• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK - Kumpulan Abstrak Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "I. FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK - Kumpulan Abstrak Tahun 2013"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGEMBANGAN MESIN REFRIGERASI EVAPORATOR GANDA UNTUK PENGAWETAN IKAN SEGAR DI MOBIL PENGANGKUT IKAN DAN KAPAL

PENANGKAP IKAN TRADISIONAL

Matheus M. Dwinanto1, Hari Rarindo2, Verdy A. Koehuan3 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknik

Hasil perikanan laut mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan perekonomian nasional terutama dalam meningkatkan perluasan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan, dan peningkatan taraf hidup nelayan dan pihak-pihak pelaku usaha di bidang perikanan. Untuk mewujudkan peranan tersebut, hasil perikanan harus dapat mengikuti persyaratan yang dapat menjamin mutu dan keamanan yang diinginkan oleh konsumen. Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu produk perikanan adalah jarak ke pelabuhan (atau tempat pendaratan ikan). Persoalan jarak ini menjadi lebih nyata pada wilayah-wilayah tropis (seperti di laut Sawu, wilayah laut di Nusa Tenggara Timur) dibanding pada iklim yang lebih dingin. Suhu udara yang lebih panas meningkatkan tingkat penurunan kualitas, khususnya apabila hasil tangkapan ditumpuk di atas geladak dengan sedikit atau tanpa es untuk menjaganya tetap dingin. Sengatan sinar matahari dengan cepat menjadikan ikan terlalu panas dan mempercepat penurunan mutu ikan pasca penangkapan. Penanganan pasca penangkapan ikan, dan pengangkutan ikan memegang peranan penting dan merupakan bagian yang tak terpisahkan untuk memperoleh nilai jual ikan yang maksimal dalam proses pemasaran. Pengembangan mesin pendingin evaporator ganda ini dilakukan agar pasca penangkapan dan setelah ikan segar disortasi, ikan tersebut dimasukkan ke dalam kedua kotak pendingin dan pembeku berdasarkan ukurannya (ikan berukuran besar dan ikan berukuran kecil) sehingga memudahkan dalam distribusi dan pemasaran. Keberhasilan yang diharapkan akan diperoleh dari penelitian ini adalah koefisien prestasi (COP) yang tinggi dari mesin pendingin, dan mutu ikan yang mampu dipertahankan untuk tetap memiliki nilai jual yang tinggi. Hasil penelitian ini adalah rancangbangun mesin refrigerasi evaporator ganda ini dapat diterapkan pada kapal penangkap ikan tradisional bertonase 5 GT yang biasa digunakan oleh para nelayan untuk menangkap ikan selama 2 – 3 hari. Mesin refrigerasi evaporator ini dapat mendinginkan ruangan di dalam kotak pendingin hingga mencapai –28oC, dan dengan suhu ruangan –28oC ikan-ikan segar dapat didinginkan dan dibekukan. Mesin refrigerasi ini mampu mempertahankan dan menjaga mutu ikan sehingga tetap aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat.

(2)

2

MODEL PENGEMBANGAN KAWASAN PARIWISATA DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA PESISIR KOTA KUPANG YANG BERKELANJUTAN DENGAN

SISTEM DINAMIS

Ruslan Ramang1 dan Jauhari Effendi2 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknik Email: ruslan.ramang@gmail.comdanjafe64@yahoo.co.id

Keterkaitan konsep ruang dan waktu merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dalam kehidupan umat manusia, khususnya pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir membutuhkan pengaturan ruang dan waktu yang terintegrasi. Kenyataan ini telah menuntut paraperencana dan pengelola wilayah pesisir agar mampu menjawab berbagai pertanyaan yang bersifat epistemologis. Demikianhalnya Kota Kupang mempunyai keterkaitan konsepruang dan waktu sangat esensial dalam pengelolaan wilayah pesisir, dan perlu diperlakukan secara eksplisit dalam setiap perencanaan dan pengelolaan, yang diarahkan keperbaikan dan penyempurnaan kehidupan manusia. Konsep ruang dan waktu ini sangat relevan untuk mengkaji berbagai isu yang mencuat kepermukaan, khususnya mengenai isu-isu keruangan di wilayah pesisir Teluk Kupang.

Kawasan di pesisir pantai kota Kupang yang terbentang sepanjang ±15 km merupakan salah satukawasan yang saat ini mulai dikembangkan oleh pemerintah kota menjadi kawasan pariwisata yang sampai saat ini belum dikelola secara optimal. Ada indikasi perubahan fungsi kawasan yang dimanfaatkan secara konvensional dan tidak terintegrasi, sehingga menimbulkan degradasi pada kawasan itu. Untuk menjamin fungsi ruang sesuai dengan peruntukkannya, maka diperlukan suatu konsep desain system penataan ruang serta pengelolaan dan pengusahaan yang tepat guna pada zona pemanfaatan, sehingga dapat bermanfaat secara optimal.

Tujuan penelitian ini adalah: (1) melakukan pemetaan fungsi ruang kawasan pesisir dengan menggunakan pendekatan aspeksektoral dan aspekspasial; (2) mendesain suatu system dan pemodelan pengembangan kawasan pesisir terhadap pemanfaatan sumber daya, sehingga secara simultan dapat diketahui tingkat pemanfaatan saat ini dan masa mendatang; (3) menyusun dokumen perencanaan pengembangan kawasan pantai/pesisir Kota Kupang yang memungkinkan untuk dapat mengatur berbagai opsi antara tujuan optimasi pemanfaatan ruang dengan berbagai perubahan variable secara berkelanjutan.

Lokasi penelitian dilakukan di Kota Kupang khususnya di Bagian Wilayah Kota II (BWK II) yang secara geografis sebelah utara berbatasan denganTeluk Kupang, sebelah selatan dengan BWK V, sebelah barat dengan BWK I dan sebelah timur dengan BWK III. Secara administrasi BWK II terdiridari 7 (tujuh) kelurahan yakni Kelurahan Kelapa Lima, Kelurahan Oesapa Barat, Kelurahan Tuak Daun Merah, Kelurahan Fatululi, Kelurahan Kayu Putih, Kelurahan Nefonaek dan Kelurahan Pasir Panjang.

Perda No. 12 tahun 2011 arah pengembangan Kota Kupang akan menuju Kota Kupang Kota Tepi Pantai (waterfront city) dalam pengembangan wilayahnya kondisi ini menyebabkan pola pemanfaatan lahan Kota Kupang akan dimanfaatkan untuk menunjang konsep Kota Kupang tersebut tidak terkecuali wilayah BWK II menjadi salah satu dampak dari konsep kota tersebut. Berdasarkan peta BWK II Kota Kupang luas Wilayah BWK II secara keseluruhan berkisar 12,46 km2yang diperuntukan bagizona pemerintahan, pendidikan, perdagangan, pariwisata dan jasa.

(3)

3

pemakaman dan RTH. Sedangkan menurut konsep penataan ruang yang tertuang dalam UU No. 26 tahun 2007. Pemerintah menetapkan bahwa Ruang Terbuka harus mencapai 40% yang terdiri dari 20% untuk jaringan jalan dan 20% untuk ruang terbuka non jalan seperti taman-taman (12,5%) dan sarana public lainnya seperti sarana olah raga, dll harus sebesar 7,5%. Selain itu untuk daerah/ruang terbangun harus menyiapkan RTH sebesar 10%.Jadi total RTH yang harus disiapkan oleh pemerintah untuk public harus sebesar Minimal 30%. Kota Kupang dalam pemanfaatan lahan yang tertuang dalam Perda Nomor 12 tahun 2011 tersebut hanya mencantumkan kurang lebih 0,64% atau 0,08 Km2 RTH sehingga kecenderungan pemanfaatan lahan di BWK II untuk daerah terbangun sangat besar.

Meningkatnya jumlah penduduk di BWK II Kota Kupang telah member pengaruh terhadap meluasnya kawasan permukiman/perumahan baik itu oleh masytakat sendiri maupun oleh pengembang. Sela ini itu juga pertumbuhan ekonomi dengan meningkatnya bangunan pertokoan sehingga menyebabkan laju pemanfaatan lahan juga meningkat. Dari aspek sarana prasarana tersebut diatas dominasi pembangunan yang akan terus mengalami dinamika/bertumbuh, yakni di sector perdagangan dan jasa, perhotelan dan perumahan. Sedangkan fasilitas lahan terbuka seperti taman, tempat olah raga tidak mengalami pertumbuhan karena terdesak oleh pembangunan infrastruktur.

(4)

4

MODEL DEVELOPMENT AREA TOURISM AND RESOURCES MANAGEMENT OF COASTAL KUPANGCITY DYNAMIC SYSTEMS WITH SUSTAINABLE

Ruslan Ramang1 dan Jauhari Effendi2

Linking the concept of space and time is a unity that can not be separated .In human life, especially the resource utilization of coastal areas in need of space and time settings are integrated . This fact has been demanding the planners and managers of coastal areas to be able to answer questions that are epistemological. Similarly Kupang is linked concepts of space and time is essential in the management of coastal areas , and need to be treated explicitly in the planning and management , which are directed to the improvement and perfection of human life . The concept of space and time is very relevant to examine the various issues that came to the surface, especially on spatial issues in the coastal areas of the Gulf of Kupang.

