hutan-karet (e).

Observasi dan Koleksi Serangga polinator

Observasi dan koleksi serangga polinator dilakukan ketika hari cerah, pada pagi (08.00-10.00) dan sore hari (14.00-16.00). Metode yang digunakan adalah scansampling (Ratti dan Garton 1996). Pengamatan serangga polinator dilakukan pada tumbuhan bawah (understory) yang sedang berbunga pada plot berukuran 50mx70m di masing-masing tipe penggunaan lahan. Pada masing-masing lokasi penelitian dilakukan pengamatan selama tiga hari.

Untuk keperluan identifikasi, serangga polinator ditangkap dengan jaring serangga. Serangga polinator yang telah ditangkap kemudian dimasukkan ke dalam botol yang telah berisi etil asetat. Spesimen kemudian dimasukkan ke dalam kertas papilot dan disimpan di dalam kotak plastik untuk identifikasi.

Pengukuran Faktor Lingkungan

(21)

8

Preservasi dan Identifikasi Serangga Polinator

Identifikasi serangga polinator dilakukan di laboratorium Entomologi, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong, Bogor. Sebelum diidentifikasi, spesimen dimasukan ke dalam

freezer selama satu minggu terlebih dahulu untuk mematikan mikroorganisme yang kemungkinan masih hidup dan menempel pada spesimen. Kemudian dilakukan proses pinning dan labeling, selanjutnya spesimen dimasukkan ke dalam oven selama satu minggu untuk mematikan mikroorganisme yang kemungkinan masih hidup setelah di-freezer. Spesimen yang telah selesai diproses kemudian dimasukan ke dalam ruang koleksi untuk diidentifikasi. Identifikasi dilakukan berdasarkan van der Vecht (1952), Tsukada (1991), Sakagami et al.

(1990), Otsuka (1991), McAlpin (1993), dan Michener (2000). Spesimen yang telah diidentifikasi kemudian diverifikasi dengan spesimen koleksi yang terdapat di Museum Serangga LIPI Cibinong. Voucher spesimen serangga polinator sebagian disimpan di Museum Serangga LIPI Cibinong dan Laboratorium Biologi, Universitas Negeri Medan (UNIMED).

Analisis Data

Serangga polinator yang ditemukan dicatat jumlah spesies (S) dan jumlah individunya (N). Jumlah individu serangga polinator pada masing-masing tipe penggunaan lahan dihitung nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, kemerataan Pielou‟s Evenness (Magguran 1987), dan kesamaan Bray-Curtis (Bray dan Curtis 1957) dengan persamaan:

J‟ : indeks kemerataan Pielou‟s Evenness BCji : indeks kesamaan Bray-Curtis

pi : ni/N

ni : jumlah individu ke-i N : jumlah total individu S : jumlah spesies

Cij : jumlah dari nilai yang lebih rendah untuk spesies-spesies yang sama yang ditemukan di kedua lokasi

(22)

9 Perhitungan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, nilai kemerataan

Pielou‟s Evenness, dan kesamaan Bray-Curtis menggunakan perangkat lunak

Primer (Plymouth Routines In Multivariate Ecological Research) 5 for Windows version 5.1.2. Hubungan antara faktor lingkungan dengan keanekaragaman serangga polinator dianalisis dengan korelasi Pearson menggunakan perangkat lunak R version 2.11.0.

HASIL

Tumbuhan Bawah dan Kondisi Lingkungan di Lokasi Penelitian

Di kebun sawit, tumbuhan bawah yang berbunga dan dikunjungi oleh serangga polinator yaitu Ageratum conyzoides, Melastoma malabatrichum, Oxalis barrelieri, Borreria laevis, Asystasia gangatica, dan Stachytarpetha indica

(Gambar 3). Di lokasi ini juga ditemukan sarang Trigona terminata pada batang pohon di pinggiran kebun sawit yang berbatasan langsung dengan hutan-karet. Di kebun karet, tumbuhan bawah yang ditemukan adalah O.Barrelieri, A. gangatica, S. indica, Clibadium surinamensis, dan M. malabatrichum (Gambar 3). Di hutan-karet, tumbuhan bawah yang berbunga dan dikunjungi oleh serangga polinator adalah famili Piperaceae dan Rubiaceae (Gambar 3). Selain itu, di lokasi ini juga ditemukan sarang T. apicalis pada pohon karet.

Rata-rata terendah dan tertinggi suhu udara, kelembaban relatif, intensitas cahaya, dan kecepatan angin di lokasi penelitian selama observasi serangga polinator dilakukan adalah 24.70±1.09 oC dan 33.00±4.43 oC, 48.10±11.30 % dan 71.00±3.31 %, 31.7±9.09 lux dan 97.00±48.30 lux, dan 0.10±0.01 ms-1 dan 1.60±1.28 ms-1 (Tabel 2).

Tabel 2 Faktor lingkungan yang diukur pada masing-masing tipe penggunaan lahan (rata-rata ± SD)

Lingku- Ngan

Kebun Sawit Kebun Karet Hutan-karet

Pagi Sore Pagi Sore Pagi Sore

T (oC) 29.90±4.86 33.00±4.43 28.30±3.09 29.50±8.98 24.70±1.09 27.50±0.30 Rh (%) 56.30±15.20 48.10±11.30 60.70±7.04 53.10±16.40 71.00±3.31 61.30±2.58

L (Lux) 97.00±48.30 78.90±65.90 59.00±37.30 48.30±26.40 31.70±9.09 8.90±7.48

(23)

10

Gambar 3 Bunga tumbuhan bawah yang dikunjungi serangga polinator di lokasi pengamatan: B. laevis (a), A. conyzoides (b), C. surinamensis (c), M. malabatrichum (d), B. laevis (e), S. indica (f), Piperaceae (g),

Rubiaceae (h), dan A. gangatica (i).

Keanekaragaman Serangga Polinator

(24)

11 Tabel 3 Jumlah individu serangga polinator di masing-masing lokasi penelitian

(25)

12 Keterangan: kebun sawit (KS), kebun karet (KK), dan hutan-karet (HK).

Apidae merupakan famili serangga polinator yang paling dominan, baik jumlah spesies maupun rata-rata individu yang ditemukan di lokasi penelitian (Gambar 5). Genus yang paling dominan adalah Ceratina (10 spesies) dan

(26)

13

Gambar 4 Beberapa spesies serangga polinator yang ditemukan di lokasi penelitian: Eristalis arvorum (a), Oideopsis aegrota (b), Syrphidae sp5. (c), J. orithya (d), Amata sp. (e), Amegilla sp. (f), Lithurge sp. (g), A. dorsata (h), Nomia sp. (i), Thrincostoma sp. (j), Lasioglossum

(27)

14

Gambar 5 Rata-rata individu dan jumlah spesies serangga polinator berdasarkan famili: Apidae (A), Megachilidae dan Halictidae (MH), Syrphidae (S), dan Nymphalidae, Lycaenidae dan Arctiidae (NLA).

Gambar 6 Rata-rata individu dan jumlah spesies serangga polinator yang dikoleksi pada pagi dan sore hari pada tiap kelompok serangga polinator: Hymeniptera (H), Diptera (D), dan Lepidoptera (L). Suhu udara, intensitas cahaya dan kecepatan angin berkorelasi positif terhadap keberadaan serangga polinator pada pagi dan sore hari, sedangkan kelembaban berkorelasi negatif (Tabel 4).

Tabel 4 Korelasi Pearson antara faktor lingkungan dengan rata-rata individu dan jumlah spesies serangga polinator pada pagi dan sore hari.