Area on the coast of Kupang city that stretches along the ± 15 km is one area that is currently being developed by the city government become tourist area that until now has not managed optimally. There are indications of changes in the area function used conventionally and are not integrated, leading to degradation in the region. To ensure the space according to their distribution functions, we need a system design concept of spatial planning and management and appropriate utilization in the utilization zone, so it can benefit optimally.

The purpose of this study is: (1) mapping function coastal region of space using the sectoral approach and aspects of spatial aspects, (2) designing and modeling a system of coastal area development on resource use, so that it can be seen simultaneously utilization rates of current and future, (3) prepare a document for coastal development planning /coastal city of Kupang which allows to set various options for the purpose of optimization of space utilization with various changes of variables on an ongoing basis.

Location research performed in the Kupangcity in particular Part II Urban Area (BWK II) that are geographically north bordering the Kupang Bay, south of the BWK V, west to east BWK I and III with BWK. The administration BWK II consists of 7 (seven ) villages: Village of Kelapa Lima, Village of West Oesapa, Village of TuakDaunMerah, Village of Fatululi, Village of KayuPutih, Village of Nefonaekand Village of PasirPanjang.

By law No. 12 in 2011 will be the development direction towards KupangCity (waterfront city ) in the development of this condition causes the area of land use patterns will be utilized to Kupang support the concept that no exception BWK region II became one of the impact of the concept of the city. Based on a map of the city of KupangBWK II wider region as a whole ranges from 12.46 km2 zone intended for government, education, commerce, tourism and services.

(5)

5

The increasing number of population in the Kupang City(BWK II) has an impact on the spread of settlements / housing community either by itself or by the developer. In addition, with the increasing growth of the building , causing stores also increased the rate of land use . From the above aspects of infrastructure development that dominance will continue to experience dynamic / growth , namely in trade and services, hospitality and residential. While the facility is open land such as parks , sports venues are not experiencing growth as driven by infrastructure

development .

(6)

6

PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK SISTEM PENJADWALAN EKONOMIS PADA UNIT – UNIT PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA DIESEL (PLTD) UNTUK MENGOPTIMALKAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) DI KOTA

KUPANG

Sri Kurniati1, Sudirman2, dan Nursalim3

Email:sri_kurniati@yahoo.comdansridirman@yahoo.comdanallinkoe@yahoo.com

Mengoperasikan suatusi stem tenaga listrik yang terdiri dari beberapa pusat pembangkit listrik, perlu suatu koordinasi di dalam penjadwalan pembebanan besar daya listrik yang di bangkitkan masing-masing pusa tpembangkit listrik, sehingga diperoleh biaya pembangkit yang minim. Dalam suatu system tenaga listrik yang terdiri dari Pusat Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pusat Listrik Tenaga Termal, telah diketahui bahwa biaya pembangkitan energy listrik dari pembangkit termal adalah lebih besar di bandingkan dengan biaya pembangkitan dari pembangkit hidro, untuk menghasilkan daya yang sama. Masalah pada operasi system tenaga listrik seperti diatas adalah dalam melayani beban listrik yang tertentu besarnya dan dalam selang waktu tertentu, dimana dibangkitkan energy listrik yang maksimum pada pusat listrik tenaga air dan optimal pada pusat listrik tenaga termal. Hal tersebut dikenal sebagai masalah optimisasi pembangkitan energilistrik.

Sistem tenaga listrik yang besar yang memiliki pembangkit-pembangkit termal seperti PLTU, PLTD dan PLTG akan menghadapi permasalahan dalam hal biaya bahan bakar untuk pengoperasiannya. Hal ini disebabkan harga bahan bakar yang cenderung mengalami kenaikan dari waktu kewaktu, sementara biaya bahan bakar merupakan bagian yang terbesar dari biaya operasi pembangkitan secara keseluruhan, sehingga pengurangan biaya bahan bakar akan menghasilkan operasi pembangkitan yang lebihekonomis.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui cara mengatur penjadwalan unit-unit pembangkit PLTD Kota Kupang dan untuk mengetahui perbedaan biaya yang diperlukan setelah unit-unit pembangkit PLTD dioptimisasi dengan menggunakan metode gradient orde dua. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen dan observasi lapangan, yang menekankan pada peluang penghematan penggunaan BBM sehingga diperoleh nilai harga yang lebih murah setelah dilakukan optimisasi pembangkit dan melakukan perancangan perangkat lunak dengan melakukan simulasi dengan menggunakan metode gradient orde dua dan fuzzy logic. Sedangkan pengolahan data menggunakan simulasi dengan perangkat keras komputer PC Pentium I3 dan perangkat lunak MATLAB versi 2010a.

(7)

7

Besarnya konsumsi bahan bakar tiap unit pembangkit per kWh dan daya yang dibangkitkan pada tahun 2012 (Desember) dan 2013 (JanuaridanPebruari) dapat dilihat padaTabel 5.2, 5.3 dan 5.4. Dari Tabel5.4 dapat dilihat bahwa selamaTahun 2013 (Februari) unit Mak III merupakan unit yang paling banyak jam operasinya, yaitu 629 dengan pemakaian bahan bakar sebesar 249.839 liter dan energi yang dihasikan sebesar 951.960 kWh. Unit Sulzer 40/48 adalah unit yang paling sedikit jam operasinya, yaitu 302 jam dengan pemakaian bahan bakar sebesar 282.420 liter dan energi yang dihasilkan sebesar 1.009.700 kWh.

Dari data Tabel 5.5 terlihat bahwa daya terpasang pembangkit system Kupang terbesar adalah PLTD Mirrlees II &III 5,218 MW/unit, kemudian PLTD Caterpillar sebesar 4,896 MW. Sedangkan menurut informasi yang didapat dari PLTD Tenau Kupang, bahwa dengan Faktor Kapasitas (CF) rata-rata 61,08 % untuk Mirrlees II pada Bulan Desember, maka pembangkit Mirrlees II tidak dapat beroperai membangkitkan daya sesuaidaya terpasangnya. Dengan cos phi tiap – tiappembangkitsebesar 0,9didapatdayapembangkitan (MVA) dengancara : contoh daya pembangkitan pada pukul 01.00 per tanggal 16 Desember 2012. Kemudian dari dataTabel 5.7 terlihat bahwa daya terpasang pembangkit system Kupang terbesar adalah PLTD Mirrlees I 5,218 MW, kemudian PLTD Caterpillar sebesar 4,896 MW. Menurut informasi yang didapat dari PLTD Tenau Kupang, terjadi penurunan factor kapasitas pembangkit dari Bulan Desember (2012) ke Januari (2013) dengan Faktor Kapasitas (CF) rata-rata 56,55 %. Selanjutnya, untuk Mirrlees II di Bulan Januari, maka pembangkit Mirrlees II tidak dapat beroperasi membangkitkan daya sesuai daya terpasangnya.

Dari data Tabel 5.9 terlihat bahwadaya terpasang pembangkit system Kupang terbesar adalah PLTD Sulzer 40/486,3 MW, kemudian PLTD Mirrlees Isebesar 5,218 MW. Menurut informasi yang didapat dari PLTD Tenau Kupang, terjadi penurunan factor kapasitas pembangkit dari bulan Desember (2012), Januari (2013), Pebruari dengan Faktor Kapasitas (CF) rata-rata 55,30 % untuk Mirrlees II di bulan Januari, maka pembangkit Mirrlees II tidak dapat beroperasi membangkitkan daya sesuai daya terpasangnya. Sedangkan untuk pembangkit Sulzer 40/48 yang tidak beroperasi di bulan sebelumnya (Desember dan Januari) mempunyai Faktor Kapasitas (CF) rata-rata 23,849 %, sehingga tidak dapat beroperasi membangkitkan daya sesuai daya terpasangnya dikarenakan beberapa hal teknis dan ekonomisnya. Kemudian jika kita lihat hubungannya antara daya mampu, baban puncak dan daya cadangan, terlihat bahwa dari bulan desember 2012 sampai februari 2013, daya mampu pembangkit dapat dikatakan stabil, sementara beban puncak juga cenderung stabil dengan cadangan daya tidaklah terlalu banyak seperti diperlihatkan dalamTabel 4.11.

Kata Kunci: Dayamampu, BebanPuncak, BebanDasar

Operate a power system consisting of several power plants, needs a scheduling coordination within large loading generate electrical power in each power station, in order to obtain the minimal cost of generation. In a power system consisting of a Central Water Power (hydropower) and Thermal Power Plant, it is known that the cost of generating electricity from thermal plants is greater in comparison with the cost of generation from hydro plants, to produce the same power. Problems in power system operation as above is in serving a certain amount of electrical load and, at intervals, in which the electrical energy generated at the maximum hydro-power and optimal thermal hydro-power plants. This is known as an optimization problem of electrical energy generation.