Lingkungan Pagi Sore

N P S P N P S P

Suhu udara (0C) 0.494 <0.001 0.583 <0.001 0.460 <0.001 0.558 <0.001

Kelembaban (%) -0.420 0.001 -0.490 <0.001 -0.366 0.004 -0.479 <0.001

Cahaya (Lux) 0.499 <0.001 0.475 <0.001 0.545 <0.001 0.639 <0.001

Kec. Angin (m s-1) 0.300 0.002 0.383 0.003 0.434 0.001 0.395 0.002

(28)

15

Serangga polinator yang melakukan pencarian pakan di kebun sawit dan kebun karet lebih banyak ditemukan pada pagi hari. Di hutan-karet, rata-rata individu serangga polinator lebih banyak ditemukan pada pagi hari, namun jumlah spesies lebih banyak pada sore hari (Gambar 7).

Gambar 7 Rata-rata individu dan jumlah spesies serangga polinator yang dikoleksi pada pagi dan sore hari berdasarkan tipe penggunaan lahan: Kebun sawit (KS), kebun karet (KK), dan hutan-karet (HK).

Indeks keanekaragaman dan kemerataan spesies serangga polinator tertinggi diperoleh di kebun sawit (H‟=3.00, J‟=0.80), diikuti kebun karet (H‟=2.85,

J‟=0.77), dan hutan-karet (H‟=0.88, J‟=0.45) (Tabel 3). Berdasarkan indeks kesamaan Bray-Curtis, komunitas serangga polinator di kebun sawit dengan kebun karet memiliki kesamaan yang lebih tinggi (57%) dibandingkan antara kebun sawit dengan karet (13%), atau antara kebun karet dengan hutan-karet (10%) (Tabel 5). Ditemukan 3 spesies serangga polinator yang sama di semua lokasi pengamatan, yaitu lebah Lasioglossum sp2, lalat Syrphidae sp6, dan kupu-kupu L. boeticus. Selanjutnya, diantara kebun sawit dan kebun karet ditemukan 28 spesies yang sama dan diantara kebun sawit dan hutan-karet ditemukan 2 spesies yang sama (Gambar 8).

Tabel 5 Matriks kesamaan Bray-Curtis komunitas serangga polinator diantara tipe penggunaan lahan

Kebun sawit Kebun karet Hutan-karet

Kebun sawit

Kebun karet 56.532

(29)

16

Gambar 8 Diagram venn yang menunjukkan kesamaan spesies diantara tipe penggunaan lahan.

PEMBAHASAN

Serangga polinator yang ditemukan pada penelitian ini terdiri atas tiga ordo dan tujuh famili. Ketiga ordo dan tujuh famili tersebut adalah Hymenoptera (Famili Apidae, Megachilidae, dan Halictidae), Diptera (Famili Syrphidae), dan Lepidoptera (Famili Nymphalidae, Lycaenidae, dan Arctiidae). Dari tujuh famili tersebut, Apidae ditemukan dengan jumlah spesies dan individu terbanyak. Hasil ini mendukung laporan Inoue et al. (1990) yang menemukan sekitar 74% serangga pengunjung bunga di Sumatera merupakan lebah Apidae. Lebah Apidae ditemukan sangat dominan di kebun sawit dan kebun karet. Namun hasil yang berbeda dilaporkan oleh Liow et al. (2001) yang menemukan Halictidae sebagai kelompok lebah yang dominan di perkebunan sawit di Johor, Malaysia.

Genus Ceratina dan Trigona ditemukan dominan di lokasi penelitian.

Ceratina paling banyak ditemukan di kebun karet dan spesies yang paling dominan adalah C. lieftincki. Kelimpahan Ceratina yang tinggi di kebun karet berkaitan erat dengan banyaknya tumbuhan bawah yang sedang berbunga dan banyaknya ranting pohon yang patah. Dahan dan ranting pohon yang patah digunakan oleh Ceratina untuk membangun sarangnya. Seperti yang dilaporkan oleh Rehan dan Richards (2010), Ceratina membuat sarangnya pada bagian empulur ranting kayu yang telah patah dan mati. Selain C. lieftincki, spesies yang dominan ditemukan di kebun karet adalah T. laeviceps.