(8)

8

prices tend to rise over time, while fuel costs constitute the largest part of the overall operating costs of generation, resulting in a reduction in fuel costs will result in the generation of a more economical operation .

The purpose of this study is to determine how to set scheduling diesel generating units Kupang and to determine differences in the costs required after the diesel generating units optimized by using a second order gradient method. The method used in this study is the experimental method and field observations, which emphasizes the use of fuel-saving opportunities in order to obtain a lower price values after generating and perform design optimization software by performing simulations using a second order gradient methods and fuzzy logic. While processing the data using a simulation with computer hardware i3 and Pentium PC software MATLAB 2010a version .

Location research conducted in PLTD Tenau-Kupang usage data retrieval , as well as the generated power installed capacity and power output during the last 3 months, the month of December 2012, January 2013 and February 2013. The data used is the data from PLN power plant consisting of MAK I, II MAK, MAK III, IV MAK, Mirrlees II, III Mirrlees, CAT II and SULZER 40/48 as secondary data in this study. In PLTD Tenau-Kupang which has a total of 8 plants operating in the past 3 months and also some machine rental in order to serve the needs of the power load. At the time of the evening peak load, then all units are operating diesel generators, while outside the peak load time, then the burden is two to three generating units that have great power and to a certain load increase, then coupled with the operation of the diesel units ganerator has a slightly smaller to meet these needs.

The amount of fuel consumption per unit of power per kWh and power generated in 2012 (December) and 2013 (January and February) can be seen in Table 5.2, 5.3 and 5.4. From Table 5.4 it can be seen that during the year 2013 (February) Mak III units are the units most hours of operation, namely the use of 629 to 249.839 liters of fuel and energy dihasikan of 951.960 kWh. Sulzer Unit 40/48 is the fewest hours of unit operation, which is 302 hours with the use of 282 420 liters of fuel and energy amounted to 1.0097 million kWh produced.From the data in Table 5.5 shows that the installed Kupang power generation system is the largest II& III Mirrlees diesel with 5.218 MW/unit, then Caterpillar diesel at 4.896 MW. Meanwhile, according to information obtained from PLTDTenauKupang , that the capacity factor ( CF ) average 61.08 % for the Mirrlees II in December, then the plant can not operate Mirrlees II generate power according to their installed power. With power factor each plant generating power of 0.9 obtained (MVA) by the way: the example of power generation at 01.00 as at December 16, 2012. Then from the data in Table 5.7 shows that the installed Kupangpower generation system is the largest Mirrlees I diesel with 5.218 MW, then diesel Caterpillar of 4,896 MW. According to information obtained from PLTD TenauKupang, a decrease in the capacity factor of the plant in December (2012) to January (2013) with a capacity factor ( CF ) average 56.55 % . Furthermore, for the Mirrlees II in January, then the plant can not operate Mirrlees II generate power according to their installed power .

(9)

9

see the relationship between power output, peak load and backup power, it appears that from the December 2012 to February 2013, the power can be said to be capable of generating stable, while the peak load is also likely to be stable with a backup power not so much as shown in Table 4.11 .

(10)

10

Daerah pantai dan industri merupakan daerah utama penghasil pengotoran pada permukaan isolator. Lapisan polutan pada permukaan isolator biasanya terdiri dari komponen isolatif dan komponen induktif. Jika terjadi pembasahan pada lapisan pengotor akan mengalir arus bocor yang cukup besar. Arus bocor yang mengalir pada permukaan isolator yang terpolusi ini akan memicu terjadinya peluahan sebagian. Peluahan ini ditandai dengan munculnya nyala api pada lapisan polutan permukaan isolator tersebut. Akibat pengaruh hubung singkat ini arus bocor yang mengalir menjadi lebih besar sehingga menimbulkan pemanasan lanjutan dan menghubung singkat lapisan polutan berikutnya. Selanjutnya timbul busur api karena adanya peluahan yang semakin panjang. Apabila panjang busur yang terjadi dapat menjembatani konduktor dengan penyangga isolator, maka terjadilah peristiwa lewat denyar (flashover) pada isolator tersebut.

Adapunyang menjadi tujuan khusus dari penelitian ini adalah melakukan pengkajian unjuk kinerja bahan isolator polimerterhadap iklim tropis NTT yang mempunyai musim kemarau lebih panjang dari musim hujan. Sedangkan tujuan umum dari penelitian ini adalah melakukan analisis tingkat kegagalan isolator polimer dengan melakukan pengukuran arus bocor dengan mempertimbangkan temperatur, kelembaban dan tekanan, serta melakukan studi sifat hidrofobik permukaan dan arus bocor dari bahan isolator polimer.

Berdasarkan hasil pengukuran sifat kimiawi terlihat bahwa konduktivitas larutan sebelum ada polutan (air dan NH4Cl ) mempuyai nilai yang lebih besar disbanding dengan konduktivitas sesudah ada polutan, hal ini dikarenakan pada polutan PT. Semen Kupang mengandung zat-zat kimia yang bukan merupakan penyumbang komponen konduktif dan juga memiliki sifat yang tidak mudah terurai menjadi ion dalam suatu larutan. Sedangkan hasil perhitungan dapat kita lihat bahwa kandungan ESDD pada isolator semakin meningkat dengan bertambahnya konsentrasi polutan pada larutan untuk tiap – tiap pengujian yaitu 40 mg / ml. Dengan besar kenaikan ESDD mulai dari 1.8x10-4 pada konsentrasi polutan 20 mg / ml hingga mencapai 2.9x10-3 pada konsentrasi polutan 180 mg/ml, dengan jumlah rata-rata dari ESDD yaitu 1.3x10-3. Berdasarkan klasifikasi tingkat polusi menurut Standar IEC No. 815 tahun 1994, maka dapat dikatakan bahwa tingkat polusi pada isolator pasangan luar di Kupang berada pada tingkat yang sangat ringan dengan harga 0-0,03 mg/cm2. Selanjutnya, berdasarkan hasil pengukuran sifat fisika terlihat perbedaan sudut kontak antara material isolator keramik (bersih dan yang berpolutan) dan material isolator polimer.Polimer yang mempunyai sifat hidropobik sehingga memiliki jumlah sudut kontak yang besar, sedangkan untuk material isolasi keramik yang bersifat hidropilik memiliki jumlah sudut kontak yang kecil.

(11)

11

hingga 0,169 pada kelembaban 100%, dan untuk kondisi di bawah terpaan intensitas curah hujan nilai arus bocor naik dari harga 0,767 pada intensitas curah hujan 0,05 mm/min hingga 1,17 mA pada intensitas curah hujan 1,00 mm/min. Dalam hal ini, keadaan basah atau lembab arus bocor yang mengalir pada permukaan isolator akan mengalami peningkatan, dalam arti isolator akan mudah terjadi arus bocor pada keadaan udara lembab / basah / hujan yang akan menurunkan fungsi isolator.

Kata Kunci: ESDD, Polutan, Hidrofilik, Hidrofobik

Coastal regions and industries is a major area of discoloration on the surface of the insulator producer. Pollutants on the surface of the insulator layer usually consists of isolatif components and inductive components. If there is wetting the impurity layer leakage current will flow big enough . Leakage current flowing on the surface of the polluted insulators will trigger a partial discharge . This discharge is characterized by the appearance of the flame on the insulator surface layer of pollutants. Due to the influence of the short circuit leakage current that flows into a larger, causing further warming and connect briefly next layer of pollutants. Furthermore arise because of the discharge arc is getting longer. If the arc length is happening to bridge conductors with an insulator buffer, then there was a flashover event (flashover) on the insulator.

As for the specific purpose of this study is to conduct performance assessment performance polymer insulator material to the tropical climate of NTT that have a longer dry season than the wet season. While the general purpose of this study is to analyze the polymer insulator failure rate by measuring the leakage current by considering the temperature, humidity and pressure, as well as to study the surface hydrophobic properties and leakage current of polymer insulators .

Based on the results of measurements of the chemical properties shows that the conductivity of the solution before any pollutants ( water and NH4Cl ) have value greater than the conductivity after no pollutants, this is due to the pollutants PT . Semen Kupang contain chemicals that are not a contributor to the conductive component and also has properties that do not easily break down into ions in a solution . While the results of the calculation we can see that the content of the insulator ESDD increased with increasing the concentration of pollutants in the solution for each test is 40 mg / ml . With the large increase in ESDD ranging from 1.8x10 - 4 to the pollutant concentration of 20 mg / ml up to 2.9x10 - 3 in pollutant concentration of 180 mg / ml, with an average number of ESDD is 1.3x10 - 3. Based on the classification of the level of pollution according to IEC Standard No. 815 1994, it can be said that the level of pollution in the outside pair insulator in Kupang is at a level that is extremely lightweight with prices from 0 to 0.03 mg/cm2. Furthermore, based on the results of measurements of physical properties of visible difference in the contact angle between the ceramic insulator material (clean and the pollutants ) and a polymer insulator material. Polymer having hydrophobic properties that have a large number of contact angle , while the ceramic insulating material that is hydrophilic has a number of small contact angles .

(12)

12

under rainfall intensity value of leakage current prices rose from 0.767 to 0.05 mm of rainfall intensity / min to 1.17 mA at rainfall intensity of 1.00 mm / min. In this case, wet or damp state leakage current flowing on the insulator surface will increase, within the meaning of the insulator leakage current will easily occur in a state of moist air / wet / rain will degrade the insulator

function .

(13)

13

RANCANG BANGUN DISTALATOR SOLAR ENERGI SKALA RT SEBAGAI PREDIKTOR PENGUATAN KOMPONEN KESEHATAN

PRODUKSI AIR TAWAR DARI AIR LAUT

Hari Rarindo1, Harijono2, Suwari3

Fakultas Sains dan Teknik Universitas Nusa Cendana E-mail: penfui58@gmail.com

Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) merancang distalator tenaga skala rumah tangga dalam memproduksi air tawar dari air laut sebagai penguatan komponen kesehatan, (2) produk air bersih dengan kualitas standar kesehatan, (3) produk garam dapur pengelolaan lanjutan secara higienes, (4) mengetahui kuantitas/kualitas air tawar yang dihasilkan, (5) penyusunan rekomendasi yang akan disampaikan sebagai bukti empiris penggunaan distalator untuk memproduksi air tawar dari air laut. Data dikumpulkan dengan pengamatan lapangan.

Hasil penelitian adalah (1) alat distalator tenaga surya skala rumah tangga, (2) produk air bersih yang memenuhi standart kesehatan, (3) produk garam dapur yang masih perlu proses lanjutan, (4) kuantitas air tawar yang dihasilkan oleh distalator tenaga surya atau destilan secara lengkap.

(14)

14

KAJIAN BIOMASSA ALGA TERAKTIVASI Na, K dan Ca SEBAGAI KANDIDAT BIOSORBEN BARU

Yohanes Buang, PhD dan Dr. Suwari Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknik

(15)

15

PENGEMBANGAN MESIN PENDINGIN EVAPORATOR GANDA SINGLE STAGE SYSTEM UNTUK PENGAWETAN IKAN DI KAPAL PENANGKAP IKAN

TRADISIONAL

Matheus M. Dwinanto!, Yunita A. Messah2, Verdy A. Koehuan3 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknik

Hasil perikanan laut mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan perekonomian nasional terutama dalam meningkatkan perluasan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan, dan peningkatan taraf hidup nelayan dan pihak-pihak pelaku usaha di bidang perikanan. Untuk mewujudkan peranan tersebut, hasil perikanan harus dapat mengikuti persyaratan yang dapat menjamin mutu dan keamanan yang diinginkan oleh konsumen. Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu produk perikanan adalah jarak ke pelabuhan (atau tempat pendaratan ikan). Persoalan jarak ini menjadi lebih nyata pada wilayah-wilayah tropis (seperti di laut Sawu, wilayah laut di Nusa Tenggara Timur) dibanding pada iklim yang lebih dingin. Suhu udara yang lebih panas meningkatkan tingkat penurunan kualitas, khususnya apabila hasil tangkapan ditumpuk di atas geladak dengan sedikit atau tanpa es untuk menjaganya tetap dingin. Sengatan sinar matahari dengan cepat menjadikan ikan terlalu panas dan mempercepat penurunan mutu ikan pasca penangkapan. Penanganan pasca penangkapan ikan, dan pengangkutan ikan memegang peranan penting dan merupakan bagian yang tak terpisahkan untuk memperoleh nilai jual ikan yang maksimal dalam proses pemasaran. Pengembangan mesin pendingin evaporator ganda ini dilakukan agar pasca penangkapan dan setelah ikan segar disortasi, ikan tersebut dimasukkan ke dalam kedua kotak pendingin dan pembeku berdasarkan ukurannya (ikan berukuran besar dan ikan berukuran kecil) sehingga memudahkan dalam distribusi dan pemasaran. Keberhasilan yang diharapkan akan diperoleh dari penelitian ini adalah koefisien prestasi (COP) yang tinggi dari mesin pendingin, dan mutu ikan yang mampu dipertahankan untuk tetap memiliki nilai jual yang tinggi. Hasil pengujian awal dalam penelitian ini adalah mesin refrigerasi evaporator ganda single stage system hasil rancangbangun ini telah mampu bekerja dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan temperatur ruang kedua kotak pendingin yang dapat mencapai ± -6 oC dalam waktu pengujian 60 menit. Rangka kotak pendingin yang digunakan dari bahan kayu jati dan kayu multipleks, serta isolator dari polyurethane telah mampu menekan rugi kalor dari udara sekitar kotak pendingin sebagi akibat perpindahan kalor konduksi yang terjadi pada dinding kotak pendingin selama mesin refrigerasi bekerja. Pengujian awal mesin refrigerasi ini memberikan koefisien performans (COP) sebesar 6,09 dan dengan kapasitas refrigerasi sebesar 24,39 kW.

(16)

16

MODEL STRATEGIS PENGEMBANGAN KAWASAN PERBATASAN

NUSA TENGGARA TIMUR (INDONESIA) DENGAN TIMOR LESTE

Jauhari Effendi1, Sri Kurniati2, Sudirman3, dan RuslanRamang4 Email: jafe64@yahoo.co.id, sri_kurniatia@yahoo.com, sridirman@yahoo.com,

danruslan.ramang@gmail.com

Dari aspek infrastruktur, sebagian besar wilayah perbatasan ternyata belum memiliki sarana dan prasarana wilayah yang memadai, sehingga mengakibatkan keterisolasian wilayah dan tidak berkembangnya kegiatan ekonomi, serta potensi terjadinya disintegrasi. Dari aspek kebijakan, selama ini arah kebijakan pembangunan kewilayahan yang ada cenderung berorientasi inward looking, sehingga seolah-olah kawasan perbatasan tersebut hanya menjadi halaman belakang dari pembangunan nasional. Akibatnya kawasan perbatasan dianggap bukan merupakan wilayah prioritas pembangunan, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah.

Tujuan jangka panjang dari penelitian ini meliputi: (1) penyusunan kebijakan, peraturan, standar minimum, dan rencana tindak pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh; (2) peningkatan kerjasama antarwilayah, antarsektor, dan antarpelaku dalam pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh; (3) peningkatan peran pemerintah daerah sebagai perencana dan pelaksana pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh melalui peningkatan kualitas SDM pemerintah daerah dan fasilitasi pemerintah pusat.Sedangkan target khusus yang ingin dicapai adalah (1) mengkaji potensi wilayah dalam rangka membuat model pengembangan kawasan perbatasan NTT-Timor Leste; (2) membuat suatu master plan pengembangan wilayah perbatasan sebagai rencana strategi pengelolaan wilayah perbatasan; (3) melakukan pemetaan fungsi ruang wilayah perbatasan dengan menggunakan pendekatan aspek sektoral dan aspek spasial; (4) dan menyusun Rencana Investasi Program Jangka Menengah (RPIJM).

Untuk mencapa itu juan tersebut, maka digunakan metode desktriptif dan pendekatan empirik. untuk menghasilkan model teoritis pengembangan kawasan perbatasan dilakukan proses dengan membandingkan model teoritis dari beberapa kasus di negara yang telah berhasil maupun gagal dalam mengembangkan kawasan perbatasan. Analisis deskriptif dilakukan terhadap beberapa model empirik dinegara lain berdasarkan potensi wilayahnya dengan beberapa asumsi, konsep dan konteks tertentu sehingga didapatkan model teoritis.

(17)

17

diantaranya sector pertambangan dan penggalian dengan LQ sebesar 1,04, sector pengangkutan dan komunikasi dengan LQ sebesar 1,06. Oleh karena itu, dengan berdasarkanTabel 5.7 dapat disimpulkan, bahwa sector perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor basis sejak 2008- 2010 sehingga mampu memenuhi kebutuhan di dalam Kabupaten Belu, serta mempunyai potensi untuk memenuhi kebutuhan kabupaten lain yang ada di NTT. Sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan rata-rata LQ (2006 – 2010) = 1,38 artinya secara teoritis sebanyak 27,5% (0,38/1,38) hasilnya dapat diekspor dan sisanya 72,5% dapat dikonsumsi sendiri. Sementara sektorlainnya, yaitu sector pertanian, sector pertambangan & penggalian, industry pengolahan, listrik, gas & air bersih, bangunan, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan & jasa perusahaan, jasa – jasa lainnya mempunyai nilai LQ lebih kecil dari satu sehingga dimasukkan sebagai sektor non basis di Kabupaten Belu.Namun demikian, secara keseluruhan terdapat 6 sektor yang memiliki potensi untuk dikembangkan guna meningkatkan PDRB Kabupaten Belu di tahun-tahun mendatang.