(30)

17 hutan-karet dijadikan sebagai lokasi untuk bersarang dan kebun sawit sebagai salah satu lokasi pencarian pakannya. Selain Trigona sp. (aff=T. planifrons), A. dorsata merupakan serangga polinator yang dominan di kebun sawit. Lebah A. dorsata aktif mengunjungi bunga untuk mengambil nektar dan polen. Spesies ini dilaporkan sebagai serangga polinator utama pada hutan dataran rendah Dipterocarpaceae di Sarawak (Momose et al. 1998).

Di hutan-karet, spesies yang paling dominan adalah lalat Syrphidae sp5 yang hanya mengunjungi bunga tumbuhan bawah dari spesies Piperaceae. Bunga spesies Piperaceae tersebut hanya dikunjungi oleh lalat. Diduga lalat Syrphidae merupakan penyerbuk utama pada tumbuhan tersebut. Lalat Syrphidae dilaporkan oleh de Figueiredo dan Sazima (2007) sebagai agen penyerbuk pada dua spesies Peperomia (Piperaceae) yang bersifat self-incompatible. Berbeda dengan lebah, lalat Syrphidae diduga lebih mampu beradaptasi pada lingkungan yang lebih lembab dan tertutup oleh kanopi, sehingga kelimpahannya lebih tinggi di hutan-karet dibandingkan pada dua tipe penggunaan lahan lainnya.

Waktu pencarian pakan pada serangga polinator bervariasi. Albrecht et al. (2012), melaporkan lebah soliter dan lalat Syrphidae umumnya mencari pakan pada pagi hari, tetapi lebah sosial pada sore hari. Pada penelitian ini, kelimpahan dan kekayaan spesies serangga polinator lebih banyak ditemukan pada pagi hari, baik lebah sosial, lebah soliter, maupun lalat Syrphidae. Tingginya kelimpahan serangga polinator pada pagi hari berkaitan dengan ketersediaan nektar dan polen yang dihasilkan oleh bunga. Abrol (2005) melaporkan konsentrasi gula nektar mengalami perubahan dari pagi hingga sore. Perubahan konsentrasi gula pada nektar diantaranya disebabkan oleh aktivitas nektaris (sekresi atau reabsorpsi), kelembaban udara (penguapan dan kondensasi), dan diambil oleh pengunjung bunga. Selain itu, jumlah polen juga lebih banyak pada pagi hari, dan jumlahnya terus berkurang karena terbawa angin atau diambil oleh serangga polinator (Kajobe dan Echazarreta 2005).

Spesies yang dominan pada penelitian ini, yaitu A. dorsata, paling banyak ditemukan pada pukul 08:30-09:00, T. laeviceps pada pukul 09:00-10:00 dan 14:30-15:30, dan Syrphidae sp5 pada pukul 09:30-10:00 dan 14:00-15:00. Pada penelitian sebelumnya, Ahmed dan Rehman (2002) melaporkan puncak kunjungan A. dorsata terjadi pada pukul 11:00-12:00, T. laeviceps pada pukul 11:00 dengan rata-rata individu 44.4 individu/5 menit (Managanvi et al. 2012), serta Syrphinae dan Eristalinae (Syrphidae) pada pukul 12:00-14:00 (Ali et al. 2011).

(31)

18

Johor, Malaysia. Kondisi ini menunjukkan bahwa kebun sawit dan kebun karet merupakan habitat yang sesuai sebagai lokasi pencarian pakan serangga polinator. Berbeda dengan kebun sawit dan kebun karet, rendahnya keanekaragaman serangga polinator di hutan-karet diduga karena adanya tutupan kanopi yang menyebabkan hutan-karet menjadi lebih lembab dan kelimpahan bunga tumbuhan bawah yang rendah. Lokasi ini diduga digunakan sebagai tempat bersarang bagi serangga polinator, khususnya lebah karena banyak terdapat pohon-pohon yang besar (diameter batang lebih dari 20cm). Di lokasi ini ditemukan sarang T. apicalis. Untuk memenuhi kebutuhan pakannya, lebah melakukan pencarian pakan ke area yang lebih terbuka dan memiliki kelimpahan bunga yang lebih tinggi. Seperti yang dilaporkan oleh Otero dan Sandino (2006), kelimpahan lebah ditemukan lebih tinggi pada habitat pertanian yang terbuka daripada di hutan.