Dari hasil perhitungan analisis Shift-Share, menunjukkan bahwa semua sektor di wilayah Kabupaten Belu laju pertumbuhannya tidak kompetitif atau lebih lambat dengan laju pertumbuhan provinsi NTT secara keseluruhan (semua nilai Nij menunjukkan nilai negatif). Sedangkan pengaruh bauran industrinya menunjukkan nilai positif (rin>rn(-0,125)) pada sektor pertambangan dan penggalian (-0,1317); listrik, gas, dan air bersih (-0,1320); bangunan (-0,1419); keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan (-0,1450); serta jasa-jasa (-0,1316) yang mengindikasikan bahwa kesempatan kerja (diasumsikan sebagai variabel wilayah) di sektor-sektor tersebut tumbuh lebih cepat dari pada kesempatan kerja pada sektor-sektor secara keseluruhan. Selanjutnya, untuk empat sektor lainnya, yaitu sektor pertanian; industri pengolahan;perdagangan, hotel danrestoran; danpengangkutandankomunikasipengaruh bauran industrinya bertanda negatif (rin<rn) mengindikasikan bahwa kesempatan kerja di sektor-sektor tersebut tumbuh lebih lambat daripada kesempatan kerja di sektor secara keseluruhan.

Berdasarkanhasilanalisis shift share, terlihatbahwapadadaerahinihanyaada 3 yang sektormampumemberikankontribusipositifterhadap PDRB (nilaiCij yang positif), yakni: pertanian, listrik, gas dan air bersih; keuangan, persewaan, danjasapersewaan; sertajasa-jasalainnya,sedangkan pada sector lainnya lebih rendah dari pertumbuhan PDRB total wilayah referensi dengan nilai Cij yang negatif.

Kata Kunci: Infrastruktur, Analisis LQ, Analisis Shift Share, Model

Based on the infrastructure, most of the border region has yet to have facilities adequate region, resulting in the isolation of the area and the development of economic activities, as well as the potential for disintegration. From the aspect of the policy, as long as the direction of the existing regional development policies tend to be oriented inward looking, so it seems that only the border region into the backyard of national development. As a result, the border area is not considered a priority area of development, both by the central and local governments.

(18)

18

of the border region as a border zone management strategy plan; (3) to map the spatial function border using a sectoral approach and aspects of spatial aspects; (4) and draw up a Medium Term Investment Plan Program ( RPIJM ) .

To achieve these objectives, the methods used descriptive and empirical approaches. to generate a theoretical model of the development of the border region is done by comparing the theoretical models of several cases in countries that have succeeded or failed in developing the border region. Descriptive analysis conducted on several empirical models in other countries based on the potential territory with several assumptions, concepts and specific contexts to obtain the theoretical model .

Based on the calculation of LQ over the period 2006-2010, the average can be identified that trade, hotels and restaurants sector basis is Belu district. Although it appears that in 2006 and 2007 have not shown a sector basis, but after entering the year 2007 to 2010 this sector has increased significantly exceed 2 the other sectors into a sector basis in 2007 -2010 (agriculture, finance, leasing and business services ). Both the sector into a sector basis after entering the year 2007 - 2010 the average can be identified sectors are agriculture sector is the basis of the LQ value of 1.18, and the financial sector, renting and business services with a value of 1 LQ , 11. After entering the year 2008 appeared again two sector basis, the manufacturing sector with LQ of 1.03 and trade, hotel and restaurant with a large LQ of 1.83. Even specialized trade, hotel and restaurant sectors can outperform both the previous base. Subsequently, in 2010 appeared some sectors into a sector basis, including mining and quarrying with LQ of 1.04, the transport and communication sectors with LQ of 1.06. Therefore, based on Table 5.7 it can be concluded, that the trade, hotel and restaurant sector is the base from 2008 to 2010 so as to meet the needs in the Belu district, as well as having the potential to meet the needs of other districts in NTT. Trade, hotels, and restaurants with an average LQ (2006 - 2010) = 1.38 theoretically means as much as 27.5 % ( 0.38 /1.38 ) results can be exported and the remaining 72.5 % can be consumed alone. While other sectors, namely agriculture, mining and quarrying, manufacturing, electricity, gas & water supply, construction, transport and communications, finance, leasing and services company, services - other services has a value smaller than the one that entered as sector base in Belu district. However, overall there are six sectors that have the potential to be developed in order to increase GDP Belu district in the coming years .

From the calculation of the Shift - Share analysis, shows that all sectors in Belu district or the rate of growth is not competitive with the slower growth rate of NTT province as a whole (all Nij values indicate negative values). While the industry mix effect indicates a positive value (rin ¬ >rn 0.125) in the mining and quarrying sector 0.1317); electricity, gas, and water (-0.1320); building (-0.1419), finance, leasing, and business services (-0.1450), as well as services (-0.1316) which indicates that employment opportunities (assumed as variable regions) in these sectors grew faster than employment in the sector - sector as a whole. Furthermore, for the four sectors, agriculture, manufacturing, trade, hotels and restaurants, and transport and communications industry mix effect is negative (rin<rn) indicates that employment in these sectors grew slower than employment in sector as a whole .

Based on the results of the shift share analysis, it is seen that in this region there are only 3 that the sector is able to make a positive contribution to GDP ( the value of Cij is positive): agriculture, electricity, gas and water supply; finance, rental and leasing services, as well as services other services, while in other sectors is lower than the total GDP growth references territory with a negative value of Cij

(19)

19

APLIKASI TURBIN ANGIN TIPE PROPELER TIGA BLADE UNTUK PEMOMPAAN AIR DARI SUMUR BOR SEBAGAI SOLUSI PEMANFAATAN ENERGI ALTERNATIF

UNTUK IRIGASI

Verdy A. Koehuan

Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknik, UNDANA

Pembuatan alat pompa torak dengan penggerak turbin angin yang dihubungkan dengan poros penggerak yang akan menggerakan tuas pompa torak secara bolak balik melalui mekanisme poros engkol untuk memompa air dari dalam sumur ke reservoir yang ditempatkan dekat sumur bor merupakan suatu solusi pemanfaatan enrgi alternatif. Kapasitas pemompaan air tergantung pada diameter pompa torak dan diameter turbin angin yang digunakan. Pompa torak yang dibuat dengan kapasitas pemompaan air 5 lter per detik dan tinggi angkat 15 m dengan penggerak turbin angin tiga baling-baling yang bahannya terbuat dari bahan komposit serat gelas. Diameter rotor turbin angin 3,5 m dengan transmisi poros dan rantai untuk merubah gerak rotasi menjadi gerak bolak balik pada tuas pompa torak. Tinggi menara yang dibuat adalah 9 m yang terbuat dari 4 m rangka menara dari bahan besi siku dan 5 m rangka menara dari bahan pipa besi medium A diameter 3 inch. Selain desain pompa yang baik, proses pembuatan termasuk pelatihan untuk para petani perlu diberikan dengan baik agar keberlanjutan alat tetap terjaga dan masyarakat menjadi mandiri dalam hal penggunaan energi angin untuk penggerak pompa torak. Kegiatan ini dihasilkan produk model pompa torak dan turbin angin untuk irigasi untuk meningkatkan produktifitas usaha lombok para petani. Selain itu, masyarakat juga menguasai pengoperasian dan pemeliharaan alat tersebut, sehingga mereka menjadi mandiri dan dapat melakukan aktifitas usaha secara berkelanjutan.

(20)

20

PEMBANGUNAN MODEL SISTEM-SPASIAL DINAMIK

AKSELARASI PENUNTASAN WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR

BERBASIS PADA MASYARAKAT KELOMPOK MISKIN

Drs. Heru Suwardi1, Jafaruddin2, Ariyanto3

,Jakobis Johanis Messakh

4

, Fakultas Sains dan Teknik, UNDANA

Produktivitas pendidikan SD sangat ditentukan oleh interaksi antara penduduk usia 6-12

tahun, sarana dan prasarana, dan guru pendidikan dasar. Angka produktivitas pendidikan, Q0

yaitu rata-rata jumlah sekunder penduduk yang bersekolah pada SD setelah satu individu usia

6-12 tahun bersekolah di SD selama usia sekolah di SD. Intensitas penduduk usia 6-12 tahun, ,

yaitu peluang per satuan waktu seseorang dengan usia 6-12 tahun bersekolah di SD. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa produktivitas penduduk pada pendidikan SD berbeda antar

Kabupaten. Di Kab. Donggala produktivitas penduduk fluktuatif dalam interval [0.042;0.45]

yang berakibat angka produktivitas pendidikan SD juga fluktuatif dalam interval [1.72;10.92],

Di Kab. Sigi produktivitas penduduk fluktuatif dalam interval [ 0.11;0.32] yang berakibat angka

produktivitas pendidikan SD juga fluktuatif dalam interval [0.87;7.65], Di Kab. Kapuas

produktivitas penduduk fluktuatif dalam interval [0.01163;0.03954] yang berakibat angka

produktivitas pendidikan SD juga fluktuatif dalam interval [1.28;1.94], Di Kab. Sumba Barat

produktivitas penduduk fluktuatif dalam interval [0.0039;0.023] yang berakibat angka

produktivitas pendidikan SD juga fluktuatif dalam interval [1.11;1.57]. Ada efek positif

intensitas penduduk usia 6-12 tahun terhadap produktivitas SD pada setiap kabupaten, namun masih ada kecenderungan ketidakstabilan akselerasi pendidikan dasar dari state penduduk. Model Hubungan antar Intensitas Penduduk dan antar Produktivitas Pendidikan SD. Berikut

perbandingan antar Intensitas Penduduk (Lambda) dan antar Produktivitas Pendidikan SD (Q0)

empat kabupaten dengan APK terendah di Indonesia, yaitu Kab Donggala, Kab Sigi (Sulteng), Kab Kapuas (Kalteng), dan Kab Sumba Barat (NTT). Tabel 1 Perbandingan intensitas penduduk

antar Kabupaten Donggala, Sigi, Kapuas, dan Sumba Barat.