SIMPULAN

Total serangga polinator yang ditemukan sebanyak 1308 individu terdiri atas 54 spesies, 7 famili, yang termasuk kedalam 3 ordo, yaitu Hymenoptera (Apidae, Megachilidae, dan Halictidae), Diptera (Syrphidae), dan Lepidoptera (Nymphalidae, Lycaenidae, dan Arctiidae). Genus yang ditemukan paling dominan di lokasi pengamatan adalah Ceratina dan Trigona. Spesies yang dominan di kebun sawit adalah lebah A. dorsata dan Trigona sp. (=aff. T. planifrons), di kebun karet yaitu lebah T. laeviceps dan C. lieftincki, dan di hutan-karet ialah lalat Syrphidae sp5.

Keanekaragaman dan kemerataan serangga polinator paling tinggi ditemukan di kebun sawit, kemudian diikuti kebun karet dan hutan-karet. Tingginya kelimpahan bunga tumbuhan bawah di kebun sawit dan kebun karet mengindikasikan kedua tipe penggunaan lahan tersebut sesuai sebagai lokasi pencarian pakan serangga polinator. Banyaknya ranting pohon yang kering di kebun karet dan batang pohon yang besar hutan-karet mengindikasikan lokasi tersebut sesuai bagi serangga polinator untuk membangun sarangnya. Komunitas serangga polinator yang terdapat di kebun sawit dengan di kebun karet memiliki kesamaan yang lebih tinggi dibandingkan kebun sawit dengan hutan-karet atau kebun karet dengan hutan-karet.

DAFTAR PUSTAKA

Abrol DP. 2005. Pollination energetics. J Asia-Pacific Entomol. 8: 3-14.

Achard F, Eva HD, Stibig HJ, Mayaux P, Gallego J, Richards T, Malingreau JP.

2002. Determination of deforestation rates of the world‟s humid tropical

forest. Science 297: 999-1002.

Ahmed B, Rehman A. 2002. Population dynamics of insect foragers and their effect on seed yield of rape seed (Brassica campestris L. var. toria). Indian Bee J. 64: 1-5.

(32)

19 Ali M, Saeed S, Sajjad A, Whittington A. 2011. In search of the best pollinators for canola (Brassica napus L.) production in Pakistan. Appl Entomol Zool.

46: 353-361.

Atmowidi T, Buchori D, Manuwoto S, Suryobroto B, Hidayat P. 2007. Diversity of pollinator in relation to seed set of mustard (Brassica rapa L.: Cruciferae).

Hayati J Biosci. 14(4): 155-161.

Balai Inventarisasi dan Pemetaan Hutan Dinas Kehutanan Provinsi Jambi. 2008. Luas Kawasan dan Penutupan Lahan Dirinci Tiap Kabupaten di Wilayah Provinsi Jambi (UPTD-BIPHUT) Provinsi Jambi.

Bawa KS. 1990. Plant-pollinator interactions in tropical forest. Annu Rev Ecol Syst. 2: 399-422.

Bernhardt P. 2000. Convergent evolution and adaptive radiation of beetle-pollinated angiosperms. Plant Syst Evol. 222: 293-320.

Biesmeijer JC, Tóth E. 1998. Individual foraging activity level and longevity in the stingless bee Melipona beecheii in Costa Rica (Hymenoptera, Apidae, Meliponinae). Insectes Soc. 45: 427-443.

Bray JR, Curtis JT. 1957. An ordination of the upland forest communities of Southern Wisconsin. Ecol Monogr. 27: 325-349.

De Figueiredo RA, Sazima M. 2007. Phenology and pollination biology of eight Peperomia species (Piperaceae) in semideciduous forest in southeastern Brazil. Plant Biol. 9(1): 136-141. [diakses 2013 Agst 20]. Tersedia pada http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1055/s-2006-924543/abstract.

Delaplane KS, Mayer DF. 2000. Crop Pollination by Bees. New York (US): CABI Publishing.