Peningkatan intensitas penduduk berbanding lurus dengan peningkatan produktivitas pendidikan. Oleh karena penduduk merupakan input yang vital untuk produktivitas pendidikan SD pada Kab. Donggala, Kab Sigi, Kab Kapuas, dan Kab Sumba Barat. Peningkatan intensitas penduduk tidak cukup untuk percepatan ekselerasi penuntasan wajib belajar pendidikan dasar khusus di SD, masih ada state yang penting yaitu prasarana dan sarana pendidikan yang layak dan jumlah dan kualitas guru. Oleh karena model produktivitas pendidikan yang dibangun dan digunakan pada penelitian ini masih perlu dikembangkan dengan menginteraksikan tiga state yaitu penduduk, prasarana, dan guru secara simultan. Implementasi dan relevansi dengan permasalahan penuntasan wajib belajar pendidikan dasar khususnya pada masyarakat kelompok miskin.

(21)

21

suplemen satu bab pada buku ajar pemodelan matematika.

(22)

22

PENGEMBANGAN REAKTOR HOT WIRE CELL PECVD FREKUENSI TINGGI UNTUK FABRIKASI SEL SURYA MIKROKRISTAL SILIKON

Amiruddin Supu1, Fakhruddin2, I Wayan Sukarjita3, Ruslan R4 , Fakultas Sains dan Teknik, UNDANA

Dalam penelitian ini, kami akan mengembangkan penelitian tentang metoda Hot Wire Cell Plasma Enhanced Chemical Vapor Deposition frekuensi tinggi. Harapan kami, metoda HWC-PECVD ini dapat digunakan untuk membuat sel surya berbasis mikrokristal silikon yang memiliki efisiensi dan tingkat kestabilan yang tinggi dan biaya produksi yang rendah. Fokus penelitian kami adalah mendesain letak filamen relatif terhadap letak substrat di dalam reaktor Hot Wire Cell PECVD. Harapan kami, desain baru ini dapat meningkatkan jumlah radikal hydrogen sehingga mengurangi penggunaan gas hidrogen (H2) dalam proses penumbuhannya. Hal ini dapat mengurangi biaya produksi sel surya.

Saat ini, fokus utama peneliti adalah dapat membuat sel surya yang memiliki efisiensi tinggi, stabil dan murah (<1USD/MW). Sel surya berbasis silikon amorf memiliki efisiensi dan tingkat kestabilan yang rendah. Hal ini disebabkan karena saat sel surya disinari dengan intensitas cahaya yang tinggi, lapisan aktifnya tidak stabil. Selain itu, biaya produksi sel surya berbasis kristal silikon sangat tinggi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi sel surya dan mengurangi biaya produksinya adalah dengan mengembangkan metoda penumbuhannya. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah merancang dan mengembangkan reaktor Hot Wire Cell PECVD frekuensi tinggi untuk fabrikasi sel surya mikrokristal silikon yang memiliki efisiensi tinggi (9 %) dan tingkat kestabilan yang tinggi (95 %). Tahapan-tahapan penelitian yang akan dilakukan adalah perancangan reaktor Hot Wire Cell PECVD frekuensi tinggi, penumbuhan lapisan tipis mikrokristal silikon, karakterisasi lapisan tipis mikrokristal silicon dengan menggunakan ultra violet – visible (UV-Vis), fourier transform infra red (FTIR), X-ray difraction (XRD), scanning electron microscope (SEM), dan konduktivitas listriknya menggunakan metode dua titik. Terakhir,fabrikasi sel surya p-i-n efisiensi tinggi dengan HWC-PECVD. Kami mengharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi yang berguna untuk pengembangan ilmu dan teknologi sel surya di Indonesia.

In this study, we will develop our research on the method of Hot Wire Cell Plasma Enhanced Chemical Vapor Deposition of high frequency. Our hope, the HWC -PECVD method can be used to create a microcrystalline silicon-based solar cells that have high efficiency and a high level of stability and low production costs. The focus of our study was to design the layout of filaments relative to the location of the substrate in the Hot Wire Cell PECVD reactor. Our hope, this new design can increase the number of hydrogen radicals, thereby reducing the use of hydrogen gas (H2) in the growth process. This can reduce the cost of solar cell production.

(23)

23

(24)

24

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR DAN LEMBAR KEGIATAN SISWA

MATATA PELAJARAN STRUKTUR KAYU UNTUK PENINGKATAN KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS (Critical Thinking) DENGAN STRATEGI

PEMBELAJARAN INQUIRI TERBIMBING TERHADAP PEROLEHAN BELAJAR SISWA, KONSEP DAN RETENSI DI SMK KUPANG

Paul G. Tamelan1, Harijono2, Ketut M. Kuswara3 FKIP Universitas Nusa Cendana

E-mail: osmok1967@gmail.com

Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mengimplementasikan produk ipteks bahan ajar mata pelajaran struktur kayu dan lembar kegiatan siswa pada sekolah menengah kejuruan dengan pendekatan berfikir kritis (critical thinking). (2) Model pembelajaran berfikir kritis pendekatan konsep dan retansi mata pelajaran struktur kayu sekolah menengah kejuruan. Temuan penelitian menunjukkan bahwa produk bahan ajar dan Lembar kegiatan siswa di SMK mengalami beberapa kendala antara lain terbatasnya materi pemberian kejuruan di sekolah menengah kejuruan oleh para guru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Bahan ajar dan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang telah disusun ini menghasilkan prosentase yang cukup baik dan signifikan hal ini sesuai dengan tingkat probalitas atau tingkat keyakinan yang cukup memuaskan sehingga siswa

dapat memiliki daya serap yang tinggi dan mampu dalam berfikir kritis,

Berdasarkan temuan penelitian ini disarankan perlunya peran serta para guru SMK untuk berperan serta dalam pembelajaran untuk membuat lembar kegiatan siswa agar siswa dapat berlatih mendalami materi kejuruan untuk berfikir kritis sesuai dengan kemampuannya dalam mempelajari matadiklat struktur kayu.

(25)

25

DINAMIKA SISTEM EKONOMI

DALAM REALITAS SOSIAL GUYUB BUDAYA RONGGA DI FLORES

Fransiskus Bustan1 dan Robertus Se2 FKIP Universitas Nusa Cendana

Penelitian mengkaji dinamika sistem ekonomi dalam realitas sosial guyub budya Rongga, dengan sasaran pencandraan mencakup sistem pertanian, peternakan, dan perdagangan, dengan kerangka teori yang memayunginya adalah antropopologi sosial. Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian deskriptif. Lokasi penelitian ini adalah Kabupaten Manggarai Timur, khususnya Kecamatan Kota Komba, dengan lokasi utama utama adalah Kelurahan Tanarata. Metode pengumpulan data adalah pengamatan, wawancara, diskusi kelompok terarah, dan studi dokumentasi. Teknik pengumpulan data terdiri atas rekam dan simak-catat. Sumber data utama adalah warga guyub budaya Rongga yang tersebar di wilayah Kelurahan Tanarata, yang diwakili enam orang informan kunci. Data dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan metode induktif, analisis data bergerak dari data menuju abstraksi dan konsep atau teori. Hasil penelitian menunjukkan, dinamika sistem ekonomi dalam realitas sosial guyub budaya Rongga tercermin dalam sistem pertanian, peternakan, dan perdagangan. Dinamika sistem pertanian ditandai dengan beberapa fenomena berikut: (1) Penerapan sistem perladangan yang bersifat tetap; (2) Pemilikan lahan pertanian bersifat perseorangan; (3) Model pembagian tanah untuk setiap sektor berbentuk segi empat persegi panjang berdasarkan pertimbangan efisiensi untuk penanaman tanaman perdagangan; (4) Peran kaju ata hanya menjadi jejak sejarah masa lalu karena sudah tidak ada lagi pembukaan lahan baru; (5) Nama setiap uma lodho masih tetap digunakan sebagai tanda pembeda atau pemisah antara satu uma lodho dengan uma lodho yang lain, namun batas luar untuk setiap uma lodho semakin hari semakin tidak jelas karena adanya perubahan lingkungan alam fisik; (6) Peran orang yang bertugas menjaga batas kebun (nara wea) sudah tidak lagi menyata;(7) Sebagian besar upacara adat pertanian sudah tidak dilaksanakan secara rutin dan intensif; (8) Signifikansi kata atau istilah gotong royong (ndua uru) bergeser di luar bingkai fungsi dan pigura makna yang diamanatkan leluhur; (9) Mekanisme pengelolaan lahan dilakukan dengan menggunakan uang dalam jumlah tertentu sebagai bayarannya kepada pekerja sebagai dampak dari penerapan sistem ekonomi yang bersifat monetary term; (10) Urutan pengerjaan lahan tidak lagi mengikuti pola perurutan yang sudah berlaku secara mentradisi sejak dari leluhurnya; (11) Makanan pokok bukan lagi jagung, tetapi beras yang biasa dibelinya di pasar; (12) Sistem pengetahuan dan kalender adat pertanian warisan leluhur sudah tidak lagi menjadi panduan utama dalam pengerjaan lahan karena sebagian besar lahan pertanian sudah ditanami tanaman perdagangan. Dinamika sistem peternakan ditandai dengan beberapa fenomena bahwa jenis ternak yang dipelihara sudah semakin banyak, namun dalam jumlah terbatas karena tidak adanya lahan kosong untuk peternakan. Jenis ternak yang dipelihara cenderung untuk memenuhi kepentingan perdagangan seperti sapi, babi, dan sebagainya. Dinamika sistem perdagngan ditandai dengan tidak diterapkannya lagi sistem barter karena pengaruh penerapan sistem ekonomi yang bersifat monetary term.

(26)

26

ETHNISITAS IN EDGES REGION VIOLENCE BORDER AMONG REGENCY AT

TIMOR'S ISLAND NUSA'S PROVINCE EAST SOUTH-EAST

Andreas Ande1, Bendiktus Labre2, Yakobus Yakob3 FKIP Universitas Nusa Cendana

Cultural symbols, politics, economy and law has enabled their to have emotional binding. But is not at moment's notice they this identify as nation. Similar thing also happening for a few scene, one that most cultural deep identification, politics, economy and law. Under way more, nationalism is now most lacerated because mark sense versus's nationalism evocation ethnicity.

Riset this aims to find a model in point via data and information about etnik's sub sort and its residency location that clear to be made basic for taking policy which that meredusir can inharmonious relationship possible within etnik's sub sort that. One of form konkritnya it makes new border complex dwelling and a sort more heterogeneous, opening conflicting region settlement insulation and avoids dwelling concentration of etnik's sub one particular so mengeliminir pretty much appearance narrow ethnosentrisme it.

Riset this will be designed deep three phases. First phase, will do identification to science (kognisi), grasp (afeksi) and carrying out of (psikomotorik) they about ethnicity and violence in societal life. Trick for mencermatinya which is with pass through watch in arena and visceral interview. Approaching that is utilized in riset this is interdisipliner's approaching and dianalisis further kualitatif's ala. Second phase is intervention phase, whereabouts observing result data in arena and visceral interview result and yielding studi bibliography was made by mapping to borderland ethnicity in edges violence as effort of rev to violence action. Leave from that mapping then given by social service as counselling of good family to be done on an individual basis and also group. Drd phase, done try out and simulation to test efficiency zoom and rev effectiveness that dicanangkan.

Agents violence at territorial border has multiplisitas social construction that gets bearing in consideration that edge their action do violence at territorial regency border / city at Timor's Island. Violence action that dikonstruksikan can clically and also dikonstruksikan by oknum one particular conversely (Bdk is Berger's statement and Derrida). Violence action at territorial border edged by factor history factor religion, politics engineering, farm scramble, structural factor as dualism of leadership, education, islandic composition, etnik, economy, homogenisasi is politics, hegemonisasai is religion and etnik, region autonomy, and militerisme, as social

(27)

27

PEMANFAATAN BEBERAPA JENIS JAMUR ENTOMOPATOGEN LOKAL SEBAGAI AGEN PENGENDALI RAMAH LINGKUNGAN TERHADAP BELALANG KEMBARA

(Locusta migratoria)

Titik Sri Harini1, Lince Mukkun2 dan Mayavira V. Hahuly3 Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Undana

Jl. Adisucipto Penfui, Kupang, NTT 85001

Penelitian yang bertujuan untuk menentukan jenis jamur entomopatogen lokal yang efektif mengendalikan belalang kembara dan merancang formulasi bioinsektisida yang efektif mengendalikan populasi hama belalang kembara, praktis digunakan dan aman terhadap lingkungan telah dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan dan Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana serta di lahan petani di Kecamatan Kelapa Lima, Kupang berlangsung dari bulan Maret 2013 sampai Nopember 2013.

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan yang dicobakan untuk kegiatan 1 adalah 2 jenis jamur hasil isolasi dari belalang yang mati karena jamur dari Desa Motadik, Kecamatan Biboki Anleu, Timor Tengah Utara dengan konsentrasi 107 konidia/mL dan 3 ulangan yang diuji terhadap nimfa instar 3 dan imago belalang kembara hasil perbanyakan yang berasal dari Desa Motadik. Kegiatan 2 terdiri dari 7 perlakuan yaitu campuran bahan carrier dan konidia jamur hasil isolasi antara lain tepung beras dan konidia/biakan jamur entomopatogen, tepung jagung dan biakan jamur, dedak dan biakan jamur, tepung taioka dan biakan jamur, minyak goreng bimoli dan biakan jamur, aquadest dan biakan jamur, dan konidia kering tanpa bahan carrier (kontrol) dengan 3 ulangan.

Hasil penelitian diperoleh 2 jamur dari belalang kembara yang mati yaitu Metarhizium anisopliae dan Fusarium sp. Nilai LT50, LT90 dan LT95 suspensi konidia M. anisopliae terhadap nimfa instar 3 adalah 9,75 hari; 29,46 hari dan 40,31 hari. Nilai LT50, LT90 dan LT95 suspensi konidia M. anisopliae terhadap imago adalah 11,27 hari; 27,76 hari dan 35,84 hari. Nilai LT50, LT90 dan LT95 suspensi konidia Fusarium sp terhadap nimfa instar 3 adalah 3,83 hari; 11,57 hari dan 15,83 hari. Nilai LT50, LT90 dan LT95 suspensi konidia Fusarium sp terhadap imago adalah 9,81 hari; 24,16 hari dan 31,19 hari. Suspensi konidia Fusarium sp lebih cepat menimbulkan kematian nimfa dan imago belalang kembara. Untuk pengujian/penentuan formulasi jamur sebagai bioinsektisida yang digunakan adalah konidia jamur M.anisopliae karena Fusarium sp pada umumnya menimbulkan penyakit pada tanaman. Hasil kegiatan 2 diperoleh bahwa dari 6 jenis bahan carrier dan kontrol (tanpa carrier/konidia kering) yang dicobakan/diaplikasikan ternyata campuran minyak bimoli dengan biakan jamur/konidia jamur M. anisopliae paling efektif karena imago belalang yang terkena campuran tersebut sebelum 24 jam sudah mati semua (5-10 menit) dengan LT50: 0,00003 hari, disusul berturut-turut yaitu campuran tepung tapioka dan konidia (LT50: 3,64 hari), dedak dan konidia (LT50: 4,49 hari), kontrol (konidia kering tanpa carrier) dengan LT50: 4,62 hari, tepung beras dan konidia (LT50: 4,90 hari), aquadest dan konidia (LT50: 5,28 hari) dan yang paling lama menimbulkan kematian yaitu campuran tepung jagung dan konidia (LT50: 5,99 hari).

(28)

28

Kata kunci : Jamur entomopatogen lokal, agen pengendali, belalang kembara

THE UTILIZATION OF SEVERAL TYPES OF LOCAL ENTOMOPATHOGEN FUNGI AS ENVIRONMENTALLY FRIENDLY CONTROL AGENT TOWARD

LOCUST (Locusta migratoria)

Titik Sri Harini1, Lince Mukkun2, and Mayavira V. Hahuly3

The purpose of this research is to determine the types of local entomopathogen fungi that is effective in controlling locust and designing formulation of bioinsecticides effective in controlling locust population, easy to use and safe toward environment. The research has been conducted in the Pythopathology Laboratory and Microbiology Laboratory, Agriculture Faculty University of Nusa Cendana and also in farmers land at sub-district Kelapa Lima, Kupang during March 2013 until November 2013.

The research used Complete Randomized Design (CRD). The treatment tested for The first research activity is two types of fungi isolated from dead body of locust that infected by fungi and obtained from Motadik village, Biboki Anleu sub-district, Timor Tengah Utara with 107 conidia/mL. Each treatment consist of three repetitions tested towards the third instar of nymphs and imago of locust obtained from Motadik village and be reared in the laboratory. The second research activity consists of seven treatments which is mixed carrier material and fungal conidia isolated, namely rice flour and conidia/entomopathogen fungal culture, corn flour and fungal culture, bran and fungal culture, tapioca starch and fungal culture, cooking oil and fungal culture, aquadest and fungal culture, and dried conidia without carrier material (control) with three repetition.