Dinas Kehutanan Provinsi Jambi. 2008. Rancang Bangun Kesatuan Pengelolaaan Hutan Produksi (RB-KPHP) Provinsi Jambi.

Dinas Perkebunan Provinsi Jambi. 2008. Laporan Tahunan Dinas Perkebunan Provinsi Jambi.

Faegri K, van der Pijl L. 1979.Principles of Pollination Ecology. Oxford (UK): Pergamon.

Inoue T, Salmah S, Sakagami SF, Yamane S, Kato M. 1990. An analysis of anthophilous insects in Central Sumatra. Di dalam: SF Sakagami, R Ohgushi, DW Roubik, Editor. Natural History of Social Wasps and Bees in Equatorial Sumatra. Sapporo (JP): Hokkaido Univ Pr.

Kajobe R, Echazarreta CM. 2005. Temporal resource partitioning and climatological influences on colony flight and foraging of stingless bees (Apidae: Meliponini) in Uganda tropical forest. Afr J Ecol. 43: 267-275. Larson BMH, Kevan PG, Inouye DW. 2001. Flies and flowers: I. The taxonomic

diversity of anthophiles and pollinators. Can Entomol. 133: 439-465.

Liow LH, Sodhi NS, Elmqvist T. 2001. Bee diversity along a disturbance gradient in tropical lowland forests of south-east Asia. J Appl Ecol. 38: 180-192. Managanvi K, Khan MS, Srivastava P. 2012. Foraging activity of stingless bee

(Trigona laeviceps). Res J Agric Sci. [diakses 2013 Okt 28]. Tersedia pada http://www.rjas.info/papers/foraging-activity-of-stingless-bee-trigona-laeviceps.

(33)

20

McAlpine JF. 1993. Manual of Neartic Diptera Vol 2. Canada (CA): Canada Communication Group.

Michener CD. 2000. The Bees of the World. Baltimore (CA): Johns Hopkins Univ Pr.

Momose K, Yumoto T, Nagamitsu T, Kato M, Nagamasu H, Sakai S, Harrison RD, Itioka T, Hamid AA, Inoue T. 1998. Pollination biology in a lowland dipterocarp forest in Sarawak, Malaysia. I. Characteristics of the plant-pollinator community in a lowland dipterocarp forest. Am J Bot. 85: 1477-1501.

Myers N, Mittermeier RA, Mittermeier CG, da Fonseca GAB, Kent J. 2000. Biodiversity hotspots for conservation priorities. Nature 403: 853-858. Otero JT, Sandino JC. 2006. Capture rates of male Euglossine bees across a

human intervention gradient, Chocó region, Colombia. Biotropica 35: 520– 529.

Otsuka K. 1991. Butterflies of Borneo Vol. 2: Lycaenidae, Hesperiidae. Japan (JP): Tobishima.

Ratti JT, Garton EO. 1996. Research experimental design. Di dalam TA Bookhout, Editor. Research and Management Techniques for Wildlife and Habitats. Ed ke-5 (Revised). Kansas (US): Wildlife Society.

Rehan SM, Richards MH. 2010. Nesting biology and subsociality in Ceratina calcarata (Hymenoptera: Apidae). Can Entomol. 142: 65–74.

Sakagami SF, Inoue T, Salmah S. 1990. Stingless bees of Central Sumatra. Di dalam: SF Sakagami, R Ohgushi, DW Roubik, Editor. Natural History of Social Wasps and Bees in Equatorial Sumatra. Sapporo (JP): Hokkaido Univ. Pr.

Schoonhoven LM, van Loon JJA, Dicke M. 2005. Insect-Plant Biology. Second edition. New York (US): Oxford Univ Pr.

Scriven LA, Sweet MJ, Port GR. 2013. Flower density is more important than habitat type for increasing flower visiting insect diversity. Int J Ecol. 12 hlm.

Schulze CH, Walter M, Kessler PJA, Pitopang R, Shahabuddin, Veddeler D, Muhlenberg M, Gradstein SR, Leuschner C, Steffan-Dewenter I, Tscharntke T. 2004. Biodiversity indicator groups of tropical land-use systems: Comparing plants, birds, and insects. Ecol Appl. 14: 1321-1333.