The result obtained two fungi from dead locusts which are Metarhizium anisopliae and Fusarium sp. LT50, LT90 and LT95 values of conidia M. anisopliae suspension toward the third instar of nymph are 9,75 days; 29,46 days; and 40,31 days. LT50, LT90 and LT95 values of conidia Fusarium sp suspension toward third instar of nymph are 3,83 days; 11,57 days; and 15,83 days. LT50, LT90 and LT95 values of conidia M. anisopliae suspension toward imago are 9,81 days; 24,16 days and 31,19 days. Conidia of Fusarium sp suspension is faster cause the dead of nymphs and imago. However, M. anisopliae is used for treatments/determination fungi formulation as bioinsecticides because Fusarium sp. generally causes disease on plants (phytopathogen). The second research activity showed that from six types of carrier material and control (without carrier/dried conidia) tested/implemented , the treatment using cooking oil and fungal culture M. anisopliae is the most effective as bioinsecticide because imago locust infected by that mixture died before 24 hours (5-10 minutes) with LT50: 0,00003 days, followed by starch and fungal culture (LT50: 3,64 days), bran and fungal culture (LT50: 4,49 days), control (dried conidia without carrier) with LT50: 4,62 days , rice flour and conidia (LT50: 4,90 days), aquadest and conidia (LT50: 5,28 days). Nevertheless, the most prolonged cause of death is mixture of corn flour and conidia (LT50: 5,99 days).

(29)

29

KAJIAN POTENSI TANAMAN OBAT TRADISIONAL SEBAGAI ANTIBAKTERI ALAMI DALAM PENGENDALIAN BAKTERI Vibrio alginolitycus DAN

Aeromonas hydropilla PADA BUDIDAYA IKAN

Yuliana Salosso1 dan Yudiana Jasmanindar2

Fakultas kelautan dan Perikanan Universitas Nusa Cendana Kupang Email : yulimarasin@gmail.com

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi tanaman obatsebagai antibakteri alami dalam pengendalian bakteri Aeromonas hydropilla dan Vibrio alginolyticus dengan mengkaji jenis senyawa aktif yang dikandung dari daun tanaman ceremai (Phyllanthus acidus), patikan kerbau (Euphorbia hirta), advokat (Persea gratissima), patikan cina (Euphorbia thymifolia), murbei (Morus australis), Gandarusa (Justica gendarussa), kentut (Paederia scandeus), srikaya (Annona squamosa), Jayanti (Sesbania sesban), jarak ulung (Jatropha gossypifolia) dan jenis pelarut yang terbaik dalam mengekstraksi senyawa aktifnya dan mengetahui dosis bakterisidalnya serta mengetahui toksisitasnya terhadap ikan lele dan kerapu tikus. Penelitian ini meliputi Uji Fitokimia 10 jenis tanaman obat, uji antibakteri dengan metode cakram dan uji MIC ekstrak aktif terhadap V.alginolyticus dan A. hydropilla serta uji toksisitas tanaman obat yang aktif terhadap ikan lele dan kerapu tikus.

(30)

30

MENGKAJI TINGKAT KETAHANAN KACANG TANAH ROTE TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN DAN PENYAKIT UTAMA DALAM RANGKA

PENGEMBANGANNYA SEBAGAI CALON VARIETAS UNGGUL

Oleh

Yosep Seran Mau1, Antonius S.S. Ndiwa2, dan I G.B. Adwita Arsa3.

Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana. Jln. Adisucipto Penfui-Kupang, NTT. 85001. Indonesia.

Kacang tanah merupakan tanaman pangan penting dalam melengkapi kebutuhan gizi masyarakat NTT, namun produktivitas dan kualitas hasil di daerah ini masih rendah, selain karena faktor agroklimat yang ektrim kering, juga karena faktor genetik galur-galur yang dibudidayakan berdaya hasil rendah. Tersedianya galur-galur lokal di daerah ini merupakan potensi daerah yang bisa dimanfaatkan untuk merakit varietas unggul yang adaptif terhadap kondisi spesifik daerah NTT. Kacang tanah lokal Rote merupakan salah satu varietas lokal yang cukup dikenal di NTT dan berpotensi dilepas sebagai calon varietas unggul karena ukuran bijinya yang besar, hasil tinggi dan rasanya. Namun, pengusulannya sebagai calon varietas unggul memerlukan informasi penting seperti tingkat ketahanannya terhadap cekaman abiotik maupun biotik. Penelitian ini melibatkan lima varietas (Lokal Rote dan 4 varietas pembanding) untuk menguji daya hasil dan tingkat ketahanan terhadap cekaman kekeringan. Penelitian dilakukan di lapang dari Juni sampai Oktober 2013 menggunakan rancangan faktorial dengan pola petak terbagi, petak utama adalah tingkat pengairan dan anak petak genotipe kacang tanah, terdiri dari tiga ulangan. Perlakuan pengairan terdiri dari dua level, pengairan optimum/ tanpa cekaman dan pengairan minimum (cekaman), sedangkan anak petak terdiri dari 5 genotipe kacang tanah (Lokal Rote, Gajah, Jerapah, Kancil, Bison). Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara tingkat pengairan dan jenis varietas berpengaruh nyata terhadap peubah komponen hasil dan hasil tanaman. Rerata hasil biji semua varietas yang diuji, terutama varietas pembanding di bawah potensi genetiknya, mengindikasikan bahwa kondisi pertanaman di bawah kondisi optimum untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kacang tanah lokal Rote memberikan hasil biji tertinggi, baik pada pengairan optimum maupun cekaman, dengan rerata hasil 1,21 t.ha-1. Empat varietas pembading yang turut diuji memberikan hasil biji <1,0 t.ha-1, sekiitar 50% di bawah potensi genetiknya. Hanya Kacang Tanah lokal Rote dianggap ”Tahan” terhadap terhadap cekaman kekeringan dan berdaya hasil tinggi berdasarkan indikator seleksi STI, SSI, dan PH.

(31)

31

ELUCIDATION OF DROUGHT TOLERANCE LEVEL OF LOCAL ROTE

GROUNDNUT (Arachis hypogaea L.) GENOTYPE AS A CANDIDATE OF SUPERIOR VARIETY

Yosep S. Mau1, A.S.S. Ndiwa2, I G. B. Adwita Arsa3

Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana. Jln. Adisucipto Penfui-Kupang, NTT. 85001. Indonesia.

Groundnut is one of the most important staple crops in NTT; however, the crop yield and quality in this region is relatively low due to erratic climatic condition and low genetic potency of the genotypes cultivated. NTT province is rich of groundnut germplasm that can serve as basis for selection of high yielding varieties which are able to cope with erratic climatic condition of the region. Local Rote variety is one of the well known local groundnut variety in NTT Province that has the potential to be released a superior variety due its large seed size, high yield and taste. However, promotion of this local variety to be a commercial and superior variety needs more data on its resistance to abiotic and biotic stresses such as drought and pests and diseases. Five sweet potato genotypes (Local Rote and 4 check varieties) were elucidated to identify high yielding genotypes with tolerance to drought stress. The study was carried out in a split-plot design with three replicates in the farmer’s field during June to October 2013. Two irrigation regimes (normal and stress conditions) were assigned as main plot and 5 groundnut genotypes as sub-plot. Results of the study revealed significant interaction effect between irrigation regimes and groundnut genotypes on yield and yield component variables observed. Seed yields of most genotypes tested, especially the check varieties, were below their yield potential indicating sub-optimum condition of the trial location. The local variety, Local Rote, produced the highest seed yield on both normal and stress conditions, with an average of 1.21 t-1.ha. The four check varieties produced seed yield < 1.0 t-1.ha, about 50% lower their mean yield potential. Only the local genotype, Local Rote, was considered drought tolerant and high yielding based on STI, GMP, SSI and YL selection indices.

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut menegaskan bahwasanya masih banyaknya permukiman-permukiman kumuh di Kecamatan Medan Belawan yang dapat ditandai dengan kurangnya keteraturan dalam membangun

PPL (Praktik Pengalaman Lapangan) yaitu semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang diperoleh

(3) Harga Satuan Standar BATAN yang berfungsi sebagai estimasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan besaran biaya yang dapat dilampaui dalam

Berdasarkam histogram sintasan hidup larva dari setiap perlakuan dapat dilihat pada gambar dimana hasil perhitungan data rata-rata menunjukkan bahwa perlakuan B

Predictors: (Constant), Persepsi Wajib Pajak Atas Manfaat Pajak, Pengetahuan dan Pemahaman tentang Peraturan Pajak, Persepsi yang Baik Atas Efektivitas Sistem Perpajakan, Kesadaran

Pengembangan profesionalitas dosen dapat ditingkatkan melalui berbagai upaya peningkatan kompetensi, antara lain meliputi: (a) penguasaan bidang keahlian yang

Pada akhirnya, tidak semua yang kita rencanakan berjalan sesuai dengan harapan, namun demikian dengan adanya LKIP ini kami harapkan dapat memperoleh umpan balik

Untuk klasifikasi keterlambatan 1 sampai dengan 29 hari dilakukan dengan Short Message Service (SMS) dan telepon; untuk keterlambatan 30 hari sampai dengan 180