Sodhi NS, Posa MRC, Lee TM, Bickford D, Koh LP, Brook BW. 2010. The state and conservation of Southeast Asian biodiversity. Biodiver Conser. 19: 317–328.

Steffan-Dewenter I, Tscharntke T. 1999. Effects of habitat isolation on pollinators communities and seed set. Oecologia 121: 432-440.

Tsukada E. 1991. Butterflies of The South East Asian Island Part 5: Nymphalidae.

Japan (JP): Azumino Butterflie‟s Research Institute.

Tylianakis JM, Tscharntke T, Lewis OT. 2007. Habitat modification alters the structure of tropical host–parasitoid food webs. Nature 445: 202-205. Van der Vecht J. 1952. A Preliminary Revision of The Oriental Species of The

(34)

21

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Tiram, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 08 Maret 1980 dari pasangan Bapak Muhammad Thaib Siregar dan Ibu Rosmala Dewi Harahap. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara.

Penulis lulus dari SMU Negeri 1 Talawi pada tahun 1998. Penulis menempuh pendidikan sarjana di Jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Negeri Medan (UNIMED) dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2003-2004 penulis bekerja di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Yayasan Pendidikan Mulia dan Yayasan Shafiyyatul „Amaliah Medan. Pada tahun 2004-2008 penulis bekerja di Sekolah Dasar (SD) Al-Azhar Medan. Pada tahun 2008 penulis diterima sebagai pegawai negeri sipil di FMIPA UNIMED. Pada tahun 2011 penulis melanjutkan studi strata 2 (S2) di Mayor Biosains Hewan, Departemen Biologi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Selama menempuh Program Pascasarjana, penulis mendapatkan beasiswa dari BPPS DIKTI.

Publikasi ilmiah penulis dengan judul “Diversity and Abundance of Insect Pollinators in Different Agricultural Lands in Jambi, Sumatera” sedang diajukan ke

Gambar

Tabel 1 Kondisi penutupan lahan (Ha) Provinsi Jambi
Gambar 2 Lokasi pengambilan sampel serangga polinator: kebun sawit umur 3
Gambar 3  Bunga tumbuhan bawah yang dikunjungi serangga polinator di lokasi
Tabel 3 Jumlah individu serangga polinator di masing-masing lokasi penelitian
+4

Referensi

Dokumen terkait

Apakah terdapat perbedaan kualitas pelaporan keuangan meliputi ketelitian, ketepatan, dan kecepatan dengan menggunakan Sistem Informasi Manajemen Daerah secara

Permasalahan hukum dalam pengembangan proyek properti.. Penyelesaian sengketa dalam pengembangan

Lingkup Pekerjaan : Menyelenggarakan sistem PDE Kepabeanan Impor, BC 2.3 Impor, Ekspor dan Manifes dalam rangka penyelesaian formalitas pabean atas Pemberitahuan Pabean

Hal ini dibuktikan dari jumlah 40 siswa yang memiliki kemampuan koordinasi mata dan kaki sedang berjumlah 18 siswa dari status ekonomi keluarga sedang dan 2 siswa dari

Hasil analisis tujuan pertama diketahui bahwa Kabupaten Rote Ndao memiliki 5 Sektor Andalan Kabupaten Rote Ndao yaitu:Pertanian (Padi, Jagung, Sorghum, Kacang

Hampir semua search engine memiliki berbagai fitur untuk membantu netter dalam melakukan pencarian secara lebih fokus, karena sering kali walaupun telah menggunakan berbagai

• Pelayanan persampahan saat ini baru wilayah kecamatan sijunjung dan tingkat pelayanan untuk permukiman saat ini sangat kecil sekali yang baru mencapai. 2,64%dari

Hasil yang diperoleh bahwa; (1) kategori prestasi belajar tinggi, sudah menguasai tiga indikator kemampuan komunikasi matematis yaitu mengekspresikan